• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metodologi Penelitian

4. Analisis Data

Analisis data adalah suatu proses atau upaya pengolahan data menjadi sebuah informasi baru agar karakteristik data tersebut menjadi lebih mudah dimengerti dan berguna untuk solusi suatu permasalahan, khususnya yang berhubungan dengan penelitian.57 Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan analisis data kualitatif, yaitu sebagai berikut:58

a) Mengumpulkan bahan hukum, berupa inventarisasi peraturan perundangan-undangan berkaitan dengan penelitian;

b) Memilah-milah bahan hukum yang sudah dikumpulkan dan selanjutnya melakukan sistematisasi bahan hukum sesuai dengan permasalahan penelitian;

c) Menganalisis bahan hukum dengan membaca dan menafsirkannya untuk menemukan kaidah, asas, dan konsep yang terkandung di dalam bahan hukum tersebut;

57Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cetakan keduabelas, Prenada Media Group, Jakarta, 2016, hlm. 74.

58 Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009, hlm. 24.

d) Menemukan hubungan konsep, asas, dan kaidah tersebut menggunakan teori sebagai pisau analisis.

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode analisis kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode yang bersifat interaktif,59 yaitu dengan melakukan analisis secara mendalam dari bahan hukum primer terhadap peraturan-peraturan termasuk namun tidak terbatas pada Undang-Undang Jabatan Notaris, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Repubik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Repubik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris, dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dengan cara menginterprestasikan semua peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan masalah yang dibahas, menelaah dan menilai bahan hukum yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, mengevaluasi

59Miles and Hubberman, Analisis Data Kualitatif-Sumber Tentang Metode-Metode Baru, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 1992, hlm. 15-20.

undangan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, sehingga akhirnya dapat dilakukan penarikan kesimpulan.60

60Hendrik Tanjaya, op. cit., hlm. 32.

BAB II

PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIS

A. Tinjauan Umum Tentang Notaris 1. Pengertian Notaris

Notaris, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan notary dan dalam bahasa Belanda disebut dengan van notaris, mempunyai peranan yang sangat penting dalam lalu lintas hukum, khususnya dalam bidang hukum keperdataan, karena notaris berkedudukan sebagai pejabat publik yang mempunyai kewenangan untuk membuat akta dan kewenangan lainnya.61

R. Soegondo Notodisoerjo, menyatakan bahwa notaris adalah pejabat umum (openbare ambtenaren) karena erat hubungannya dengan wewenang atau tugas dan kewajiban yang utama yaitu membuat akta-akta autentik.62 Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau

61 Salim HS, Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep Teoritis, Kewenangan Notaris, Bentuk dan Minuta Akta), Raja Grafindo Persada, Mataram 2015, hlm. 33.

62 Yanti Maya Sari, Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Akta Penggunaan Saham Nominee Dalam Penanaman Modal Asing, Universitas Sumatera Utara, 2019, hlm. 2.

dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.63 Adapun yang dimaksud dengan pegawai umum atau pejabat umum adalah organ negara, yang diperlengkapi dengan kekuasaan umum, berwenang menjalankan sebagian dari kekuasaan negara untuk membuat alat bukti tertulis dan autentik dalam bidang hukum perdata. Dengan demikian notaris adalah pejabat umum dan bukan pegawai negeri.64

Menurut isi Pasal 1 ayat 1 UUJN, notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa wewenang notaris sebagai pejabat umum membuat akta autentik bersifat umum, sedangkan wewenang pejabat lainnya merupakan pengecualian, artinya wewenang itu tidak lebih daripada pembuatan akta autentik yang secara tegas ditugaskan kepada mereka oleh Undang-Undang. Apabila menurut peraturan umum, disebut secara umum tentang akta autentik, berarti harus diartikan akta notaris, kecuali memang secara tegas dikecualikan kepada dan menjadi wewenang pejabat lain.65

Notaris adalah pejabat umum yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, guna memberi perlindungan dan jaminan hukum demi tercapainya kepastian hukum dalam masyarakat. Kedudukan notaris sebagai pejabat

63 G.HLM.S Lumban Tobing, loc.cit

64 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, buku ketiga, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2015, hlm. 143.

65 Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, CV Mandar Maju, Bandung, 2011, hlm. 62.

umum di tengah-tengah masyarakat dan kekuatan pembuktian dari akta autentik yang dibuatnya, dapat dikatakan bahwa jabatan notaris merupakan jabatan kepercayaan.

Jabatan kepercayaan yang diberikan Undang-Undang dan masyarakat ini mewajibkan seseorang yang berprofesi sebagai notaris bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan tersebut dengan sebaik-baiknya serta menjunjung tinggi etika hukum, martabat serta keluhuran jabatannya. Apabila kepercayaan itu dilanggar di dalam membuat akta baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja maka notaris wajib mempertanggungjawabkannya.66

Jabatan notaris merupakan suatu jabatan yang sangat mulia, mengingat peranan notaris sangatlah penting bagi lalu lintas kehidupan masyarakat, maka perilaku dan perbuatan notaris dalam menjalankan jabatan profesinya haruslah sesuai dengan kode etik seorang notaris. Notaris menyandang suatu etika profesi dimana etika profesi merupakan etika moral yang khusus diciptakan untuk kebaikan jalannya profesi yang bersangkutan, karena setiap profesi mempunyai identitas, sifat atau ciri standar profesi sendiri sesuai dengan kebutuhan profesi masing-masing.67

Selain berprofesi sebagai notaris, profesi lain yang dapat dijabat oleh seorang notaris adalah sebagai seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah atau yang disingkat menjadi PPAT. Pekerjaan notaris dan PPAT memang bersinggungan, tetapi

66 Edwar, Faisal A. Rani, Dahlan Ali, Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum Ditinjau Dari Konsep Equity Before The Law, Fakultas Hukum Unsyiah, 2019, hlm. 181.

67 M. Suhaji Utama, Analisis Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Akta Yang Dibuatnya Jika Dipersangkakan Terkait Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering), Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2016.

kedua pekerjaan tersebut tidak sama, seorang PPAT belum tentu seorang notaris, begitu pula sebaliknya. Notaris diangkat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, sedangkan PPAT diangkat oleh Badan Pertanahan Nasional.68

2. Wewenang, Kewajiban, dan Larangan Notaris a) Wewenang Notaris

Kewenangan Notaris yang utama adalah membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan atau dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta. Menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”), suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Akta autentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya.69 Disinilah letak arti penting dari seorang notaris, bahwa notaris karena Undang-Undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang sempurna, dalam pengertian bahwa apa yang tersebut dalam akta autentik itu pada pokoknya dianggap benar sepanjang tidak ada bukti sebaliknya.70

68Fikri Ariesta Rahman, Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Mengenal Para Penghadap, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2018.

69 Lihat isi pasal 1870 KUHPerdata.

70Ahmad Reza Andhika, Pertanggungjawaban Notaris Dalam Perkara Pidana Berkaitan Dengan Akta Yang Dibuatnya Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2015.

Pada kehidupan bermasyarakat yang sederhana hubungan diantara warga masyarakat lebih banyak didasarkan pada kebiasaan dan norma berasaskan nilai serat moral yang ada dan tumbuh dari masyarakat itu sendiri. Pada kehidupan yang lebih kompleks, kepastian hukum sering kali menjadi tumpuan dari mekanisme roda kehidupan masyarakat. Banyak tindakan hukum yang dilakukan orang berkaitan dengan adanya jaminan akan kepastian hukum sehingga dibutuhkan alat bukti yang terkuat, yaitu perbuatan hukum tersebut dituangkan di dalam akta notaris. Selain sebagai alat bukti, akta notaris mempunyai fungsi sebagai syarat mutlak untuk adanya perbuatan hukum tertentu, yaitu apabila oleh Undang-Undang diwajibkan untuk dibuat dengan akta notaris seperti halnya dengan pendirian perseroan terbatas.71

Notaris merupakan pejabat yang memegang jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada publik.72 Hakikat tugas notaris selaku pejabat umum ialah mengatur secara tertulis dan autentik hubungan hukum antara pihak yang secara manfaat dan mufakat meminta jasa notaris yang pada dasarnya adalah sama dengan tugas hakim yang memberikan keadilan di antara para pihak yang bersengketa. Dalam konstruksi hukum kenotariatan, salah satu tugas jabatan notaris adalah memformulasikan keinginan atau tindakan penghadap/para penghadap ke dalam bentuk akta autentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.73

71 Ihdina Nida Marbun, Tanggung Jawab Notaris Terhadap Covernote (Surat Keterangan) Atas Pengurusan Sertipikat, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2015.

72 Freddy Harris dan Leny Helena, Notaris Indonesia, PT Lintas Cetak Djaja, Jakarta Pusat, 2017, hlm. 49.

73 Ahmad Reza Andhika, op. cit., hlm. 38.

Seorang notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Hal ini sesuai dengan isi Pasal 15 ayat 2 UUJN yang menyebutkan bahwa notaris berwenang untuk:

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. membuat akta risalah lelang.

Selain kewenangan sebagaimana yang disebutkan di atas, notaris juga mempunyai kewenangan lain sebagaimana yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan.

b) Kewajiban Notaris

Kewajiban notaris pada umumnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan dijiwai oleh Pancasila, sadar dan taat kepada hukum dan peraturan perundang-undangan, Undang-Undang Jabatan Notaris,

kode etik notaris, sumpah jabatan dengan bekerja secara jujur, mandiri, tidak berpihak dan penuh rasa tanggung jawab.74

Dalam melaksanakan tugas jabatannya seorang notaris harus berpegang teguh kepada kode etik jabatan notaris, karena tanpa itu, harkat dan martabat profesionalisme akan hilang sama sekali.75 Menurut Bertens, kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat.76 Notaris berkewajiban untuk merahasiakan isi aktanya bahkan wajib merahasiakan semua pembicaraan-pembicaraan para langganannya pada waktu diadakan persiapan-persiapan untuk membuat akta.77

Berdasarkan isi pasal 16 UUJN, di dalam menjalankan jabatannya, notaris wajib :

a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

b. membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris;

c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta akta;

d. mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan minuta akta;

e. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

74 Syafrida Yanti, Akibat Hukum Terhadap Pembuatan Akta Otentik Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Notaris Sebagaimana Diamanatkan Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2014.

75 Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 35.

76Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 77.

77 M. Suhaji Utama, op. cit., hlm. 39.

f. merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain;

g. menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

h. membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;

i. membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;

j. mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;

l. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

m. membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan

n. menerima magang calon notaris.

c) Larangan Notaris

Dalam menjalankan kewenangan notaris sebagaimana diatur dalam pasal 15 UUJN, perlu diatur pula larangan bagi notaris agar dalam menjalankan kewenangannya tersebut ada batas-batas yang harus ditaati oleh notaris. Hal ini sebagaimana tercantum di dalam isi pasal 17 ayat 1 UUJN yang mengatur terkait larangan bagi notaris, yaitu sebagai berikut:

a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;

c. merangkap sebagai pegawai negeri;

d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara;

e. merangkap jabatan sebagai advokat;

f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;

g. merangkap jabatan sebagai pejabat pembuat akta tanah dan/atau pejabat lelang kelas II di luar tempat kedudukan notaris;

h. menjadi notaris pengganti; atau

i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris.

Jika larangan itu dilakukan oleh notaris, maka notaris akan dikenakan sanksi berupa: peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat. Adapun jenis sanksi sebagaimana tersebut telah ditentukan dalam pasal 17 ayat 2 UUJN.

B. Tinjauan Umum Tentang Akta Notaris

Menurut A. Pitlo, akta merupakan surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu dibuat. Menurut Sudikno Mertokusumo, akta adalah surat yang diberi tanda tangan yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Dengan demikian akta merupakan surat yang ditandatangani, memuat peristiwa-peristiwa atau perbuatan hukum dan digunakan sebagai pembuktian. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan akta adalah:78

a) Perbuatan handeling / perbuatan hukum rechtshandeling itulah pengertian yang luas; dan

78 Sjaifurrachman, op. cit, hlm. 99.

b) Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai/digunakan sebagai bukti perbuatan hukum tersebut, yaitu berupa tulisan yang diajukan kepada pembuktian sesuatu.

Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, suatu akta merupakan akta otentik apabila akta tersebut dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Dengan demikian, Undang-Undang menyatakan bahwa suatu akta adalah autentik jika:79

a) Bentuknya ditentukan oleh Undang-Undang;

b) Dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum;

c) Dibuat dalam wilayah kewenangan dari pejabat yang membuat akta itu.

Sebagai akta autentik, akta yang dibuat oleh notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat sepanjang tidak dibantah kebenarannya oleh siapa pun, kecuali bantahan terhadap akta tersebut dapat dibuktikan sebaliknya. Dalam artian bahwa akta yang dibuat oleh notaris tersebut mengalami kebohongan atau cacat, sehingga akta tersebut dapat dinyatakan oleh hakim sebagai akta yang cacat secara hukum.80

Begitu pentingnya keterangan yang termuat dalam akta tersebut sehingga setiap penulisannya harus jelas dan tegas. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 42 UUJN yang menyatakan bahwa akta notaris dituliskan dengan jelas dalam hubungan satu sama lain yang tidak terputus-putus dan tidak menggunakan singkatan. Oleh

79 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, buku kesatu, cetakan keempat, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2016, hlm. 59.

80 Ahmad Reza Andhika, op. cit., hlm. 46.

karena itu ruang dan sela kosong dalam akta digaris dengan jelas sebelum ditandatangani, kecuali untuk akta yang dicetak dalam bentuk formulir berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, semua bilangan untuk menentukan banyaknya dan jumlahnya sesuatu yang disebut dalam akta, seperti penyebutan tanggal, bulan dan tahun dinyatakan dengan huruf dan harus didahului dengan angka.81

Secara umum, akta autentik terdiri atas 2 (dua) bentuk yaitu:82 1. Akta pejabat ( ambtelijke acte atau verbal acte )

Akta pejabat merupakan akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu dengan mana pejabat menerangkan apa yang dilihat serta apa yang dilakukannya, jadi inisiatif tidak berasal dari orang yang namanya diterangkan dalam akta. Akta ini berisikan uraian yang dilihat dan disaksikan notaris sendiri atas permintaan para pihak yang dilakukan yang dituangkan ke dalam bentuk akta notaris.83 Contoh akta pejabat adalah akta berita acara lelang, akta risalah rapat umum pemegang saham, dan lain sebagainya.

2. Akta pihak / penghadap ( partij acte )

Akta yang dibuat dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu dan akta itu dibuat atas permintaan pihak-pihak yang berkepentingan. Akta pihak berisi uraian/

keterangan, pernyataan para pihak yang diberikan atau yang diceritakan di

81 Supriadi, Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm. 39.

82 Sjaifurrachman, op. cit, hlm. 109.

83 Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, PT Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 10.

hadapan notaris. Para pihak berkeinginan agar uraian atau keterangannya dituangkan ke dalam bentuk akta notaris.84 Contoh akta pihak/penghadap adalah jual beli, sewa menyewa, pendirian perseroan terbatas, dan lain sebagainya.

Pembuatan akta notaris baik akta yang dibuat oleh maupun akta yang dibuat di hadapan Notaris yang menjadi dasar utama atau inti dalam pembuatan akta notaris, yaitu harus ada keinginan atau kehendak dan permintaan dari para pihak.85

Suatu akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris bentuknya sudah ditentukan berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris, khususnya pasal 38 UUJN, yang terdiri dari: d. nama lengkap dan tempat kedudukan notaris.

(3) Badan akta memuat:

a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;

b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;

c. isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan

d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

(4) Akhir atau penutup akta memuat:

a. uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7);

84 Ibid.

85 Ahmad Reza Andhika, op. cit., hlm. 43.

b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta jika ada;

c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan

d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah perubahannya.

Pembuatan akta sebagaimana isi dari pasal 38 UUJN sebagaimana telah disebutkan diatas harus diperhatikan secara seksama oleh setiap notaris yang hendak membuat akta autentik, hal ini mengingat bahwa akta autentik yang dibuat oleh notaris akan dipergunakan sebagai alat bukti di pengadilan apabila terjadi perselisihan di kemudian hari.

C. Pertanggungjawaban Notaris Di Dalam Pembuatan Akta Notaris 1. Kekuatan Pembuktian Akta Autentik Yang Dibuat Notaris

Suatu akta dikatakan akta autentik sepanjang tidak ada orang atau pihak lain

Suatu akta dikatakan akta autentik sepanjang tidak ada orang atau pihak lain