• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis strategi pengembangan usaha bibit dan media tanam jamur tiram putih pada "Kelompok Wanita Tani Hanjuang" di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis strategi pengembangan usaha bibit dan media tanam jamur tiram putih pada "Kelompok Wanita Tani Hanjuang" di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BIBIT DAN MEDIA TANAM JAMUR TIRAM PUTIH PADA “KELOMPOK WANITA TANI HANJUANG” DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

AMLI RAMA DANA HARAHAP H34076015

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

AMLI RAMA DANA HARAHAP. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Bibit dan Media Tanam Jamur Tiram Putih Pada “Kelompok Wanita Tani Hanjuang” di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan SUHARNO)

Pola hidup sehat dan telah berkembang menjadi gaya hidup sebagian besar masyarakat Indonesia mengakibatkan peningkatan konsumsi terhadap sayuran. Peningaktan konsumsi terhadap sayuran tersebut memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan bisnis jamur yang yang pada akhirnya menuntut ketersediaan terhadap pasokan bibit dan media tanam dalam mendukung kegiatan budidaya yang telah menjadi alternatif usaha yang mulai di kembangkan oleh sebagian besar pelaku usaha yang ada. Kelompok Wanita Tani Hanjuang merupakan salah satu produsen bibit dan media tanam jamur tiram putih yang ada diwilayah Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan usaha bibit dan media tanam jamur tiram putih pada Kelompok Wanita Tani Hanjuang. 2) Merumuskan dan memprioritaskan stategi terbaik yang dapat diterapkan dan direkomendasikan kepada Kelompok Wanita Tani Hanjuang. Penelitian ini hanya sampai kepada tahap formulasi dari manajemen strategis. Untuk tahap implementasi dan evaluasi strategi merupakan wewenang dari manajemen Kelompok Wanita Tani Hanjuang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai Bulan September 2010 pada Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak perusahaan dan pengisian kuisioner dari empat orang responden, sedangkan Data sekunder diperoleh melalui literatur ataupun studi pustaka yang mendukung penelitian. Data tersebut dapat bersumber dari data laporan internal perusahaan, surat kabar, situs-situs internet Badan Pusat Statistik (BPS), buku teks manajemen strategis, perpustakaan IPB, dan data-data dari beberapa instansi terkait lainnya.

Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini mengidentifikasikan lingkungan faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang akan dihadapi Kelompok Wanita Tani Hanjuang, sedangkan untuk merumuskan dan menyusun strategi usaha yang tepat terdapat tiga tahapan yang akan ditempuh yaitu tahap masukan (the input stage), tahap pencocokan (the matching stage) dan tahap keputusan (the decision stage)

(3)

ii Berdasarkan hasil analisis matriks IFE didapat total skor sebesar 2,333 yang artinya bahwa kemampuan perusahaan untuk mengatasi kelemahan dengan mengunakan kekuatannya tidak terlalu kuat dan tidak terlalu lemah. Sedangkan hasil analisis matriks EFE didapatkan total skor sebesar 3,027 yang artinya bahwa kemampuan perusahaan untuk mengatasi ancaman yang harus dihadapi dengan memanfaatkan peluang yang ada sudah baik. Hasil analisis matriks IE menempatkan posisi Kelompok Wanita Tani Hanjuang pada kuadran II, yaitu memiliki kemampuan internal yang sedang dan eksternal yang kuat. Perusahaan yang masuk dalam kuadran ini sebaiknya dikelola dengan strategi grow and build. Strategi yang umum digunakan dalam kuadran ini adalah strategi intensif, seperti

market penetration, market development, dan product development atau strategi terintegrasi, seperti backward integration, forward integration, dan horizontal integration.

Untuk analisis SWOT pada penelitian ini menghasilkan tujuh alternatif strategi yang dapat dijalankan oleh Kelompok Wanita Tani Hanjuang, yaitu : 1) Mempertahankan/meningkatkan kualitas produk; 2) Memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen; 3) Mempertahankan harga produk yang bersaing; 4) Menerapkan perkembangan teknologi; 5) Meningkatkan jumlah produksi; 6) Meningkatkan komunikasi dalam organisasi; 7) Meningkatkan kualitas SDM perusahaan.

(4)

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BIBIT DAN MEDIA TANAM JAMUR TIRAM PUTIH PADA “KELOMPOK WANITA TANI HANJUANG” DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

AMLI RAMA DANA HARAHAP H34076015

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Strategi Pengembangan Usaha Bibit dan Media Tanam Jamur Tiram Putih pada “Kelompok Wanita Tani Hanjuang” di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor

Nama : Amli Rama Dana Harahap

NIM : H34076015

Disetujui, Pembimbing

Dr.Ir. Suharno, M.Adev NIP.19610610 198611 1 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Strategi Pengembangan Usaha Bibit dan Media Tanam Jamur Tiram Putih pada Kelompok Wanita Tani Hanjuang di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 16 Maret 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penluis dilahirkan di Medan pada tanggal 5 Juni 1987. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak A.H. Harahap dan Ibunda L. Sembiring.

Penulis memulai pendidikan pada tahun 1992 di SD Negeri 1 Dolok Batu Nanggar dan lulus pada tahun 1998. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan jenjang pendidikannya di SLTPN 1 Dolok Batu Nanggar Pematang Siantar dan lulus tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikannya ke SMUN 1 Dolok Batu Nanggar dan lulus pada tahun 2004.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Strategi Pengembangan Usaha Bibit dan Media Tanam Jamur Tiram Putih pada Kelompok Wanita Tani Hanjuang di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh Kelompok Wanita Tani Hanjuang dalam memanfaatkan peluang maupun meminimalkan dampak dari ancaman yang dihadapi oleh Kelompok Wanita Tani Hanjuang yang pada akhirnya akan menghasilkan alternatif strategi yang paling tepat yang dapat di terapkan oleh Kelompok Wanita Tani Hanjuang dalam melakukan pengembangan usaha bibit dan media tanam jamur tiram putih.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Dr. Ir. Suharno, M.Adev selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Popong Nurhayati, MM dan Suprehatin, SP selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Ir. Dwi Rachmina, MS yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis

4. Dr. Ir.Ratna Winandi, MS selaku dosen evaluator pada kolokium penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan proposal penelitian.

5. Mama, Papa, Adik dan Kakakku tercinta serta seluruh keluarga atas kasih sayang, doa dan semangat yang senantiasa diberikan.

6. Ibu Hj. Endjah Khodijah beserta seluruh karyawan Kelompok Wanita Tani Hanjuang waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan selama penelitian

7. Saudara Pandiyuda selaku pembahas dalam seminar atas saran dan masukan yang telah diberikan untuk membangun skripsi ini.

8. Jila Alfarisah, yang selalu setia menemani baik dalam suka maupun duka serta atas perhatian dan kasih sayangnya selama ini.

9. Suhardian, Iqbal, Mona, Hendra, Alin serta seluruh teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas kerjasama dan kebersamaan yang terjalin selama ini.

10.Rafael, Arjun, Jack, David, Febri, Mba’ Ipeh, Mas Prapto, Mas Fe’ serta

seluruh personil Cyber Gun atas kekompakan yang telah terjalin selama ini.

(10)

DAFTAR ISI

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 13

II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1 Karakteristik dan Deskripsi Jamur Tiram ... 14

2.2 Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih ... 16

2.2.1 Sarana Produksi Jamur Tiram Putih ... 16

2.2.2 Budidaya Jamur Tiram Putih ... 19

2.3 Analisis Penelitian Terdahulu ... 22

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 27

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 27

3.1.1 Strategi ... 27

3.1.2 Konsep Manajemen Strategi ... 27

3.1.3 Perumusan Strategi ... 28

3.1.4 Alternatif Strategi ... 28

3.1.5 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan ... 30

3.1.6 Analisis Lingkungan Perusahaan ... 31

3.1.6.1 Analisis Lingkungan Eksternal ... 31

3.1.6.2 Analisis Lingkungan Internal ... 36

3.1.7 Matriks Evaluasi Faktor Ekstenal (EFE) ... 40

3.1.8 Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) ... 41

3.1.9 Matriks Internal-Eksternal (IE) ... 41

3.1.10 Matriks SWOT ... 42

3.1.11 Matriks QSP ... 43

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 43

IV METODE PENELITIAN ... 46

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 46

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 47

4.4 Metode Pengolaha dan Analisis Data ... 48

4.4.1 Analisis Deskriptif ... 48

(11)

ii

4.4.2.1 Tahap Masukan (The Input Stage) ... 48

4.4.2.2 Tahap Pencocokan (The Matching Stage) ... 54

4.4.2.3 Tahap Keputusan (The Decision Stage) ... 56

V GAMBARAN UMUM KELOMPOK WANITA TANI HANJUANG ... 59

5.1 Sejarah dan Perkembangan KWT Hanjuang ... 59

5.2 Lokasi KWT Hanjuang ... 60

5.3 Struktur Organisasi KWT Hanjuang ... 61

5.4 Sumberdaya KWT Hanjuang ... 63

5.5 Operasional Kegiatan ... 64

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 66

6.1 Analisis Lingkungan Eksternal KWT Hanjuang ... 66

6.1.1 Analisis Lingkungan Jauh ... 66

6.1.2 Analisis Lingkungan Persaingan Industri dan Kompetisi ... 72

6.2 Analisis Lingkungan Internal KWT Hanjuang ... 76

6.2.1 Manajemen ... 76

6.2.2 Keuangan ... 77

6.2.3 Produksi dan Operasi ... 78

6.2.3.1 Bahan Baku Pembuatan Bibit... 79

6.2.3.2 Pembuatan Kultur Murni (F0) ... 80

6.2.3.3 Pembuatan Bibit Induk (F1) ... 82

6.2.3.4 Pembuatan Bibit Produksi (F2) ... 84

6.2.3.5 Pola Produksi Bibit (F3) ... 87

6.2.4 Sumber Daya Manusia ... 89

6.2.5 Penelitian dan Pengembangan ... 89

6.3 Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman pada KWT Hanjuang ... 90

6.3.1 Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan pada KWT Hanjuang ... 90

6.3.2 Identifikasi Peluang dan Ancaman pada KWT Hanjuang ... 93

VII FORMULASI STRATEGI ... 98

7.1 Tahap Masukan (The Input Stage) ... 98

7.1.1 Analisis Matriks IFE ... 98

7.1.2 Analisis Matriks EFE ... 100

7.2 Tahap Pencocokan (The Matching Stage) ... 102

7.2.1 Analisis Matriks IE ... 102

7.2.2 Analisis Matriks SWOT ... 104

7.3 Tahap Keputusan (The Decision Stage) ... 109

VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 111

8.1 Kesimpulan ... 111

8.2 Saran ... 112

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Persentase Nilai PDB Komoditas Hortikultura Indonesia berdasarkan

Harga Berlaku Periode 2004-2008 ... 1

Tabel 2. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia periode 2007-2008 ... 3

Tabel 3. Nilai Gizi Jamur Tiram Putih dan Sayuran dalam 100 gram Bahan ... 4

Tabel 4. Rata-Rata Permintaan Ekspor Jamur Indonesia per bulan berdasarkan Negara Tujuan ... 5

Tabel 5. Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih ... 6

Tabel 6. Permintaan dan Penawaran Jamur di Beberapa Kota di Jawa Barat ... 6

Tabel 7. Jumlah Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2007 ... 8

Tabel 8. Permintaan Bibit Produksi (F2) Jamur Tiram Putih pada KWT Hanjuang ... 11

Tabel 9. Kebutuhan Bahan-Bahan dalam Budidaya Jamur Tiram ... 19

Tabel 10. Penelitan Terdahulu ... 26

Tabel 11. Alat Analisis PEST (Daftar fenomena yang mungkin menghasilkan Peluang/Ancaman) ... 32

Tabel 12. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Organisasi... 49

Tabel 13. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Organisasi ... 50

Tabel 14. Matriks IFE ... 52

Tabel 15. Matriks EFE ... 53

Tabel 16. Matriks SWOT ... 56

Tabel 17. Matriks QSP (Quantitatif Strategic Planning) ... 58

Tabel 18. Nilai serta Persentase Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Periode Tahun 2004-2008 ... 66

Tabel 19. Pemasok Bahan Baku Usaha Bibit dan Media Tanam Jamur Tiram Putih pada KWT Hanjuang ... 73

Tabel 20. Kebutuhan Bahan Baku Usaha Bibit dan Media Tanam Jamur Tiram Putih pada KWT Hanjuang ... 79

Tabel 21. Turunan Jumlah Produksi pada Setiap Tahapan Pembuatan Bibit untuk Satu Siklus Produksi Bibit Produksi (F2) ... 88

Tabel 22. Analisis Matriks IFE (External Factor Evaluation) KWT Hanjuang .. 99

Tabel 23. Analisis Matriks EFE ( Eksternal Factor Evaluation) KWT Hanjuang ... 101

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kekuatan-kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri

(Pearce dan Robinson 1997) ... 34

Gambar 2. Analisis SWOT ... 42

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional ... 45

Gambar 4. Matriks IE menurut David (2004) ... 55

Gambar 5. Struktur Organisasi KWT Hanjuang ... 62

Gambar 6. Tahapan Proses Produksi Usaha Pembibitan Jamur Tiram Putih pada KWT Hanjuang ... 65

Gambar 7. Tahapan Pembuatan Kultur Murni (F0) Jamur Tiram Putih ... 80

Gambar 8. Tahap Pembuatan Bibit Induk (F1) ... 83

Gambar 9. Tahap Pembuatan Bibit Produksi (F2) Jamur Tiram Putih ... 85

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Layout Pemanfaatan Lahan pada Kelompok Wanita Tani

Hanjuang ... 116

Lampiran 2. Pola Produksi Media Tanam dan Bibit Jamur Tiram Putih pada KWT Hanjuang ... 117

Lampiran 3. Pembobotan Terhadap Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman pada KWT Hanjuang ... 118

Lampiran 4. Penilaian Bobot Rata-Rata Faktor Strategis Internal ... 122

Lampiran 5. Penilaian Bobot Rata-Rata Faktor Strategis Eksternal ... 123

Lampiran 6. Penilaian Rating Rata-Rata Faktor Strategis Internal ... 124

Lampiran 7. Penilaian Bobot Rata-Rata Faktor Strategis Eksternal ... 125

Lampiran 8. Analisis Matriks SWOT ... 126

(15)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Hal tersebut tentunya membuka peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan sektor pertanian dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat, serta memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis makanan. Secara umum, Indonesia sebagai salah satu negara yang beriklim tropis mempunyai peluang yang cukup besar untuk mengembangkan produk-produk pertanian khususnya produk pangan, dimana didalamnya terdapat produk hortikultura yaitu buah-buahan dan sayuran.

Tanaman hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang menempati posisi penting dalam memberi kontribusi bagi perekonomian Indonesia, dimana tanaman hortikultura dapat dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu tanaman buah-buahan, tanaman sayuran, tanaman biofarma, dan tanaman hias. Kontribusi komoditas hortikultura bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 berdasarkan penilaian jumlah Produk Domestik Bruto (PDB), dimana nilai PDB tersebut dapat dijadikan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk mengetahui peranan dan kontribusi sub-sektor hortikultura terhadap pendapatan nasional.

Tabel 1. Persentase Nilai PDB Komoditas Hortikultura Indonesia berdasarkan Harga Berlaku Periode 2004-2008

Kelompok Komoditi Persentase (%)

2004 2005 2006 2007 2008

Buah-buahan 8,9 3,0 11,8 19,5 0,7

Sayuran 0,9 9,1 9,1 3,6 7,2

Tanaman Biofarma 27,8 28,6 34,1 9,1 0,3

Tanaman Hias 2,4 1,2 1,5 28,6 7,1

Hortikultura 5,5 8,7 11 13,9 3,3

(16)

2 Pada Tabel 1 dapat dilihat perkembangan PDB komoditas hortikultura Indonesia yang menunjukkan perkembangan positif dari setiap kelompok komoditinya. Pada tahun 2004 persentase nilai tanaman hortikultura terhadap PDB sebesar 5,5 persen dan selanjutnya pada tahun 2006 dan 2007 terus mengalami peningkatan masing-masing sebesar 11 persen dan 13,9 persen. Pada tahun 2008 persentase nilai tanaman hortikultura terhadap PDB mengalami peningkatan yang tidak terlalu besar seperti tahun sebelumnya yaitu sebesar 3,3 persen. Kegiatan usahatani, khususnya komoditas sayuran saat ini mulai banyak dikembangkan, selain memiliki peranan yang sangat besar dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat, komoditas ini juga sangat potensial serta prospektif untuk diusahakan karena umumnya metode pembudidayaannya relatif mudah dan sederhana. Hal ini yang menjadikan komoditas sayuran memiliki peningkatan nilai persentase paling tinggi pada tahun 2008 yaitu sebesar 7,2 persen mengalahkan komoditas-komoditas lainnya.

Pola hidup sehat yang dewasa ini telah menjadi gaya hidup sebagian besar masyarakat menjadikan minat masyarakat untuk lebih mengkonsumsi sayuran cenderung meningkat dan berpengaruh terhadap perkembangan bisnis jamur yang merupakan salah satu bagian dari komoditas sayuran. Disamping itu, penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, juga merupakan pasar yang sangat besar untuk pemasaran jamur konsumsi. Terlebih lagi, jika budaya mengonsumsi jamur bisa dikembangkan seperti di negara-negara maju yang masyarakatnya sudah sangat menggemari masakan dari jamur.

(17)

3 konsumsi biasanya datang dari rumah makan, hotel-hotel berbintang, rumah makan vegetarian, dan restoran kelas atas yang menyediakan menu olahan jamur. Seiring dengan perkembangan tanaman sayuran, produksi tanaman jamur juga mengalami perkembangan dalam beberapa tahun terakhir (Tabel 2).

Tabel 2. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia periode 2007-2008

No. Komoditas Produksi (Ton) Perkembangan

2007 2008

1 Kentang 1.003.732 1.044.492 4,06

2 Sawi 564.912 544.238 -3,66

3 Kacang Panjang 488.499 438.262 -10,28

4 Terung 390.846 389.534 -0,34

5 Wortel 350.170 350.453 0,08

6 Kangkung 335.086 292.182 -12,80

7 Buncis 266.790 242.455 -9,12

8 Labu Siam 254.056 361.301 42,21

9 Bayam 155.863 152.130 -2,40

10 Kembang Kol 124.252 97.703 -21,37

11 Jamur 48.247 61.349 27,16

12 Lobak 42.076 47.968 14,00

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2009)

Tabel 2 menunjukkan perkembangan produksi dari sebagian besar tanaman sayuran di Indonesia. Berdasarkan Tabel 2, hampir semua komoditas sayuran mengalami penurunan produksi. Penurunan produksi terbesar terdapat pada komoditas kembang kol dengan angka penurunan sebesar 21,37 persen. Komoditas yang mengalami peningkatan produksi terdapat pada komoditas labu siam dan jamur, dimana masing masing komoditas menunjukkan perkembangan yang positif pada angka 42,21 persen dan 27,16 persen.

(18)

4 tumbuh pada media berupa limbah lignoselulosa, penggunaannya dalam proses fermentasi tidak membutuhkan input yang mahal dan merupakan sumber protein nabati yang tidak mengandung kolesterol sehingga aman untuk dikonsumsi setiap orang. Protein nabati yang terkandung pada jamur tiram putih relatif sama atau lebih tinggi dibandingkan protein sayuran lainnya dan memiliki kandungan lemak jenuh yang lebih rendah dibandingkan protein hewani dengan jumlah kalori yang sama (Tabel 3).

Tabel 3. Nilai Gizi Jamur Tiram Putih dan Sayuran dalam 100 gram Bahan No Bahan Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%)

1 Jamur Kuping 7.7 0.8 87.6

2 Jamur Shitake 17.7 8.0 67.5

3 Jamur Tiram Putih 30.4 2.2 57.6

4 Jamur Merang 16.0 0.9 64.5

5 Bayam 3.5 0.5 6.5

6 Kacang Panjang 2.7 0.3 7.8

7 Kangkung 3.0 0.3 5.4

8 Sawi 2.3 0.3 4.0

9 Wortel 1.2 0.3 9.3

10 Tauge 9.0 2.6 6.4

Sumber : Suriawiria (2006)

Tabel 3 menunjukkan bahwa kandungan protein jamur tiram putih relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jenis jamur lain seperti jamur kuping, jamur shitake, jamur merang, bayam, kacang panjang, kangkung, sawi, wortel dan tauge. Tidak hanya itu, kandungan protein yang tinggi tersebut ternyata didukung dengan kandungan lemak yang relatif rendah serta karbohidrat yang cukup tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jamur tiram putih merupakan makanan yang sehat dan dapat memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan dalam tubuh.

(19)

5 akan jamur tiram putih semakin meningkat, bukan hanya dalam negeri tetapi juga permintaan dari luar negeri yang masih sangat besar peluangnya. Menurut H.M Kudrat Slamet, Ketua Umum Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia (MAJI), produksi jamur Indonesia hanya mampu memenuhi 50 persen dari permintaan pasar dalam negeri dan hanya mampu memasok 0,9 persen dari pasar dunia. Angka tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan China yang memasok 33,2 persen pasar jamur dunia. Rata-rata permintaan jamur per bulan berdasarkan negara tujuan dapat ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-Rata Permintaan Ekspor Jamur Indonesia per bulan berdasarkan Negara Tujuan

Jenis Jamur Negara Tujuan Volume (Ton)

Jamur Merang Kalengan

Dari Tabel 4 dapat dilihat tingginya permintaan ekspor akan produk jamur setiap bulannya. Permintaan untuk jamur tiram putih mencapai 80 ton per bulan yang di ekspor ke negara China dan Singapura. Untuk jenis jamur lain yang juga memiliki permintaan yang juga cukup tinggi adalah jamur merang dengan tingkat permintaan mencapai 80 ton per bulannya.

(20)

6 Tabel 5. Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih

Provinsi Produktivitas

(ton/log)

Produksi (ton)

Jawa Barat 52,20 10.173,80

Jawa Tengah 143,00 2.285,10

D.I Yogyakarta 127,60 777,30

Jawa timur 127,60 10.231,61

Sumber : Ditjen Bina Produksi Hortikultura (2007)

Berdasarkan Tabel 5, Jawa tengah merupakan daerah yang memiliki produktivitas tertinggi dibandingkan provinsi lain dalam produksi jamur tiram putih yaitu sebesar 143 ton per log. Tingginya jumlah produksi yang dihasilkan Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 10.173,80 ton menjadikan provinsi ini menjadi salah satu sentra produksi jamur tiram putih. Namun tingginya produksi tersebut tidak diikuti dengan nilai produktivitas yang tinggi juga. Berdasarkan data dari tabel diatas, menempatkan Provinsi Jawa Barat menjadi provinsi dengan nilai produktivitas terendah yaitu sebesar 52,2 ton per log.

Bogor sebagai salah satu sentra penghasil jamur tiram diwilayah Jawa Barat belum dapat memenuhi permintaan yang ada. Berdasakan data dari MAJI, para produsen jamur yang ada diwilayah Bogor, baru dapat memenuhi permintaan sebesar 400 kg dari total permintaan 500 kg setiap harinya. Adapun jumlah permintaan dan penawaran untuk beberapa jenis jamur di daerah Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Permintaan dan Penawaran Jamur di Beberapa Kota di Jawa Barat

Kota Jenis Jamur Permintaan per hari

(21)

7 Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa sampai saat ini permintaan akan jamur tiram putih, merang dan kuping untuk wilayah Bogor belum dapat terpenuhi. Hal ini disebabkan para produsen jamur khususnya produsen jamur tiram putih yang ada diwilayah Bogor merupakan petani dengan skala usaha kecil yang masih mengalami berbagai hambatan seperti modal, peralatan budidaya, dan informasi pasar yang dibutuhkan. Permodalan yang terbatas mengakibatkan petani tidak dapat membeli peralatan dengan teknologi modern, sehingga produksi yang dihasilkannya pun tergolong sedikit dan tidak dapat memenuhi permintaan pasar yang ada.

Pola hidup sehat yang dewasa ini telah diterapkan dan menjadi gaya hidup sebagian besar masyarakat mengakibatkan tingginya permintaan akan komoditas jamur tiram putih. Kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi jamur tiram putih sebagai alternatif pangan sehat dan bernilai gizi tinggi tentunya juga akan memberikan pengaruh positif terhadap permintaan pasokan bibit dan media tanam jamur tiram putih. Hal ini dikarenakan bahwa bibit dan media merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan budidaya jamur tiram putih itu sendiri.

Tingginya permintaan akan pasokan bibit dan media tanam untuk melakukan budidaya mengakibatkan usaha pembibitan dan pembuatan media tanam menjadi pilihan alternatif usaha yang semakin menarik perhatian sebagian besar pelaku usaha. Semakin banyaknya petani dan perusahaan agribisnis yang bergerak dalam industri pembibitan dan pembuatan media tanam jamur tiram putih, menyebabkan semakin tingginya tingkat persaingan dalam industri penyediaan bibit dan media tanam jamur tiram putih. Oleh karena itu, petani dan perusahaan yang bergerak dalam industri ini harus memiliki strategi yang tepat agar dapat memperoleh keuntungan dan terus mempertahankan eksistensinya.

(22)

8 terjadi ditengah situasi ekonomi dan pasar yang relatif belum stabil. Ada perusahaan yang memfokuskan pada industri hulu, industri tengah saja, atau indusri hilir. Hal ini dilakukan untuk mengefisienkan biaya operasional (MAJI, 2007).

Industri hulu yaitu penyediaan bibit dan media tanam banyak diminati masyarakat dikarenakan teknis produksinya yang relatif mudah, bahan bakunya berlimpah, serta iklim yang sesuai. Bibit dan media tanam merupakan faktor penentu dalam menghasilkan jamur yang berkualitas, baik dari segi pertumbuhan maupun kuantitasnya. Namun demikian industri hulu masih memiliki tingkat persaingan antara sesama industri. Hal ini dikarenakan banyak perusahaan yang turut andil dalam melakukan budidaya terhadap jamur tiram putih disamping menjual bibit dan media tanam jamur putih juga, seperti yang dilakukan oleh Kelompok Wanita Tani Hanjuang (KWT Hanjuang).

Bogor merupakan salah satu sentra penghasil jamur tiram putih di Provinsi Jawa Barat. Beberapa kecamatan yang menjadi pemasok komoditas jamur tiram putih di Bogor disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2007

Sumber : Dinas pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun (2007)

(23)

9 tanam jamur tiram putih. Usaha ini terletak di Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang mulai melakukan kegiatan usaha ini sejak tahun 1997. Saat ini KWT Hanjuang dihadapkan pada beberapa permasalahan internal dan persaingan yang semakin kompetitif. Oleh karena itu untuk menjaga keberlangsungan perusahaan dalam menjalankan usahanya, diperlukan penyusunan rencana dan strategi usaha yang handal dan efektif dalam mempertahankan pasar yang ada selama ini maupun meraih pasar baru yang menjadi peluang bagi perusahaan.

1.2 Perumusan Masalah

Potensi dan peluang perkembangan pertanian pada subsektor hortikultura khususnya pada komoditas jamur tiram putih memiliki prospek yang baik dan telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Dengan kemajuan perekonomian, pendidikan, peningkatan pendapatan dan kesadaran masyarakat untuk kesehatan dan lingkungan menyebabkan permintaan akan komoditas jamur tiram putih semakin meningkat yang pada akhirnya juga akan memberikan pengaruh positif terhadap permintaan pasokan bibit dan media tanam jamur tiram putih yang semakin menarik perhatian sebagaian besar masayarakat untuk mulai diusahakan.

(24)

10 peningkatan produksi jamur. Selain itu, KWT Hanjuang ini juga memperoleh bantuan berupa autoclave dan pembuatan laboratorium beserta peralatan yang dibutuhkan. Pada tahun yang sama, Hj. Endjah berangkat ke Belanda, Belgia, dan Jerman melalui fasilitas PUM dengan tujuan untuk membandingkan usaha jamur di Eropa, khususnya Belanda yang terkenal sebagai salah satu Negara penghasil dan pemasok jamur di kawasan Eropa. Hj. Endjah juga mengikuti pelatihan budidaya jamur disana melalui rekomendasi dari PUM.

Pada tahun 2005, KWT Hanjuang kemudian mengembangkan usahanya dengan menjalankan pembibitan dan pembuatan media tanam jamur tiram putih sebagai usaha utamanya. Hal ini dilakukan karena pada saat itu masih minimnya perusahaan atau organisasi yang menjual bibit jamur tiram putih sedangkan permintaan akan bibit sangat tinggi. Selain itu juga didukung dengan adanya pengetahuan tentang pembibitan, sarana, serta prasarana yang dibutuhkan dalam melakukan pembibitan jamur tiram putih. Sejak awal dijadikannya pembibitan dan pembuatan media tanam jamur tiram putih sebagai kegiatan utama usahanya, perusahaan telah mengalami pasang surut produksi dan mampu bertahan dari munculnya para pengusaha dan petani baru yang bergerak dalam usaha yang sama.

(25)

11 Tabel 8. Permintaan Bibit Produksi (F2) Jamur Tiram Putih pada KWT Hanjuang

Sumber: KWT Hanjuang (2010)

Kebutuhan akan bibit dan media tanam yang terus meningkat mengakibatkan jumlah pelanggan semakin meningkat, namun peningkatan permintaan ini belum bisa diantisipasi oleh KWT Hanjuang. Disamping itu, masih adanya jabatan rangkap dimana pemimpin hanya dibantu oleh seseorang yang bertugas dalam bagian produksi, keuangan, administrasi, dan pemasaran serta dua orang tenaga kerja operasional merupakan salah satu kendala perusahaan dalam berkonsentrasi pada beberapa tanggung jawab dan wewenang merupakan masalah yang dihadapi oleh KWT Hanjuang dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Faktor lain seperti Kondisi persaingan pasar yang semakin kompetitif serta

ketidakstabilan politik dan ekonomi juga memberikan pengaruh bagi KWT Hanjuang dalam upaya pengembangan kegiatan usahanya. Untuk mengatasi

masalah tersebut, KWT Hanjuang harus dapat merumuskan strategi yang tepat dan sesuai dengan kondisi perusahaan agar mampu mengembangkan usahanya. Perumusan strategi tersebut dapat dilakukan dengan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan lingkungan internal perusahan dan mengidentifikasi peluang serta

No Nama Alamat Kapsitas

1 Cucu Komalasari Kp.Sukamanah,

Ciapus

15.000 220

2 Ahmad Kp.Sukamanah,

Ciapus

10.000 160

3 Lesti Kurniasih Kp.Sukamanah,

Ciapus

11 Kebutuhan KWT Hanjuang Desa Tamansari 17.000 360

(26)

12 ancaman yang datang dari eksternal perusahaan. Faktor-faktor internal dan eksternal tersebut selanjutnya dapat dikombinasikan untuk menghasilkan beberapa strategi yang dijadikan pilihan atau alternatif strategi untuk dapat dijalankan perusahaan dalam upaya mengatasi berbagai masalah yang ada.

Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Faktor-faktor lingkungan internal apa yang dapat menjadi kekuatan dan kelemahan bagi KWT Hanjuang ?

2. Faktor-faktor lingkungan eksternal apa yang dapat menjadi peluang dan ancaman bagi KWT Hanjaung ?

3. Apa rekomendasi alternatif strategi yang dapat dijalankan oleh KWT Hanjuang dalam mengembangkan usaha bibit dan media tanam jamur tiram putih ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor lingkungan internal yang dapat menjadi kekuatan dan kelemahan bagi KWT Hanjuang

2. Menganalisis faktor-faktor lingkungan eksternal yang dapat menjadi peluang dan ancaman bagi KWT Hanjuang

3. Menyusun dan merekomendasikan alternatif strategi pengembangan usaha bibit dan media tanam jamur tiram putih pada KWT Hanjuang

1.4 Manfaat Penelitian

(27)

13 1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(28)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik dan Deskripsi Jamur Tiram

Jamur termasuk ke dalam kerajaan (kingdom) fungi, jamur merupakan organisme eukariota karena inti selnya mempunyai inti sejati, dinding sel jamur terdiri dari zat khitin, tubuh atau soma jamur terdiri dari hifa yang berasal dari spora, jamur digolongkan sebagai tumbuhan heterotrofik karena jamur tidak mempunyai klorofil sehingga tidak dapat menghasilkan makanannya sendiri secara fotosintesis, oleh karena itu jamur mengambil zat-zat makanan dengan menyerap hasil penguraian materi organik (Gunawan, 2001).

Menurut Darma T. (2002), jamur mengalami fase vegetataif dan generatif dalam perkembangbiakannya. Menurut sub kelasnya jamur dibedakan menjadi dua, yakni Ascomycetes dan Basidiomycetes. Jamur dari subkelas Basidiomycetes

lebih mudah diamati karena ukuran tubuh buahnya cukup besar, sedangkan

Ascomycetes berukuran sangat kecil (mikroskopis).

Menurut Muchrodi (2001), disebut jamur tiram (Pleurotus ostreatus [Jacq. Ex. Fr] Kummer) karena bentuk tudung membulat, lonjong, dan agak melengkung seperti cangkang tiram. Ciri fisik jamur tiram yaitu tudungnya yang menyerupai cangkang tiram dengan diameter 5-15 cm, permukaannya licin dan agak berminyak ketika lembab, bagian tepinya agak bergelombang, letak tangkai lateral agak disamping tudung dan daging buah berwarna putih. Jamur Tiram memiliki berbagai nama, di Jepang jamur tiram dikenal dengan nama Shimeji, sedangkan di Eropa dan Amerika jamur tiram lebih dikenal dengan nama Abalone mushroom atau Ayster mushroom, dan di Indonesia populer dengan nama jamur tiram dikarenakan tudungnya yang menyerupai cangkang tiram.

Menurut Cahyana et, al (1997), jenis jamur tiram yang mulai banyak dibudidayakan antara lain sebagai berikut :

1. Jamur Tiram Putih, dikenal juga dengan nama Shimeji White (Varietas

Florida). Jamur ini tumbuh membentuk rumpun dalam satu media, warna tudungnya putih susu sampai kekuningan dengan garis tengah 3-14 cm. Setiap rumpun mempunyai percabangan yang cukup banyak. Daya simpan jamur

(29)

15 abu-abu, meskipun tudungnya lebih tipis dibandingkan dengan jamur tiram coklat dan jamur tiram abu-abu.

2. Jamur Tiram Coklat, dikenal juga dengan nama Abalon (Varietas Cystidiosus), warna tudung jamur jenis ini putih sedikit keabu-abuan sampai abu-abu kecoklatan dengan lebar 5-12 cm. Jamur tiram coklat merupakan jenis jamur tiram yang memiliki rumpun paling sedikit dibandingkan jamur tiram putih dan jamur tiram abu-abu, tetapi tudungnya lebih tebal dan daya simpannya relatif lebih tahan lama.

3. Jamur Tiram Abu-abu, dikenal dengan nama Shimeji Grey (Varietas

Sajor Caju). Jamur tiram jenis ini memiliki keunggulan dengan rumpun yang lebih banyak dibandingkan dengan jamur tiram putih dan jamur tiram abu-abu. Warna tudungnya abu-abu kecoklatan sampai kuning kehitaman dengan lebar 6-14 cm. Daya simpannya paling pendek.

4. Jamur Tiram Merah/ Pink, dikenal dengan nama Shakura (Varietas

Flebellatus). Tudungnya berwarna kemerahan.

Klasifikasi lengkap Pleurotus spp menurut Cahyana (1997) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Mycetea

Divisio : Amastigomycotae

Phylum : Basidiomycotae

Kelas : Hymenomycetes

Ordo : Agaricales

Family : Pleurotaceae

Genus : Pleurotus

Spesies : Pleurotus ostreatus

(30)

16 2.2 Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih

2.2.1 Sarana Produksi Jamur Tiram Putih

Menurut Cahyana (1997), sarana produksi yang diperlukan sebaiknya dipersiapkan dahulu sebelum melakukan kegiatan produksi. Sarana produksi itu antara lain bangunan, peralatan dan bahan-bahan induk.

1. Bangunan Kumbung

Budidaya jamur secara komersial memerlukan beberapa bangunan yang diperlukan dalam kegiatan usahanya. Bangunan yang diperlukan terdiri dari ruang persiapan, ruang inokulasi, ruang inkubasi, ruang penanaman dan ruang pembibitan.

a. Ruang Persiapan

Ruang persiapan digunakan untuk persiapan pembuatan media tanam. Kegiatan yang dilakukan pada ruang persiapan antara lain kegiatan pengayakan, pencampuran media tanam, pewadahan dan sterilisasi. Ruang persiapan dapat digunakan pula sebagai tempat untuk menyimpan bahan-bahan seperti bekatul dan kapur apabila skala produksi usaha itu tidak terlalu besar, namun bila skala produksi dalam jumlah besar maka bahan-bahan itu sebaiknya ditempatkan dalam ruang terpisah atau gudang.

b. Ruang Inokulasi

Ruang inokulasi adalah ruang untuk menanam bibit pada media tanam jamur. Ruang inokulasi harus mudah dibersihkan dan disterikan untuk menghindari terjadinya kontaminasi oleh mikroba lain. Pada ruang inokulasi diusahakan tidak banyak terdapat ventilasi yang terbuka lebar dan sebaiknya fentilasi udara dipasang filter atau saringan dari kawat kassa atau kassa plastik, hal ini untuk meminimalisasi tingkat kontaminan. Pada perusahaan dalam skala besar

biasanya ruang inokulasi dilengkapi dengan alat pendingin udara (air conditioning).

c. Ruang Inkubasi

(31)

17 d. Ruang Pemeliharaan

Ruang pemeliharaan atau sering disebut growing digunakan untuk menumbuhkan tubuh buah jamur. Ruang ini dilengkapi dengan rak-rak tempat baglog penumbuhan tubuh buah jamur dan alat penyemprot untuk menjaga kelembaban dan kadar air dalam pemeliharaan tubuh buah jamur

e. Ruang Pembibitan

Ruang pembibitan adalah ruang yang khusus digunakan dalam pembuatan media bibit jamur. Ruang ini diperlukan bila skala produksi sudah besar, dalam skala produsi kecil bibit dapat dibeli dari produsen bibit sehingga ruang pembibitan tidak diperlukan lagi.

2. Peralatan

Budidaya jamur tiram secara sederhana dapat dilakukan dengan alat-alat yang mudah diperoleh seperti cangkul, sekop, botol, kayu, alat pensteril, lampu spritus. Untuk produksi dalam kapasitas besar diperlukan peralatan yang cukup besar seperti ayakan, mixer,filler, boiler dan chamber sterilizer. Mixer digunakan sebagai alat pencampur media tanam jamur ; filler digunakan sebagai alat pengisi media kedalam kantong plastik dalam jumlah tertentu ; boiler digunakan sebagai sumber pemanas (uap) ; chamber sterilizer digunakan sebagai alat untuk sterilisasi dalam jumlah yang besar.

3. Bahan-bahan

Bahan-bahan untuk budidaya jamur tiram yang perlu dipersiapkan terdiri dari bahan baku dan bahan pelengkap.

a. Bahan baku

(32)

18 Serbuk gergaji dapat diperoleh dari pabrik pengrajin kayu. Pemilihan serbuk gergaji sebagai bahan baku media penanaman jamur perlu memperhatikan tingkat kebersihan dan kadar getah pada kayu untuk mengurangi kontaminasi dalam pelaksanaan budidaya jamur tiram putih.

b. Bahan tambahan

Bahan-bahan lain yang digunakan dalam budidaya jamur tiram putih pada media plastik terdiri dari beberapa macam yaitu bekatul (dedak padi), kapur (CaCO3), gips (CaSO4) dan dapat pula ditambahkan mineral-mineral lain.

1. Bekatul

Bekatul ditambahkan untuk meningkatkan nutrisi media tanam sebagai sumber karbohidrat, sumber carbon (C), dan nitrogen (N2). Bekatul yang digunakan dapat berasal dari berbagai jenis padi dari hasil penggilingan di pabrik. Bekatul sebaiknya dipilih yang masih baru, belum tengik dan tidak rusak.

2. Kapur (CaCO3)

Kapur ditambahkan pada media tanam sebagai sumber kalsium (Ca) dan untuk menstabilkan tingkat keasaman (pH) pada media tanam. Jenis kapur yang digunakan adalah kalsium karbonat (CaCO3). Unsur kalsium dan karbon

digunakan untuk meningkatkan mineral yang dibutuhkan jamur bagi pertumbuhannya.

3. Gips (CaSO4)

Gips digunakan sebagai sumber kalsium dan sebagai bahan untuk memperkokoh media tanam, dimana dengan kondisi kokoh maka media tanam tidak akan cepat rusak.

4. Kantong Plastik

(33)

19 4. Bibit Jamur Tiram Putih

Budidaya jamur yang berhasil dengan baik dipengaruhi beberapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian secara seksama, diantaranya adalah bibit jamur. Meskipun semua faktor dalam budidaya jamur telah dipenuhi dengan baik tetapi bibit jamur yang digunakan berkualitas kurang baik maka produksi jamur yang diharapkan akan kurang memuaskan atau tidak akan menghasilkan sama sekali (Gunawan, 2001)

Bibit yang dipakai sebaiknya berasal dari turunan pertama (F1) karena dengan menggunakan turunan F2, F3 dapat menyebabkan lemahnya pertumbuhan miselium dan dapat mengurangi produktifitas. Ada beberapa indikasi bibit yang baik adalah sebagai berikut :

1) Bibit berasal dari varietas unggul

2) Bibit tidak terlalu tua atau sudah terlalu lama disimpan 3) Bibit tidak terkontaminasi

2.2.2 Budidaya Jamur Tiram Putih

Menurut Cahyana (1997), langkah-langkah dalam melakukan budidaya jamur tiram putih dengan menggunakan serbuk kayu adalah sebagai berikut : 1. Persiapan

Serbuk gergaji, bekatul, gips dan kapur disiapkan sesuai dengan komposisi perbandingannya. Perbandingan komposisi kebutuhan bahan-bahan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Kebutuhan Bahan-Bahan dalam Budidaya Jamur Tiram Formulasi Serbuk gergaji

(kg)

Bekatul (kg)

Kapur

(kg) Gips (kg) TSP (kg)

I 100 15 5 1 -

II 100 5 2.5 0.5 0.5

III 100 10 2.5 0.5 0.5

VI 100 10 5 1 0.5

(34)

20 Pada Tabel 9 terdapat berbagai formulasi media untuk pertumbuhan jamur tiram. Hal tersebut berdasarkan pengalaman masing-masing pengusaha yang dilakukan di tempat yang berbeda yang lebih menguntungkan. Berdasarkan Tabel 9 tersebut, dapat dipilih salah satu formulasi yang sesuai dengan kondisi tempat budidaya.

2. Pengayakan

Serbuk gergaji yang diperoleh dari pengrajin mempunyai tingkat keseragaman yang kurang baik karena di dalamnya biasa terdapat potongan-potongan yang cukup besar dan tajam yang dapat merusak plastik sebagai media tempat tanam yang berpotensi menyebabkan pertumbuhan miselia jamur tidak merata. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan pengayakan serbuk gergaji. 3. Perendaman

Perendaman serbuk gergaji perlu dilakukan untuk menghilangkan getah yang terdapat pada serbuk gergaji. Disamping itu perendaman juga berfungsi untuk melunakkan serbuk gergaji agar mudah diuraikan oleh jamur. Perendaman dilakukan selama 6-12 jam, kemudian serbuk gergaji ditiriskan.

4. Pengukusan

Pengukusan serbuk kayu yang telah direndam dilakukan pada suhu 80º-90º Celcius selama 4-6 jam. Proses pengukusan ini bertujuan untuk mengurangi mikroba yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur tiram putih yang ditanam dan untuk menghilngkan getah yang terkandung pada serbuk gergaji.

5. Pencampuran

Bahan-bahan tambahan yang telah ditimbang sesuai dengan komposisi yang dibutuhkan di campur dengan serbuk gergaji. Pencampuran harus dilakukan secara merata. Didalam proses pencampuran diusahakan tidak terdapat gumpalan, terutama serbuk gergaji dan kapur, karena dapat mengakibatkan penggumpalan dan komposisi media yang diperoleh tidak merata.

6. Pengomposan

(35)

21 Pengomposan dilakukan dengan cara menimbun campuran media kemudian menutupnya secara rapat dengan menggunakan plastik selama 1-2 hari. Proses pengomposan yang baik ditandai dengan peningkatan suhu sekitar 500 Celcius. Kadar air dalam pengomposan harus diatur pada kondisi 50-65 persen dengan tingkat keasaman (pH) 6-7. Adonan yang baik adalah bila

adonan itu dikepal membentuk gumpalan, tetapi mudah dihancurkan. 7. Pewadahan (Log Jamur)

Setelah dilakukan pengomposan maka media tanam tersebut dimasukkan kedalam plastik polipropilen karena plastik ini relatif tahan panas dalam proses sterilisasi. Media yang kurang padat akan menyebabkan hasil panen yang tidak optimal karena media cepat busuk sehingga produktifitas akan rendah, untuk menghindari hal tersebut dalam proses pewadahan adonan dalam plastik dipadatkan dengan menggunakan botol atau alat yang lain. Media tanam yang dimasukkan ke dalam plastik polipropilen tersebut yang dinamakan log jamur atau media tempat tumbuh jamur tiram putih.

8. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan proses yang dilakukan untuk menginaktifkan mikroba baik bakteri, kapang maupun khamir yang dapat menghambat pertumbuhan miselium jamur. Sterilisasi dilakukan pada suhu 80º-90º Celcius selama 6-8 jam.

9. Inokulasi (Pemberian Bibit)

Inokulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan taburan dan tusukan. Inokulasi secara taburan adalah dengan menaburkan bibit kedalam media tanam secara langsung. Sementara dengan tusukan dilakukan dengan cara membuat lubang dibagian tengah media melalui cincin sedalam tiga per empat dari tinggi media tanam, selanjutnya dengan lubang tersebut diisi bibit yang telah dihancurkan.

10. Inkubasi

(36)

22 4-6 hari sejak dilakukan inokulasi. Keberhasilan pertumbuhan miselia jamur dapat diketahui sejak dua minggu setelah inkubasi.

11. Penumbuhan

Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh miselia jamur sudah siap untuk dilakukan penumbuhan tubuh buah jamur dengan cara membuka plastik media tumbuh yang sudah penuh miselia. Satu sampai dua minggu setelah media dibuka akan tumbuh bakal buah. Tubuh buah yang sudah tumbuh tersebut akan tumbuh optimal selama 2-3 hari. Kondisi suhu optimal dalam proses pertumbuhan tubuh buah adalah pada suhu 16º-22º Celcius dengan kelembaban 80-90 persen. 12. Pemanenan

Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat optimal, yaitu cukup besar tetapi belum mekar penuh. Pemanena dilakukan lima hari setelah bakal buah tumbuh. Ukuran jamur yang sudah siap dipanen adalah dengan diameter 5-10 cm.

2.3 Analisis Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Ruillah (2006), mengenai Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih, kasus Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, jawa Barat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa elastisitas produksi yang terbesar adalah bibit yaitu sebesar 0,22 persen. Adapun variable dummy

adalah lahan dan luas kumbung yang tidak berpengaruh terhadap luas produksi, tetapi lebih di tentukan oleh jumlah log jamur yang diproduksi oleh petani. Apabila dilihat dari imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) diketahui bahwa R/C atas biaya tunai petani pada skala III lebih besar dibandingkan dengan skala I dan II yaitu sebesar 3,75. Hal ini berarti setiap rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani skala III akan memberikan penerimaan sebesar Rp 3,75 sehingga usahatani jamur tiram putih yang lebih efisien terletak pada skala III.

Maharani (2007), meneliti usahatani dan tataniaga jamur tiram putih dengan menggunakan metode pengolahan data secara kualitatif, yang dilakukan dengan mendeskripsikan keragaan usahatani jamur tiram dan fungsi lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran jamur tiram. Adapun analisis kualitatif

(37)

23 pengolahan data secara kualitatif, Maharani juga melakukan pengolahan data dengan menggunakan analisis kuantitatif dengan melihat tingkat efisiensi usahatani jamur tiram melalui analisis pendapatan dan analisis fungsi produksi. Selain itu, untuk melihat efisiensi tataniaga jamur tiram dilakukan analisis margin tataniaga dan farmer’s share. Hasil analisis secara kualitatif diperoleh bahwa dalam keragaan usahatani jamur tiram skala usaha dapat dikelompokkan kedalam tiga skala, yaitu skala kecil (<10.000 log), skala menengah (10.000 – 24.000 log), dan skala besar (>24.000 log). Untuk analisis faktor produksi disimpulkan bahwa ketujuh faktor produksi dalam usaha jamur tiram berpengaruh secara nyata dalam menentukan hasil panen jamur. Tujuh faktor tersebut adalah bibit jamur, serbuk kayu, bekatul, kapur, minyak tanah, kapas, dan tenaga kerja. Analisis tataniga dalam penelitian ini teradapat lima saluran tataniaga diwilayah bandung. Saluran

tersebut adalah (1) produsen pengumpul pengecer konsumen, (2) produsen bandar pengumpul penumpul pedagang menengah

pengecer konsumen, (3) produsen pengumpul pedagang besar pengecer konsumen, (4) produsen pengumpul pedagang menengah pengecer konsumen, dan (5) tidak terdefinisi oleh peneliti. Hasil yang diperoleh dari analisis saluran tataniaga bahwa dari kelima saluran tersebut tidak ada yang efisien. Hal ini dikarenakn keuntungan yang diperoleh petani hampir sama, bahkan lebih kecil dari keuntungan yang diterima oleh lembaga tataniaga.

(38)

24 Wisandhini (2008) melakukan penelitian mengenai Analisis strategi pengembangan usaha jamur tiram putih pada perusahaan Tegal Waru Bogor. Dalam penelitianannya, Wisandhini berupaya untuk menganalisis faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang pada akhirnya akan melahirkan rumusan strategi untuk dapat dijadikan alternatif pemilihan strategi bagi perusahaan Tegal Waru dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Berdasarkan hasil dari Matriks IE, diketahui bahwa perusahaan berada pada kuadran II atau pada posisi tumbuh dan kembangkan. Strategi yang tepat untuk digunakan adalah strategi intensif dan integratif. Strategi utama berdasarkan STAS yang tertinggi yakni strategi mengoptimalkan produktifitas.

(39)

25 konsumen. Dilihat dari nilai rasio dan keuntungan dan biaya pemasaran yang diperoleh petani, maka dapat disimpulkan bahwa pola pemasaran yang ada di Kecamatan Tamansari sudah efisien karena nilai rasio keuntungan dan biaya tataniaga diperoleh lebih besar dari satu. Nilai rasio keuntungan dan biaya pola saluran I sebesar 7,22 dan pada pola saluran II sebesar 8,30.

(40)

26 Tabel 10. Penelitan Terdahulu

No Nama

Penulis

Tahun Judul Metode /Alat Analisis

(41)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Strategi

Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tidak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Strategi merupakan respon secara terus menerus maupun adiktif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi (Rangkuti, 2000).

Tujuan utama strategi dalam setiap kegiatan adalah mencapai keberhasilan. Terdapat elemen strategi yang harus dipenuhi untuk menjamin keberhasilan kegiatan. Pertama, tujuan yang diformulasikan secara sederhana konsisten dan berjangka panjang. Kedua, pengertian mendalam terhadap lingkungan persaingan. Ketiga, penilaian objektif terhadap sumberdaya dan implementasi yang efektif. (David, 2006).

3.1.2 Konsep Manajemen Strategi

Hunger dan Wheelen (2001), mendefinisikan manajemen strategi sebagai serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Manajemen strategi meliputi pengamatan lingkungan, perumusan strategi (perencanaan strategis atau perencanaan jangka panjang), implementasi strategi dan evaluasi serta pengendalian. Manajemen strategis menekankan pada pengamatan dan evaluasi peluang serta ancaman lingkungan dengan melihat kekuatan dan kelemahan perusahaan. David (2004), membagi proses manajemen kedalam tiga tahapan, yaitu formulasi starategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi. Tahap formulasi strategi diawali dengan mengembangkan misi bisnis, dilanjutkan dengan mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal organisasi, menetapkan kekuatan dan kelemahan, menetapkan tujuan jangka panjang, mengembangkan strategi-strategi alternatif, diakhiri dengan memilih strategi yang akan dilaksanakan.

(42)

28 menetapkan kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumberdaya yang ada sehingga strategi yang telah diformulasikan dapat dilaksanakan. Tahap akhir manajemen strategi adalah evaluasi strategi. Pada tahap ini, manajer harus mengetahui kapan suatu strategi tidak berjalan sebagimana yang diharapkan. Tiga kegiatan dasar evaluasi strategi adalah (1) meninjau ulang faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar bagi penetapan strategi yang sedang dilaksanakan, (2) mengukur kinerja, (3) mengambil tindakan koreksi (David, 2004).

3.1.3 Perumusan Strategi

Menurut David (2004), teknik formulasi strategi dapat diimplementasikan kedalam tiga tahap kerangka pengambilan keputusan, yaitu tahap pengumpulan input (input stage), tahap pencocokan (matching stage), dan tahap penetapan strategi (the decission stage).

Pada tahap input, digunakan matriks evaluasi faktor eksternal dan matriks evaluasi faktor internal. Pada tahap pencocokan digunakan matriks Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats (SWOT) dan Matriks Internal-Eksternal (IE). Pada tahap keputusan digunakan Matriks Quantitative Strategic Planning (QSP).

3.1.4 Alternatif Strategi

Alternatif strategi merupakan alternatif tindakan yang memungkinkan perusahaan mencapai misi dan tujuannya dengan cara terbaik. Menurut David (2004), alternatif strategi yang dapat dijalankan oleh perusahaan atau organisasi dikategorikan menjadi empat jenis dengan tiga belas tindakan. Alternatif-alternatif tipe strategi tersebut adalah :

1. Strategi Integrasi

Strategi Integrasi memungkinkan sebuah perusahaan untuk mendapatkan control terhadap distributor, pemasok dan pesaing., misalnya melalui merger, akuisisi atau membuat perusahaan sendiri. Tipe Strategi Integrasi terdiri dari : a) Forward Integration (integrasi kedepan) yaitu tipe strategi untuk mendapatkan

kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas distributor dan pengecer.

(43)

29 c) Horizontal Integration (pengembangan produk) yaitu tipe strategi untuk

mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pesaing (competitor). 2. Strategi Intensif

Strategi Intensif dilakukan secara intensif agar posisi kompetitif perusahaan dengan produk yang ada pada saat ini membaik. Tipe strategi intensif terdiri dari :

a) Market Penetration (penetrasi pasar) yaitu tipe stratgi untuk meningkatkan pangsa pasar yang ada untuk barang dan jasa saat ini.

b) Market Development (pengembangan pasar) yaitu tipe strategi untuk memperkenalkan produk-produk yang sudah ada kedaerah pemasaran baru (pangsa pasar bertambah).

c) Product Development (pengembangan produk) yaitu tipe strategi untuk meningkatkan penjualan dengan cara memperbaiki atau memodifikasi produk atau jasa yang sudah ada.

3. Strategi Diversifikasi

Strategi ini dilakukan dengan cara mendiversifikasikan aktivitas bisnis. Tipe strategi diversifikasi terdiri dari :

a) Concentric Diversification (diversifikasi konsentrik) yaitu tipe strategi untuk menambah produk baru yang saling berhubungan untuk pasar yang sama. b) Horizontal Diversification (diversifikasi horizontal) yaitu tipe strategi untuk

menambah produk baru tapi tidak berhubungan yang bertujuan untuk memuaskan pelanggan yang sama.

c) Conglomerate Diversification (diversifikasi konglomerat) yaitu tipe strategi untuk menambah produk-produk baru tapi tidak berhubungan untuk pelanggan pasar yang berbeda.

4. Strategi Difensif

Strategi difensif merupakan tipe strategi bertahan. Strategi ini terdiri dari : a) Join Venture (usaha patungan) yaitu dua atau lebih perusahaan bekerjasama

membentuk suatu perusahaan baru yang terpisah dari kedua induknya.

(44)

30 c) Divestiture (divestasi) yaitu menjual sebuah unit bisnis atau sebagaian

perusahaan kepada pihak lain.

d) Liquidation (likuidasi) yaitu menjual seluruh aset perusahaan atau menutup perusahaan.

3.1.5 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan

Visi memberikan gambaran mengenai tujuan yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan. Visi mengandung pernyataan prinsip perusahaan dan mendefinisikan bisnis yang dijalankan. Misi adalah fondasi untuk prioritas, strategi, rencana, dan penugasan (David, 2006). Misi menguraikan tindakan konkrit yang dilakukan untuk mencapai visi.

David (2006) merekomendasikan perusahaan untuk mengembangkan pernyataan misi dengan beberapa alasan sebagai berikut :

a) Memastikan tujuan dasar organisasi

b) Memberikan standar dan untuk mangalokasikan sumberdaya organisasi c) Menciptakan kondisi atau iklim organisasi

d) Sebagai fokus bagi individu dan bagi perusahaan untuk mencapai tujuan dan arah organisasi

e) Memfasilitasi penerjemahan tujuan menjadi stuktur kerja yang melibatkan penugasan hingga elemen tanggung jawab.

f) Memberikan tujuan dasar organisasi, arahan keputusan dan memotivasi karyawan.

(45)

31 3.1.6 Analisis Lingkungan Perusahaan

Menurut Kotler (1997) perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang dapat mengenali dan berinteraksi secara menguntungkan terhadap kebutuhan-kebutuhan dan kecenderungan yang belum terpenuhi dalam lingkungannya. Lingkungan pemasaran suatu perusahaan adalah lingkungan perusahaan yang terdiri dari para pelaku dan kekuatan-kekuatan yang berasal dari luar fungsi manajemen pemasaran yang mempengaruhi kemampuan manajemen pemasaran untuk mengembangkan dan mempertahankan transaksi dengan para pelanggan sasarannya.

David (2004) menjelaskan bahwa tahap awal dalam proses formulasi strategi adalah menganalisis dan mendiagnosis secara menyeluruh faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh bagi perusahaan baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Lingkungan pemasaran dapat dibagi menjadi dua yaitu lingkungan eksternal yang terdiri dari variabel-variabel ancaman dan peluang yang berada diluar kontrol manajemen perusahaan, dan lingkungan internal yang terdiri dari variabel-variabel yang merupakan kekuatan dan kelemahan perusahaan dan berada dalam kontrol manajemen perusahaan.

3.1.6.1Analisis Lingkungan Eksternal

(46)

32 1. Lingkungan Jauh

Lingkungan jauh merupakan lingkungan yang tidak berhubungan dengan situasi operasional suatu perusahaan tertentu, artinya pengaruh suatu perusahaan jarang sekali sangat berarti bagi lingkungan tersebut. Lingkungan jauh perusahaan terdiri dari faktor-faktor yang pada dasarnya di luar dan terlepas dari perusahaan seperti faktor politik, ekonomi, sosial dan teknologi yang lebih sering disingkat PEST. Lingkungan jauh ini memberikan kesempatan besar bagi perusahan untuk maju.

Tabel 11. Alat Analisis PEST (Daftar fenomena yang mungkin menghasilkan Peluang/Ancaman)

POLITIK EKONOMI SOSIAL BUDAYA

DAN DEMOGRAFI

Arah dan stabilitas faktor ekonomi merupakan pertimbangan penting bagi para manajer dalam merumuskan strategi perusahaan. Kendala politik dikenakan atas perusahaan melalui keputusan tentang perdagangan yang adil, undang-undang antitrust, program perpajakan, ketentuan upah minimum, kebijakan tentang polusi, dan penetapan harga, paten, stabilitas pemerintahan, serta peraturan tentang kesehatan dan keamanan kerja.

b. Faktor Ekonomi

(47)

33 kecenderungan belanja dan sebagainya. Keadaan perekonomian diwaktu sekarang dan dimasa yang akan datang dapat mempengaruhi strategi perusahaan. Setiap segi ekonomi dapat membantu atau menghambat upaya mencapai tujuan

perusahaan dan menentukan keberhasilan atau kegagalan strategi (Jauch dan Glueek, 1999).

c. Faktor Sosial

Pada dasarnya kondisi sosial masyarakat terus berubah-ubah. Perubahan-perubahan kondisi sosial yang terjadi dimasyarakat hendaknya dapat diantisipasi oleh perusahaan. Faktor sosial yang mempengaruhi perusahaan adalah kepercayaan, nilai, sikap, opini, dan gaya hidup dari orang-orang dilingkungan eksternal yang dipengaruhi kultural, ekologi, demografi, agama, pendidikan, dan etnik.

d. Faktor Teknologi

Setiap kegiatan usaha yang diinginkan untuk dapat berjalan secara terus-menerus harus dapat mengikuti perkembangan-perkembangan teknologi yang dapat diterapkan dalam pada produk atau jasa yang dihasilkan atau pada cara operasinya. Perusahaan harus mewaspadai perubahan teknologi yang mungkin mempengaruhi industrinya. Adapatasi teknologi yang kreatif dapat membuka kemungkinan terciptanya produk baru, penyempurnaan produk yang sudah ada, atau penyempurnaan dalam teknik produksi dan pemasaran.

2. Lingkungan Industri

Lingkungan industri adalah tingkatan dari lingkungan eksternal yang menghasilkan komponen-komponen yang secara normal memilki implikasi yang relatif lebih spesifik dan langsung terhadap operasional perusahaan. Menurut Porter ME (1994), jika formulasi strategi bersaing bertujuan untuk menghubungkan perusahaan dengan lingkungannya, maka tanpa bermaksud menyampingkan lingkungan umum, seharusnya analisis lingkungan disini adalah analisis lingkungan industri dimana perusahaan tersebut bersaing. Intisari formulasi strategi adalah menanggulangi persaingan.

(48)

34 persaingan” yang dapat penting atau aktif bergantung pada posisinya (Pearce dan Robinson, 1997).

Gambar 1. Kekuatan-kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri (Pearce dan Robinson, 1997)

Jika disederhanakan, keadaan persaingan dalam suatu industri tergantung pada lima kekuatan persaingan pokok (Porter, 1993) yaitu : (1) Tingkat persaingan dalam industri, (2) Ancaman pendatang baru, (3) Ancaman produk substitusi, (4) kekuatan tawar menawar pemasok, (5) kekuatan tawar menawar pembeli. Gabungan dari kelima kekuatan seperti terlihat pada Gambar 1 inilah yang sebenarnya menentukan potensi laba akhir dalam suatu industri, dimana potensi laba dalam bentuk hasil laba atas modal yang diinvestasikan dalam jangka panjang.

a. Tingkat Persaingan dalam Industri

Persaingan dikalangan sesama anggota industri terjadi karena satu atau lebih pesaing merasakan adanya tekanan atau melihat peluang untuk memperbaiki posisinya dalam industri, dengan menggunakan taktik seperti persaingan harga, introduksi produk, dan perang iklan. Persaingan tajam seperti ini bersumber pada sejumlah faktor, yaitu jumlah pesaing yang banyak, pertumbuhan industri lamban, produk tidak terdeferensiasi, biaya tetap tinggi, penambahan kapasitas dalam jumlah besar, pesaing beragam, taruhan strategis yang besar, dan hambatan pengunduran diri yang tinggi (Pearce dan Robinson, 1997).

Pendatang

Pembeli Pemasok

Produk Substitusi Persaingan di kalangan

Anggota Industri

(49)

35 b. Ancaman pendatang baru

Masuknya perusahaan kedalam suatu industri sebagai pendatang baru akan menimbulkan sejumlah implikasi bagi perusahaan yang sudah ada, misalnya kapasitas semakin bertambah, terjadi perebutan pangsa pasar, serta perebutan sumber daya produksi yang terbatas. Kondisi ini menimbulkan ancaman bagi perusahaan yang sudah ada. Besarnya ancaman bergantung pada hambatan masuk yang ada dan pada reaksi peserta persaingan yang sudah ada menurut perkiraan calon pendatang baru.

Jika hambatan masuk tinggi dan calon pendatang baru memperkirakan akan menghadapi perlawanan yang keras dari peserta persaingan yang sudah ada, pendatang baru ini jelas tidak merupakan ancaman yang serius. Sumber utama hambatan masuk diantaranya : skala ekonomis, diferensiasi produk, kebutuhan modal, hambatan biaya bukan karena skala, akses kesaluran distribusi, dan kebijakan pemerintah (Pearce dan Robinson, 1997).

c. Ancaman produk substitusi

Produk pengganti membatasi harga dan laba potensial yang dapat diperoleh oleh suatu perusahaan. Makin menarik alternatif harga yang ditawarkan oleh produk substitusi, makin berat tekanan yang dihadapi potensi laba industri (Pearce dan Robinson, 1997). Ancaman produk substitusi kuat bilamana konsumen dihadapkan pada switching cost yang sedikit dan jika produk substitusi itu mempunya harga yang lebih murah atau kualitasnya sama, bahkan lebih tinggi dari produk-produk suatu industri.

d. Kekuatan tawar menawar pemasok

(50)

36 e. Kekuatan tawar menawar pembeli

Dengan kekuatan-kekuatan yang mereka miliki, para pembeli mampu mempengaruhi perusahaan untuk menurunkan harga produk, meningkatkan mutu pelayanan, serta mengadu perusahaan dengan kompetitornya, semua ini dapat menurunkan laba industri. Pembeli kuat jika membeli dalam jumlah yang relatif besar, produk merupakan bagian dari pembelian yang cukup besar dari pembeli, produk tersebut standar atau tidak terdeferensiasi, pembeli memiliki biaya pengalihan yang kecil, pembeli menerima laba kecil, pembeli menunjukkan ancaman untuk melakukan integrasi balik, produk industri tersebut tidak penting bagi mutu produk atau jasa pembeli, serta informasi pembeli yang lengkap (Pearce dan Robinson, 1997).

3. Lingkungan Operasional

Terdiri dari faktor-faktor dalam situasi persaingan yang mempengaruhi keberhasilan suatu perusahaan dalam mendapatkan sumberdaya yang dibutuhkan atau dalam memasarkan produk atau jasanya secara menguntungkan. Beberapa faktor yang terpenting adalah posisi bersaing perusahaan, kompetisi pelanggannya, reputasinya dimata pemasok dan kreditor, serta kemampuannya dalam menarik karyawan yang berkemampuan.

3.1.6.2Analisis Lingkungan Internal

Menurut Kotler (1997), pengidentifikasian faktor internal dapat memberikan gambaran kondisi suatu perusahaan. Setidaknya ada dua bagian pada faktor internal perusahaan yang dapat menentukan posisi persaingan perusahaan yaitu kekuatan dan kelemahan. Analisis faktor internal berfungsi memberikan gambaran mengenai kekuatan dan kelemahan, kemudian bagaimana perusahan dapat menghindari kelemahan dan ancaman yang berasal dari eksternal perusahaan dengan kekuatan yang dimiliknya. Kelemahan perusahaan juga dapat diminimalkan dengan melihat peluang yang ada pada faktor eksternal perusahaan. 1. Manajemen

Gambar

Tabel 1. Persentase Nilai PDB Komoditas Hortikultura Indonesia berdasarkan  Harga Berlaku Periode 2004-2008
Tabel 2. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia periode 2007-2008
Tabel 3. Nilai Gizi Jamur Tiram Putih dan Sayuran dalam 100 gram Bahan
Tabel 6. Permintaan dan Penawaran Jamur di Beberapa Kota di Jawa Barat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, faktor-faktor internal yang paling berpengaruh dalam kegiatan usaha kelompok Harapan Mekar adalah kesehatan hewan ternak yang baik,

Jamur tiram putih yang dihasilkan oleh CV Wahyu Makmur Sejahtera memiliku kualitas yang baik. CV Wahyu Makmur Sejahtera telah melakukan integrasi ke belakang

Persaingan yang digerakkan oleh satu perusahaan dapat dipastikan mempengaruhi para pesaingnya, hal ini juga berlaku pada industri jamur. Seiring dengan meningkatnya jumlah

Salah satunya usaha kecil budidaya dan pengolahan jamur tiram milik Ibu Hadijah yang dikelola dalam bentuk Kelompok Wanita Tani (KWT) Kartini, tepatnya berada di

Kelompok Wanita Tani Mentari dapat meminta bantuan pada komunitas Sumedang Creative Center dalam pembuatan sertifikasi izin PIRT. Strategi tersebut bertujuan agar