• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

3. Analisis Isi

Analisis isi didefinisikan oleh Krippendorff (1991: 15) sebagai “suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicabel) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya”. Berelson (1952, dalam Guba dan Lincoln, 1981: 240, dalam Moleong, 2011: 220) mendefinisikan kajian isi sebagai teknik penelitian untuk keperluan mendeskripsikan secara objektif, sistematis, dan kuantitatif tentang manifestasi komunikasi. Weber (1985:9, dalam Moleong, 2011: 220) menyatakan bahwa kajian isi adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen. Holsti (1969, dalam Guba dan Lincoln, 1981: 240, dalam Moleong, 2011: 220) memberikan definisi yang menyatakan bahwa kajian isi adalah teknik apa pun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis.

Krippendorf (1991: 15) menerangkan bahwa “analisis isi bertujuan memberikan pengetahuan, membuka wawasan baru, menyajikan “fakta” dan panduan praktis pelaksanaanya”.

Menurut Jenis (1965) (Krippendorf, 1991: 35-36), Analisis isi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Analisis isi pragmatis

Prosedur yang mengklasifikasikan tanda menurut sebab atau akibatnya yang mungkin. Misalnya, penghitungan berapa kali suatu kata diucapkan, yang dapat mengakibatkan munculnya sikap suka terhadap Jerman pada audiens tertentu.

b. Analisis isi semantik

Prosedur yang mengklasifikasikan tanda menurut maknanya. Misalnya, penghitungan berapa kali Negara Jerman dijadikan referensi, tidak jadi masalah kata apa yang digunakan untuk menunjukkan referensi itu.

1) Analisis penunjukkan (designation)

Menggambarkan seberapa sering objek tertentu dirujuk. Analisis ini disebut juga dengan analisis pokok bahasan (commit to user subject matter).

2) Analisis pensifatan (attributions)

Menggambarkan frekuensi seberapa sering karakterisasi tertentu dirujuk.

3) Analisis pernyataan (assertions)

Menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu dikarakterisasikan secara khusus. Analisis ini disebut juga analisis tematik.

c. Analisis sarana tanda (sign-vehicle)

Prosedur yang mengklasifikasikan isi menurut sifat psiko-fisik dari tanda. Misalnya, penghitungan berapa kali kata “Negara Jerman” muncul.

Berelson (Krippendorf, 1991: 36-37) menyebut 17 kegunaan analisis isi sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan kecenderungan-kecenderungan dalam isi komunikasi. b. Melacak perkembangan ilmu pengetahuan.

c. Menyingkap perbedaan-perbedaan internasional dalam isi komunikasi. d. Memperhitungkan isi komunikasi dalam hubungannya dengan

sasaran-sassarannya.

e. Mengkonstruksikan dan menerapkan standard-standard komunikasi. f. Membantu pelaksanaan teknis penelitian (mengkode pernyataan terbuka

dalam wawancara survei).

g. Menyingkapkan teknik-teknik propaganda.

h. Mengukur “kehandalan” bahan-bahan komunikasi. i. Menemukan gambaran-gambaran stylistik.

j. Mengidentifikasi niat-niat (intentions) dan karakteristik lain komunikator. k. Menggambarkan keadaan psikologis seseorang atau kelompok.

l. Mendeteksi eksistensi propaganda (terutama untuk tujuan yang legal). m. Melindungi intelejensi politik dan militer.

n. Mereplikasikan berbagai sikap, kepentingan dan nilai (“pola-pola kultural”) berbagai kelompok masyarakat.

o. Mengungkapkan fokus perhatian.

p. Mendeskripsikan respons yang berbentuk sikap dan perilaku terhadap komunikasi.

Guba dan Lincoln (1981: 247, dalam Moleong, 2011: 220) menguraikan prinsip dasar kajian isi seperti yang dikemukakan berikut ini: a. Proses mengikuti aturan

Setiap langkah dilakukan atas dasar aturan dan prosedur yang disusun secara eksplisit. Aturan itu harus berasal dari kriteria yang ditentukan dan prosedur yang ditetapkan. Analisis berikutnya yang akan mengadakan pengkajian harus menggunakan aturan yang sama, prosedur yang sama dan kriteria yang sama sehingga dapat menarik kesimpulan yang sama pula. b. Kajian isi adalah proses sistematis

Hal ini berarti dalam rangka pembentukan kategori sehingga memasukkan dan mengeluarkan kategori dilakukan atas dasar aturan yang taat asas. Jadi, apabila aturan telah ditetapkan, hal itu harus diterapkan dengan prosedut yang sama, terlepas dari apakah menurut analisis atau tidak. c. Kajian isi merupakan proses yang diarahkan untuk menggeneralisasi

Pada masa yang akan datang, penemuan hendaknya memerankan sesuatu yang relevan dan teoritis. Atau dalam pengertian penelitian ilmiah, penemuan itu harus mendorong pengembangan pandangan yang berkaitan dengan konteks dan dilakukan atas dasar contoh selain dari contoh yang telah dilakukan atas dasar dokumen yang ada.

d. Kajian isi mempersoalkan isi yang termanifestasikan

Jadi, jika peneliti akan menarik kesimpulan harus berdasarkan isi suatu dokumen yang termanifestasikan.

e. Kajian isi menekankan analisis secara kuantitatif, namun hal itu dapat pula dilakukan bersama analisis kualitatif.

Krippendorf (1991: 65-68) menyatakan bahwa secara holistik desain analisis isi dapat dibagi menjadi tiga tipe desain, yaitu:

a. Desain untuk mengestimasikan

Desain ini sesuai dengan definisi analisis isi dan digunakan ketika analisis isi dipakai sebagai metode tunggal. Desain peneilitian ini berhubungan commit to user

dengan realitas, khususnya cara temuan empirisnya diinterpretasikan sebagai sesuatu yang indikatif bagi konteks. Contoh estimasi parameter tunggal bisa berupa inferensi tentang tingkat kecemasan seorang pasian psikiatris selama wawancara, penilaian terhadap sikap, ideologi yang dianut seorang pembicara, atau estimasi kadar perhatian masyarakat kepada masalah-maslaah sosial. Hal yang mendasar dalam desain ini adalah bahwa analis isi memanfaatkan semua pengetahuan yang ia miliki tentang sistem gejala yang menjadi perhatiannya dalam menginterpretasikan serangkaian data yang tidak terstruktur atau bersifat simbolik.

b. Desain untuk menguji substitutabilitas

Dalam desain ini dua atau lebih metode diterapkan terhadap data yang sama dengan tujuan menguji apakah kedua metode tersebut membawa hasil yang dapat diperbandingkan dan apabila lebih dari dua metode yang digunakan, metode manakah lebih baik.

c. Desain untuk menguji hipotesis

Desain ini membandingkan hasil sebuah analisis isi dengan data yang diperoleh secara independen dan gejala yang tidak diinferensikan dengan menggunakan analisis isi. Seringkali analisis isi menjadi bagian dari usaha penelitian yang lebih luas.

Krippendorf (1991: 69) menjelaskan komponen-komponen dalam proses analisis isi adalah sebagai berikut:

a. Pembentukan data

Sebuah datum merupakan sebuah unit ibformasi yang direkam media yang tahan lama, dapat dibedakan dengan data lain, dapat dianalisis dengan teknik-teknik eksplisit, dan relevan dengan masalah tertentu. Data dalam anasis isi biasanya berasal dari bentuk simbolik yang rumit dalam sebuah bahasa asli, seperti: kartun, catatan pribadi, karya sastra, teater, drama televisi, iklan, film, pidato politik, dokumen historis, interaksi kelompok kecil, atau wawancara.

Reduksi data dapat terjadi di bagian manapu dalam desain penelitian, namun pada prinsipnya ia hasu disesuaikan dengan upaya komputasional yang mudah, dengan menyesuaikan bendtuk data yang ada menjadi bentuk yang diperlukan teknik analitis.

c. Penarikan inferensi

Penarikan inferensi memerlukan semua pengetahuan yang mungkin dimiliki analis isi tentang cara data dikaitkan dengan konteksnya dan pengetahuan ini akan diperkuat dengan keberhasilan inferensial.

d. Analisis

Analisis bersifat menjelaskan atau deskriptif terhadap analisis isi.

Dokumen terkait