BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
E. ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN ISLAM PERDAMAIAN DALAM
1. Terbentuknya Watak Perdamaian KH. Abdurrahman Wahid
Gus Dur seorang agamawan dan percaya pada konsep wahyu dan di gabungkan dengan pemikiran modern. Ditegaskan bahwa Tuhan sebagai sang pencipta, ada wahyu, dan kitab suci. Tetapi ada juga yaitu pengetahuan yang objektif. Artinya gagasan beliau terkait perdamaia dapat dipahami secara konstektual.
Gus Dur terlahir dari keluarga berlatar belakang yang menjunjung tinggi nilai perdamaian, dari bapak KH. Wahid Hasyim pada tahun 1951
130 Syamsul Ma’rif, Pendidikan Pluralisme di Indonesia, (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2005), hlm. 9
59
saat menjabat Menteri Agama melakukan upaya-upaya mendukung kebijakan persamaan hak wanita, untuk memberi kesempatan dan peluang untuk mengenyam pendidikan di sekolah Guru dan Hakim Agama Islam131, dan kakek Gus Dur dari pihak bapak yaitu KH Hasyim Asy’ari sebagai muassis NU, beliau memiliki rasa toleran yang tinggi kepada orang lain, berdedikasi untuk kemerdekaan Indonesia dan dihormati sebagai pahlawan Nasional dan sebagai pendidik yang agung.
Hal ini mempengaruhi Gus Dur dalam seluruh aspek hidupnya132 Pemikiran Gus Dur mengenai agama diperoleh dari dunia pesantren, lembaga inilah yang membentuk karakter keagamaan yang penuh etik, formal dan struktural. Sementara pengembangan di Timur Tengah telah mempertemukan Gus Dur dengan berbagai corak pemikiran agama, dari yang konservatif, simbolik-fundamentalis sampai pada corak liberal-radikal.
Karena sosok ayah beliau memiliki minat yang kuat pada peristiwa di seluruh dunia. beliau menguasai bahasa Inggris dan Belanda. Oleh karena itu, Pemikiran Gus Dur banyak di pengaruhi oleh pemikiran barat dengan filsafat humanismeya. Sebagai seorang remaja, Gus Dur mulai mencoba memahami tulisan Plato dan Aristoteles, serta pada saat yang sama ia bergulat memahami Des Kapital karya Marx dan What is To be Done karya Lenin sehingga beliau tertarik pada idenya terkait keterlibatan secara radikal. Gus Dur di besarkan dalam lingkungan tersebut kemudiana akrab dengan banyak buku dan membaca karya sastra dunia.133
Akar pemikiran Gus Dur sesungguhnya didasarkan pada komitmen kemanusiaan (humanisme-insaniyah) dalam ajaran Islam. Dalam pandangan Gus Dur, komitmen kemanusiaan itu dapat digunakan
131 Op.cit, Abdurrahman Wahid dan Daisaku Ikeda, Dialog Peradaban Untuk Toleransi dan Perdmaian, hlm 54
132 Iibd, hlm. 12
133 Op.cit, Abdurrahman Wahid & Daisaku Ikeda, Dialog Peradaban Untuk Toleransi Dan Perdamaian, hlm. 54
60
sebagai dasar untuk menyelesaikan tuntutan persoalan utama kiprah umat islam dalam masyarakat modern dan plurlistik di Indonesia. Pada intinya adalah menghargai sikap toleransi dan memiliki kepedulian yang kuat terhadap keharmonisan sosial. Kedua asas tersebut dapat menjadi dasar ideal keberadaan komuitas Indonesia. 134 sebagaimana yang beliau pelajari dalam Wayang Kulit yang berisi kisah-kisah menghargai ambivalensi, maka dalam sastra-sastra besar Eropa beliau juga menghargai segala bentuk sifat manusia. Cinta akan kemanusiaan di pelajari lewat sastra klasik, kegemaran menonton film.
Terlihat bahwa fokus utama Gus Dur bertumpu pada terciptanya kehidupan damai sesuai dengan cita-cita pendidikan Islam. Memberi ruang demokrasi, mengembangkan sikap pluralisme, seluruhnya itu terkandung pada prinsip universal Islam pada maqashid al-syariah.
2. Konsep Pendidikan Islam Perdamaian Perspektif KH.
Abdurrahman Wahid
Jika ditelusuri secara mendalam, konsep pendidikan pderdamaian Gus Dur yang kemudian mengantatrkannya menjadi seorang humanis adalah pengaruh para kiai yang mendidik dan membimbingnya sejak beliau remaja hingga dewasa. Beliau meneladani kisah tentang Kiai Fatah dan Tembak Beras, Kh. Ali Ma’sum dari Krapyak dan Kiai Chudhori dari Tegalrejo telah membuat pribadi Gus Dur menjadi sosok yang sangat peka pada persoalan-persoalan kemanusiaan.135 Gus Dur juga di pengaruhi oleh apa yang dibaca dan di pelajarinya, keduanya memberikan kesempatan untuk mencoba mensistensikan pemikiran barat modern dengan Islam.
Greg Barton menyatakan terdapat lima elemen yang dapat di simpulkan dari pemikiran Gus Dur, yaitu Pertama, pemikirannya progresif dan bervisi jauh kedepan. Baginya dari pada terlena dengan kemenangan masa lalu. Gus Dur melihat masa depan dengan harapan
134 Ali Masykur Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur, (Jakarta: Erlangga, 2010), hlm. 87
135 Op.cit, Ahmad Nurcholish, Peace Education dan Pendidikan Perdamaian Gus Dur, hlm. 183
61
yang pasti, bahwa bagi Islam dan masyarakat muslim sesuatu yang terbaik pasti akan datang. Kedua, pemikiran Gus Dur sebagian besar merupakan respons terhadap modernitas, respons dengan penuh percaya diri dan cerdas, kritis terhadap kegagalan-kegagalan masyarakat Barat modern. Gus Dur secara umum bersikap positif terhadap nilai-nilai inti pemikiran liberal pasca pencerahan, walaupun hal ini perlu dikaitkan pada dasar-dasar teistik. Ketiga, Pancasila merupakan dasar yang paling mungkin dan terbaik bagi terbentuknya negara Indonesia modern untuk mewujudkan kesejahteraan dan kejayaan bangsa.136
Keempat, Gus Dur mengartikulasikan pemahaman Islam liberal dan terbuka yang toleran terhadap perbedaan dan sangat peduli untuk menjaga harmoni dalam masyarakat. Kelima, pemikiran Gus Dur merepresentasikan pemikiran tradional, elemen modernisme Islam dan kesarjanaan Barat modern, yang berusaha menghadapi tantang modernitas baik dengan kejujuran intelektual yang kuat maupun keimanan yang mendalam terhadap kebenraran utama Islam.137
136 Greg Barton, Abdurrahman Wahid dan Toleransi Keberagaman dalam Ahmad Suaedy, Gila Gus Dur, (Yogyakarta: LKiS, 2000), hlm. 89
137 Ibid, hlm. 90
62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan hasil penelitian mengenai Konsep Pendidikan Perdamaian KH. AbdurrahmanWahid Dalam Perspektif Pendidikan Islam maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
KH. Abdurrahman Wahid terlahir dari keluarga yang menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian. Pemikiran mendasar terkait pendidikan dan perdamaian Kh Abdurrahman Wahid di peroleh melalui kultur yang besarkannya yaitu, NU dan pesantren. Salah satu aspek yang bisa di dipahami beliau adalah penyeru pluraisme dan toleransi, tema yang penting dalam tulisannya adalah kecintaan yang mendalam terhadap budaya Islam tradisional.
Dalam pendidikan perdamaian islam, doktirin dasar konsep pendidikan perdamaian Islam pengaruh para kiai yang mendidik dan membimbing hingga dewasa. Seperti kisah Kiai Fatah dari Tambak Beras, Kiai Ali Ma’sum dari Krapyak, Kiai Chudhori dari Tegalrejo yang membuat pribadi Kh Abdurrahman Wahid menjadi sosok yang sangat peka pada persoalan kemanusiaan, juga di pengaruhi oleh apa yang di baca dan dipelajarinya untuk mensistesiskan pemikiran Barat modern dengan Islam.
Tidak hanya menyeru nilai-nilai perdamaian Islam, tetapi beliau mengimplementasikan di dalam keseluruhan kehidupannya. Dengan konsep beliau, beliau berhasil menciptakan gagasan kepada generasi muda mengenai pluraisme, keberagaman, toleransi dan kecintaan kepada Tanah Air. Demikian adalah konsep pendidikan perdamaian Islam yang di jelaskan oleh KH. Abdurrahman Wahid bagi para pejuang kemanusiaan.
63
A. Saran
Kita ketahui bahwa yang menciptakan perpecahan antar umat, fanatisme, kekerasan adalah bukan pendidikan yang bersifat fisik saja, melainkan keseluruhan pendidikan baik formal maupun non formal yang berasas pada pendidikan perdamaian Islam. Bagi para pegiat kemanusiaan, pertama, proses pemikiran progresif dan visioner. Kedua, pemikiran yang mengacu pada respons terhadap modernitas, respons dengan penuh percaya diri dan cerdas, kritis, bersikap positif. Ketiga, pancasila sebagai asas terwujudnya kesejahteraan dan kejayaan bangsa. Keempat, keterbukaan yang toleran terhadap perbedaan. Kelima, pemikiran tradisional, modernisme Islam, dan kejayaan Barat modern menjadi prinsip menghadapi tantangan modernitas dengan kejujuran dan keimanan yang mendalam terhadap kebenaran utama Islam. Sangat di butuhkan dalam proses pendidikan perdamaian Islam harus melakukannya secara masif tanpa diskriminatif agar sampai pada tujuan bangsa dan negar yaitu kesejahteraan dan kenyamanan.
Perlunya lima elemen tersebut dalam diri seseorang, untuk menciptakan perdamaian dunia, adapun proses pemikiran beliau untuk meminimalisir fanatisme terhadap golongan tertentu, dan membuka wawasan pengetahuan mengenai tradisi sebagai alat transformasi menuju medernisasi, khususnya tradisi etika dan beragama. Dengan proses pemikiran Gus Dur tersebut seseorang akan terhindar dari sifat diskriminatif, fanatisme, yang berakibat buruk pada seseorang. Dan perlu diketahui bahwa pendidikan perdamaian Islam akan terwujud pada seseorang yang hatinya bersih dan memiliki kepekaan batin pada dirinya.
64
DAFTAR PUSTAKA
A. Ruspandi, Pendidikan Multikultural Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid, Skripsi, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010
Armai Arif, Pengantar Ilmu Dan Tujuan Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2002
Abdurrahman Wahid & Daisaku Ikeda, Dialog Peradaban Untuk Toleransi Dan Perdamaian, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011
_____, Islam Kosmopolitan, Jakarta: The Wahid Institute, 2007
_____, Islam Kosmopolitan: Nilai-nilai Indonesia & Transformasi Kebudayaan, Jakarta: The Wahid Institute, 2007
_____, Islamku Islam Anda Islam Kita, Jakarta: Democracy Project Yayasan Demokrasi, 2011
_____, Islamku, Islam Anda, Islam Kita, Agama Masyarakat Negara Demokrasi Cetakan 1, Jakarta: The Wahid Institute, 2006
_____, Prisma Pemikiran Gus Dur, Yogyakarta: LKis, 2010
Abuddin Nata, Islam dan Ilmu Pengetahuan, Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2018
_____, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2014
Adi Widya, Fungsi Dan Tujuan Pendidikan Indonesia, Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 4, No. 1, April 2019
Ahmad Nurcholish, Islam Dan Pendidikan Perdamaian, Jurnal Al-Ibrah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018
_____, Peace Education & Pendidikan Perdamaian Gusdur, Jakarta: PT Gramedia, 2015
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992
Ainurrofiq Dawam, Emosh Sekolah; Menolak Komersionalisasi Pendidikan Dan Kanibalisme Intelektual Menuju Pendidikan Multikultural, Yogyakarta:
Inspeal Ahimsa Karya Press, 2003
Alfiyyah Nur Lailiyya, Konsep Toleransi Dalam Pendidikan Islam Perspektif KH.
65
Abdurrahman Wahid, Skripsi, Surabaya, FITK UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019
Ali Masykur Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur, Jakarta: Erlangga, 2010 Al-Qur’an surat Al-‘Alaq ayat 1-5, Al-Qur’an dan Terjemahan, Departemen
Agama RI, Jakarta, 2012
Al-Rasyidin dan Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005
Angela Ervina, dkk, Kontroversi Gaya Komunikasi Politik Presiden K.H Abdurrahman Wahid, Jurnal Ilmu Komunikasi MEDIAKOM Vol. 02 NO.
02 Tahun 2019
As’aril Muhajir, Ilmu Pendidikan Perspektif Kontekstual, Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2012
Astrid Ayu Bestari, Pandemi Covid-19 Dan Angka Kemiskinan, 2021, www.kompas.id. 12 Juli 2021 pukul 22.40
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Cet. ke-1: Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005
Chandra Dinata Irawan Wilwatika, Gua Dur Dan Pembelaan Terhadap Ahmadiyah, Harian Indoprogress, 3 Maret 2011
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995, ed ke-2, Cet. ke-4
M.Hanif, Dhakiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur, Yogyakarta: LKiS, 2010 Eka Hendry, Sosiologi Konflik: Telaah Teoritis Seputar Konflik Dan Perdamaian,
Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2009
Ellyasa K.H. Darwis, Gus Dur Nu Dan Masyarakat Sipil, Yogyakarta: LKiS, 1997 Faisol, Gus Dur Dan Pendidikan Islam: Usaha Mengembalikan Esensi Pendidikan
Di Era Global, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011
Fathiyyah Hasan Sulaiman, Konsep Pendidikan al-Ghazali, terj. Ahmad Hakim dan Imam Aziz, Jakarta: P3M, 1990
Fathul Jannah, Pendidikan Seumur Hidup dan Implikasinya, Jurnal Dinamika Ilmu, Vol. 13. No. 1, Juni 2013
Frisca Alexandra, Pendidikan Perdamaian Dan Fenomena Kekerasan Kultural Pada Anak Dan Remaja Di Indonesia, Jurnal Paradigma, Vol. 7 No. 3,
66
Desember 2018
Greg Barton, Abdurrahman Wahid dan Toleransi Keberagaman dalam Ahmad Suaedy, Gila Gus Dur, Yogyakarta: LKiS, 2000
_____, Biografi Gusdur: The Authorized Biography Of Abdurrahman Wahid, LKis Yogyakarta, 2003
H. Mahmud, Psikologi Pendidikan, Bandung: CV Pustaka Setia, 2012, cet-2 Hamdani, Dasar-Dasar Kependidikan, Bandung: CV Pustaka Setia, 2011 Hermawan Sulistio, Darah, Nasi, dan Kursi, Jakarta:Pensil 324, 2011
Husein Muhammad, Samudra Kezuhudan Gus Dur, Yogyakarta: DIVA Press, 2019 I Wayan Cong Sujana, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Indonesia, Adi Widaya
Jurnal Pendidikan Dasar, Vol.4, No.1 April 2019
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013
Imam Taufiq, Quran Bukan Kitab Teror: Membangun Perdamaian Berbasis Al-Qur’an, Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2016
Irwan Masduqi, Berislam Secara Toleransi: Teologi Kerukunan Umat Beragama, Jakarta: Mizan, 2011
Jaudat Sa’id, Mazhab Ibn Adam al-Awal: Musykilat al-U’nf al-Amal al-Islamy, Beirut: Dar al-Fikr, 1993
Johan Galtung, Studi Perdamaian: Perdamaian Dan Konflik, Pembangunan Dan Peradaban , tsrj, Asnawi dan Safruddin, Surabaya: Pustaka Eureka, 2003 JPNN.com, Angka Kekerasan di Dunia Pendidikan Meningkat, 2014,
www.jpnn.com. 13 Juli 2021 pukul 02.13
Kartadinata, dkk, Pendidikan Kedamaian, Yogyakarta: Remaja Rosdakarya, 2015 Khamami Zada dan Fawaid Sjadzali, Nahdhatul Ulama, Dinamika Ideologi Politik
Kenegaraan, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010
_____, Neraca Gus Dur Dipanggung Kekuasaan, Jakarta: LAKPESDAM, 2002 Liana Khoerunisa, Konsep Perdamaian Perspektif K.H Abdurrahman Wahid Dan
Penerapannya Dalam Pendidikan, Skripsi, Purwokerto, FITK IAIN Purwokerto, 2019
Mukti Ali, M. Ali Hasan, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu
67
Jaya, 2003
M. Hamid, Gus Gerr Bapak Pluralisme dan Guru Bangsa, Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2010
M.Khoirul Hadi, Abdurrahman Wahid dan Pribumisasi Pendidikan Islam, Hunafa:
Jurnal Studia Islamika, Vol. 12, No. 1, Juni 2015
Maman Imanul Faqih, Fatwa Dan Canda Gus Dur, Jakarta: Kompas, 2010
Maulana Wahiduddin Khan, The Ideology Of Peace, New Delhi: Goodword Books, 2010
Moch. Tohet, Pemikiran Pendidikan Islam KH. Abdurrahman Wahid Dan Implikasinya Bagi Pengembangan Pendidikan Islam Di Indonesia, Jurnal Pendidikan Agama Islam edureligia, Vol. 1, No.2, 2017
Moh. Ishamuddin, K.H Abdurrahman Wahid (Gusdur) Sebagai Political Man Studi Ketokohan Gusdur Tahun 1999-2000, Skripsi, Yogyakarta, FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010
Muhammad Aqil, Nilai-nilai Humanis Dalam Dialog Antar Agama Perspektif Gus Dur, Jurnal Al-Adyan Journal Of Religious Studies, Vol. 1, No. 1, Juni 2020.
Muhammad Rifai, Gus Dur Biografi Singkat 1940-2009, Jogjakarta: GARASI, 2017
Muhammad Zakki, Gus Dur Presiden Republik Akhirat, Sidoarja: Masmedia Buana Pustaka, 2010
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016, Cet. ke-20
Munir Yusuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, Palopo: Lembaga Penerbit Kampus IAIN Palopo, 2018
Munirah, Sistem Pendidikan Di Indonesia, Jurnal AULADUNA, Vol.2 No.2, Desember, 2015
Nagendra Kr. Singh, Etika Kekerasan Dalam Tradisi Islam, terj. Ali Afandi, Yogyakarta: Pustaka Alief, 2003
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), Cet. ke-31
68
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2015
Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012, Cet. ke-12
Resdhia Maula Pracahya, Konsep K.H. Abdurrahman Wahid Tentang Pendidikan Islam Multikultural, Skripsi, Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013
Rumadi, “Dinamika Agama Dalam Pemerintahan Gus Dur”, dalam Khamami Zada, Neraca Gus Dur Di Panggung Kekuasaan, Jakarta: LAKPESDAM, 2002 Sahari, Merajut Perdamaian Melalui Pendidikan Islam, Jurnal Iqra’ Vol. 3. No. 1,
Januari –Juni 2009
Saleh, M.N.I, Peace Education Kajian Sejarah Konsep, Dan Relevansinya Dengan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-ruzz Media
Salman Harun, Tafsir Tarbawi Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Al-Qur’an, Ciputat Tanggerang Selatan: UIN Jakarta Press, 2013
Sayyid Qutub, Islam Dan Perdamaian Dunia, Pustaka Firdaus: Jakarta, 1987 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan (Kombinasi Mixed
Methods), Bandung: Alfabeta, 2011
Suheri Sahputra Rangkuti, Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tafsir Ayat Jihad, POTENSIA, Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 4, No. 2, 2018
Syahraini Tambak, Pemikiran Pendidikan al-Ghazali, Jurnal Al-hikmah, Vol. 8, No.1 April 2011
Syamsul Hadi, KH. Abdurrahman Wahid Guru Bangsa, Bapak Pluralisme, Jombang: Zahra Book, TH.
Syamsul Ma’rif, Pendidikan Pluralisme di Indonesia, Yogyakarta: Logung Pustaka, 2005
Taat Wulandari, Menciptakan Perdamaian Melalui Pendidikan Perdamaian Di Sekolah, Jurnal Mozaik, Vol.5, No.1, Januari 2010
Terjamah Qur’an Kemenag, 2019. Surah al-Hujarat ayat 13.
_____, Surah Al Ahzab ayat 21.
Toha Andiko, Melacak Akar Konflik Dalam Islam Dan Solusi Bagi Kerukunan
69
Umat Beragama Di Indonesia, MADANIA, XVII, no. 1, 2013
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998)
U. Maman Kh, dkk., Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktek, Jakarta:
Raja Grafindo Persada Press, 2006
Virdika Rizky Utama, Menjerar Gus Dur, Jakarta: PT. NUmedia Digital Indonesia, 2020
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991, Cet. ke-2
Wawan Wahyudin, Pendidikan Sepanjang Hayat Menurut Perspektif Islam Kajian Tafsir Tarbawi, Jurnal Kajian Keislaman, Vol. 3, No. 2, 2016
YUD, Sebarkan Hoax, Remaja 18 Tahun Ditangkap Polisi, 2018, www.beritasatu.com. 13 Juli 2021 pukul 00.30
Zuhairi Misrawi, Al-Qu’ran Kitab Toleransi: Tafsir Tematik Rahmatan Lil’Alamin, Jakarta: Pustaka Oasis, 2010
Zunita Putri, Sidang Dakwaan Eks Mensos Juliar dkk Kasus Korupsi Bansos Digelar Hari Ini, 2021, www.detik.com. 12 Juli 2021 pukul 23.44
70 LAMPIRAN
TRANSKIP WAWANCARA
Berikut hasil wawancara dengan Ahmad Suady salah satu pendiri The Wahid Institute, Jakarta.
Ahmad: Definisi Pendidikan Menurut Gus Dur?
Ahmad Suaedy: Pendidikan dalam arti sekolah itu sebenarnya tidak menjadi perhatian khusus untuk Gus Dur. Beliau punya perhatian terhadap pendidikan tapi yang sifatnya General.
Ahmad: Bagaimana Pandangan Gus Dur Terkait Pendidikan Perdamaian?
Ahmad Suaedy: Pertama, pendidikan dimengerti sebagai transmisi bukan hanya Ilmu. Tapi transmisi etika, pengetahuan, dan prilaku. Maka, tentu saja perdamaian itu sangat penting, jadi transtransmisi pengetahuan, etika, dan prilaku yang bersifat damai itu sangat penting. Yang kedua, Gus Dur mendasarkan pada agama spiritualitas dalam hal, bukan hanya pendidikan sebenarnya dalam keseluruhan kehidupan. Tapi dalam pendidikan secara khusus spiritualitas dan agama itu berperan penting. Dan Gus Dur juga menekankan pada tradisi sebagai inspirasi dan suatu alat transformasi. Jadi tradisi bukan sebagai tradisi itu sendiri, tapi sebagai alat transformasi. Jadi Gus Dur tidak ingin orang meloncat ke modern dengan meninggalkan keseluruhan dan adat dan tradisinya, karena itu akan menjadi pendangkalan. Jadi pendidikan yang tidak didasarkan pada tradisi yang dimiliki, maka akan bisa terjebak pada kedangkalan beragama. Maka bisa tersesat pada pemahaman yang sempit, radikalisme, dan mudah percaya
71
kepada hoax. Adanya hoax bukan karena teknologi informasi, tapi karena pemahaman masyarakat terhadap banyak hal yang dangkal terhadap agama, terhadap tradisi. Orang yang memiliki tradisi, memiliki pemahaman dan penghayatan terhadap tradisi itu cenderung clear mencari sesuatu yang jelas, dan tidak mudah terprovokasi, tidak mudah terpancing oleh berita berita hoax. Maka prinsip pendidikan yang berbasis pada tradisi, termasuk tradisi agama, tradisi etika dan lain sebagainya, Itu menjadi kunci dalam membangun perdamaian. Karena kalau orang tidak tau itu maka tidak tau batasnya. Misalnya kalau sekarang orang atau anak muda yang hanya nge share tapi tidak memahami isinya misalnya, itu sebenarnya sangat berbahaya. Itulah kemodern-an yang bersifat meloncat tidak berbasis pada tradisi. Maka gus dur disini lebih ke transformasi ya jadi bukan meloncat tapi transformasi itu gerak, dari tradisi, tradisional, menuju ke modern jadi basisnya tetep ikut, tidak beralih atau meloncat.
Nah kenapa perdamaian penting, karena situasi mutakhir sekarang ini justru bukan membuat orang makin sadar tentang kemanusiaan, tapi justru makin orang terpisah dan terkikis imajinasi tentang manusia, sehingga manusia terpusat pada dirinya sendiri pada idealism gitu. Sehingga solidaritas terhadap orang lain terhadap masyarakat lain itu menipis, kadang-kadang malah lepas. Maka, ilmu kearifan misalnya itu menjadi sesuatu yang penting. Orang yang arif itu adalah orang yang sudah memiliki pengetahuan. Jadi, sebenarnya soal topik perdamaian Gus Dur sangat luas meliputi pencegahan perang seperti Israel, Palestina, Amerika dan Soviet waktu itu, sekarang misalnya Cina dan Amerika itu adalah perhatian-perhatian beliau tentang perdamaian termasuk Asia Tenggara, Indonesia dengan Timor Timur dan lain-lain. Nah kalau tadi pendidikan diartikan secara umum maka ya semua itu harus diberikan dengan cara prinsip tadi. Jadi, saya tidak bisa menjawab definisi fix dari pendidikan tapi kira-kira prinsip-prinsip dan perhatiannya sangat luas termasuk bagaimana peran pesantren dalam menciptakan perdamaian misalnya dengan menawarkan pendekatan yang bersifat transformative tadi bagaimana
72
peran pesantren dalam memberikan solusi kepada problem-problem social yang bisa mengarah ke konflik dan kekerasan yaitu tentang tadi itu tradisi yang transformative bukan yang meloncat.
Ahmad: Apakah ada prinsip agar konsisten dalam hal pengaplikasian perdamaian itu?
Ahmad Suaedy: Iya kalau pendidikan diartikan secara luas, transmisi, pengetahuan, kesadaran, dan etika tadi ya itu dilakukan di semua lapangan termasuk ketika beliau menulis, beliau kan banyak menulis dan banyak bergaul dengan banyak orang. Dalam setiap moment itu lah beliau melakukan tadi itu transmisi tentang cara-cara pedamaian. Cara-cara pendekatan damai gitu. Baik dalam kerangka lingkup kecil di antara pengurus NU, PBNU, di antara pesantren mungkin dalam lingkup yang lebih luas termasuk internasional. Nah itu bagi saya yaa itu pendidikan itu sendiri ya secara general kalau kita mengartikan pendidikan secara luas dan prinsip utama di situ adalah tabayyun jadi Gus Dur itu adalah orang yang paling, apa ya, teliti dalam melakukan tabayyun. Ini prinsip perdamaian juga. Jadi kalau ada pendapat orang yang belum jelas itu beliau tidak akan memberikan tanggapan. Misalnya, harus tanya langsung kepada orangnya siapapun itu.
Gus Dur tidak membedakan orang apakah pangkat tinggi atau orang rendah rakyat biasa, kalau ada sesuatu pasti diklarifikasi. Setidaknya mengutus utusan satu orang untuk mendengar langsung dari sumbernya.
Kalau sekarang kan banyak juga intelektual atau pemimpin agama yang menanggapi sesuatu hanya dari sosial media atau dari koran tanpa klarifikasi dan tabayyun. Nah tabayyun itu salah satu prinsip pendidikan
Kalau sekarang kan banyak juga intelektual atau pemimpin agama yang menanggapi sesuatu hanya dari sosial media atau dari koran tanpa klarifikasi dan tabayyun. Nah tabayyun itu salah satu prinsip pendidikan