• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share terhadap kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri siswa kelas V Sekolah Dasar - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share terhadap kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri siswa kelas V Sekolah Dasar - USD Repository"

Copied!
257
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE

THINK PAIR SHARE

TERHADAP KEMAMPUAN MENGEKSPLANASI DAN

MEREGULASI DIRI SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Halimah Dwi Cahyani NIM: 151134113

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv PERSEMBAHAN

Karya ilmiah ini Peneliti persembahkan kepada: 1. Allah SWT, Maha Segala-galanya.

2. Kedua orang tua, Sukardi dan Tumini yang selalu memberikan semua yang terbaik di kehidupan saya.

3. Fajar Dian Wasisti, kakak yang selalu memberikan semangat dan hiburan ketika lelah.

4. Sahabat-sahabatku yang bersama berjuang, sebagai penghibur, pengingat dan penyemangat saya.

(5)

v MOTTO

“Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan

kesanggupannya” Q.S. Al-Baqarah: 286)

“Barang siapa yang mengendaki kehidupan dunia, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa meghendaki keduanya maka wajib

memiliki ilmu” (HR. Tirmidzi)

(6)

vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahawa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam daftar kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Januari 2019 Penulis

(7)

vii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Halimah Dwi Cahyani

Nomor Mahasiswa : 151134113

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN

MENGEKSPLANASI DAN MEREGULASI DIRI SISWA KELAS V

SEKOLAH DASAR”.

Dengan hak demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 18 Januari 2019 Yang menyatakan

(8)

viii ABSTRAK

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN MENGEKSPLANASI DAN MEREGULASI DIRI

SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

Halimah Dwi Cahyani Universitas Sanata Dharma

2019

Latar belakang penelitian ini adalah keprihatinan terhadap rendahnya tingkat mutu pendidikan di Indonesia dalam penelitian PISA pada tahun 2012 dan 2015. Pelaksanaan pembelajaran masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri pada siswa kelas V Sekolah Dasar.

Penelitian ini menggunakan penelitian quasi experimental tipe pretest-posttest non-equivalent group desain. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V salah satu Sekolah Dasar negeri di Yogyakarta sebanyak 59 siswa. Sampel penelitiannya terdiri dari 30 siswa kelas V A sebagai kelompok eksperimen dan 29 siswa kelas V B sebagai kelompok kontrol. Treatment yang diterapkan di kelompok eksperimen adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Ada empat langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe TPS yaitu langkah 1 mencari solusi secara individu (think), langkah 2 bertukar pikiran kepada pasangan (pair), langkah 3 memecahkan masalah bersama, langkah 4 kelompok besar (share I), dan berbagi ide dengan kelas (share II/ conclusion).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Model pembelajaran kooperatif tipe TPS berpengaruh terhadap kemampuan mengeksplanasi. Selisih skor yang dimiliki kelompok eksperimen (M = 0,5787 ,SE = 0,12266) lebih tinggi dari kelompok kontrol (M = 0,2645, SE = 0,09712). Perbedaan tersebut signifikan dengan t(57) = -2,00 dan p = 0,05 (p > 0,05). Besarnya pengaruh sebesar r = 0,254 atau setara dengan 6,4% yang termasuk dalam kategori efek kecil. 2) Model pembelajaran kooperatif tipe TPS tidak berpengaruh terhadap kemampuan meregulasi diri. Selisih skor yang dimiliki kelompok eksperimen (M = 0,2557 ,SE = 0,10294) lebih tinggi dari kelompok kontrol (M = 0,0797, SE = 0,11916). Meskipun demikian, perbedaan tersebut tidak signifikan dengan t(57) = -1,115 dan p = 0,27 (p > 0,05) Besarnya pengaruh sebesar r = 0,146 ataus setara dengan 2,1% yang termasuk dalam kategori efek kecil.

(9)

ix ABSTRACT

THE EFFECT OF THE IMPLEMENTATION OF COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE THINK PAIR SHARE ON THE ABILITY TO EXPLAIN AND SELF REGULATE FOR THE FIFTH GRADE STUDENTS

OF ELEMENTARY SCHOOL

Halimah Dwi Cahyani Universitas Sanata Dharma

2019

This research was based on a concern of the low quality of education in Indonesia according to PISA researches in 2013 and 2016. The learning process still uses conventional learning models. The resesrch aimed at finding out the effect in the implementation of Think Pair Share (TPS) on the ability to explain and to do self regulation of grade V elementary school students.

The research was quasi experimental research with nonequivalent pretest-posttest non-equivalent group design. The subjects of this study were 59 grade V students of a public elementary school in Yogyakarta. The sample included 30 students of V A class as the experimental group and 29 students of V B class as the control group. The treatment for the experiment group was Think Pair Share model. There were four steps in coooperative learning using this type that included: (1) finding solutions individually (think), (2) exchanging the result with a pair (pair), (3) solving problems in small groups, (4) sharing the result with large groups (share I), and lastly sharing with the class (share II/conclusion).

The results of the study showed that (1) cooperative learning using TPS type affected students’ ability to explain. There was a significant difference between the score from the experimental group (M= 0,5787 ,SE= 0,12266) as it was significantly higher compared to that from the control group (M= 0,2645, SE= 0,09712). Distinction showed by t(57) = -2,00 and p of 0,05 (p > 0,05) means that Hnull is rejected and Hi is accepted. There was significant difference between the

score of the two groups. The effect showed by r = 0,254 equivalent to 6,4% was categorized as having a small effect. (2) cooperative learning using TPS type did not affect the ability do self regulation. There was a difference between score from the experimental group (M = 0,2557 ,SE = 0,10294) which is higher than the control group (M = 0,0797, SE = 0,11916). However, the diference was insignificant. Distinction indicated by t(57) = -1,115 and p of 0,27 (p < 0,05) means that Hnull is accepted and Hi is rejected. There was no significant difference between

the score of the two groups. The effect showed by r = 0,146 equivalent to 2,1% was categorized as having small effect.

(10)

x KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuni-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dan tepat waktu.

Skripsi yang berjudul “PENGARUH PENERAPAN MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN MENGEKSPLANASI DAN MEREGULASI DIRI SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dengan sabar dan bijaksana.

5. Agnes Herlina Dwi Hadiyanti, S.Si., M.T., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dengan penuh kesabaran.

6. Tuwartini, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SD Negeri Nogopuro Yogyakarta yang telah memberikan ijin melakukan penelitian.

7. Novi Andriyani, S.Pd. selaku Guru mitra yang membantu pelaksanaan penelitian sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar.

8. Siswa kelas V A dan V B SD Negeri Nogopuro Yogyakarta tahun ajaran 2018/2019 yang bersedia terlibat dalam penelitian.

9. Seluruh warga sekolah SD Negeri Nogopuro yang sangat menghibur.

(11)

xi 11. Kedua orang tua, Sukardi dan Tumini yang dengan sabar dan penuh perhatian

mendampingi serta memberikan doa yang tulus.

12. Kakakku, Fajar Dian Wasisti yang selalu memberikan arahan dan semangat dalam pengerjaan skripsi.

13. Teman “Kecebong” yang seperjuangan dalam penelitian kolaboratif payung Anggun, Niken, Clara, Herlin, Poppy, Lintang, Agnes, Rani, Melsa, Erine, Felis yang membantu selama melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi.

14. Kelompok PPL “Matahari Bersinar Rasa Jeruk” SD Negeri Nogopuro Niken,

Anggun, Monieca, Ampika, Petrus, Pandu, Bagas dan Herdyan yang selalu memberikan semangat serta hiburan.

15. Teman-teman yang memberikan semangat dalam pengerjaan skripsi Ligya, Lestari, Atika, Astri, Wulan, Diyah, Evita, dan Gina.

16. Teman sepermainan sejak SMA Ayu, Anjar, Erryna, Cindy, Maya, Bastari dan Ifah yang tidak lupa memberi dukungan.

17. Teman seperjuangan, Fransiscus Xaverius Herdyan Sudarwanto yang selalu membantu mengkoreksi kesalahan tulis dalam pembuatan skripsi.

18. Teman-teman kelas D angkatan 2015 yang sama-sama berjuang meraih gelar sarjana dan pengalaman drama kehidupan pertemanan kelas yang berwarna. 19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu dan telah

membantu dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna karena keterbatasan kemampuan. Segala kritik dan saran membangun akan penulis terima dengan senang hati. Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan para pembaca.

(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBINGError! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

2.1.1Teori-teori yang Mendukung ... 9

2.1.1.1Teori Perkembangan ... 9

2.1.1.2 Pembelajaran Kooperatif ... 15

2.1.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) ... 20

2.1.1.4 Kemampuan Berpikir Kritis ... 24

2.1.1.5Kemampuan Mengeksplanasi ... 26

2.1.1.6 Kemampuan Meregulasi Diri ... 26

2.1.1.7Materi Ilmu Pengetahuan Alam ... 27

2.1.2Penelitian yang Relevan ... 28

2.1.2.1Penelitian yang Relevan Mengenai Think Pair Share (TPS) ... 28

2.1.2.2Penelitian yang Relevan Mengenai Berpikir Kritis ... 29

2.1.2.3Literature Map ... 31

2.2 Kerangka Berpikir ... 32

2.3 Hipotesis Penelitian ... 34

(13)

xiii

3.7 Teknik Pengujian Instrumen... 43

3.7.1Uji Validitas ... 43

3.7.1.1 Validitas Permukaan ... 43

3.7.1.2Validitas Isi ... 43

3.7.1.3Validitas Konstruk ... 44

3.7.2Uji Reliabilitas ... 45

3.8Teknik Analisis Data ... 46

3.8.1Analisis Pengaruh Perlakuan ... 46

3.8.1.1Uji Asumsi ... 46

3.8.1.2Uji Signifikansi ... 48

3.8.2Analisis Lebih Lanjut ... 51

3.8.2.1Uji Persentase Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ... 51

3.8.2.2 Uji Besar Efek Peningkatan ... 52

3.8.2.3Uji Korelasi Rerata Pretest dan Posttest I ... 53

3.8.2.4Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 55

3.9 Ancaman Validitas Internal ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

4.1 Hasil Penelitian ... 61

4.1.1Hasil Implementasi ... 61

4.1.1.1Deskripsi Sampel Penelitian ... 61

4.1.1.2Deskripsi Implementasi Pembelajaran ... 62

4.1.2Deskripsi Sebaran Data ... 69

4.1.2.1Kemampuan Mengeksplanasi ... 69

(14)

xiv

4.1.3Uji Hipotesis Penelitian I ... 71

4.1.3.1Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 72

4.1.3.2Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 74

4.1.3.3Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 78

4.1.3.4Analisis Lebih Lanjut ... 78

4.1.4Hasil Uji Hipoteses Kemampuan II ... 87

4.1.4.2Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 90

4.2 Pembahasan ... 103

4.2.1Analisis Terhadap Ancaman Validitas Internal ... 103

4.2.2Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS terhadap Kemampuan Mengeksplanasi ... 108

4.2.3Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS terhadap Kemampuan Meregulasi Diri ... 112

4.2.4Analisis Penelitian Terhadap Teori ... 116

BAB V PENUTUP ... 121

5.1 Kesimpulan ... 121

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 122

5.3 Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 123

LAMPIRAN ... 127

(15)

xv DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Dimensi Kognitif dalam Kecakapan Berpikir Kritis ... 25

Tabel 3.1 Jadwal Pengambilan Data ... 38

Tabel 3.2 Matriks Pengembangan Instrumen... 42

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Instrumen Kemampuan Mengeksplanasi dan Meregulasi Diri ... 45

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 46

Tabel 3.3 Kriteria Pengauh Perlakuan ... 50

Tabel 3.4 Kriteria Uji Pengaruh Perlakuan ... 50

Tabel 4.1 Frekuensi Sebaran Data Kelompok Kontrol ... 69

Tabel 4.2 Frekuensi Sebaran Data Kelompok Eksperimen ... 70

Tabel 4.3 Frekuensi Sebaran Data Kelompok Kontrol ... 70

Tabel 4.4 Frekuensi Sebaran Data Kelompok Eksperimen ... 71

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data ... 73

Tabel 4.6 Hasil Uji Asumsi Homogenitas Varian ... 73

Tabel 4.7 Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 74

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data ... 75

Tabel 4.9 Hasil Uji Asumsi Homogenitas Varian ... 76

Tabel 4.10 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 76

Tabel 4.11 Hasil Uji Effect Size ... 78

Tabel 4.12 Hasil Peningkatan Rerata Pretest dan Posttest 1 ... 79

Tabel 4.13 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data ... 81

Tabel 4.14 Hasil Uji Besar Efek Peningkatan Rerata Pretest dan Posttest 1 ... 82

Tabel 4.15 Hasil Uji Korelasi Antara Rerata dari Pretest ke Posttest I ... 83

Tabel 4.16 Hasil Uji Norrmalitas Distribusi Data ... 84

Tabel 4.17 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 85

Tabel 4.18 Hasil Uji Signifikansi Skor Pretest ke Posttest II ... 87

Tabel 4.19 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data ... 89

Tabel 4.20 Hasil Uji Asumsi Homogenitas Varian ... 89

Tabel 4.21 Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 90

Tabel 4.22 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data ... 91

Tanel 4.23 Hasil Uji Homogenitas Varian ... 92

Tabel 4.24 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 92

Tabel 4.25 Hasil Uji Effect Size ... 94

Tabel 4.26 Hasil Uji Besar Efek Peningkatan Rerata Pretest dan Posttest 1 ... 95

Tabel 4.27 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data ... 97

Tabel 4.28 Hasil Uji Besar Efek Peningkatan Rerata Pretest dan Posttest 1 ... 98

Tabel 4.29 Hasil Uji Korelasi Anara Rerata dari Pretest ke Posttest I ... 99

Tabel 4.30 Hasil Uji Norrmalitas Distribusi Data ... 100

Tabel 4.31 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 101

(16)

xvi DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Proses Asimilasi, Akomodasi dan Ekuilibrasi ... 11

Gambar 2.2 Desain ZPD menurut Vygotsky. ... 14

Gambar 2.3 Bagan Langkah-langkah Model Pembelajaran Think Pair Share ... 23

Gambar 2.3 Literature Map ... 31

Gambar 3.1 Rumus Pengaruh Perlakuan ... 36

Gambar 3.2 Desain Penelitian ... 36

Gambar 3.3 Variabel Penelitian ... 40

Tabel 3.4 Kriteria Uji Pengaruh Perlakuan ... 50

Gambar 3.4 Rumus Besar Efek untuk Data Normal ... 50

Gambar 3.5 Rumusan Besar Efek untuk Data Tidak Normal ... 51

Gambar 3.6 Rumus Persentase Pengaruh... 51

Gambar 3.7 Rumus Besar Persentase Peningkatan Pretest-Posttest I ... 52

Gambar 3.8 Rumus Gain Score ... 52

Gambar 3.9 Rumus Efek untuk Data Normal ... 53

Gambar 3.10 Rumus Besar Efek untuk Data Tidak Normal ... 53

Gambar 3.11 Rumus Persentase Besar Efek Peningkatan ... 53

Gambar 4.1 Rerata Skor Pretest dan Posttest I ... 77

Gambar 4.2 Rerata Selisih Skor Pretest-Posttest I ... 77

Gambar 4.3 Perbandingan Rerata Skor Pretest ke Posttest I ... 79

Gambar 4.4 Gain Score ... 80

Gambar 4.5 Perbandingan Pretest, Posttest I, dan Posttest II ... 86

Gambar 4.6 Rerata Skor Pretest dan Posttest I ... 93

Gambar 4.7 Rerata Selisih Skor Pretest-Posttest I ... 94

Gambar 4.8 Perbandingan Rerata Skor Pretest ke Posttest I ... 95

(17)

xvii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.1 Surat Izin Penelitian ... 128

Lampiran 1.2 Surat Izin Validasi Soal ... 129

Lampiran 2.1 Silabus Kelompok Kontrol ... 130

Lampiran 2.2 Silabus Kelompok Eksperimen ... 134

Lampiran 2.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol ... 138

Lampiran 2.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Eksperimen ... 142

Lampiran 2.5 Lembar Kerja Siswa ... 150

Lampiran 3.1 Soal Uraian ... 154

Lampiran 3.2 Kunci Jawaban ... 160

Lampiran 3.3 Rubrik Penilaian ... 164

Lampiran 3.4 Hasil Rekap Nilai Expert Judgment ... 174

Lampiran 3.5 Hasil Uji Validitas oleh Expert Judgment ... 178

Lampiran 3.5 Tabulasi Hasil Rekapan Data Uji Empiris ... 189

Lampiran 3.6 Hasil Analisis Uji Validias setiap Item Soal ... 190

Lampiran 3.6 Hasil Analisis SPSS Uji Relisbilitas ... 191

Lampiran 4.1 Tabulasi Nilai Kemampuan Mengeksplanasi Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 192

Lampiran 4.2 Tabulasi Nilai Kemampuan Meregulasi Diri Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 193

Lampiran 4.3 Hasil SPSS Deskriptif Statistik ... 194

Lampiran 4.4 Hasil SPSS Uji Normalitas Data ... 200

Lampiran 4.6 Hasil SPSS Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 204

Lampiran 4.7 Hasil SPSS Uji Homogenitas Varian Selisih Skor Kemampuan . 206 Lampiran 4.8 Hasil SPSS Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 208

Lampiran 4.9 Perhitungan Manual Besar Pengaruh Perlakuan ... 210

Lampiran 4.10 Perhitungan Persentase Peningkatan Rerata Pretest ke Rerata Posttest I ... 211

Lampiran 4.12 Hasil Uji Korelasi antara Rerata Pretest ke Posttest I... 218

Lampiran 4.13 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 220

Lampiran 4.14 Pekerjaan Siswa ... 225

Lampiran 5.1 Foto-foto Kegiatan Penelitian ... 237

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bab I ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. Latar belakang masalah berisikan alasan-alasan melakukan penelitian. Rumusan masalah berisikan pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada latar belakang masalah. Manfaat penelitian berisikan mengenai manfaat dari penelitian ini bagi siswa, guru, sekolah, dan peneliti. Definisi operasional berisikan pengertian kata-kata kunci penelitian. Bagian-bagian tersebut akan dielaskan sebagai berikut.

1.1 Latar Belakang Masalah

(19)

2 gagasan sendiri, menilai kembali data-data yang digunakan, dan menguji pandangan sendiri terhadap suatu permasalahan.

Permasalahan yang terjadi di Indonesia mengenai kualitas pendidikan tergolong rendah. Hal ini terlihat dari hasil penelitian oleh Programme for International Student Assessment (PISA). PISA adalah sebuah organisasi yang berada dibawah naungan Organization Economic Cooperation and Development (OECD) yang selalu megadakan survei mengenai sistem pendidikan dan kemampuan siswa setiap tiga tahun sekali. Indonesia sendiri termasuk dalam subjek survei dari PISA, salah satunya pada kemampuan science. Pada tahun 2012, hasil dari PISA menunjukan Indonesia berada pada peringkat 64 dari 65 negara dengan hasil skor literasi IPA sebesar 382 (OECD, 2013: 5). Sedangkan pada hasil PISA tahun 2015, Indonesia berada pada peringkat 62 dari 70 negara dengan hasil skor literasi IPA sebesar 403 (OECD, 2016: 5). Dilihat dari hasil tersebut Indonesia mengalami peningkatan dari setiap skor yang didapatkan. Peringkat ini menunjukkan bahwa para siswa di Indonesia mengalami kesulitan pada kemampuan berpikir tingkat tinggi karena soal-soal yang digunakan oleh PISA memerlukan penalaran dan pemecahan masalah. Padahal adanya tuntutan dari pemerintah yang di abad ke 21 untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, salah satunya adalah berpikir kritis.

(20)

3 mengolah bukan hanya kemampuan kognitif melainkan juga sosialnya. Adanya interaksi dalam kerja sama antar teman akan melatih sosial anak dengan lebih baik. Pengembagan potensi yang ada pada diri siswa dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Model pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan siswa berpikir secara individu, berpasangan, dan berkelompok untuk memecahkan masalah. Model pembelajaran tipe ini juga memberikan waktu bagi siswa untuk berpikir dan memberikan respon serta saling membantu antar satu dan yang lain (Shoimin, 2014: 208). Pada model pembelajaran ini terdapat empat tahap dalam penerapannya, mulai dari 1) Think, ini berarti kesempatan siswa untuk memikirkan jawabanya secara individu, 2) Pair, artinya siswa sudah dapat saling bertukar pendapat dengan pasangannya, 3) Share I, ini tahap di mana siswa saling bertukar pemikiran dalam satu kelompok, 4) Share II (Conclusin), di sini siswa berbagi pikiran dengan teman satu kelas dan menarik kesimpulan dari jawaban yang ada. Dengan kata lain model pembelajaran ini akan membawa siswa untuk berpikir dalam menemukan suatu solusi dari permasalahan yang dipecahkan secara bertahap mulai dari diri sendiri, berpasangan hingga berkelompok.

(21)

4 Peningkatan kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri dalam pembelajaran IPA dapat dilakukan dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Beberapa penelitian menunjukkan hasil penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Beberapa penelitian terdahulu yang relevan mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) yaitu Krisnayati dan Andyana (2012) melakukan penelitian dengan jenis dari penelitian ini adalah Quasi Experimental Design (eksperimen semu) dengan menggunakan desain penelitian Nonequivalent Control Group Design. Tujuan dari penelitian yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan prestasi belajar siswa materi cahaya dalam mata pelajaran IPA siswa yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan siswa yang mendapatkan pembelajaran yang konvensional pada siswa kelas V SD Gugus Letda Made Putra Kecamatan Denpasar Utara Tahun Ajaran 2012/2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Apriana dan Tegeh (2014) dengan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan motivasi belajar PKN antara kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Penelitian ini memiliki hasil yang menunjukan adanya perbedaan yang signifikan antar kedua kelompok. Bamiro (2015) meneliti variabel mengenai perilaku kognitif pada tingkatan (tinggi, sedang, dan rendah) pelajaran kimia serta dipengaruhi jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) dengan jumlah populasi 242 siswa. Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa siswa yang belajar dengan model pembelajaran Think Pair Share memperoleh nilai rata-rata posttest lebih tinggi dari kelompok kontrol. Kedua kelompok ditentukan secara random dari populasi yang ada.

(22)

5 menerapkan rumus-rumus matematika, tetapi tidak mengetahui asal rumus matematika. Pembelajaran dipaparkan lebih bersifat prosedural, siswa kurang memahami konsep matematika dan siswa kurang aktif dalam pembelajaran sehingga siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan berpikir kritis. Tawi (2014) meneliti tingkat keterampilan berpikir kritis dalam materi calon guru substansi. Metode yang digunakan adalah studi kasus satu perlakuan. Kesimpulan yang didapat dari penelitian yang telah dilakukan adalah melalui penerapan model pembelajaran berbasis portofolio keterampilan berpikir kritis calon guru tergolong sedang. Dianti (2012) meneliti korelasi antara berpikir kritis siswa dan keterampilan membaca kritis. Penelitian dilakukan menggunakan desain penelitian korelasional dengan mengumpulkan data atas dua tes yang dibutuhkan dalam penelitian. Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah adanya korelasi yang signifikan dan positif antara berpikir kritis dan keterampilan membaca kritis.

Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian tersebut, model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share berpengaruh pada kemampuan-kemampuan kognitif siswa. Sayangnya, belum banyak ditemukan penelitian yang mengukur kemampuan berpikir kritis terutama kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Jenis penelitian yang akan digunakan peneliti yaitu quasi experimental tipe pretest-posttest nonequivalent group design. Penelitian akan menggunakan satu kelas kontrol dan satu kelas eksperimen yang akan dilakukan di salah satu Sekolah Dasar negeri di Yogyakarta. Sekolah Dasar negeri ini dipilih sebagai tempat penelitian karena memiliki kelas paralel A dan B di semua kelas, sehingga memenuhi untuk dilakukan eksperimen. Kelas yang digunakan yaitu kelas V A dengan jumlah siswa 30 sebagai kelas eksperimen dan kelas V B dengan jumlah siswa 29 sebagai kelas kontrol.

(23)

6 dibatasi oleh Kompetensi Inti 3. Memahami pengetahuan faktual dan konseptual dengan cara mengamati (mendengarkan, melihat, membaca), menanya dan mencoba berdasarkan rasa ingin tahu dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan sekolah, dengan Kompetensi Dasar 3.2 Menjelaskan organ pernapasan dan fungsinya pada hewan dan manusia, serta cara memelihara kesehatan organ pernapasan manusia.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) berpengaruh terhadap kemampuan mengeksplanasi siswa kelas V Sekolah Dasar?

1.2.2 Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) berpengaruh terhadap kemampuan meregulasi diri siswa kelas V Sekolah Dasar?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap kemampuan mengeksplanasi siswa kelas V Sekolah Dasar.

1.3.2 Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap kemampuan meregulasi diri siswa kelas V Sekolah Dasar.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Siswa

Siswa mendapatkan pengalaman baru dalam belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Thik Pair Share (TPS) sehingga dapat mempengaruhi kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri.

1.4.2 Bagi Guru

(24)

7 1.4.3 Bagi Peneliti

Peneliti mendapatkan pengalaman dalam mengujicobakan dan mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri siswa.

1.4.4 Bagi Sekolah

Sekolah dapat menambah dan mengembangkan wawasan mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada pengaruh kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri siswa.

1.5 Definisi Operasional

1.5.1 Model pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang mengutamakan kerja sama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

1.5.2 Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah model pembelajaran kooperatif berbasis kelompok yang memberikan kesempatan berpikir secara individu, berpasangan, dan berkelompok untuk menyelesaikan masalah, terdiri dari empat langkah yaitu langkah 1 mencari solusi secara individu (think), langkah 2 bertukar pikiran kepada pasangan (pair), langkah 3 memecahkan masalah bersama, langkah 4 kelompok besar (share I), dan berbagi ide dengan kelas (share II/ conclusin).

1.5.3 Kemampuan berpikir kritis adalah kegiatan membuat penilaian mengenai dasar bukti, konsep, kriteria atau konteks tertentu yang digunakan sebagai penilaian untuk tujuan tertentu, yang terdiri dari menginterpretasi, menganalisis, mengevaluasi, menginferensi, mengeksplanasi, dan meregulasi diri.

1.5.4 Kemampuan mengeksplanasi adalah kemampuan dalam menjelaskan sesuatu dengan mempertimbangkan konsep, metode, dan konteks dengan indikator menjelaskan pertanyaan yang tepat dari hasil analisis, menjelaskan alasan mengambil posisi tertentu, dan menjelaskan cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

(25)

8 gagasan sendiri, menilai kembali data-data yang digunakan, dan menguji pandangan sendiri terhadap suatu permasalahan.

(26)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II ini berisikan tentang kajian teori, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Kajian teori membahas teori-teori yang mendukung dan beberapa kajian penelitian yang relevan. Kerangka berpikir berisikan tentang kerangka pemikiran dan hipotesis berisikan mengenai dugaan sementara tentang jawaban suatu rumusan masalah penelitian.

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Teori-teori yang Mendukung

Penelitian yang dilakukan berkaitan dengan siswa Sekolah Dasar itu penting menggunakan teori perkembangan anak. Pada teori perkembangan yang diambil fokus pada teori perkembangan kognitif menurut Piaget dan Vygotsky.

2.1.1.1 Teori Perkembangan

(27)

10 Jean Piaget (1896-1980) dan Lev Semyonovich Vygotsky (1896-1934) adalah tokoh yang membahas mengenai teori perkembangan anak. Dipilih kedua tokoh tersebut karena keduanya beraliran kontruktivisme. Kontruktivisme artinya proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif perdasarkan pengalaman. Pada teori Piaget menekankan pada perkembangan kognitif anak yang mendahulukan development dari learning. Sedangkan Vygotsky menekankan pada perkembangn kognitif anak dipengaruhi oleh sosialnya. Teori Vygotsky mengatakan bahwa learning bisa mendahului development. Berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai kedua teori menurut Piaget dan Vygotsky. 1. Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Jean Piaget lahir di Neuchatel pada tahun 1896, Swiss dan ayahnya adalah seorang sejarawan spesialis sejarah abad pertengahan. Ketertarikan Piaget kepada alam sudah terlihat sejak kecil, ia gemar mengamati burung, ikan, dan hewan lainnya. Hal itu yang menyebabkan ketertarikannya pada biologi. Pada usia 10 tahun, Piaget sudah menerbitkan artikel tentang burung albino dalam majalah ilmu pengetahuan alam. Piaget menyelesaikan pendidikan sarjana bidang biologi di Universitas Neuchatel pada tahun 1916. Setelah itu ia mendapatkan gelar doktor filsafat dan memutuskan untuk mendalami psikologi. Berangkat dari berbagai pengalamannya Piaget berpendapat bahwa cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Hal tersebut yang mendorong Piaget melakukan penelitian pada kedua anaknya (Slavin, 2011: 42).

(28)

11 akomodasi. Asimilasi sendiri adalah proses memahami objek atau peristiwa baru berdasar skema yang telah ada. Sedangkan akomodasi proses pengubahan skema yang telah ada berdasarkan informasi baru atau pengalaman baru dalam kata lain menyesuaikan dengan situasi baru. Selanjutnya ekuilibrasi adalah proses memulihkan keseimbangan antara pemahaman sekarang dan pengalaman baru (Slavin, 2011: 43).

(Sumber:http://m-edukasi.blogspot.co.id/2014/09/teori-konstruktivisme-jean-piaget.html)

Gambar 2.1 Proses Asimilasi, Akomodasi dan Ekuilibrasi

Adapun tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap sensorimotor, tahap praoperasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal. Berikut ini adalah tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Piaget.

a. Tahap Sensorimotor (usia 0-2 tahun)

(29)

12 akhir sensori motor anak-anak telah beranjak dari pendekatan pemecahan masalah yang sebelumnya bersifat uji coba ke pendekatan yang lebih terencana. Tanda periode sensori motor lainnya ialah perkembangan pemahaman tentang keajekan objek (object permanence). Dalam hal ini anak harus belajar bahwa objek adalah stabil secara fisik dan tetap ada sekalipun objek itu tidak ada dihadapan fisik anak tersebut.

b. Tahap Pra Operasional (usia 2-7 tahun)

Tahap pra operasional adalah tahap di mana anak memiliki kemampuan kogntif dan motorik. Pada tahap pra operasional ini anak mimiliki sifat yang dominan yang egosetris. Di tahap ini pula anak dapat fokus pada beberapa karakteristik seseorang maupun pada suatu benda. Anak akan memperoleh informasi dari pengalaman anak bukan pembicaraan orang lain. Di sini anak hanya akan melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandangnya sendiri. Anak dapat dan mampu menjelaskan suatu hal dengan menggunakan simbol. Selain itu, pada tahap ini juga dicirikan dengan pemikiran intuisif yang kurang logis (Suparno, 2011: 49).

c. Tahap Operasional Konkret (usia 7-11 tahun)

Tahap operasional konkret merupakan tahap ke tiga perkembangan kognitif siswa menurut Piaget. Pada tahap ini anak mengganti penalaran intuisif ke dalam situasi konkret artinya sesuai dengan keadaan dunia nyata. Dengan kata lain dunia belajar anak masih terbatas dengan benda-benda yang dapat dilihat dan disentuh secara nyata. Meskipun demikian, pada tahap ini anak masih kesulitan dalam memecahkan permasalahan yang bersifat abstrak (Suparno 2011: 69).

d. Tahap Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas)

(30)

13 pemecahan masalah tidak lagi dibatasi oleh keegoisentrisan tetapi lebih ke ideal dan logis.

Jadi, dapat diketahui bahwa teori perkembangan Piaget bergantung pada perkembangan baru diiringi dengan belajar. Artinya jika seseorang tumbuh dan berkembang maka perkembangan pada kognitifnya juga akan mengiringi sesuai dengan usianya masing-masing. Dimulai dari tahap sensorimotor (0-2 tahun), dilanjutkan dengan tahap pra operasional (2-7 tahun), lalu tahap operasional konkret (7-11 tahun) dan terakhir tahap operasional formal (> 11 tahun). Dapat sangat terlihat dari teori bahwa anak SD khususnya kelas V masih berada pada tahap perkembangan yaitu tahap operasional konkret pada teori perkembangan Piaget.

2. Teori Perkembangan Sosiohistoris Vygotsky

Vygotsky merupakan seorang sosio historis yang berasal dari Rusia. Sejak kecil ia sangat gemar membaca mengenai sejarah, karya sastra dan puisi. Ia lahir dari ayah seorang eksekutif bank dan ibu seorang guru (Wertsch, dalam Crain, 2007: 334-335).

Vygotsky berpendapat bahwa anak tidak hanya berkembang secara kognitifnya saja, melainkan juga pada sosialnya. Ada empat ide pokok yang menjadi landasan teori Vygotsky. Anak akan membangun pengetahuannya sendiri, maksudnya ia akan aktif dalam perkembangannya sehari-hari. Pembelajaran bisa berpengaruh pada perkembangan anak. Selain itu bahasa merupakan salah satu hal yang berperan penting dalam perkembangan, karena bahasa merupakan sarana yang memungkinkan pikiran anak tubuh dan memperluas ide-ide (Salkind, 2009: 374-375).

(31)

14 Jarak antara Zone of Actual Development dengan Zone of Potential Development adalah Zone of Proximal Development (ZPD). Zone of Proximal Development atau biasa dikenal dengan Zona Perkembangan Proximal ini merupakan tempat di mana anak dan guru beraksi dan ketika tiba waktunya untuk meningkatkan kognitif anak. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil yang optimal dibutuhkan suatu perancah (scaffolding). Perancah (scaffolding) adalah bantuan sementara yang diberikan kepada anak oleh orang dewasa untuk melompat dari Zone of Actual Development menuju ke Zone of Potential Development. Hal itu dapat dicapai seseorang ketika berinteraksi dengan guru maupun teman sebaya yang lebih kompeten (Vygotsky, dalam Mooney. 2013: 102).

(Sumber:https://vygotskyetec512.weebly.com/zone-of-proximal-development.html)

Gambar 2.2 Desain ZPD menurut Vygotsky.

(32)

15 2.1.1.2 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivisme. Secara filosofis, belajar menurut teori konstruktivisme adalah membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata (Fathurrohman, 2015: 44). Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Ahli lain menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran siswa harus terlibat aktif dan menjadi pusat kegiatan pembelajaran di kelas. Guru dapat memfasilitasi proses ini dengan mengajar menggunakan cara-cara yang membuat sebuah informasi menjadi bermakna dan relevan bagi siswa. Oleh karena itu, guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan atau mengaplikasikan ide-ide mereka sendiri, di samping mengajarkan siswa untuk menyadari dan sadar akan strategi belajar mereka sendiri (Slavin, 2009: 9).

Dengan kata lain, pembelajaran kooperatif adalah bentuk pembelajaran yang menggunakan pendekatan melalui kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dan memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar. Pada belajar kooperatif, siswa tidak hanya mampu dalam memperoleh materi, tetapi juga mampu memberi dampak afektif seperti kepedulian sesama teman dan lapang dada. Sebab, di dalam pembelajaran kooperatif melatih para siswa untuk mendengarkan pendapat orang lain. Tugas kelompok akan dapat memacu siswa untuk bekerja secara bersama-sama dan saling membantu satu sama lain dalam mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimilikinya (Slavin, 2009: 9).

(33)

16 lebih dari sekedar belajar kelompok karena pembelajaran ini harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif di antara anggota kelompok. Oleh karena itu, dari sini dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik dan juga kompetensi sosial peserta didik (Rusman, 2011: 209).

Jadi, model pembelajaran kooperatif dirancang untuk memanfaatkan fenomena kerja sama atau gotong royong dalam pembelajaran yang menekankan terbentuknya hubungan antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya. Terbentuknya sikap dan perilaku yang demokratis serta tumbuhnya produktivitas kegiatan belajar siswa. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk melatih kompetensi sikap, sosial, dan kepekaan terhadap orang lain, serta juga kolaborasi dengan orang lain. Beberapa unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut (Ibrahim dalam Fathurrohman, 2015: 52).

1. Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka “sehidup

sepenanggungan bersama”.

2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.

3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota dan kelompoknya.

Sementara itu, ada beberapa ciri-ciri dari model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut (Ibrahim dalam Fathurrohman, 2015: 52).

1. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memerhatikan kesetaraan gender.

(34)

17 siswa saling berbagi kemamapuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan, dan peranan diri sendiri maupun teman lain.

Tujuan dari pembelajaran adalah menciptakan situasi ketika keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Hal ini berbeda dengan tujuan pembelajaran konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Oleh kerena itu, strategi pembelajaran kooperatif ini dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting. Ketiga tujuan pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut (Faturrohman, 2015: 48).

1. Hasil Belajar Akademik

Meskipun pembelajaran kooperatif ini mencakup tujuan sosial serta memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya, beberapa penelitian dari tokoh pembelajaran kooperatif (Johnson & Johnson, Slavin, Kagan dan sebaginya) membuktikan bahwa model ini lebih unggul dalam membatu peserta didik dalam memahami konsep-konsep yang sulit dan dapat meningkatkan nilai (prestasi) peserta didik pada belajar akademik. Pembelajaran kooperatif juga memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

2. Penerimaan terhadap Perbedaan Individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kempuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi peserta didik dari berbagai atar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas akademik dan melalui penghargaan kooperatif siswa akan belajar menghargai satu sama lain.

3. Pengembangan Keterampilan Sosial

(35)

18 Selanjutnya, pembelajaran kooperatif juga memiliki unsur-unsur yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Berikut adalah beberapaunsur dari pembelajaran kooperatif (Lie, dalam Fathurrohman, 2015: 49).

1. Saling ketergantungan positif (positive interdependence)

Ketergantungan positif bukan berarti peserta didik bergantung secara menyeluruh kepada peserta didik lain. Apabila mereka mengandalkan teman lain tanpa dirinya memberi atau menjadi tempat bergantung bagi sesamanya, seperti itu tidak bisa dianggap positif. Oleh karena itu, seharusnya guru dapat menciptakan suasana yang mendorong siswa saling membutuhkan. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui ketergantungan tujuan, tugas, bahan atau sumber belajar, peran, dan hadiah.

2. Akuntabilitas individual (individual accountability)

Pembelajaran kooperatif menuntut adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan bahan belajar tiap anggota kelompok, dan diberi umpan balik tentang prestasi belajar anggota dalam kelompok sehingga mereka saling mengetahui rekan yang memerlukan bantuan. Pada pembelajaran kooperatif siswa harus bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan kepada masing-masing anggota kelompok.

3. Interaksi promatif (promotive interaction)

Interaksi promatif menuntut semua anggota dalam kelompok belajar dapat saling tatap muka, sehingga mereka dapat berbicara tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan teman. Interaksi ini memungkinkan peserta didik menjadi sumber belajar bagi sesama teman dan dianggap lebih mudah.

4. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil (interpersonal and small group skill)

(36)

19 berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya diucapkanmelainkan secara sengaja diajarkan.

5. Proses kelompok (group processing)

Proses ini terjadi ketika setiap anggota kelompok mengevaluasi sejauh mana mereka berinteraksi secara efektif untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok juga perlu membahas perilaku anggota yang kooperatif dan tidak kooperatif serta membuat keputusan perilaku mana yang harus diubah atau dipertahankan. Pemrosesan kelompok ini bisa berlangsung dalam kelompok.

Manfaat pembelajaran kooperatif selain untuk meningkatkan keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat-manfaat lain sebagai berikut (Sadker 1997, dalam Huda, 2012: 66).

1. Siswa yang diajarkan dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi.

2. Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar.

3. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli pada teman-temannya, dan di antara mereka akan terbangun rasa ketergantungan positif untuk proses belajar mereka nanti.

4. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda-beda.

Salah satu ahli lain Johnson berpendapat bahwa dengan pembelajaran kooperatif akan memberikan manfaat. Berikut ini adalah manfaat pembelajaran kooperatif menurut Johnson (Huda, 2012: 66-67).

1. Hasil pembelajaran lebih tinggi. Hasil ini meliputi produktivitas belajar yang semakin meningkat, daya ingat yang lebih lama, motivasi yang lebih besar, motivasi berprestasi yang semakin tinggi, kedisiplinan yang lebih stabil, dan berpikir dengan lebih kritis.

(37)

20 3. Kesehatan psikologis yang lebih baik. Kesehatan ini meliputi penyesuaian psikologis, perkembangan sosial, kekuatan ego, kompetensi sosial, harga diri, identitas diri, dan kemampuan menghadapi kesulitan dan tekanan

Dari beberapa pendapat yang sudah dikemukakan oleh para ahli maka dapat dikerucutkan beberapa manfaat dari pembelajaran kooperatif. Secara garis besar manfaat pembelajaran kooperatif antara lain dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berbagai unsur, baik secara pengetahuan dan keterampilan misalnya bekerja sama dan berpikir kritis. Bukan hanya itu dengan pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan kesehatan psikologis menjadi lebih baik. Jadi, pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang baik untuk diterapkan di Sekolah Dasar.

Model pembelajaran kooperatif sendiri terdiri dari beberapa tipe. Tipe model pembelajaran kooperatif dibagi menjadi tiga kategori yaitu: 1) metode-metode Student Teams Learning meliputi metode Student Team-Achievement (STAD), Teams Games-Tournament (TGT), dan Jigsaw II (JIG II). 2) Metode-metode Supported Cooperative Learning meliputi Metode-metode Learning Together (LT)

– Circle of Learning (CL), Jigsaw (JIG), Jigsaw III (JIG III), Cooperative Learning Structures (CLS), Group Investigation (GI), Complex Instruction (CI), Team Accelerated Instruction (TAI), Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Structured Dyadic Methods (SDM). 3) Metode-metode informal meliputi metode Spontaneous Group Discussion (SGD), Numbered Heads Together (NHT), Team Product (TP), Cooperative Review (CR), Think-Pair-Share (TPS), dan Discussion Group (DG) – Group Project (GP), dan sebagainya (Huda, 2012: 114-133).

2.1.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)

(38)

21 untuk memberikan siswa banyak waktu untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain (Trianto, 2010: 81).

Suatu model pembelajaran yang baik, pastilah mempunyai manfaat di dalamnya. Think Pair Share (TPS) mempunyai beberapa manfaat sebagai berikut (Hartina, 2008: 12).

1. Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.

2. Siswa dapat meningkatkan keberaniannya untuk berpendapat karena siswa diberi kesempatan untuk mencari pendapatnya sendiri sebelum mendiskusikannya dengan teman.

3. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, sehingga pembelajaran tidak hanya berpusat pada guru.

4. Siswa mendapatkan kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya dengan seluruh kelas sehingga seluruh kelas mendapatkan informasi yang beragam dari kegiatan yang telah dilakukan.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan pada Think Pair and Share adalah sebagai berikut (Huda, 2013: 132).

1. Tahap 1: Thinking (berpikir), guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.

2. Tahap 2: Pairing, guru meminta siswa untuk berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat saling berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau ide, jika suatu persoalan khusus telah teridentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan. 3. Tahap 3: Sharing, guru meminta kepada pasangan siswa untuk berbagi dengan

(39)

22 Selain itu ada pendapat lain yang mengatakan bahwa langkah-langkah dari (Shoimin, 2014: 211).

1. Think (berpikir)

Pada tahap ini, guru memberikan pertanyaan yang terkait dengan materi pembelajaran. Prosesnya dimulai dengan guru mengemukakan pertanyaan yang menggalakkan kegiatan berpikir ke seluruh kelas. Pertanyaan ini hendaknya berupa pertanyaan terbuka yang memungkinkan untuk dijawab dengan berbagai macam jawaban.

2. Pair (berpasangan)

Pada tahap ini, siswa berpikir secara individu. Guru meminta kepada siswa untuk berpasangan dan mulai memikirkan pertanyaan atau masalah yang diberikan guru dalam waktu tertentu. Lamanya waktu ditetapkan berdasarkan pemahaman guru terhadap siswanya, sifat pertanyaan yang diberikan, dan jadwal pembelajaran. Siswa disarankan untuk menuliskan jawaban atau pemecahan masalah dari hasil pemikirannya.

3. Share (berbagai)

Pada tahap ini, siswa secara individu mewakili kelompok, maju bersama untuk melaporkan hasil diskusinya ke seluruh kelas. Pada tahap terakhir ini seluruh kelas akan memperoleh keuntungan dalam bentuk mendengarkan berbagai ungkapan mengenai konsep yang sama, tetapi dinyatakan dengan cara yang berbeda-beda oleh individu yang berbeda.

Dari beberapa langkah yang dituliskan sebelumnya, pada penelitian ini peneliti menentukan langkah dari pembelajaran yang akan dilakukan sebagai berikut.

1. Think

Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 siswa. Setiap siswa diberikan waktu yang sama sekitar 4 sampai 5 menit untuk memikirkan jawaban yang diberikan oleh guru (lihat Gambar 2.3 bagian I). 2. Pair

(40)

23 3. Share I

Dalam kelompok kecil masing-masing pasangan membagikan hasil diskusinya pada pasangan yang lain. Setiap kelompok diminta untuk merekontruksi ide yang terkait dengan hasil pemikiran sehingga menghasilkan ide yang baru (lihat Gambar 2.3 bagian III).

4. Share II/ Conclusion

Setiap kelompok berbagi pemikiran depan kelas dengan presentasi kelompok. Kelompok lain terbuka dapat memberikan tanggapan atau masukan kepada kelompok penyaji presentasi (lihat Gambar 2.3 bagian IV).

Berikut ini adalah bagan dari gambaran proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooopertaif tipe Think Pair Share yang dimaksud oleh peneliti.

I

II

III

IV

(41)

24 2.1.1.4 Kemampuan Berpikir Kritis

Kemampuan berpikir kritis adalah kegiatan membuat penilaian yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan kesimpulan atas dasar bukti, konsep, metode, kriteria, atau konteks tertentu yang digunakan sebagai penilaian untuk tujuan tertentu (Facione, 1990: 2). Selanjutnya, berpikir kritis juga didefinisikan sebagai berpikir yang memiliki maksud, masuk akal, dan berorientasi kepada tujuan serta kecakapan untuk menganalisis suatu informasu dan ide secara hati-hati dan logis dari berbagai macam prespektif (Tawil & Liliasari, 2013: 8). Ada lagi, berpikir kritis merupakan kemampuan untuk berpikir secara logis, reflektif, dan produktif yang diaplikasikan dalam menilai situasi untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang baik (Desmita, 2009: 153).

Salah satu tujuan untuk bersekolah ialah meningkatkan kemampuan siswa berpikir kritis, agar dapat mengambil keputusan rasional tentang apa yang harus dilakukan atau apa yang harus diyakini (Marzano dalam Slavin, 2011: 37). Contoh pemikiran kritis (critical thinking) meliputi upaya mengidentifikasi iklan yang menyesatkan, menimbang-nimbang bukti yang berlawanan, dan mengidentifikasi asumsi atau kekeliruan argumen. Seperti pada setiap tujuan lain, pembelajaran berpikir kritis memerlukan latihan, siswa dapat diberi banyak dilema, argumen logis dan tidak logis, iklan yang sah dan menyesatkan, dan seterusnya. Pembelajaran pemikiran kritis yang efektif bergantung pada penentuan susunan ruang kelas yang mendorong permainan sudut pandang berlainan dan diskusi bebas.

Kemammpuan berpikir kritis paling baik dipelajari memulai pengaitan dengan topik yang tidak asing bagi siswa. Hal terpenting, sasaran mengajarkan pemikiran kritis ialah menciptakan semangat kritis, yang mendorong siswa mempertanyakan apa yang mereka dengan dan memeriksa pemikiran mereka sendiri untuk melihat ketidakkonsistenan atau kekeliruan logika.

Bayer (1988) mengidentifikasi 10 kemampuan berpikir kritis yang dapat digunakan siswa dalam menilai keabsahan pandangan atau argumen memahami iklan, dan seterusnya (Slavin, 2011: 39).

1. Membedakan antara fakta yang dapat dibuktikan dan klaim atas nilai tertentu. 2. Membedakan informasi, pandangan, atau alasan yang relevan dari yang tidak

(42)

25 3. Menentukan ketepatan fakta suatu pernyataan.

4. Menentukan kredibilitas sumber.

5. Mengidentifikasi pandangan atau argumen yang ambigu. 6. Mengidentifikasi asumsi yang tidak dinyatakan.

7. Mendeteksi prasangka.

8. Mengidentifikasi kekeliruan logika.

9. Mengenali ketidakkonsistenan logika dalam urutan penalaran. 10. Menentukan kekuatan argumen atau pandangan.

Bayer mencatat bahwa 10 kemampuan bukanlah tahap-tahap, melainkan daftar kemungkinan cara yang dapat digunakan siswa untuk mendekati informasi guna mengevaluasi apakah hal itu benar atau masuk akal. Tugas utama pengajaran pemikiran kritis kepada siswa ialah membantu mereka mempelajari bukan hanya cara menggunakan masing strategi tetapi juga menentukan kapan masing-masing digunakan.

Berdasarkan ulasan di atas dapat ditarik benang merah bahwa berpikir kritis adalah kegiatan menganalisis informasi secara logis yang berorientasi pada tujuan untuk menghasilkan kesimpulan atas dasar bukti tertentu sehingga dapat digunakan dalam pembuatan pertimbangan atau suatu keputusan tertentu. Kemampuan berpikir kritis mencakup dua dimensi, yaitu dimensi kognitif dan disposisi afektif. Berikut ini tabel yang berisi dimensi kognitif dari kecakapan berpikir kritis (Facione, 1990: 6).

Tabel 2.1 Dimensi Kognitif dalam Kecakapan Berpikir Kritis

No Skills Sub-skills

1. Interpretasi Membuat kategori

Memahami arti Menjelaskan makna

2. Analisis Menguji gagasan-gagasan

Mengidentifikasi argumen-argumen Menganalisis argumen-argumen

3. Evaluasi Menilai sah tidaknya klaim-klaim

Menilai sah tidaknya argumen-argumen

4. Kesimpulan Menguji bukti-bukti

Menerka alternatif-alternatif Menarik kesimpulan

5. Eksplanasi Menjelaskan hasil penalaran

Membenarkan prosedur yang digunakan Memaparkan argumen-argumen yang digunakan

6. Regulasi-diri Refleksi diri

(43)

26 2.1.1.5 Kemampuan Mengeksplanasi

Kemampuan mengeksplanasi adalah suatu kemampuan menguraikan dasar-dasar suatu penalaran dengan pertimbangan-pertimbangan konseptual, metodologis, dan kontekstual. Adapun mengeksplanasi mencakup 3 sub-kecakapan, yaitu menjelaskan hasil penalaran, membenarkan prosedur yang digunakan, dan memaparkan argumen yang digunakan. Sub kecakapan yang pertama adalah menjelaskan hasil penalaran seperti dilakukan dengan menjelaskan alasan ketika memegang suatu keyakinan, menyampaikan penerapan suatu gagasan, menjelaskan temuan-temuan dari hasil penelitian, menjelaskan analisis dan penilaian terhadap suatu permasalahan, dan merumuskan pernyataan atau deskripsi yang tepat dari hasil analisis, evaluasi, serta kesimpulan. Kedua yaitu membenarkan prosedur yang digunakan seperti dilakukan dengan menguraikan suatu permasalahan, menjelaskan pilihan penggunaan alat ukur tertentu untuk analisis data, menjelaskan standar yang digunakan untuk menilai sumber informasi, menjelaskan konsep yang berguna untuk penelitian lebih lanjut, menunjukkan bahwa syarat-syarat metodologis tertentu sudah terpenuhi, memaparkan strategi yang digunakan untuk mengambil keputusan secara rasional, dan memaparkan grafik yang menunjukkan penggunaan bukti kuantitatif. Sub ketiga memaparkan argumen-argumen yang digunakan misalnya dilakukan dengan menuliskan alasan-alasan mengapa mengambil posisi atau kebijakan tertentu, mengantisipasi dan menjawab kemungkinan-kemungkinan kritik yang akan muncul dan dilontarkan, memaparkan argumen-argumen yang pro maupun kontra terhadap pemikiran sendiri sebagai cara berpikir dialektis, memberikan alasan-alasan terhadap metode, konsep, kriteria, maupun bukti yang digunakan dalam menganalisis, menyimpulkan dan mengevaluasi suatu argumen (Facione, 1990: 10).

2.1.1.6 Kemampuan Meregulasi Diri

(44)

27 berpikirnya sendiri (Facione, 2007: 5-8). Pada meregulasi diri terbagi menjadi dua sub-kecakapan yaitu refleksi diri dan koreksi diri. Refleksi diri misalnya dilakukan dengan menguji pandangan sendiri terhadap masalah-masalah yang kontroversial untuk mengetahui apakah posisi yang dipegangnya itu mengandung bias pribadi, menilai apakah ada kesalahan dalam cara berpikir sendiri, menilai kembali data-data yang digunakan apakah ada yang terlalui ditonjolkan sehingga berat sebelah dan tidak seimbang, menguji kembali apakah fakta, opini, atau asumsi yang digunakan untuk mendukung sudut pandang tertentu sungguh dapat diterima, menilai kembali proses penalaran yang digunakan untuk mengambil kesimpulan, merefleksikan cara berpikirnya sendiri, memverifikasi hasil, aplikasi, dan pelaksanaan kegiatan berpikir, membuat penilaian diri yang objektif terhadap gagasan sendiri, melihat apakah ada ketimpangan-ketimpangan berpikir yang berasal dari prasangka, emosi yang tidak rasional, dan menilai motivasi, nilai, sikap, atau minat apakah objektif, sesuai kebenaran, dan rasional. Kedua yaitu koreksi diri misalnya dilakukan dengan berani mengoreksi kelemahan-kelemahan metodologi atau data yang digunakan, merencanakan prosedur yang masuk akal atau data-data yang digunakan, merencanakan prosedur yang masuk akal untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan, dan memastikan apakah koreksi-koreksi tersebut dapat mengubah posisi yang dipegang sebelumnya (Facione, 1990: 10).

2.1.1.7 Materi Ilmu Pengetahuan Alam

Sistem pernapasan pada hewan adalah salah satu materi pembelajaran IPA di kelas V. Materi pembelajaran ini berdasarkan pada kompetensi dasar 3.2 menjelaskan organ pernapasan dan fungsinya pada hewan dan manusia, serta cara memelihara kesehatan organ pernapasan manusia. Tercantum pada Tema 2 yaitu

“Udara Bersih Bagi Kesehatan” dengan subtema “Cara Tubuh Mengolah Udara Bersih”.

(45)

28 Masing-masing hewan yang telah disebutkan mempunyai alat dan sistem pernapasan yang berbeda pula. Cacing bernapas melalui permukaan kulit, maka kulit cacing selalu basah dan berlendir untuk memudahkan penyerapan oksigen dan udara. Serangga (Insecta) menggunakan alat pernapasan berupa trakea, yaitu sistem tabung yang memiliki banyak percabangan di dalam tubuh. Ikan (Pisces) hidup di air, sehingga menggunakan alat pernapasan berupa insang. Hewan amfibi yaitu hewan yang hidup di darat dan di air. Ketika masih muda bernapas menggunakan insang, setelah dewasa bernapas menggunakan paru-paru dan permukaan kulit. Hewan reptil bernapas menggunakan paru-pary yang terletak di dalam rongga dada dan dilindungi oleh tulang rusuk. Burung (Aves) bernapas menggunkan sepasang paru-paru. Burung menghirup udara sebanyak-banyaknya saat tidak terbang. Sebaliknya, saat terbang, burung tidak menghirup udara. Udara diembuskan dari kantong udara ke paru-paru. Kantong udara burung berfungsi sebagai menyimpan udara. Saat tidak terbang, burung menghirup udara sebanyak-banyaknya. Hewan mamalia ada dua jenis yaitu mamalia hidup di darat dan hidup di air. Keduanya bernapas menggunakan paru-paru (Kemendikbud, 2017: 1-12).

2.1.2 Penelitian yang Relevan

2.1.2.1 Penelitian yang Relevan Mengenai Think Pair Share (TPS)

(46)

29 Apriana dan Tegeh (2014) melaksanakan penelitian bertujuan untuk mengetahui perbedaan motivasi belajar PKN antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan kelompok siswa yang dibelajakan dengan model pembelajaran konvensional. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu. Populasi daru penelitian ini adalah siswa kelas V SD di Gugus III Kecamatan Kubu yang terdiri dari 160 siswa dengan sampel siswa kelas V SDN 1 Tianyar sebagai kelompok ekspeimen dan siswa kelas V SDN 6 Tianyar sebagai kelompok kontrol. Data dianalisis dengan teknik statistik deskriptif dan statistik inferensial yaitu uji T. Hasil dari penelitian menunjukkan adanya perbedaan antar dua kelompok.

Bamiro (2015) melakukan penelitian dengan variabel mengenai perilaku kognitif pada tingkatan (tinggi, sedang, dan rendah) pelajaran kimia serta dipengaruhi oleh jenis kelamin (laku-laki dan perempuan). Ada 242 siswa menengah dari enam sekolah yang ada di Fiebu Ode dan Odogbolu area Pemerintah Daerah Ogun Sate. Sampel dipilih secara acak dari populasi yang ada dijadikan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Penelitian ini menggunakan tiga instrumen yang dikembangkan dan digunakan untuk mengumpulkan data siswa selama penelitian delapan minggu. Hasil dari penelitian diperoleh bahwa siswa yang belajar dengan model pembelajaran Think Pair Share memperoleh nilai rata-ra posttest yang lebih tinggi dari kelpok kontrol secarata-ra signifikan. Oleh karena itu, dari penelitian disimpulkan bahwa model pembelajaran Think Pair Share memiliki potensi besar untuk meningkatkan pencapaian belajar siswa pada mata pelajaran kimia secara umum.

2.1.2.2 Penelitian yang Relevan Mengenai Berpikir Kritis

(47)

30 dan bentuknya interpretasi skor rata-rata dan indikator evaluasi termasuk dalam analisis indikator kategori menengah. Berdasarkan ketiga hal tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa melalui penerapan model pembelajaran berbasis portofolio keterampilan berpikir kritis calon guru tergolong sedang.

Dianti (2012) melakukan penelitian dengan tujuan untuk megetahui apakah ada korelasi yang signifikan antara berpikir kritis siswa dan keterampilam membaca kritis. Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasional dengan mengumpulkan data atas dua tes yang dikelola dalam penelitian. Sampel penelitian ini yaitu 114 dari 170 mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Sriwijaya Bukit Besar. Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah adanya korelasi yang signifikan dan positif antara berpikir kritis dan keterampilan membaca kritis dengan r-nilai 0,713.

Nuraini dan Suparman (2017) melaksanakan penelitian dengan tujuan untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa melalui pendekatan saintifik. Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif kualitatif dengan subjek penelitian siswa kelas VII SMP Negeri 3 Semanu. Lalu teknik pengumpulan data penelitian yang digunakan yaitu wawancara dan observasi. Penelitian yang dilakukan ini memperoleh hasil menunjukkan bahwa dalam pembelajaran, siswa hanya mampu menerapkan rumus-rumus matematika, tetapi tidak mengetahui asal rumus matematika. Pembelajaran dipaparkan lebih bersifat prosedural, siswa kurang memahami konsep matematika dan siswa kurang aktif dalam pembelajaran sehingga siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan berpikir kritis.

(48)

31 2.1.2.3 Literature Map

Berikut ini adalah literature map dari penelitian relevan yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Gambar 2.3 Literature Map

Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif tipe Think

(49)

32

2.2 Kerangka Berpikir

Sekolah dasar merupakan cerminan untuk sekolah di tahap awal seorang siswa, mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI. Usia anak SD umumnya adalah 7 sampai 11 tahun. Salah satunya adalah siswa kelas V SD berada pada umur 10 sampai 11 tahun. Beberapa hal tersebut menunjukkan bahwa anak di SD kelas V berada pada tahap perkembangan kognitif operasional konkret, seperti pada teori Piaget anak akan lebih mudah belajar dengan hal-hal yang nyata. Sedangkan Vygotsky berpendapat lain bahwa perkembangan kognitif dan sosial anak berjalan secara berdampingan. Dilihat dari keseharian belajar anak di Sekolah Dasar pasti mengalami interaksi dengan orang lain misalnya dengan guru ataupun teman satu kelas. Oleh karena itu, untuk menunjang kognitif dan sosial anak dapat berjalan secara berdampingan maka dibutuhkan model pembelajaran yang mendukung keduanya. Model pembelajaran yang diduga menunjang berjalannya pembelajaran yang berdampingan antara kognitif dan sosialnya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).

(50)

33 Kemampuan berpikir kritis sangat dianjurkan bagi anak usia SD dengan pengembangan melalui pelajaran-pelajaran SD. Salah satu mata pelajaran yang dapat digunakan sebagai sarana pengembangan berpikir kritis yaitu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam dan segala isinya, sehingga cakupan materinya luas. Banyak konsep dalam mata pelajaran IPA yang dekat dengan kehidupan anak. Hal itu dapat menjadi pilihan untuk dapat dikritisi salah satunya adalah pada materi sistem pernafasan pada hewan. Penelitian ini akan fokus pada pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share pada pembelajaran IPA kelas V pada materi sistem pernafasan pada hewan.

Selain itu faktor pendukung lainnya adalah penerapan kurikulum 2013 di SD yang menuntut siswa aktif dalam pembelajaran. Penekanan keaktifan siswa dalam pembelajaran pada penelitian ini ditekankan pada pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Salah satu mata pelajaran yang dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis mengeksplanasi dan meregulasi diri. IPA sendiri diterapkan pada beberapa tingkatan kelas di SD dan salah satunya adalah pada kelas V dengan Tema II yang relevan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah sistem pernafasan pada hewan.

(51)

34 pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) akan berpengaruh terhadap kemampuan mengeksplanasi dan meregulasi diri siswa.

2.3 Hipotesis Penelitian

2.3.1 Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) berpengaruh terhadap kemampuan mengeksplanasi siswa kelas V Sekolah Dasar.

Gambar

Gambar 2.2 Desain ZPD menurut Vygotsky.
Gambar 2.3 Bagan Langkah-langkah Model Pembelajaran Think Pair Share
Tabel 2.1 Dimensi Kognitif dalam Kecakapan Berpikir Kritis
Gambar 2.3 Literature Map
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini memberitahukan bahwa setelah diadakan Penetapan oleh Pejabat Pengadaan barang/jasa Dinas Perikanan Kabupaten Pesawaran maka diberitahukan Pemenang Pengadaan Langsung.

Pokja ULP PB-24/POKJA SKPD09pada Pemerintah Kabupaten Banjar akan melaksanakan Pelelangan Umumdengan pascakualifikasi secara elektronik untuk paket pekerjaan pengadaan barang

Pusat Pengembangan Minat dan Bakat pemuda Tanjung Morawa atau lebih sering kita kenal dengan nama Gelanggang Remaja, merupakan suatu wadah yang memungkinkan

PENERAPAN TEKNIK TPS (THINK, PAIR, AND SHARE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KALIMAT UTAMA PARAGRAF DESKRIPSI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Terhadap permohonan hak atas tanah yang telah terlanjur diajukan kepada Menteri Dalam Negeri sedang berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.6 Tahun.

Hasil penelitian responden dengan status gizi normal yang tidak memiliki gangguan tidur yaitu sebanyak 36 orang (67,9%) sedangkan yang memiliki masalah gangguan tidur

Seperti halnya dengan pelimpahan wewenang tentang pemberian hak atas tanah yang hinbgga kini berlaku, maka dalam Peraturan ini pelimpahan wewenang pemberian hak atas tanah yang

Bahwa pemberian Hak Guna Bangunan yang timbul/berasal dari Undang-Undang No.3 Prp tahun 1960 dan Peraturan Presidium Kabinet Republik Indonesia No.5/Prk/1965