• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PELAKSANAAN PENGAWASAN DAN PEMBINAAN

B. Proses Pemberian Sanksi Atas Pelanggaran Kode

Sebagai Notaris oleh Dewan Kehormatan Notaris dan Majelis Pengawas Notaris

Ikatan Notaris Indonesia dalam upaya untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan Notaris, mempunyai kode etik Notaris yang ditetapkan Ikatan Notaris Indonesia. Dewan Kehormatan merupakan organ perlengkapan Ikatan Notaris Indonesia yang terdiri dari anggota-anggota yang dipilih dari anggota Ikatan Notaris Indonesia dan werda Notaris, yang berdedikasi tinggi dan

loyal terhadap perkumpulan, berkepribadian baik, arif dan bijaksana, sehingga dapat menjadi panutan bagi anggota dan diangkat oleh kongres untuk masa jabatan yang sama dengan masa jabatan kepengurusan. Dewan Kehormatan memiliki kewenangan untuk :

1. Melakukan bimbingan, pengawasan, pembinaan anggota dalam penegakan dan menjunjung tinggi Kode Etik Notaris;

2. Memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan Kode Etik Notaris;

3. Memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas dan/atau Majelis Kehormatan Notaris atas dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris dan jabatan Notaris;

4. Melakukan koordinasi, komunikasi dan berhubungan secara langsung kepada anggota maupun pihak-pihak yang berhubungan dengan pelaksanaan dan penegakan Kode Etik Notaris;

5. Membuat peraturan dalam rangka penegakan Kode Etik Notaris bersama-sama dengan Pengurus Pusat.

Pemberian sanksi berupa pemberian rekomendasi disertai usulan pemecatan sebagai Notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dimulai dengan adanya pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat dari anggota perkumpulan. Pemeriksaan dan penjatuhan sanksi pada tingkatan pertama dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan yang diawali dengan mencari fakta dugaan pelanggaran kode etik setelah menerima laporan secara tertulis baik dari anggota perkumpulan, masyarakat ataupun temuan dari Dewan Kehormatan Notaris.

Dalam pemeriksaan laporan yang diterima tersebut, hanya dapat dilakukan oleh satu Dewan Kehormatan. Apabila sudah diperiksa oleh satu Dewan Kehormatan, yang lainnya tidak boleh memeriksa lagi. Dewan Kehormatan Notaris akan menentukan putusannya mengenai terbukti atau tidaknya adanya pelanggaran kode etik serta memberikan sanksi terhadap pelanggarnya, setelah mendengar keterangan dan pembelaan diri dari keperluan itu. Bila dalam putusan sidang

dewan kehormatan terbukti adanya pelanggaran kode etik, maka Dewan Kehormatan akan memberikan sanksi sesuai ketentuan dalam Pasal 6 Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia Banten tahun 2015.

Dalam hal adanya keberatan dalam sanksi yang dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan Daerah atau Dewan Kehormatan Wilayah, para pihak dapat mengajukan banding kepada Dewan Kehormatan Pusat. Putusan yang boleh diajukan banding hanya sanksi berupa pemecatan sementara (schorsing) dan pemecatan (onzetting) dari keanggotaan perkumpulan baik secara hormat ataupun tidak hormat. Permohonan banding dapat diajukan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal penerimaan surat putusan penjatuhan sanksi dari Dewan Kehormatan Daerah atau Dewan Kehormatan Wilayah, wajib dikirim oleh anggota yang minta banding kepada Dewan Kehormatan Pusat dan tembusan kepada Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wilayah, Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia. Dewan Kehormatan Pusat memberikan putusan atas banding tersebut setelah mendengar keterangan dan memberi kesempatan untuk membela diri dari sidang Dewan Kehormatan Pusat. Kemudian apabila Dewan Kehormatan Pusat memberikan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat, maka Dewan Kehormatan Pusat mengajukan rekomendasi disertai usulan pemecatan sebagai Notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dalam hal ini yaitu disampaikan kepada Majelis Pengawas Notaris.

Berdasarkan wawancara dengan Habib Adjie, Sekretaris Dewan Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia, sampai saat ini Dewan Kehormatan Pusat belum pernah mengajukan rekomendasi disertai usulan pemecatan sebagai Notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.126 Hal ini sejalan dengan wawancara yang dilakukan dengan Ika Azniga Lokman, Sekretaris Dewan Kehormatan Daerah Kota Medan Ikatan Notaris Indonesia, yang menyatakan bahwa sampai saat ini Dewan Kehormatan Daerah Kota Medan belum pernah menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat atas laporan yang diperiksa.127Dengan tidak pernah menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat, maka Dewan Kehormatan Pusat belum pernah mengajukan rekomendasi disertai usulan pemecatan sebagai Notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia karena tidak pernah ada pemberian sanksi pemberhentian dengan tidak hormat.

Walaupun sampai saat ini belum pernah mengajukan rekomendasi disertai usulan pemecatan sebagai Notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, adapun pelanggaran kode etik yang layak dijatuhi sanksi tersebut antara lain:128

1. Notaris tidak membacakan akta yang dibuat;

2. Ucapan selamat pada papan bunga dengan mencantumkan jabatan Notaris;

126Hasil wawancara dengan Habib Adjie, Sekretaris Dewan Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia, dilakukan di Medan, tanggal 04 Januari 2019, Pukul 16.50 Waktu Indonesia Barat.

127Hasil wawancara dengan Ika Azniga Lokman, Sekretaris Dewan Kehormatan Daerah Kota Medan Ikatan Notaris Indonesia, dilakukan di Medan, tanggal 22 Januari 2019, Pukul 15.20 Waktu Indonesia Barat.

128Hasil wawancara dengan Habib Adjie, Sekretaris Dewan Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia, dilakukan di Medan, tanggal 04 Januari 2019, Pukul 16.56 Waktu Indonesia Barat.

3. Melakukan perbuatan tercela seperti tindak pidana korupsi.

Notaris sebagai pejabat umum dan diberikan kewenangan secara atributif oleh undang-undang menyebabkan sebagian kedudukannya ada pada lingkup hukum administrasi negara. Dalam melakukan tindakan hukum tersebut, maka pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap Notaris dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan membentuk Majelis Pengawas.

Keputusan dalam pemberian sanksi kepada notaris merupakan keputusan dari pemerintah, yang dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang bersifat konkrit dan individual.129

Pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dinyatakan bahwa Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila:

1. Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

2. Berada di bawah pengampuan secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;

3. Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan Notaris ; atau

4. Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

Dan juga pada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa Notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah

129Sukamto Satoto, Pengaturan Eksistensi & Fungsi Badan Kepegawaian Negara, Offset, Jambi, 2004, h.215.

memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Ada 3 (tiga) alasan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang berkaitan dengan alasan pemberhentian Notaris dengan tidak hormat dari jabatannya, yang perlu ditafsirkan secara tersendiri agar memperoleh penafsiran yang tepat sesuai dengan karakter jabatan dan akta notaris, yaitu:130

1. Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yaitu secara tegas dapat ditentukan bahwa kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang diatur dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak berlaku untuk notaris, karena Notaris adalah jabatan, sedangkan menurut Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, bahwa debitur adalah orang (atau badan usaha) yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. Dalam kapasitas sebagai notaris, tidak dapat notaris berkedudukan sebagai debitor, yang paling sedikit mempunyai 2 (dua) kreditur dan tidak membayar utangnya yang telah jatuh tempo, kalau secara pribadi (misalnya berdagang atau sebagai pengusaha), seorang notaris juga mempunyai usaha lain dapat saja berkedudukan sebagai debitor dan jika pailit atau melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, tetap saja secara pribadi dalam

130Habib Adjie (II), Op.cit., h. 65.

kedudukan sebagai pedagang atau pengusaha saja. Dan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya tidak pernah membuat perikatan atau perjanjian utang-piutang dengan orang atau badan usaha (kreditur).

2. Dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih yaitu menurut ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang menegaskan bahwa Notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindakan pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun lebih.

3. Melakukan perbuatan tercela dan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan Notaris yaitu perbuatan Notaris yang tersebut dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris bahwa melakukan perbuatan tercela, yang dalam penjelasannya yang dimaksudkan dengan “melakukan perbuatan tercela” adalah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan, dan norma adat, tidak merupakan alasan untuk memberhentikan sementara Notaris dari jabatannya dengan tidak hormat sebagaimana dalam Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yaitu melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan Notaris, yang dalam penjelasannya yang dimaksudkan dengan perbuatan yang merendahkan

kehormatan dan martabat, misalnya berjudi, mabuk, menyalahgunakan narkoba dan berzina. Dengan adanya perbedaan seperti itu, maka seakan-akan perbuatan notaris yang tersebut dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris lebih rendah dari ketentuan Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, padahal keduanya sama-sama dapat merendahkaan martabat dan jabatan notaris.

Selain dari yang sudah diatur dalam ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris, berdasarkan wawancara dengan Winanto Wiryomartani, Wakil Ketua Majelis Pengawas Pusat Notaris, pelanggaran kode etik yang layak dijatuhi sanksi pengusulan pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yaitu seperti:131

1. Melanggar harkat dan martabat Notaris;

2. Bekerja sama dengan biro jasa yang bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien;

3. Memalsukan akta yang dibuat oleh Notaris yang memperlihatkan Notaris tidak jujur dalam pembuatan akta.

Diberhentikan secara tidak hormat oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat, dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia merupakan bentuk sanksi administratif yang menimbulkan akibat hukum berupa hilangnya

131Hasil wawancara dengan Winanto Wiryomartani, Wakil Ketua Majelis Pengawas Pusat Notaris, dilakukan di Jakarta Barat, tanggal 11 Februari 2019, Pukul 16.16 Waktu Indonesia Barat.

seluruh kewenangan notaris sehingga Notaris tidak dapat menjalankan jabatannya sebagai Notaris lagi.

Proses pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik berkaitan dengan pengusulan pemberhentian dengan tidak hormat sebagai Notaris oleh Majelis Pengawas Notaris sebagai berikut :

Berdasarkan wawancara dengan Winanto Wiryomartani, Wakil Ketua Majelis Pengawas Pusat Notaris, putusan mengenai pemberian sanksi berupa pengusulan pemberhentian dengan tidak hormat sebagai Notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia wajib disampaikan oleh Majelis Pengawas Pusat dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak putusan diucapkan. Selain itu, bersamaan dengan pemberian sanksi tersebut

Laporan dari Pihak Yang

Dirugikan

Majelis Pengawas

Daerah SIDANG TIDAK TERBUKTI

TERBUKTI

MENGAJUKAN BANDING Majelis Pengawas Pusat

Pemberian sanksi

Majelis Pengawas Pusat memerintahkan Majelis Pengawas Daerah untuk menunjuk pemegang protokol dari Notaris yang dijatuhi sanksi tersebut.

Kemudian Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia akan memberikan putusan terhadap pengusulan pemberian sanksi pemberhentian dengan tidak hormat tersebut dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak usulan tersebut diterima. Setelah surat usulan tersebut ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, maka akan disampaikan tembusan kepada pelapor, Notaris terlapor, Majelis Pengawas Pusat, Majelis Pengawas Wilayah, Majelis Pengawas Daerah dan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia.132

Adapun pemberian sanksi berupa pengusulan pemberhentian dengan tidak hormat sebagai Notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dilakukan Majelis Pengawas Pusat Notaris atas pelanggaran kode etik sudah pernah dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, didapatkan ada 3 (tiga) putusan yang isinya dijatuhi sanksi berupa pengusulan pemberhentian dengan tidak hormat sebagai Notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2 (dua) diantaranya adalah kasus pelanggaran kode etik antara lain:

1. Putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris Nomor 15/B/MPPN/XII/2017.

Perkara antara Mulyanto Wijaya selaku pelapor dengan Hairandha Suryadinata, S.H., Notaris Kota Surabaya selaku terlapor. Terlapor dijatuhi sanksi berupa pengusulan pemberhentian dengan tidak hormat sebagai Notaris

132Hasil wawancara dengan Winanto Wiryomartani, Wakil Ketua Majelis Pengawas Pusat Notaris, dilakukan di Jakarta Barat, tanggal 11 Februari 2019, Pukul 16.00 Waktu Indonesia Barat.

kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia karena melakukan pelanggaran kode etik berupa rangkap jabatan yaitu sebagai pengacara dan Notaris serta terbukti secara sah melakukan perbuatan tercela berupa tindak pidana penipuan.

2. Putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris Nomor 11/B/MPPN/XII/2018.

Perkara antara Ny.Widya Augustien selaku Pelapor/Terbanding dengan Muhammad Irsan, S.H., Notaris Kota Tangerang selaku Terlapor/Pembanding Terlapor dijatuhi sanksi berupa pengusulan pemberhentian dengan tidak hormat sebagai Notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia karena melakukan pelanggaran kode etik berupa menandatangani akta di luar wilayah jabatannya dan tidak memberikan salinan akta kepada pelapor yang mana telah melanggar Pasal 16 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Berkaitan dengan pemberian sanksi berupa pengusulan pemberhentian dengan tidak hormat ataupun pemberian rekomendasi disertai usulan pemecatan sebagai Notaris kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atas pelanggaran kode etik yang memperlihatkan adanya koordinasi antara Dewan Kehormatan Notaris dan Majelis Pengawas Notaris dalam pemberian sanksi, proses pemeriksaannya dilakukan secara berjenjang. Akan tetapi dalam hal pemberian sanksi, tidaklah bersinergi. Berdasarkan wawancara dengan Winanto Wiryomartani, Wakil Ketua Majelis Pengawas Pusat Notaris menyatakan bahwa pemberian rekomendasi disertai usulan pemecatan sebagai Notaris kepada

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dalam hal ini adalah Majelis Pengawas Notaris, hanyalah berupa saran, bukanlah suatu hal yang harus diterima oleh Majelis Pengawas Notaris.133 Hal yang sama disampaikan oleh Habib Adjie, Sekretaris Dewan Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia, menyatakan bahwa Dewan Kehormatan Pusat hanya mengirimkan laporan tembusan atas putusan yang dijatuhkan berkaitan dengan pelanggaran kode etik kepada Majelis Pengawas Notaris.134

C. Perlunya Sinergitas Dewan Kehormatan Notaris dan Majelis Pengawas

Dokumen terkait