• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

4. Analisis Data

Menurut Bogdan dan Biklen, analisis data merupakan suatu proses sistematis pencarian dan pengaturan transkrip wawancara, observasi, catatan lapangan,

56Riduan, Metode & Teknik Menyusun Tesis, Bina Cipta, Bandung, 2004, h.97.

dokumen, foto, dan material lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang data yang telah dikumpulkan, sehingga memungkinkan temuan penelitian dapat disajikan dan diinformasikan kepada orang lain.57

Analisis data dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah dinyatakan sebelumnya. Data yang dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan yang didukung dengan wawancara selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.58 Analisis data kualitatif dilakukan dengan cara menguraikan data yang peneliti dapat dari hasil wawancara secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan data dan pemahaman hasil analisis. Dengan kata lain bahwa analisis kualitatif adalah cara menganalisis data yang bersumber dari bahan hukum berdasarkan konsep, teori, peraturan perundang-undangan, doktrin, prinsip hukum, pendapat pakar atau pandangan peneliti sendiri.59 Dengan demikian akan didapatkan deskripsi tentang Sinergitas Dewan Kehormatan Notaris dan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pemberian Sanksi Atas Pelanggaran Kode Etik yang selanjutnya disusun sebagai suatu tesis.

57 Bogdan dan Biklen dalam Muri Yusuf, Metode Penelitian : Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan, Kencana, Jakarta, 2014, h.400-401.

58 Kirk dan Miller dalam Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1996, h.3.

59 Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian Hukum, Pustaka Reka Cipta, Bandung, 2009, h.91.

BAB II

PELAKSANAAN PENGAWASAN DAN PEMBINAAN NOTARIS OLEH DEWAN KEHORMATAN NOTARIS DAN MAJELIS PENGAWAS

NOTARIS A. Tinjauan Umum Tentang Notaris di Indonesia

Profesi Notaris harus dijalankan sesuai norma-norma yang berlaku, Notaris dibutuhkan oleh masyarakat sebagai seseorang yang keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercayai, yang tanda tangannya serta segelnya (capnya) memberikan jaminan dan bukti yang kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau unimpeachable), yang tutup mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari-hari yang akan datang.60

Lembaga Kenotariatan telah lama dikenal di Indonesia, jauh sebelum Indonesia merdeka atau pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Lembaga Notaris masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke-17 dengan beradanya Vereenigde Oast Ind, Compagniie (VOC) di Indonesia.61Setelah Indonesia merdeka, keberadaan Notaris di Indonesia tetap diakui berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu segala peraturan perundang-undangan yang masih ada tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”. 62 Sejak tahun 1948, kewenangan pengangkatan Notaris dilakukan oleh Menteri Kehakiman berdasarkan Peraturan Pemerintah Tahun 1948 Nomor 60 tanggal 30 Oktober 1948 tentang Lapangan Pekerjaan, Susunan, Pimpinan, dan Tugas Kementerian Kehakiman.63

Pada tanggal 13 November 1954 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris

sementara. Pasal 2 ayat (1) undang-undang tersebut menegaskan bahwa dalam hal Notaris tidak ada Menteri Kehakiman dapat menunjuk seorang yang diwajibkan menjalankan pekerjaan-pekerjaan Notaris atau disebut Wakil Notaris, sambil menunggu ketetapan dari Menteri Kehakiman, ketua pengadilan negeri dapat menunjuk seorang untuk sementara menjalankan pekerjaan Notaris. Mereka yang ditunjuk dengan kewajiban itu disebut sebagai Wakil Notaris Sementara, sedangkan yang disebut Notaris adalah mereka yang diangkat berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl.1860:3). Keberadaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 sekaligusmenegaskan berlakunya Reglement tentang Jabatan Notaris di Indonesia.64

Kemudian setelah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris sementara dicabut, lahirlah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Dengan lahirnya Undang-Undang Jabatan Notaris, maka dinyatakan tidak berlaku lagi:65

1. Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl.1860:3);

2. Ordonantie 16 September 1931 Tentang Honorarium Notaris;

3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 Tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara;

4. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 Tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris.

Perubahan peraturan mengenai jabatan Notaris kembali dilakukan dengan lahirnya Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Selain Undang-Undang-Undang-Undang tersebut, juga dibuat peraturan-peraturan pelaksana lainnya, diantaranya yaitu:

1. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota,

64Habib Adjie (I), Loc.cit.

65Ibid, h.6.

Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris;

2. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, Dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris;

3. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 62 Tahun 2016 Tentang Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, Dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris;

4. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 40 Tahun 2015 Tentang Susunan Organisasi, Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Dan Tata Kerja Majelis Pengawas;

5. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 61 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penjatuhan Sanksi Administratif Terhadap Notaris;

6. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris.

Notaris dalam menjalankan jabatannya, tidak hanya diwajibkan tunduk pada peraturan perundang-undangan maupun peraturan-peraturan pelaksana yang disebutkan diatas, tetapi juga harus mengikuti Kode Etik Notaris yang merupakan produk hukum yang dibuat oleh Organisasi Ikatan Notaris Indonesia yang dinyatakan dalam Pasal 82 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, merupakan satu-satunya wadah organisasi Notaris.

1. Notaris Sebagai Pejabat Umum

Jabatan Notaris merupakan simbol negara, namun bukan dalam artian simbol-simbol kenegaraan seperti Presiden atau Bendera Negara. Simbol negara ini setidaknya dapat dibuktikan dengan kewenangan Notaris untuk menggunakan lambang Garuda Pancasila dalam praktik jabatan Notaris. Kewenangan tersebut tentunya tidak akan diberikan oleh negara kepada setiap atau sembarang orang.

Hanya kepada orang-orang yang dinilai mewakili negara atau yang dinilai mengemban langsung amanah negara dalam mencapai tujuan negara, yang oleh negara diberikan kewenangan untuk menggunakan lambang Garuda Pancasila.66

Kelahiran Jabatan Notaris berdasarkan peraturan perundang-undangan memberikan makna betapa pentingnya kedudukan, peran dan fungsi Notaris dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan tata urutan perundang-undangan di Indonesia, Undang-Undang Jabatan Notaris dan peraturan pelaksananya bersumber atau memperoleh sekaligus mengambil roh keberlakuannya dari Undang-Undang Dasar 1945. Roh yang ditiupkan dalam kelahiran Undang-Undang Jabatan Notaris adalah roh tujuan negara yang diuraikan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan roh Pancasila yang disebutkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai norma dasar (grundnorm) kehidupan bernegara yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini mengandung makna bahwa Notaris merupakan jabatan yang diamanahkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 untuk bersama-sama

66Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia dalam Bachrudin, Jabatan Notaris Di Indonesia Dalam Jerat Liberalisasi, Jurnal Pembaharuan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung, Volume 2 Nomor 2 Tahun 2015, h.188

membangun dan mencapai tujuan Negara Indonesia dalam kerangka negara hukum yang berdasarkan Pancasila. Tidak berlebihan apabila dikatakan Notaris pada hakikatnya memangku jabatan yang agung dan mulia. Sifat agung dan mulia tersebut tercermin pada saat Notaris mengangkat sumpah dan janji sebelum menjalankan jabatannya yang pada hakikatnya merupakan perwujudan penghormatan atas amanah yang diberikan oleh negara.67

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik yang mengandung pengertian suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Notaris merupakan satu-satunya pejabat umum yang diangkat negara (melalui kewenangan yang dilimpahkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) yang tidak menerima gaji dan pensiun layaknya abdi negara lainnya.68

Menurut R. Soegondo Notodisoerjo, Notaris adalah pejabat umum (openbare ambtenaren), karena erat hubungannya dengan wewenang atau tugas dan kewajiban yang utama yaitu membuat akta-akta otentik.69Karakteristik Notaris sebagai suatu pejabat umum dapat dijelaskan sebagai berikut:

a). Sebagai Jabatan

67Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia dalam Bachrudin, Jabatan Notaris Di Indonesia Dalam Jerat Liberalisasi, Loc.cit.

68Ibid.

69R. Soegondo Notodisoerjo, Op.cit., h.8.

Undang-Undang Jabatan Notaris merupakan unifikasi dibidang pengaturan Jabatan Notaris yang artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk Undang-Undang yang mengatur Jabatan Notaris di Indonesia. Segala hal yang berkaitan dengan Notaris di Indonesia harus mengacu kepada Undang-Undang Jabatan Notaris. Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara. Menempatkan Notaris sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu (kewenangan tertentu) serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.70

b). Notaris mempunyai kewenangan tertentu.

Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan hukum yang mengaturnya sebagai suatu batasan supaya jabatan tersebut dapat berjalan dengan baik dan tidak berbenturan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian jika seorang pejabat (Notaris) melakukan suatu tindakan diluar dari wewenang yang telah ditentukan, maka pejabat tersebut dapat dikategorikan telah melakukan suatu perbuatan melanggar wewenang.71

c). Diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dinyatakan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, dilihat dalam

70Habib Adjie (I), Op.cit., h.15.

71Selly Masdalia Pratiwi, Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik yang Berakibat Batal Demi Hukum Pada Akhir Masa Jabatannya, Tesis Magister Kenotariatan Universitas Udayana Denpasar, 2014, h.15.

Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

d). Tidak menerima gaji/pensiun dari yang mengangkatnya.

Pemerintah yang mengangkat Notaris dalam hal ini adalah Menteri Hukum.

Notaris hanya menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan kepada masyarakat berdasarkan kewenangannya. Hononarium seorang Notaris diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

e). Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat.

Dibentuknya Notaris adalah untuk membantu masyarakat dalam memberikan keterangan-keterangan yang dapat dipercaya, dengan tandatangan dan cap yang dapat memberikan jaminan dan bukti yang kuat dan yang terlebih lagi sifatnya yang independent atau tidak memihak salah satu pihak dalam akta. Notaris diberikan wewenang oleh Pemerintah dan tidak sedikit perbuatan hukum harus dilaksanakan menggunakan jasa seorang Notaris untuk mengesahkan atau dikatakan dengan akta autentik.72Selain itu, Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang berwenang membuat akta autentik dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya sehubungan dengan pekerjaannya dalam membuat akta tersebut.

Notaris sebagai pejabat umum memang memerlukan adanya pengawasan maupun pembinaan karena tugas seorang Notaris sangat berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat. Disamping itu Notaris juga merupakan amanat

72Habib Adjie (I), Op.cit., h.32.

langsung dari pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang memberikan kepercayaan untuk menjalankan sebagian kewenangannya dalam membuat akta autentik. Oleh karenanya pengawasan terhadap Notaris penting untuk dilakukan agar Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya tidak sewenang-wenang dan tunduk pada ketentuan yang berlaku. Selain itu juga diharapkan Notaris dapat melakukan tugas dengan sebaik-baiknya karena ada pihak yang mengawasi. Dengan adanya kontrol tersebut maka diharapkan Notaris dapat menjaga perilaku, wibawa, harkat dan martabat profesi Notaris sebagai profesi yang benar-benar dapat dipercaya baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Sehingga Notaris tetap dapat mempertahankan reputasinya sebagai profesi yang mulia.

Berkaitan dengan penegakan Kode Etik Notaris, dalam ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris sudah ditetapkan bahwa yang memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut adalah Dewan Kehormatan Notaris dan Majelis Pengawas Notaris dengan pembedaan pengawasan secara internal dilakukan oleh Dewan Kehormatan Notaris dan pengawasan secara eksternal dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris. Pengawasan internal yang dimaksud dalam hal ini adalah pengawasan dalam lingkup organisasi Ikatan Notaris Indonesia yang secara garis besar ditekankan kepada pengawasan terhadap etika Notaris melalui Kode Etik yang telah ditetapkan oleh Ikatan Notaris Indonesia. Sedangkan pengawasan

eksternal dilakukan pada semua Notaris dan dilakukan sesuai yang telah disebutkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.73

2. Undang-Undang Jabatan Notaris

Notaris dalam menjalankan jabatannya harus tunduk pada ketentuan-ketentuan yang berlaku. Semula diatur di dalam Reglement op het Notarisambt in Nederlands Indie atau yang biasa disebut Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia, yang berlaku mulai tahun 1860 (Stbl. 1860 No.3).74 Karena banyak ketentuan di dalam Peraturan Jabatan Notaris yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan perkembangan masyarakat di Indonesia, maka pada tanggal 6 Oktober 2004 diundangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan kemudian pada tanggal 17 Januari 2014 dibuat perubahan atas peraturan tersebut, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang berlaku sampai sekarang.

Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris mengatur secara lengkap mengenai pengangkatan Notaris yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, kewenangan Notaris diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan lain sebagainya.

73Heni Kartikosari, Pembatasan Jumlah Pembuatan Akta Notaris Oleh Dewan Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jurnal Panorama Hukum, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya, Volume 2 Nomor 2 Tahun 2017, h.171.

74R.Soegondo Notodisoerjo, Op.cit., h.29.

Dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, kewenangan dari Notaris adalah sebagai berikut:

a). Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang;

b). Notaris berwenang pula :

1). mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

2). membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

3). membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

4). melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

5). memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;

6). membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan;

7). membuat Akta risalah lelang.

Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, diuraikan kewajiban Notaris sebagai berikut:

a). bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

b). membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;

c). melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta;

d). mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;

e). memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

f). merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;

g). menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan

mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

h). membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;

i). membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan;

j). mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

k). mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;

l). mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

m). membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan

n). menerima magang calon Notaris.

Pada Pasal 18 ayat (1), ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Notaris wajib untuk mempunyai tempat kedudukan dan tempat tinggal yang sebenarnya dan tetap mengadakan kantor dan menyimpan aktanya di tempat-tempat kedudukan yang ditunjuk baginya.

Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris diatur mengenai perbuatan yang termasuk pelanggaran, diatur dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, antara lain:

a). menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

b). meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;

c). merangkap sebagai pegawai negeri;

d). merangkap jabatan sebagai pejabat negara;

e). merangkap jabatan sebagai advokat;

f). merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;

g). merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris;

h). menjadi Notaris Pengganti; atau

i). melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

Kemudian ada diatur juga mengenai pengecualian bagi Notaris. Dalam Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa Notaris tidak perlu menyimpan minuta akta apabila Notaris mengeluarkan akta dalam bentuk originali. Selain itu juga dinyatakan dalam Pasal 16 ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris bahwa pembacaan akta tidak wajib dilakukan oleh Notaris apabila penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan pada penutup akta serta pada setiap halaman minuta akta diparaf oleh penghadap, saksi dan Notaris.

3. Kode Etik Notaris

Notaris menjalankan jabatannya selain harus tunduk pada Undang-Undang Jabatan Notaris, tetapi juga harus berpegang teguh pada Kode Etik Notaris.

Keberadaan Kode Etik Notaris diatur oleh Organisasi Ikatan Notaris Indonesia sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia Banten tahun 2015, menyebutkan bahwa Ikatan Notaris Indonesia adalah Perkumpulan/organisasi bagi para Notaris, berdiri semenjak tanggal 1 Juli 1908, diakui sebagai Badan Hukum

(rechtspersoon) berdasarkan Gouvernements Besluit (Penetapan Pemerintah) tanggal 5 September 1908 Nomor 9, merupakan satu-satunya wadah pemersatu bagi semua dan setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai pejabat umum di Indonesia, sebagaimana hal itu telah diakui dan mendapat pengesahan dari pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia pada tanggal 23 Januari 1995 Nomor C2- 1022.HT.01.06 Tahun 1995, dan telah diumumkan di dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 7 April 1995 No. 28 Tambahan Nomor 1/P-1995, oleh karena itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 117, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5491.

Dalam Pasal 1 ayat (2) Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia Banten tahun 2015 dinyatakan bahwa Kode Etik Notaris adalah kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan Keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di

dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti pada saat menjalankan jabatan.

Kedudukan kode etik bagi Notaris sangatlah penting, bukan hanya karena Notaris merupakan suatu profesi sehingga perlu diatur dengan suatu kode etik,

Kedudukan kode etik bagi Notaris sangatlah penting, bukan hanya karena Notaris merupakan suatu profesi sehingga perlu diatur dengan suatu kode etik,

Dokumen terkait