BAB III METODE PENELITIAN
3.8 Teknik Analisis Data
3.8.2 Analisis Lebih Lanjut
3.8.2.1 Uji Persentase Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I
Uji persesntase peningkatan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar persentase peningkatan rerata skor pretest ke posttest I dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
52
Gambar 3.7 Rumus Besar Persentase Peningkatan Pretest-Posttest I
Berikut ini adalah cara untuk mengetahui persentase selisih skor pretest β posttest I (gain score)
Gambar 3.8 Rumus Gain Score
Untuk mengetahui peningkatan tersebut signifikan, digunakan paired samples t-test jika data distribusi dengan normal atau Wilcoxon signed rank test jika data terdistribusi tidak normal. Uji statistik menggunakan SPSS 22 for Windows
dengan tingkat kepercayaan 95% untuk uji dua ekor atau Sig. (2-tailed). Hipotesis statistiknya sebagai berikut.
Hnull : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara rerata skor pretest dan
posttest I
Hi : Ada perbedaan yang signifikan antara rerata skor pretest dan posttest
I.
Kriteria yang digunakan mungkin mengetahui peningkatan adalah sebagai berikut. a. Jika harga p < 0,05, Hnull ditolak dan Hi diterima. Jika rerata posttest >pretest,
terdapat peningkatan skor yang signifikan dari pretest ke posttest I.
b. Jika harga p > 0,05, Hnull diterima dan Hi ditolak. Jika rerata posttest I > pretest, terdapat peningkatan skor yang tidak signifikan dan pretest ke posttest I.
Untuk uji persentase peningkatan rerata skor pretest ke posttest I, data diambil dari skor pretest dan posttest I pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
3.8.2.2 Uji Besar Efek Peningkatan
Uji statistik ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar efek peningkatan dari pretest ke posttest I pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Rumus yang digunakan sama dengan rumus korelasi Person pada
Persentase peningkatan =(πππππ‘π πππ π‘π‘ππ π‘ πΌ β πππππ‘π ππππ‘ππ π‘)πππππ‘π ππππ‘ππ π‘ Γ 100%
53 bagian sebelumnya dengan sedikit memodifikasi. Jika distribusi data normal, digunakan rumus korelasi Pearson sebagai berikut (Field, 2009: 332).
Gambar 3.9 Rumus Efek untuk Data Normal
Keterangan:
r : korelasi Pearson yang digunakan untuk mengukur besar pengaruh (effect size)
t : harga uji t (dari output SPSS dengan paired samples t test)
df : derajat kebebasan (dagree of freedom) yaitu (n-1)
Jika distribusi data tidak normal, digunakan rumus korelasi Pearson sebagai berikut (Field, 2009: 550).
Gambar 3.10 Rumus Besar Efek untuk Data Tidak Normal
Keterangan:
r : korelasi Pearson yang digunakan untuk mengukur besar pengaruh (effect size)
Z : skor Z (dari output SPSS dengan Wilcoxon signed rank test)
N : 2 x jumlah reponden dalam satu kelompok yang sama
Untuk mengubah harga r menjadi persen, digunakan koefisien determinasi (R2) dikalikan 100% (Field, 2009: 179).
Gambar 3.11 Rumus Persentase Besar Efek Peningkatan
3.8.2.3 Uji Korelasi Rerata Pretest dan Posttest I
Uji statistik ini dimaksudkan untuk mengetahui ada bias regresi statistik yang bisa mengancam validitas internal penelitian (Frankel, Wallen, & Hyun, 2012, 2012: 283). Ancaman terhadap validitas internal penelitian berupa bias regresi statistik ini bisa dijelaskan. Kecenderungan umum bahwa partisipan dengan hasil
54 skor pretest yang sangat tinggi (mencapai skor tertinggi dalam skala pengukuran) biasanya memperoleh skor posttest yang lebih rendah dan sebaliknya hasil pretest
yang sangat rendah (mencapai skor terendah dalam skala pengukuran) biasanya memperoleh skor posttest yang lebih tinggi merupakan ancaman regresi statistik. Skor yang rendah pada pretest akan cenderung turun mendekati mean pada posttest
dan skor yang tinggi pada pretest akan cenderung turun mendekati mean. Jika perubahan yang terjadi pada posttest diklaim sebagai hasil treatment, kesimpulan penelitian tersebut bias diragukan karena efek regresi statistik ini. Hasilnya bias diragukan karena hasil pretest dan posttest belum tentu memiliki korelasi yang sempurna (Johnson & Christensen, 2008: 263). Ancaman ini akan lebih besar terjadi pada penelitian terhadap kelompok yang di dalamnya ada siswa-siswa yang berkebutuhan khusus slow learner dan talented.
Korelasi antara rerata pretest dan posttest I positif apaila semakin tinggi
pretest maka semakin tinggi pula posttest. Sedangkan korelasinya signifikan jika hasil korelasi tersebut dapat digeneralisasikan pada populasi. Untuk itu digunakan program SPSS 22 for Windows dengan tingkat kepercayaan 95% untuk uji dua ekor atau Sig. (2-tailed) dengan menggunakan uji korelasi Pearson. Uji korelasi skor
pretest dan posttest I menggunakan rumus Pearson. Jika data terdistribusi normal maka menggunakan Pearsonβs correlation (Field, 2009: 177). Jika data berdistribusi tidak normal maka menggunakan Spearamanβs correalation (Fied, 2009: 179). Baik ada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen, skor pretest
dikorelasikan dengan skor posttest I. Korelasi positif berarti: jika skor pretest tinggi, tinggi juga skor posttestnya; jika skor pretestnya rendah, rendah juga skor
posttestnya. Korelasi negatif berarti jika skor pretest tinggi, skor posttestnya rendah; dan jika skor pretest rendah, skor posttestnya tinggi. Kondisi dikatakan ideal jika korelasinya positif. Korelasi negatif merupakan ancaman terhadap validitas internal penelitian berupa regresi statistik. Hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut (Field, 2009: 181).
Hnull : Tidak ada perbedaan hasil korelasi pretest dan posttest I dengan P dan Q (P = Q)
55 Keterangan:
P : Jika harga p < 0,05 Q : Jika r negatif
Kriteria yang digunakan untuk menarik kesimpulan sebagai berikut.
a. Jika hasilnya P dan Q, maka Hnull diterima. Artinya, ancaman terhadap validitas internal penelitian berupa regresi statistik tidak bisa dikendalikan dengan baik. b. Jika hasilnya bukan P dan Q, maka Hnull ditolak. Artinya, ancaman terhadap
validitas internal berupa regresi statistik bisa dikendalikan dengan baik.
3.8.2.4 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan
Apabila suatu posttest II yang dilakukan beberapa waktu sesudah posttest I
bisa digunakan untuk memastikan dengan lebih akurat kekuatan pengaruh perlakuan (Krathwohl, 2004: 546). Dalam banyak kasus posttest I yang dilakukan langsung sesudah treatment sering kurang akurat menggambarkan hasil yang sesungguhnya karena efek emosi positif (euforia) yang timbul terhadap treatment
yang bisa jadi merupakan metode yang baru sama sekali yang belum pernah dialami responden. Untuk itu dilakukan posttest II seminggu sesudah posttest I sehingga ada jeda waktu yang cukup dapat menetralisasi efek emosi yang mungkin timbul.
Teknik statistik yang digunakan adalah SPSS 22 for Windows dengan tingkat kepercayaan 95% untuk uji dua ekor baik untuk kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen. Jika data terdistribusi normal digunakan paired samples t-test dan jika data terdistribusi tidak normal, digunakan Wilcoxon signed rank test.
Hipotesis statistik yang digunakan adalah sebagai berikut.
Hnull : Tidak ada penurunan skor yang signifikan dari posttest I ke posttest II
Hi : Ada penurunan skor yang signifikan dari posttest I ke posttest II.
Kriteria yang digunakan untuk mengetahui apakah retensi perlakuan masih sekuat
posttest I adalah sebagai berikut.
a. Jika harga p < 0,05 dan rerata posttest I > rerata posttest II, Hnull ditolak dan Hi
diterima. Artinya terdapat penurunan skor yang signifikan dari posttest I ke posttest II.
56 b. Jika harga p > 0,05 dan rerata posttest I > rerata posttest II, Hnull diterima dan Hi
ditolak. Artinya tidak terdapat penurunan skor yang signifikan dari posttest I ke
posttest II.
Untuk uji retensi penaruh perlakuan, data diambil dari skor posttest I dan
posttest II pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.