• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1 Analisis Lingkungan Eksternal KWT Hanjuang

6.1.1 Analisis Lingkungan Jauh

Lingkungan jauh terdiri dari faktor-faktor yang bersumber dari luar yang dapat memberikan peluang maupun ancaman bagi perusahaan dalam menjalankan produksinya. Lima kekuatan utama dalam lingkungan jauh yaitu faktor ekonomi, sosial dan demografi, politik, teknologi, dan faktor ekologi.

1. Faktor Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi memberikan dampak yang cukup berpengaruh terhadap berjalannya aktifitas usaha KWT Hanjuang. Pertumbuhan ekonomi ditunjukkan dengan adanya peningkatan PDRB Bogor dan pertumbuhan ekonomi Bogor atas dasar harga konstan (Tabel 18).

Tabel 18. Nilai serta Persentase Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Periode Tahun 2004-2008

Tahun Nilai PDRB (Juta) Persentase Pertumbuhan (Persen)

2004 305.703.401,83 4,77 2005 389.244.653,84 5,60 2006 473,187,292.61 6,02 2007 526,608,764.85 6,48 2008 602.420.555,35 5,83 Sumber : BPS (2010)

Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa PDRB Jawa Barat terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, persentase peningkatan PDRB Jawa Barat pada tahun 2004 sebesar 4,77 persen, kemudian pada tahun 2005 persentase PDRB Jawa Barat mengalami peningkatan sebesar 5,60 persen, tahun 2006 sampai 2008 persentase PDRB mengalami peningkatan masing-masing sebesar

67 6,02 persen, 6,48 persen, dan 5,83 persen. Bila di total, maka persentase rata-rata peningkatan PDRB Provinsi Jawa Barat dari tahun 2004 sampai tahun 2008 sebesar 5,72 persen.

Sejalan dengan semakin meningkatnya PDRB Bogor, maka secara umum pertumbuhan ekonomi di Bogor semakin membaik. Hal ini secara tidak langsung berdampak pada peningkatan pendapaan rata-rata dan konsumsi masyarakat Bogor. Tingkat pendapatan yang semakin meningkatkan pada akhirnya nanti akan menentukan apakah rumah tangga atau individu akan lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat atau protein yang akan berpengaruh pada tingkat konsumsi berkualitas dan sesuai dengan persyaratan gizi. Disamping itu, peningkatan pertumbuhan ekonomi nantinya juga akan berdampak positif terhadap peningkatan permintaan akan jamur tiram putih yang tentunya juga akan menuntut peningkatan penyediaan akan bibit dan media tanam jamur tiram putih sebagai faktor utama keberhasilan kegiatan budidaya jamur tiram putih itu sendiri. 2. Faktor Sosial Budaya dan Demografi

Peningkatan kebutuhan produk hortikultura menuntut adanya suatu cara yang dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi hortikultura. Sistem pertanian konvensional dengan penggunaan input-input anorganik dan bahan- bahan kimia dalam proses budidaya ternyata membawa dampak negatif, akibatnya terjadi masalah baru pada komoditas hortikultura seperti pencemaran lingkungan oleh penggunaan bahan kimia berlebih, ketergantungan terhadap bahan kimia, serta gangguan kesehatan yang diakibatkan adanya residu zat kimia berlebih yang terkandung pada komoditas sayuran.

Penggunaan bahan-bahan kimia seperti pupuk dan pestisida terbukti dapat meningkatkan hasil produksi pangan dan hortikultura, tetapi dalam jangka panjang akan memberikan dampak negatif seperti menurunkan tingkat kesuburan tanah dan merusak kelestarian ekosistem. Konsumsi makanan yang mengandung banyak zat-zat adiktif yang belebih telah terbukti dapat menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh, menyebabkan penyakit degeneratif seperti kanker, stroke dan serangan jantung yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian. Kondisi tersebut memaksa masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih makanan dalam kehidupan sehari-harinya.

68 Kesadaran masyarakat yang semakin tinggi untuk mengkonsumsi makanan yang rendah zat adiktif dan tinggi serat menyebabkan permintaan akan produk hortikultura semakin meningkat termasuk didalamnya jamur tiram putih. Pola hidup sehat yang coba diterapkan oleh sebagian besar masyarakat memberikan peluang bagi petani jamur tiram putih untuk meningkatkan volume penjualannya. Dengan demikian, hal tersebut juga akan memberikan peluang bagi KWT Hanjuang untuk meningkatkan volume produksi bibit dan media tanam jamur tiram putih untuk dipasarkan ke kalangan petani yang memproduksi jamur tiram putih segar. Disamping itu, peningkatan jumlah penduduk berimplikasi pada peningkatan kebutuhan akan barang dan jasa. Penduduk kabupaten bogor yang setiap tahunnya semakin meningkat tentunya akan menjadi pasar potensial bagi komoditas jamur tiram putih sehingga semakin banyak pelaku usaha yang mencoba melakukan usaha budidaya jamur tiram putih yang sangat membutuhkan pasokan bibit dan media tanam jamur tiram putih yang berkualitas untuk mendukung usahanya. Peningkatan permintaan akan jamur tiram putih sebagai akibat dari pertambahan jumlah penduduk khususnya dikabupaten bogor merupakan peluang KWT Hanjuang dalam memasarkan bibit dan media tanam jamur tiram putih yang merupakan faktor utama untuk usaha budidaya jamur tiram putih yang semakin banyak diminati oleh sebagaian besar pelaku usaha. 3. Faktor Politik

Faktor politik dan kebijakan pemerintah sangat berperan dalam menciptakan kestabilan yang sangat berguna untuk mendukung situasi dalam berbisnis. Pembangunan pertanian yang sedang digalakkan pemerintah melalui Departemen Pertanian yang sudah berjalan sejak tahun 2005 dengan landasan revitalisasi pertanian yang didalamnya bertujuan untuk melakukan peningkatan produksi dan ekspor komoditas pertanian termasuk didalamnya jamur akan memberikan peluang bagi industri jamur untuk melakukan pengembangan usaha. Selain itu, pemerintah juga membuat kebijakan untuk membina Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam mengelola dan mengembangkan usahanya. Pemerintah mengeluarkan bentuk-bentuk (skim) perkreditan seperti: Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja (KMK) dengan tingkat bunga yang lebih kecil dari tingkat bunga umum. Pemerintah menetapkan setiap BUMN untuk menyisihkan

69 lima persen dari laba bersihnya untuk pembinaan usaha kecil. Saat ini, bank pemerintah dan bank swasta mengalokasikan 20 persen dari dana kreditnya dengan tingkat bunga sebesar 15–19 persen per tahun dengan agunan proyek yang dibiayai dengan kredit tersebut.

Program KUR yang sudah mulai dijalankan sejak 2008 dengan dikeluarkannya Inpres No.6/2007 tentang kebijakan untuk mempercepat pengembangan sektor-sektor usaha masyarakat dan pemberdayaan usaha skala kecil, untuk meningkatkan aksesbilitas terhadap kredit dan lembaga-lembaga keungan, mengurangi tingkat kemiskinan, dan memperluas kesempatan kerja. KUR merupakan modal kerja dan kredit investasi yang disediakan secara khusus untuk unit usaha melalui program penjaminan kredit perseorangan, kelompok atau koperasi. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini berkisar antara Rp.5 juta sampai Rp.500 juta yang dikenakan bunga 12-16 persen. Adanya kebijakan pemerintah dalam hal pemberian kredit tersebut, menjadi peluang bagi perusahaan jamur termasuk didalamnya KWT Hanjuang sebagai penyedia bibit dan media tanam jamur tiram putih untuk mengembangkan usahanya.

4. Faktor Teknologi

Faktor Teknologi memiliki peran penting dalam proses produksi jamur, dimana perannya dapat meningkatkan produksi serta mutu jamur. Perkembangan teknologi memberikan peluang yang besar bagi perkembangan suatu perusahaan. Pada saat ini kemajuan teknologi begitu pesat seiring dengan perkembangan zaman. Dalam prakteknya, perkembangan teknologi harus disesuaikan dengan proses produksi, proses pemasaran dan keinginan pasar. Pengamatan terhadap lingkungan diperlukan untuk menentukan perubahan teknologi apa yang memiliki dampak terhadap produk yang dihasilkan. Perubahan teknologi pada umumnya mengarah pada biaya produksi dan harga jual yang rendah, kualitas produk yang meningkat, waktu produksi yang cepat dan efisien serta pelayan yang lebih cepat.

Perkembangan teknologi menurut Deptan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009, maka program riset dan teknologi difokuskan pada enam bidang prioritas yaitu: (1) pembangunan ketahanan pangan; (2) penciptaan dan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan; (3) pengembangan teknologi dan manajemen transportasi; (4)

70 pengembangan teknologi informasi dan komunikasi; (5) pengembangan teknologi pertahanan; dan (6) pengembangan teknologi kesehatan dan obat-obatan.

Jamur memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi, sehingga jamur dapat dikembangkan sebagai salah satu sumber pendukung terwujudnya kecukupan pangan. Menurut FAO, jamur segar mengandung protein nabati lebih besar dibandingkan dengan sayuran lainnya. Jamur yang tercakup antara lain adalah jamur tiram, mengandung kadar protein sebesar 7,7 persen dan karbohidrat 73,6 persen. Sebagai bahan makanan, nilai protein tersebut cukup baik untuk menunjang kebutuhan tubuh terhadap zat pembangun. Jamur terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan (Badan POM, 2005 dalam Deptan, 2006), sehingga pengembangan jamur dapat diarahkan untuk pencegahan penyakit dan pemulihan kesehatan.

Untuk mempermudah dan mempercepat pengembangan industri jamur maka sangat diperlukan adanya pengumpulan database untuk pemetaan zonasi dan jenis jamur di Indonesia. Dengan melakukan pendataan jamur, maka akan ditemukan penyebaran jenis jamur yang luas di Indonesia yang kemudian akan diarahkan untuk pengembangan jamur yang ada di Indonesia. Ditinjau dari segi standarisasi kualitas, produk perlu memiliki standarisasi kualitas yang mengacu kepada berbagai referensi yang relevan, baik untuk yang belum terolah maupun hasil pengolahan, dalam rangka jaminan kualitas produk bagi konsumen serta mempertahankan daya saing perdagangan terhadap produk sejenis dari negara- negara lain. Jamur terutama yang termasuk dalam kategori golongan jamur pangan, sebagaimana jenis hortikultura lainnya setelah dipanen akan cepat sekali mengalami perubahan-perubahan yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil panen. Perubahan-perubahan tersebut meliputi pelayuan, pematangan, pencoklatan, pelunakan, penyusutan, serta perubahan tekstur, aroma, dan rasa. Karena alasan tersebut, komoditi ini digolongkan ke dalam kelompok komoditi yang rapuh dan sangat mudah rusak (perishable commodities) dan diperlukan teknologi pasca panen jamur, pengawetan serta pengolahannya. Pengembangan budidaya jamur ini perlu didukung oleh beberapa instansi terkait maupun kegiatan lain seperti:

71 1. Meningkatkan kerjasama dan koordinasi instansi pemerintah untuk merencanakan pengembangan komoditas jamur secara terpadu dan pemasyarakatan komoditas jamur sebagai bahan pangan

2. Kerjasama antar Lembaga Penelitian, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Instansi terkait lainnya untuk transfer teknologi dan menyebarluaskan hasil-hasil penelitian di bidang teknologi produksi jamur sehingga petani mampu mengembangkan di daerah masing-masing.

3. Diperlukan penumbuhan minat pengusaha di bidang produksi benih dan bibit jamur sehingga petani akan mendapatkan benih dan bibit jamur secara mudah dengan harga terjangkau dan kualitas yang baik.

Salah satu proses produksi yang penting untuk menjamin keberhasilan panen adalah pada proses sterilisasi. Teknologi yang digunakan untuk proses sterilisasi pada perusahaan jamur, pada umumnya masih menggunakan drum- drum yang dipanaskan. Perkembangan teknologi dalam proses sterilisasi pun memberikan pengaruh bagi perusahaan. Teknologi yang lebih baik untuk proses sterilisasi telah ditemukan, akan tetapi harganya relatif mahal. Salah satu alat sterilisasi yang teknologinya sudah cukup baik dan harganya relatif lebih murah adalah autoklaf. Dengan adanya autoclave dapat meningkatkan produksi serta menghemat bahan bakar. Berdasarkan data di atas maka didapatkan hal yang merupakan peluang bagi industri jamur untuk berkembang terdapat pada salah satu poin Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dari Departemen Pertanian (DEPTAN) yaitu Industri jamur diarahkan untuk ketahanan pangan dan pengembangan teknologi kesehatan dan obat-obatan serta alat sterilisasi autoclave.

5. Faktor Ekologi

Letak Indonesia yang memiliki dua musim yaitu musim panas dan musim hujan, mendukung jamur untuk berproduksi sepanjang tahun. Lokasi perusahaan yang berada pada ketinggian 700 meter diatas permukaan laut dengan suhu 250- 300 Celcius sesuai untuk pertumbuhan miselium maupun tubuh buah jamur tiram putih.

Mengenai limbah hasil produksi bibit dan media tanam jamur tiram putih dapat dimanfaatkan untuk pupuk karena bahan-bahan substrat yang terkandung

72 dari limbah media tanam dapat memperbaiki sifat-sifat fisik dan biologi tanah. Bahan-bahan yang dimaksud adalah bekatul, dedak, dan serbuk kayu lunak yang semakin lapuk seiring masa panennya. Selain itu, digunakannya kapur sebagai bahan tambahan dalam pembuatan media tanam berfungsi sebagai bahan yang mampu mengurangi tingkat keasaman ketika sudah menjadi limbah sehingga aman digunakan sebagai pupuk.