• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha II 1 Arus Penerimaan ( Inflow )

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA 101 LAMPIRAN

3) Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return/IRR)

7.2 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha II 1 Arus Penerimaan ( Inflow )

Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang diperoleh setelah proyek berakhir. Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini adalah penjualan anakan yang dihasilkan, penjualan kelinci pedaging dan pendapatan dari nilai sisa. Pada Asep’s Rabbit Project terdapat 200 ekor indukan betina dan 50 ekor indukan jantan. Seekor induk betina diasumsikan dapat melahirkan rata-rata 6 ekor anak dengan mempertimbangkan tingkat kematian anak sebesar 15 persen sehingga diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor anak yang siap dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan betina dalam satu kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur agar setiap bulan bisa mendapatkan penerimaan dari penjualan anakan. Sehingga setiap bulan akan menghasilkan 500 ekor anak dengan mengawinkan 100 ekor indukan betina dengan 25 pejantan setiap bulannya. Anak kelinci yang dilahirkan akan menjalani masa menyusui selama 28 hari sebelum bisa dipasarkan.

Harga rata-rata anakan kelinci yang berusia 28 hari yang siap dipaskan sangat bervariasi, sehingga dalam penelitian ini diasumsikan harga anakan adalah Rp 50.000 per ekor. Penerimaan pada pola usaha I dari penjualan anakan kelinci dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Penjualan anakan kelinci yang dihasilkan oleh pola usaha II

Tahun Produksi (ekor) Nilai (Rp)

1 3.500 175.000.000

2 6.000 300.000.000

3 6.000 300.000.000

4 6.000 300.000.000

Total 21.500 1.075.000.000

Selain dari hasil penjualan anakan kelinci penerimaan pada pola usaha II juga didapat dari nilai sisa atau salvage value. Salvge value adalah nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis terpakai selama umur ekonomis proyek. Salvage value terjadi pada akhir umur proyek sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai tambahan manfaat usaha. Nilai sisa pada pola usaha II diperoleh dari komponen biaya yang tidak habis terpakai yaitu lahan, bangunan kandang, mesin pellet, dan indukan jantan. Diasumsikan harga jual lahan sama dengan harga beli lahan dan total nilai salvage value yaitu sebesar Rp 66.821.429. Nilai sisa dari investasi dapat dilihat pada Lampiran 19.

7.2.2 Arus Pegeluaran (Outflow)

Struktur biaya dalam pola usaha ini juga dikelompokan ke dalam tiga jenis, yaitu biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen biaya ini dimasukan dalam arus kas.

a. Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek. Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha II relatif sama dengan pola usaha I yaitu terdiri dari:

1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk bunting selama lima tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor (Asep’s Rabbit Project).

2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor (Asep’s Rabbit Project).

3. Lahan yang berfungsi untuk membangun bangunan dan kandang yang

digunakan sebagai tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga Rp 24.000.000

4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m2 yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300 buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m2. Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000

5. Mesin pellet berfungsi untuk membuat makan olahan atau yang bisaa disebut dengan pelet bagi kelinci sehingga kadar nutrisi pakan yang diberikan dapat dijaga. Biaya total yang digunakan untuk memproduksi mesin pellet ini yaitu sebesar Rp 12.500.000.

6. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000.

7. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini sebesar Rp 1.000.000.

Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha II, biaya investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 89.9 persen dari total investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 10.1 persen digunakan untuk biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan kandang, produksi mesin pellet, pembelian tempat makan dan minum. Lampiran 20 menyajikan komponen biaya investasi pada pola usaha II.

b. Biaya Operasional

Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha II juga relatif sama dengan pola usaha I karena sama-sama membudidayakan anakan kelinci. Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha II adalah biaya pakan yang merupakan pakan olahan dari daun-daun dan sebagainya yang diolah dengan menngunakan mesin lalu menghasilkan cetakan pellet berukuran kecil yang siap dimakan oleh kelinci. Pakan kelinci yang diolah memiliki komposisi seimbang yang cocok untuk kelinci. Kebutuhan pellet untuk 300 ekor kelinci per tahun adalah sebesar 9 ton untuk tahun pertama karena diasumsikan bahwa proyek baru berjalan pada bulan maret, dengan harga produksi pakan yaitu sebesar Rp 4480 per kilogram sehingga dalam setahun pola usaha II harus mengeluarkan Rp 40.320.000 untuk biaya pakan.

Biaya operasional lainnya yaitu obat dan pembelian pulsa atau biaya telpon. Untuk obat-obatan satu ekor kelinci dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang bisa terpakai atupun tidak. Obat-

obat yang digunakan pada pola usaha II sama dengan pola usaha I. Perincian biaya operasional tahun pertama dapat dilihat pada lampiran 21.

Biaya operasional pada tahun kedua dan selanjutnya diasumsikan sama setiap tahun yaitu kebutuhan pellet untuk 300 ekor kelinci per tahun selama 12 bulan adalah sebesar 10,8 ton dengan harga produksi pakan yaitu sebesar Rp 4480

per kilogram sehingga dalam pada pola usaha II harus mengeluarkan Rp 48.384.000 untuk biaya pakan. Biaya operasional lainnya yaitu obat

dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang bisa terpakai atupun tidak. Perincian biaya dapat dilihat pada lampiran 22

c. Biaya Tetap

Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap tahunnya. Biaya tetap dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, upah karyawan lepas, makan dan rokok, perawatan mesin, perawatan kandang, dan pulsa atau biaya telepon. Karwayan tetap yang berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar Rp 800.000 per orang, serta makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per orang. Sedangkan karyawan harian merupakan karayawan yang hanya bertugas untuk mencari rumput setiap harinya dan diberi upah per hari sebesar Rp 30.000. serta biaya perawatan mesin sebesar Rp 100.000 ber bulan dan perawatan kandang sebesar Rp 100.000 per 3 bulan. Sedangkan untuk biaya pembelian pulsa atau biaya telepon diasumsikan tetap setiap bulannya yaitu sebesar Rp 50.000. Lampiran 23 menjabarkan biaya tetap tahun pertama pada pola usaha II.

Pada tahun pertama kegiatan usaha baru dimulai pada bulan maret tetapi baru berjalan penuh pada minggu kedua bulan maret sehingga terdapat selisih

perhitungan antara tahun pertama dan kedua. Pada tahun pertama perhitungan biaya tetap hanya selama 10 bulan sedangkan pada tahun berikutnya dilakukan perhitungan penuh selama 12 bulan. Perincian perhitungan biaya tetap tahun kedua dan seterusnya dapat dilihat pada lampiran 24.

7.2.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha II

Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value, Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode. Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto 8 persen, diperoleh NPV sebesar Rp 238.830.471. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya anakan kelinci adalah sebesar Rp 238.830.471 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,56 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,56.

Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 20 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 20 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Dengan melakukan perhitungan payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 2 tahun 5 bulan dan 20 hari. Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan bahwa pola usaha II usaha layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis finansial pola usaha II dapat dilihat pada Tabel 12 dan cashflow perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 41.

Tabel 12. Hasil analisis Finansial Pola Usaha II

Kriteria Investasi Nilai

NPV (Rp) Net B/C IRR (%)

Payback periode (Tahun)

238.830.471 1,56 20 2,47

7.2.4 Analisis Switching value

Analisis Switching value terhadap penurunan produksi, penurunan harga output, kenaikan harga indukan, dan kenaikan harga pakan dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan harga tersebut yang dapat menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk dilaksanakan, dengan kata lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan nilai NPV negatif terkecil (NPV = 0) yang disebut nilai pengganti. Nilai persentase perubhan tersebut diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase perubahan harga pembuat NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang satu persen. Hasil analisis switching value pola usaha II dapat dilihat pada Tabel 13 dan cashflow perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 43 sampai Lampiran 50.

Tabel 13. Hasil Analisis Switching value pada Pola Usaha II

Faktor perubahan Persentase penurunan (-) atau

peningkatan (+) Penurunan harga output

Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan

- 22,08 - 22,08 + 153,85 + 228,60

Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, harga indukan dan produksi. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa nilai nol dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 22,08 persen. Hal ini

mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga anakan kelinci lebih tinggi dari Rp 38.960.

Demikian halnya dengan analisis switching value pada penurunan produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi (NPV = 0) jika terjadi penurunan produksi sebesar 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2727 ekor pada tahun pertama dan 4675 pada tahun berikutnya. Sedangkan analisis switching value terhadap kenaikan harga indukan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga indukan sebesar 153,85 persen atau harga indukan yang menyebabkan usaha ini tidak layak adalah lebih besar sama dengan Rp 3.077.000 per ekor

Pakan merupakan faktor penting dalam menjalankan usaha peternakan kelinci ini sehingga perubahan harga pakan dapat menyebabkan usaha tidak layak. Analisi switching value terhadap peningkatan harga pakan adalah sebesar 228,60 persen, artinya usaha peternakan ini masih layak dijalankan apabila harga pakan lebih kecil dari Rp 10.241 per kilogram.

7.3 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha III