• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Kehidupan modern yang tidak dibatasi dengan tradisi sebagai alat transformasi menjadi penghambat tujuan pendidikan perdamaian 2. Pendidikan Islam sebagai institusi dalam menciptakan perdamaian 3. Ideologi KH. Abdurrahman Wahid dalam pendidikan islam perdamaian

untuk mencegah konflik ideology dan konflik sejarah C. PEMBATASAN MASALAH

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar pembahasan tidak sampai keluar jalur dan dapat mencapai tujuan yang di inginkan, maka penelitian ini di batasi hanya pada pembahasan “Konsep Pendidikan Perdamaian KH Abdurrahman Wahid dalam Perspektif Pendidikan Islam”.

D. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, permasalahan yang terjadi adalah menelaah dan menjelaskan konsep pendidikan perdamaian dalam perspektif KH. Abdurrrahman Wahid untuk memberi batasan pada fokus dari penelitian ini, maka penulis merumuskan sebuah pertanyaan yang mewakili permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu:

11

1. Bagaimana konsep pendidikan perdamaian perspektif KH.

Abdurrahman Wahid?

2. Bagaimana konsep pendidikan perdamaian KH. Abdurrahman Wahid dalam perspektif pendidikan Islam?

E. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui:

1. Konsep pendidikan perdamaian menurut KH. Abdurrahman Wahid 2. Konsep pendidikan perdamaian KH. Abdurrahman Wahid dalam

perspektif Pendidikan Islam.

F. KEGUNAAN PENELITIAN

1. Secara Teoritis

a. menambah wawasan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dalam hal ini terkait dengan konsep pendidikan perdamaian dalam perspektif KH. Abdurrahman Wahid.

b. menambah dan memperkaya khazanah keilmuan khususnya tentang pendidikan perdamaian KH. Abdurrahman Wahid dalam perspektif pendidikan Islam.

2. Secara Praktis

a. hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi upaya konsep pendidikan efektif dan humanis serta damai yang relevan dengan kondisi sekarang.

b. sebagai bahan pertimbangan bagi para pemegang kebijakan dan para stakeholder dalam pengembangan pendidikan di masa sekarang dan masa yang akan datang.

12 BAB II KAJIAN TEORI A. PENDIDIKAN ISLAM

1. Definisi Pendidikan Islam

Pendidikan adalah suatu hal yang penting bagi manusia, pendidikan mampu menjamin kesejahteraan seseorang, meskipun banyak orang yang sejahtera tidak dengan pendidikan yang tinggi. Dalam buku psikologi pendidikan karya Muhibbin Syah “pendidikan” berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan “me” sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan. Memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran”. Selanjutnya pengertian “pendidikan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui pengajaran.26

Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS Bab I mengatakan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.27

Ahmad D. Marimba, Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utama, untuk mewujudkan

26Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), Cet. ke-20, hlm. 10.

27 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hlm. 204

13

kesempurnaan tersebut dibutuhkan bimbingan yang serius dan sistematis dari pendidik.28

Definisi pendidikan sangat beragam. Al-Ghazali mendefinisikan pendidikan sebagai sebuah proses pembiasaan (riyadhah). Pembiasaan yang dimaksud oleh Al-Ghazali adalah upaya menimbulkan resposn pada siswa melalui bimbingan secara emosi dan fisik. Dalam hal ini, menurut Al-Ghazali, proses pembiasaan (riyadhah) adalah membantu siswa menuju tujuan tertinggi (aqshal al-ghayah). Kata membantu siswa berarti menaklukkan dan menundukkan anak kuda serta mengajarinya berlari.

Istilah ini pula yang sering digunakan oleh Ibnu Sina dalam menyebut pendidikan. Dalam konsep pembiasaannya, Ibnu Sina menggunakan kata riyadhah sebagai pengertian pelaziman atau conditioning yang baru ditemukan oleh Ivan Pavlop setelah 800 tahun Ibnu Sina menemukannya.29

Pada perkembangan berikutnya, kata ini memiliki arti yang beragam. Dunia tasawuf memakainya untuk menyebut sebuah proses latihan rohani (riyadha) dalam rangka menundukan raga manusia pada raga batin manusia. Dengan pendidikan yang diselimuti oleh proses latihan rohani maka pendidikan dapat berjalan sesuai norma-norma tuntutan aspek keimanan, keagamaan dan akhlakul karimah.

Dalam istilah di Indonesia, kata pendidikan dan pengajaran hampir-hampir menjadi kata majemuk untuk menunjukkan pada sebuah kegiatan atau proses transformasi, baik ilmu maupun nilai, dan dalam Al-Qur’an sendiri juga tidak membedakannya. Jika telusuri secara mendalam di dalam Al Qur’an terdapat beberapa istilah yang mengacu pada terminologi pendidikan dan pengajaran, diantaranya adalah tarbiyah, ta’lim, ta’dib, dan tazkiyah. 30

28 Op. cit. Muhibbin Syah, Pendidikan Dengan Pendekatan Baru

29 H. Mahmud, Psikologi Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), Cet. ke-2, hlm. 7.

30 Wawan Wahyudin, Pendidikan Sepanjang Hayat Menurut Perspektif Islam (Kajian Tafsir Tarbawi), Jurnal Kajian Keislaman, Vol. 3, No. 2, 2016. Hlm. 197

14

Kata Tarbiyah berasal dari bahasa arab, yaitu rabba-yurabbi-tarbiyah yang berarti penguasa, tuan, pengatur, penanggung jawab, pemberi nikmat. Istilah tarbiyah dapat diartikan sebagai proses penyampaian atau pendampingan terhadap anak yang diempu sehingga dapat mengantarkan masa kanak-kanak tersebut kearah yang lebih baik, dengan beberapa prinsip yang menjadi dasar pandangan Islam terhadap hubungan manusia, baik antara manusia dengan sang maha pencipta, maupun manusia dengan alam raya.31

Pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.

Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Karakteristik Khusus32:

a. Masa Pendidikan.

Pendidikan berlangsung seumur hidup dalam setiap saat dan pengaruh lingkungan. Sebagaimana syair Bahasa arab berbunyi:

ِداهَّللا َىلِا ِداهَمالا َنِم َمالِعالا او ب لاط أ

Artinya: “Carilah ilmu sejak dari lubang buayan (lahir) sampai masuk ke liang lahat (meninggal).

b. Lingkungan Pendidikan.

Pendidikan berlangsung dalam segala lingkungan hidup, baik yang khusus diciptakan untuk kepentingan Pendidikan seperti bangku sekolah yang di dalamnya tenaga kependidikan, pengalaman baru di sekolah, maupun yang ada di lingkungan teman sebaya maupun di dalam keluarga dengan sendirinya. Dalam pengertian yang maha luas, pendidikan berlangsung sepanjang hidup (lifelong) sejak lahir (bahkan sejak awal hidup dalam kandungan) hingga mati. Dengan demikian

31 Ibid

32 Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), Cet. ke-12, hlm. 3-41

15

tidak ada batas waktu berlangsungnya pendidikan. Pendidikan berlangsung pada usia balita, usia anak, usia remaja, usia remaja, dan usia dewasa, atau seumur hidup setiap manusia itu sendiri.33

c. Bentuk Kegiatan.

Terentang dari bentuk-bentuk yang misterius misalnya pengalaman belajar berlangsung sewaktu berjalan sendiri disuatu tempat, pengalaman belajar sewaktu mendapat musibah, pengalaman belajar sewaktu bertemu dengan seseorang dan tak disengaja sampai dengan terprogram, misalnya paket-paket belajar dalam bentuk kursus, modul, atau multimedia, kurikulum sekolah dalam semua tingkatan, model-model pembelajaran, individual seperti system yang berorientasi pada pertumbuhan pribadi, pengajaran dengan bantuan computer, Lembar Kerja Siswa (LKS), berbagai mata pelajaran, atau yang lain sebagainya. Pendidikan berbentuk segala macam pengalaman belajar dalam hidup, pengalaman yang teraplikasi pada lingkungannya maupun dengan mencari pengalaman itu sendiri.

Pendidikan berlangsung dalam beraneka ragam bentuk, pola, dan Lembaga. Pendidikan dapat terjadi sembarang, kapan dan dimanapun dalam hidup. Pendidikan pun lebih berorientasi pada peserta didik di setiap ranahnya.

Pendidikan islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbrntuknya manusia seutuhnya sesuai dengan norma-norma Islam.34 Dapat di pahami bahwa segala bentuk kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi yang ada serta di gunakan dan dimanfaatkan dalam kehidupan sesuai dengan aturan-aturan dalam Islam. Peserta didik dalam hal ini adalah sebagai individu yang sedang mengikuti

33 Ibid, hlm. 6

34Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Cet. ke-1: Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 29

16

proses pendidikan islam dengan tujuan seluruh potensi fitrah yang ada dapat di gunakan dalam kehidupan sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.35

Sedangkan Pengertian pendidikan Islam yaitu sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia seutuhnya;

beriman dan bertaqwa kepada Allah serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi ini, tujuannya dalam konteks ini terciptanya insan kamil setelah proses pendidikan berakhir.36

Sebagai dasar Pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keimanan semata. Tetapi kebenaran yang terdapat pada keduanya dapat diterima oleh nalar manusia dan dapat dibuktikan dalam sejarah atau pengalaman manusia. 37 Aspek-aspek pembinaan dalam pendidikan Islam ialah aspek jasmani, akal, akidah, akhlak, kejiwaan, keindahan, dan kebudayaan.38

2. Tujuan Pendidikan Islam

Dari pandangan tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan dikembangkan demi peningkatan nilai-nilai keimanan dan moralitas bangsa yang didukung sepenuhnya oleh pendidikan yang tinggi dan ilmu pengetahuan yang memberikan manfaat pada masa depan kehidupan bangsa dan negara. Dengan demikian, pendidikan berprinsip pada

“pendidikan seumur hidup” yang di dasarkan pada kedudukan hukumnya yang wajib.39

35 Ibid

36Armai Arif, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat press, 2002), hlm. 16

37Al-Rasyidin dan Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), Cet. ke-5, hlm. 34

38Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 50

39Ibid

17

Tujuan pendidikan adalah memuliakan manusia atau memanusiakan manusia sebab bagi orang yang berpendidikan, artinya orang yang berilmu, yang mengerti dan memahami nilai-nilai kemanusiaan yang hakiki, ilmu pengetahuan yang dimilikinya dapat menjadi bekal untuk meningkatkan harkat dan martabat. Harkat dan martabat tersebut dibangun oleh keimanan dan keluhuran budi pekertinya.

Ukuran budi pekerti yang baik adalah yang serasi dengan tuntunan agama, peraturan yang berlaku, dan norma-norma dalam masyarakat.40

Tujuan pendidikan tiada lain menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt, berakhlak mulia, sehat, cerdas, berperasaan, berkemauan, dan mampu berkarya, mampu memenuhi berbagai kebutuhan secara wajar, mampu mengendalikan hawa nafsunya, berkeprbadian, bermasyarakat, dan berbudaya.41 Dengan demikian pendidikan di Indonesia cenderung mengutamakan pembangunan sikap sosial dan religius dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia.

Dari tujuan terselenggaranya pendidikan memerlukan perhatian khusus dari keluarga maupun lingkungan pendidikan terhadap peserta didik dalam aspek keagamaan, aspek moralitas dan budi pekerti sebagaimana aspek dalam tujuan hidup yakni bertumbuh yang tak terbatas, tujuan pendidikan sama halnya harus seperti itu.

Pendidikan Islam mempunya tujuan yang sesuai dengan falsafah dan pandangan hidup yang digariskan dengan Alqur’an menurut Ibnu Khaldun tujuan pendidikan Islam itu ada dua, yaitu: pertama, tujuan keagamaan ialah beramal didunia untuk akhirat sehingga ia menemui tuhannya dan telah menunaikan hak-hak Allah yang di wajibkan. Kedua, tujuan ilmiah yang bersifat keduniaan, yaitu apa yang di ungkapkan oleh pendidikan modern dengan tujua kemanfaatan atau persiapan untuk

40Hamdani, Dasar-Dasar Kependidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), hlm. 68

41 Adi Widya, Fungsi Dan Tujuan Pendidikan Indonesia, Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 4, No. 1, April 2019, hlm 31

18

kehidupan. 42

Sebagai penutup tujuan pendidikan Islam, Imam Ghazali menyimpulkan dalam kata yang amat simpel dan mudah dipahami, yaitu:

“Keutamaan dan pendekatan diri kepada Allah SWT”. Biar bagaimanapun beragam ilmu yang dipelajarinya, beragam pula metode yang dituruti dan bertahun-tahun belajar, bila tujuan itu tidak tercapai dan tak dapat diwujudkan oleh sang guru dan pelajar, maka Al ghazali menghukum bahwa pendidikan itu gagal total. 43

B. PERDAMAIAN

1. Definisi Perdamaian

Pada tataran ontologis, agama manapun pada hakikatnya tidak mengajarkan kekerasan, dan kekerasan itu sendiri bukan bagian integral dari agama. Agama mengajarkan sikap cinta-kasih dan keharmonisan dalam hidup. Agama memprioritaskan cara-cara damai dan kemanusiaan dalam bersikap sebagaimana diamanatkan oleh nilai-nilai universal agama itu sendiri. Islam, misalnya, merupakan penegasian atas sikap kekerasan.

Islam disatu sisi, berarti kepatuhan/ketundukan diri (submission) kepada kehendak Tuhan dan pada sisi lain, mewujudkan perdamaian melalui aksi dan perbuatannya. Begitu pula keimanan yang merupakan wujud dari sebuah keyakinan pada Tuhan yang nantinya juga akan berdampak secara sosial berupa pemberian rasa aman dan nyaman bagi orang lain. 44

Rasulullah SAW pernah berkata:

،َمَّلَس َو ِهايَلَع الله يَّلَص ِالله ل او س َر َلاَق ،َلاَق َة َراي َر ه ايِبَأ انَع هَنِمَا انَم نِم اؤ ملاا َو ِهِدَي َو ِهِن اَسِل انِم َن او مِلاس ملاا َمِلَس انَم مِلاس مالَا

42 Op.cit, Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 25-26

43 Op.cit Wawan Wahyudin, Jurnal Keislaman. hlm. 204

44 Ahmad Nurcholish, Islam Dan Pendidikan Perdamaian, Jurnal Al-Ibrah, Vol. 3, No. 2, Desember 2018, hlm. 116

19

ـامِهِلا َوامَأ َو امِهِإ اَمِد ىَلَع ساَّنلا

“Muslim sejati ialah muslim yang dapat memberikan keselamatan bagi orang lain dari lisan dan tangannya, dan mukmin sejati ialah mukmin yang bisa memberi rasa aman pada yang lain atas jiwa dan harta mereka”

Kata damai adalah antonim dari kata konflik, permusuhan, perseteruan, sengketa, pertengkaran, perselisihan, dan pertikaian. Damai adalah cermin dari terkelolanya konflik. Damai bukanlah semata-mata ketiadaan perang, karena perdamaian yang sejati adalah damai yang dinamis, partisipatif, dan berjangka waktu panjang. Damai sejati dapat terwujud manakala nilai-nilai kemanusiaan universal telah mengakar di segala lini, mulai dari kehidupan keluarga, sekolah, komunitas, masyarakat, hingga negara.45

Menurut Ahmad Nurkholis perdamaian yang sejati ialah damai yang termanivestasi melalui nilai kemanusiaan universal dan nilai-nilai keadilan sosial.46 Hal ini menunjukkan betapa pentingnya mewujudkan perdamain, dengan adanya tekad perdamaian maka akan meminimalisir terjadinya konflik-konflik yang berlandaskan dengan perbedaan suku, dan budaya. Sehingga sikap kebhinekaan, rukun, menerima perbedaan menjadi fundamentalis untuk bersosial sesama manusia di seluruh penjuru dunia.

Disamping dorongan intrinsik dalam diri manusia, nilai-nilai perdamaian juga dapat ditemukan dalam dan diinspirasi dalam pandangan- pandangan keagamaan dan kebijaksanaan masyarakat (local wisdom).

Islam, misalnya, adalah agama perdamaian. Banyak alasan untuk menyatakan bahwa islam adalah agama perdamaian. Setidaknya ada tiga alasan, yakni: pertama, Islam itu sendiri berarti kepatuhan diri (submission)

45 Op. cit, h. 106.

46 Ahmad Nurcholish, Peace Education & Pendidikan Perdamaian Gusdur, (Jakarta:

PT Gramedia, 2015), hlm. 21.

20

kepada Tuhan dan perdamaian (peace). Kedua, salah satu dari nama Tuhan dalam al’asma’ al-husna adalah yang maha damai (al-salam). Ketiga, perdamaian dan kasih sayang merupakan keteladanan yang di praktikkan oleh Nabi Muhammad SAW. Lebih lanjut, Zuhairi Misrawi menambahkan bahwa perdamaian merupakan jantung dan denyut nadi agama. Menolak perdamaian merupakan sikap yang bisa di kategorikan sebagai menolak esensi agama dan kemanusiaan.47

Fakta lain yang merupakan arti kunci bagi terwujudnya tradisi damai dan nirkekerasan adalah mengikuti dan meneladani yang Rasulullah SAW lakukan.48 Jadi konsekuensinya sebagaimana yang di tulis oleh Schimmel: “Dalam perang dan damai, di rumah dan di dunia luar, dalam bidang keagamaan seperti dalam setiap bentuk pekerjaan dan tindakan/amalan, Nabi Muhammad saw merupakan contoh teladan dari kesempurnaan moral (akhlak). Apa saja yang beliau lakukan menyisakan /memberikan contoh bagi para sahabatnya”.49

Oleh karena hal ini tidak dapat di pisahkan dari segi prilaku, tindakan dan budi pekerti maka pengertian perdamaian hendaklah mengkerucut pada Nabi Muhammad saw melakukan dakwah dengan cara-cara damai serta penuh dengan cinta kasih.

2. Tujuan Perdamaian

Disamping bersumber dari nilai-nilai Qurani, diskursus mengenai perdamaian juga banyak ditemukan dalam Sunnah Nabawiyah. Ada sekitar 20 ribu hadist Nabi dan diantaranya hadis yang mendukung etika antikekerasan atau etika perdamaian. Hadis-hadis ini mempunyai signifikansi ganda untuk mengkaji tradisi perdamaian dalam Islam.

Pertama, menawarkan fakta-fakta tambahan tentang antikekerasan dalam

47 Zuhairi Misrawi, Al-Qu’ran Kitab Toleransi: Tafsir Tematik Rahmatan Lil’Alamin, (Jakarta: Pustaka Oasis, 2010), hlm. 329.

48 Op.cit, Ahmad Nurcholish, Peace Education Dan Pendidikan Perdamaian Gus Dur, hlm. 20.

49 Ibid, hlm. 21.

21

budaya Islam; kedua, mencakup penjelasan yang lebih menarik tentang berbagai tradisi Islam sebagaimana disampaikan melalui Al-Quran.50

Fakta lain yang merupakan arti kunci bagi terwujudnya tradisi damai dan nirkekerasan adalah mengikuti dan meneladani yang Rasulullah SAW lakukan. Al-Quran merekomendasikan Nabi Muhammad kepada kita sebagai suriteladan yang baik sebagaimana Allah berfirman:

َم ْوَي ْ

mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.51 Dan memerintahkannya (Nabi) untuk berkata kepada umatnya:

“Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.”

(QS. Ali Imran: 31).

Jadi, konsekuensinya sebagaimana yang ditulis oleh Schimmel:

“Dalam perang dan damai, dirumah dan didunia (luar), dalam bidang keagamaan seperti dalam setiap bentuk pekerjaan dan tindakan/amalan, Nabi Muhammad SAW merupakan contoh teladan dari kesempurnaan moral (akhlak). Apa saja yang beliau lakukan menyisakan/memberikan contoh bagi para sahabatnya.52

Maulana Wahiduddin Khan menyatakan bahwa perdamaian secara

50 Nagendra Kr. Singh, Etika Kekerasan Dalam Tradisi Islam, terj. Ali Afandi, (Yogyakarta: Pustaka Alief, 2003), hlm 39

51 Terjemah Kemenag 2019. Surah Al Ahzab ayat 21.

52 Op.cit, Ahmad Nurcholish. Peace Education Dan Pendidikan Perdamaian Gusdur

22

umum adalah antitesis dari ketiadaan perang. Namun, definisi ini hanya dalam lingkup yang kecil. Perdamaian sejati adalah perdamaian yang berhubungan dengan segala urusan kehidupan manusia. Perdamaian merupakan ideologi yang menjadi pintu utama menuju kesuksesan dalam hidup.53

Demikian, Tujuan perdamaian untuk membentuk jalinan antar sesama manusia yang di sebut hablu min annas dalam berbagai aspek kehidupan, baik pendidikan di luar kelas maupun di dalam kelas, serta dalam kehidupan dengan berbagai keanekaragaman agama, budaya, suku dan Bahasa yang menuntut manusia untuk bersifat sosial mikro seperti di rumah, sekolah dan makro seperti bangsa dan Negara, juga terbentuknya manusia yang memanusiakan manusia.

3. Tokoh Islam tentang Pendidikan Perdamaian

Munculnya isu mengenai kekerasan dalam Islam (radikalisme Islam) merupakan tantangan baru bagi umat Islam untuk memberikan solusi dan jawaban yang tepat. Isu ini sebenarnya sudah ada sejak lama, terutama di tingkat Internasional. Radikalisme Islam merupakan masalah yang banyak dibicarakan dalam wacana politik dan peradaban global akibat kekuatan media yang memiliki potensi besar dalam menciptakan persepsi masyarakat nasional dan dunia.

Kategori perdamaian dalam pandangan Quṯhb meliputi tiga kategori, yakni: Perdamaian Batin, Keharmonian Rumah Tangga, dan Kedamaian Masyarakat. Dalam tiga kategori tersebut, Quthb menjelaskan tentang Watak Perdamaian. Watak perdmaian ini merupakan bagian pengantar untuk menuntun pembaca memahami karakter dari perdamaian, dan setelah itu baru disajikan tiga kategori tersebut. Namun sebelum memasuki pembahasan tentang Watak perdamaian, perlunya untuk memahami

53 Maulana Wahiduddin Khan, The Ideology Of Peace, (New Delhi: Goodword Books, 2010), hlm. 20

23

tentang Aqidah dan Kehidupan.54

Dalam pandangan Quṯhb, watak perdamaian sangat melekat dalam konsep ajaran Islam yakni di dalam al-Qurʻan dan as-Sunnah. Quṯhb menjadikan Islam sebagai pondasi untuk menyusun konsep Perdamaian.

Perdamaian merupakan visi global yang belum mampu tercapai. Konflik berskala nasional maupun internasional masih kerap terjadi. Sebagai negara multikultural, Indonesia juga merupakan daerah yang rawan konflik.

Gesekan sosial sering terjadi atas dasar pertentangan antar agama, ras, etnis, maupun suku budaya.55 Sayyid Quṯhb menyatakan bahwa kemunculan konflik dipicu oleh sempitnya pemikiran manusia dalam memaknai perbedaan.56

C. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN

1. Resdhia Maula Pracahya (108011000083, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2013) dalam skripsinya yang berjudul “Konsep K.H. Abdurrahman Wahid Tentang Pendidikan Islam Multikultural”.57 Adapun persamaan dan perbedaannya sebagai berikut Persamaan, menggunakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif Perbedaannya, hanya sebatas judul 2. A. Ruspandi (D01206156, Institute Agama Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya, 2010) dalam skripsinya yang berjudul “Pendidikan Multikultural Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid”.58 Adapun persamaan dan perbedaannya sebagai berikut : Persamaannya, menggunakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif Perbedaannya, hanya sebatas judul dan tidak terlalu banyak mendeskripsikan pendidikan islam nya.

54Sayyid Qutub, Islam Dan Perdamaian Dunia, (Pustaka Firdaus: Jakarta, 1987), hlm. 1

55Toha Andiko, Melacak Akar Konflik Dalam Islam Dan Solusi Bagi Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia, MADANIA, XVII, no. 1, 2013. hlm. 39

56Op.cit, Sayyid Qutub, Islam Dan Perdamaian Dunia

57 Resdhia Maula Pracahya, Konsep K.H. Abdurrahman Wahid Tentang Pendidikan Islam Multikultural, Skripsi, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013)

58 A. Ruspandi, Pendidikan Multikultural Dalam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid, Skripsi, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010)

24

3. Liana Khoerunisa (1423301098, Institute Agama Islam Negeri Purwokerto Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, 2019) dalam skripsinya yang berjudul “Konsep Perdamaian Perspektif K.H. Abdurrahman Wahid Dan Penerapannya Dalam Pendidikan”.59 Adapun persamaan dan perbedaannya sebagai berikut : Persamaan, menggunakan penelitian kulitatif metode deskriptif Perbedaannya, pembahasan tidak terlalu banyak mendeskripsikan, penulisan judul.

4. Moh. Ishamuddin (05370033, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010) dalam skripsinya yang berjudul “K.H Abdurrahman Wahid (Gusdur) Sebagai Political Man (Studi Ketokohan Gusdur Tahun 1999-2000)”.60 Adapun persamaan dan pebedaannya sebagai berikut: Persamaan, menggunakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, Perbedaannya, hanya sebatas judul dan sedikit banyak pembahasannya.

5. Alfiyyah Nur Lailiyya (D91215047, Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2019) dalam skripsinya yang berjudul “Konsep Toleransi Dalam Pendidikan Islam Perspektif KH. Abdurrahman Wahid”.61 Adapun persamaan dan perbedaannya sebagai berikut: Persamaan, menggunakan penelitian kulitatif dengan metode deskriptif Perbedaannya, hanya sebatas judul dan sedikit pembahasannya.

59 Liana Khoerunisa, Konsep Perdamaian Perspektif K.H Abdurrahman Wahid Dan

59 Liana Khoerunisa, Konsep Perdamaian Perspektif K.H Abdurrahman Wahid Dan

Dokumen terkait