• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS DI DALAM

C. Perlunya Pengungkapan Pemilik Manfaat (Beneficial

Berdasarkan hasil penelitian Financial Action Task Force (“FATF”) menyatakan bahwa rendahnya informasi pemilik manfaat yang cepat, mudah dan akurat di Indonesia telah dimanfaatkan oleh para pelaku tindak pidana untuk menyembunyikan identitas pelaku usaha dan menyamarkan hasil dari

156 Anthony Tiono dan R. Arja Sadjiarto, loc. cit.

tindak pidananya. Menurut Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM, Cahyo Rahadian Muzhar, mengungkapkan bahwa pelaku usaha menggunakan korporasi tersebut untuk menggunakan harta kekayaan dari korporasi yang diduga sebagai hasil dari tindak pidana.157

Dalam perkembangannya, tindak pidana pencucian uang (“TPPU”) semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor. Untuk mengantisipasi hal itu, FATF on Money Laundering telah mengeluarkan standar internasional yang menjadi ukuran bagi setiap negara dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme yang dikenal dengan 40 Recommendations.158

Salah satu rekomendasi FATF dalam rangka pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme adalah perlu adanya pengaturan dan mekanisme untuk mengenali pemilik manfaat dari suatu korporasi guna memperoleh informasi mengenai pemilik manfaat yang akurat, terkini, dan tersedia untuk umum.159

157 Moh. Dani Pratama Huzain, Kemenkumham Terus Dorong Korporasi Agar Patuhi Aturan Beneficial Ownership Korporasi yang Melakukan Pengesahan atau Perubahan AD/ART Wajib

Melakukan Pengisian Data Pemilik Manfaat,

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5dc9281a52d3d/kemenkumham-terus-dorong-korporasi-agar-patuhi-aturan-ibeneficial-ownership-i/, diakses pada tanggal 10 Maret 2020.

158 Moh Dani Pratama Huzaini, PPATK Ingatkan Kemudahan Investasi Jangan Menjadi Ruang Kejahatan, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5de88c63bc0aa/ppatk-ingatkan-kemudahan-investasi-jangan-menjadi-ruang-kejahatan/, diakses pada tanggal 20 Januari 2020.

159 Moh. Dani Pratama Huzain, Kemenkumham Terus Dorong Korporasi Agar Patuhi Aturan Beneficial Ownership Korporasi yang Melakukan Pengesahan atau Perubahan AD/ART Wajib Melakukan Pengisian Data Pemilik Manfaat,

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5dc9281a52d3d/kemenkumham-terus-dorong-korporasi-agar-patuhi-aturan-ibeneficial-ownership-i/, diakses pada tanggal 10 Maret 2020.

Di Indonesia, istilah money laundering diterjemahkan dengan pencucian uang, dimana money laundering telah dikategorikan sebagai kejahatan, baik yang dilakukan perseorangan maupun korporasi. Dalam Black’s Law Dictionary disebutkan bahwa pencucian uang disebutkan sebagai “Term used to describe investment or other transfer money flowing from racketeering, drug transaction, and other illegal sources into legitimate channels so that its original source cannot be traced. Dapat dipahami bahwa money laundering merupakan suatu praktik menyamarkan atau menyembunyikan asal-usul pendapatan atau kekayaan, sehingga dapat digunakan dengan tanpa diketahui bahwa pendapatan atau kekayaan tersebut pada mulanya berasal dari praktik ilegal.160 Artinya dengan money laundering tersebut, pendapatan atau kekayaan yang pada mulanya berasal dari praktik yang ilegal dapat diubah menjadi pendapatan atau kekayaan yang seolah-olah berasal dari sumber yang legal.161

Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku dengan berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil tindak pidana sulit ditelusuri oleh aparat penegak hukum. Selain mengancam stabilitas dan integritas sistem keuangan serta sistem perekonomian,

160 Bismar Nasution, Rezim Anti Money Laundering, https://bismarnasution.com/rezim-anti-money-laundering/, diakses pada tanggal 6 Maret 2020.

161Bismar Nasution, Anti Money Laundering di Indonesia, https://bismarnasution.com/anti-money-laundering-di-indonesia/, diakses pada tanggal 6 Maret 2020.

tindak pidana pencucian uang juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.162

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, guna mencegah TPPU, prinsip mengenali pemilik manfaat juga perlu dilakukan untuk mencegah tindak pidana pendanaan terorisme. Berdasarkan isi Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 9 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, yang dimaksud dengan pendanaan terorisme adalah segala perbuatan dalam rangka menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris.

Pemerintah Indonesia menerbitkan Perpres No. 13/2018 sebagai saran alternatif dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan tindak pidana pendanaan terorisme, dimana di dalam Perpres tersebut diatur bahwa diperlukannya informasi mengenai pemilik manfaat yang akurat, terkini, dan tersedia untuk umum pada setiap korporasi. Setiap korporasi wajib menetapkan pemilik manfaat dari korporasi.163

Penerbitan Perpres tersebut merupakan salah satu langkah untuk mempercepat peningkatan transparansi kepemilikan perusahaan penerima manfaat dari aktivitas perekonomian. Dengan adanya penerbitan Perpres itu, pemerintah akan mengetahui apabila sebuah korporasi atau pemilik korporasi terlibat kejahatan.

162 Lihat Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

163 Lihat isi Pasal 3 ayat 1 Perpres No. 13/2018.

Nantinya, transparansi itu akan memudahkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (“PPATK”) mendeteksi praktik pencucian uang yang menggunakan sarana korporasi.164 Oleh karenanya guna efektivitas pelaksanaan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi dan perolehan informasi mengenai pemilik manfaat yang akurat, terkini, dan tersedia untuk umum, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menerbitkan Permenkumham No. 15/2019 guna mengatur tentang tata cara dan mekanisme pelaksanaan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi yang merupakan perpanjangan dari Perpres No. 13/2018.

Pengungkapan pemilik manfaat (beneficial ownership) dapat mempengaruhi sejumlah sektor di bidang ekonomi, terutama sektor keuangan, perbankan, dan perpajakan. Dengan adanya kewajiban untuk mengungkapkan pemilik manfaat (beneficial ownership) dapat memudahkan pencarian identitas dalam membongkar kasus pidana dan pembuktian TPPU. Dalam pandangan umum, pencucian uang dihubungkan dengan bank, lembaga pembiayaan atau penyedia jasa keuangan dan pedagang valuta asing. Sebagai contoh ketidakterbukaan pemilik manfaat (beneficial ownership) dalam perusahaan terbuka, bagaimana uang haram yang diinvestasikan dalam bursa sekuritas dan metode pencuciannya di pasar modal adalah melalui sektor sekuritas yang mengacu pada perdagangan sekuritas, tempat dimana penjual dan

164Agus Sahbani, KPK-PPATK Bahas Beneficial Ownership Perpres mengenai Beneficial Ownership Juga Sangat Penting Karena Pelaku-Pelaku Itu Bernaung di Bawah Korporasi Tertentu, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a9e826856796/kpk-ppatk-bahas-beneficial-ownership/, diakses pada tanggal 27 Februari 2020.

pembeli untuk berniaga, sektor ini rawan terhadap pencucian uang pada tahap penyelubungan, meliputi penyalahgunaan tata kerja perdagangan, pendirian badan hukum atau pemanfaatan mekanisme pasar, teknik-teknik yang digunakan para pelaku kejahatan di sektor sekuritas adalah dengan membeli sekuritas yang diperdagangkan secara publik, menggunakan dana ilegal dan kemudian mengubahnya menjadi saham dan obligasi. Melalui metode ini identitas para pelaku pencucian uang bisa disembunyikan dengan menggunakan nama lain, seperti melalui pihak ketiga sebagai penasihat investasi atau melalui perusahaan fiktif.165

Selain itu, menurut Kiagus Ahmad Badaruddin selaku Kepala Pusat PPATK, informasi beneficial ownership juga penting bagi korporasi yang bergerak di bidang industri ekstraktif seperti pertambangan, perkebunan, kehutanan dan lain-lain.

Hal ini semata-mata untuk mengetahui aktor intelektual atau pihak di belakang korporasi yang bertanggung jawab atas serangkaian kerusakan hutan dan lingkungan hidup, hilangnya pendapatan negara dari sektor perpajakan, serta upaya penyembunyian dan penyamaran hasil tindak pidana. Oleh karenanya, pengaturan mengenai pemilik manfaat (beneficial ownership) yang transparan sangatlah penting karena sulitnya untuk menyelidiki aliran dana korupsi atau pencucian uang sampai menemukan orang yang mendapat manfaat terbesar (beneficial ownership) dari uang

165 Hanafi Amrani, Hukum Pidana Pencucian Uang, UII Press, Yogyakarta, 2015, hlm. 25.

tersebut. Salah satu penyebabnya adalah karena adanya pengaturan yang menyebabkan badan hukum dapat dipergunakan sebagai upaya untuk mengaburkan jejak.166

Pengungkapkan pemilik manfaat dari setiap korporasi di Indonesia bertujuan untuk dapat diketahuinya pihak-pihak yang berada di belakang korporasi tersebut.

Selama ini di Indonesia banyak permainan kotor yang dilakukan oleh orang-orang di belakang korporasi untuk menyembunyikan harta kekayaan mereka. Dengan kewajiban mengungkap pemilik manfaat, otoritas pajak bisa menggunakan datanya untuk mencegah upaya wajib pajak melarikan diri dari kewajiban mereka. Kewajiban pajak merupakan salah satu alasan penerima manfaat menyamarkan dan memutus rantai kepemilikan, agar terhindar dari kewajiban membayar pajak. Selain itu, tujuan pengungkapan beneficial owner adalah untuk mencegah agar orang atau badan yang tidak berhak dapat menikmati ketentuan dalam persetujuan penghindaran pajak berganda (“P3B”). Fasilitas P3B hanya dapat diberikan kepada beneficial ownership.

Jadi apabila diketahui bahwa wajib pajak merupakan nominee bukan beneficial ownership maka wajib pajak tersebut tidak berhak untuk menerima fasilitas P3B.

Pengungkapan pemilik manfaat juga erat kaitannya dengan TPPU dan tindak pidana pendanaan terorisme. Terkait masalah terorisme di Indonesia, tidak terlepas dengan masalah pendanaan terorismenya yang merupakan sumber dalam pelaksanaan suatu kegiatan terorisme. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat internasional dalam

166 Joko Prabowo, Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Nominee Atas Kepemilikan Saham Pada Perseroan Terbatas (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn.

dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014), Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2017.

rangka memerangi terorisme itu bukan saja mengkriminalisasi perbuatan teror yang dilakukan oleh para teroris, tetapi juga mengkriminalisasi kegiatan pembiayaan terorisme (financing of terrorism) atau pembiayaan kepada para teroris (terrorist financing).167

Hal ini sama seperti yang disampaikan oleh Diani Sadia Wati selaku Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Hubungan Kelembagaan Kementerian PPN / Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) bahwa pengungkapan beneficial ownership juga dapat mencegah risiko lebih jauh tentang transfer pendanaan terorisme, mencegah adanya conflict of interest dan larinya perusahaan-perusahaan terhadap kewajiban berbagai keuangan negara, seperti membayar pajak, meningkatkan kepercayaan investor dan aktivitas perekonomian yang dilakukan.168

Di samping itu beberapa manfaat pengungkapan pemilik manfaat (beneficial ownership) antara lain: memberikan kepastian hukum atas pertanggungjawaban pidana karena memudahkan pencarian identitas dalam membongkar kasus pidana, memudahkan pencarian dan pembuktian TPPU, melindungi korporasi dan pemilik manfaat yang beritikad baik, optimalisasi pemulihan aset dari pelaku tindak pidana korupsi dan pencucian uang, implementasi bisnis yang sehat dan menghindari

167 Michael Nugroho Widjaja, op.cit., hlm. 4.

168 Moh. Dani Pratama Huzaini, Akan Segera Berlaku, Ini Ketentuan Turunan Perpres Beneficial Ownership:Terdapat 32.756 Peseroan Terbatas (PT) yang telah menyampaikan Beneficial

Ownership. Jumlah Ini Masih Sangat Kecil,

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5de9969b1943d/akan-segera-berlaku--ini-ketentuan-turunan-perpres-beneficial-ownership/, diakses pada tanggal 12 Januari 2020.

monopoli pasar, serta mencegah konflik kepentingan dalam kepemilikan sumber daya publik, misalnya dalam hal kepemilikan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Sedangkan beberapa kerugian dengan tidak adanya keterbukaan informasi pemilik manfaat (beneficial ownership) adalah hilangnya potensi ekonomi dan pendapatan negara karena peluang penghindaran pajak oleh wajib pajak dan secara spesifik dalam bidang pasar modal dan sektor keuangan dapat terjadi proses jual beli harga yang semu karena perusahaan penjual memiliki afiliasi kepemilikan dengan perusahaan pembeli. Bursa pasar uang tidak berjalan sempurna karena pembeli maupun penjual bisa saja dikendalikan oleh pemilik manfaat (beneficial ownership) yang sama, membuat kinerja bursa tidak mencerminkan kinerja yang sebenarnya yang menyebabkan terjadi kamuflase dalam pergerakan indeks harga.169

For a corporate governance system to be effective, it is crucial that minority investors have a means to detect and observe these abusive transactions and other opportunistic activities by controlling owners. The legal and regulatory disclosure regime should thus ensure that investors are provided with a true, accurate and complete picture of ownership and control structures.Moreover, a legal requirement to provide insights into the identity of substantial ultimate beneficial owners discourages them to engage in self-dealing, or otherwise unduly enrich themselves. In addition, a strict disclosure regime also benefits other stakeholders of a listed company as insights into its control and ownership structure arguably prevent excessive

169 Kusrini Purwijanti dan Iman Prihandono, loc. cit., hlm. 64.

taking activities.170 Pernyataan tersebut dapat diterjemahkan secara bebas sebagai berikut: “Agar sistem tata kelola perusahaan menjadi efektif, sangatlah penting bagi investor minoritas untuk mendeteksi dan mengamati transaksi-transaksi semu dan kegiatan oportunistik lainnya dengan mengendalikan pemilik. Dengan demikian, hukum dan peraturan harus memastikan untuk dapat mengungkapkan gambaran yang benar, akurat dan lengkap tentang struktur kepemilikan dan struktur pengendalian kepada para investor. Selain itu, persyaratan yang ditetapkan oleh hukum untuk memberikan informasi tentang identitas beneficial owners mencegah mereka untuk terlibat dalam perdagangan sendiri atau untuk memperkaya diri mereka sendiri. Selain itu, pengungkapan yang akurat juga menguntungkan pemangku kepentingan lain dari perusahaan terbuka yaitu sebagai informasi terkait pengontrolan dan struktur kepemilikan yang bisa mencegah aktivitas-aktivitas pengambilan risiko yang berlebihan.”

170 Fianna Jurdant, Disclosure of Beneficial Ownership and Control in Indonesia Legislative and Regulatory Policy Options for Sustainable Capital Markets, OECD Publishing, 2013, hlm. 13.

BAB IV

KEDUDUKAN NOTARIS DALAM MENGUNGKAPKAN PEMILIK MANFAAT (BENEFICIAL OWNERSHIP) DALAM PEMBUATAN

AKTA NOTARIS

A. Keterkaitan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) Dengan Prinsip Mengenal Pengguna Jasa Dalam Membuat Akta Notaris

1. Tinjauan Umum Tentang Prinsip Mengenal Pengguna Jasa

Prinsip Mengenali Pengguna Jasa adalah prinsip yang diterapkan oleh pihak pelapor untuk mengetahui latar belakang dan identitas pengguna jasa, memantau transaksi, serta melaporkan transaksi kepada otoritas berwenang / PPATK.171

Prinsip mengenali pengguna jasa (Know Your Customer) sendiri adalah prinsip yang penerapannya lazim ditemui pada dunia perbankan dan lembaga penyedia jasa keuangan lainnya. Berdasarkan isi Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris menyatakan bahwa notaris selaku salah satu pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang notaris wajib menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa.

Secara umum, latar belakang pentingnya penerapan prinsip mengenali pengguna jasa adalah sebagai berikut:172

171 PPATK, Pengertian umum yang perlu diketahui dalam menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa, http://elearning.ppatk.go.id/course/view.php?id=9&section=2, diakses pada tanggal 17 Maret 2020.

172PPATK, Latar Belakang ,http://elearning.ppatk.go.id/course/view.php?id=9&section=1, diakses pada tanggal 17 Maret 2020.

1) Menurunkan Risiko TPPU dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme

Ketentuan prinsip mengenali pengguna jasa mengharuskan semua pihak pelapor untuk melakukan penilaian risiko TPPU dan tindak pidana pendanaan terorisme (risk based approach) terhadap entitas dan pengguna jasanya.

Melalui penerapan risk based approach tersebut, setiap entitas pihak pelapor wajib memiliki kebijakan dan prosedur yang memadai dalam rangka melakukan mitigasi risiko TPPU dan tindak pidana pendanaan terorisme berdasarkan hasil penilaian risiko yang telah dilakukan oleh entitas yang bersangkutan. Tujuan akhir dari penerapan mitigasi risiko adalah dapat menurunkan risiko TPPU dan tindak pidana pendanaan terorisme

2) Manajemen Risiko

Penerapan prinsip mengenali pengguna jasa merupakan bagian penting bagi manajemen risiko yang baik, terutama risiko reputasi, operasional, hukum dan konsentrasi, yang satu dengan lainnya saling berhubungan.

3) Pemenuhan Kewajiban Ketentuan Perundang-undangan

Kewajiban penerapan prinsip mengenali pengguna jasa dan pelaporan bagi pihak pelapor untuk pemenuhan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, merupakan landasan hukum yang utama untuk memerangi kejahatan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.

4) Sesuai Prinsip Good Corporate Governance (GCG)

Mewujudkan prinsip GCG yakni prinsip transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness).

5) Insentif dalam Membina Hubungan dengan Pengguna Jasa atau Nasabah Dengan mengetahui latar belakang dan identitas serta memantau transaksi yang dilakukan pengguna jasa, akan memberikan nilai tambah bagi pihak pelapor terutama dalam membina hubungan baik dengan pengguna jasa yang bermanfaat dari aspek bisnisnya. Terhadap pengguna jasa yang prospektif akan senantiasa dijaga dan ditingkatkan hubungan baiknya.

6) Memudahkan Manajemen Untuk Pengambilan Keputusan

Dalam penerapan prinsip mengenali pengguna jasa, ketersediaan data nasabah atau pengguna jasa, rekam jejak dan berbagai transaksi yang dilakukan, serta administrasi atau penatausahaan dokumen informasi yang baik, dapat dimanfaatkan untuk melakukan berbagai kajian (riset) termasuk dalam riset pengembangan usaha industri pihak pelapor. Akurasi data dan metode pengolahan data yang baik akan menghasilkan bahan penting bagi manajemen dalam pengambilan keputusan secara akurat dan profesional.

Prinsip mengenali Pengguna Jasa merupakan prinsip yang lahir dari ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU (UU TPPU). Ide dasar prinsip mengenali pengguna jasa merupakan penyempurnaan dari Prinsip Know Your Customer yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU. Prinsip mengenali pengguna jasa muncul karena adanya upaya untuk melakukan pencegahan atas TPPU yang bersumber dari berbagai tindak pidana asal (predicate crime) seperti korupsi, perdagangan gelap narkotika, penyelundupan, pembalakan liar (illegal logging), kejahatan di bidang perbankan dan berbagai kejahatan lainnya. Kejahatan-kejahatan tersebut melibatkan atau menghasilkan uang atau aset (proceeds of crime) yang jumlahnya sangat besar.173

Prinsip mengenali pengguna jasa adalah prinsip yang diterapkan oleh pihak pelapor untuk mengetahui latar belakang dan identitas pengguna jasa, memantau transaksi, serta melaporkan transaksi kepada PPATK. Prinsip mengenali pengguna jasa merupakan salah satu cara memitigasi resiko nasional atas dinamika nasional, regional maupun global yang diiringi dengan perkembangan produk, aktivitas dan teknologi informasi, meningkatkan peluang penyalanggunaan fasilitas dan produk dari industri

173 Elisabeth, Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Oleh Notaris Sebagai Pihak Pelapor Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Memiliki Kewajiban Menjaga Kerahasian Akta Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2019.

keuangan dan lembaga yang terkait dengan keuangan, oleh pelaku kejahatan terutama sebagai sarana pencucian uang.174

2. Keterkaitan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) dengan Prinsip Mengenal Pengguna Jasa

Pada dasarnya, sebelum Perpres No. 13/2018 diundangkan, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya guna menciptakan transparansi atas beneficial ownership.

Adapun salah satu upaya tersebut adalah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2017 (“Permenkumham No. 9/2017”) yang berkaitan dengan peran notaris terkait beneficial ownership. Permenkumham tersebut menjelaskan secara rinci definisi pemilik manfaat dan berbagai kewajiban yang dibebankan kepada notaris terhadap pemilik manfaat. Permenkumham yang berjudul tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris ini pada prinsipnya bertujuan untuk mengatur agar para notaris harus mengenali secara mendalam pengguna jasanya.175

Prinsip mengenali pengguna jasa yang diatur di dalam Permenkumham No.

9/2017 merupakan ketentuan pelaksana dari Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 (“PP No. 43/2015”) yang mengatur kewajiban notaris untuk melaksanakan pencegahan dan pemberantasan atas TPPU yang mana merupakan perluasan atas ketentuan melapor yang diatur di dalam Undang-Undang TPPU. Kewajiban untuk

174 Ibid.

175 Armansyah dan Triastuti, Beneficial Ownership dan Kewajiban Pelaporan Atas Transaksi Keuangan Mencurigakan, Adil: Jurnal Hukum, Vol. 9, No. 2, 2018, hlm. 4.

melaksanakan prinsip mengenali pengguna jasa dalam rangka pelapor TPPU pun dinyatakan secara tegas di dalam konsiderans Permenkumham No. 9/2017.

Guna mendukung penerapan prinsip mengenali pengguna jasa bagi notaris, diterbitkanlah Surat Edaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU.UM.01.01-1232 tentang Panduan Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris (“SE No. AHU.UM.01.01-1232”). Adapun maksud dan tujuan surat edaran ini diterbitkan adalah untuk memberikan panduan bagi notaris dalam menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa guna tercapainya penerapan prinsip mengenali pengguna jasa yang menyeluruh bagi notaris dalam rangka mencegah dan memberantas pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Penerapan prinsip mengenali pengguna jasa berlaku bagi notaris dalam hal memberikan jasa berupa mempersiapkan dan melakukan transaksi untuk kepentingan atau untuk dan atas nama pengguna jasa, mengenai:176

a. pembelian dan penjualan properti;

b. pengelolaan terhadap uang, efek, dan/atau produk jasa keuangan lainnya;

c. pengelolaan rekening giro, rekening tabungan, rekening deposito, dan/atau rekening efek;

d. pengoperasian dan pengelolaan perusahaan; dan/atau;

e. pendirian, pembelian, dan penjualan badan hukum.

Adapun kewajiban menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa sebagaimana dimaksud di atas dilakukan pada saat:177

a. melakukan hubungan usaha dengan pengguna jasa

176 Lihat isi Pasal 2 ayat 3 Permenkumham No. 9/2017.

177 Lihat isi Pasal 2 ayat 4 Permenkumham No. 9/2017.

b. terdapat transaksi keuangan dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah);

c. terdapat transaksi keuangan mencurigakan yang terkait tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme; atau

d. notaris meragukan kebenaran informasi yang dilaporkan pengguna jasa.

Apabila dikaitan dengan prinsip kehati-hatian, dalam menjalankan jabatannya, diperlukan kehati-hatian dari notaris itu sendiri dalam menerima suatu pekerjaan atau klien. Ketika seorang notaris ragu tentang keterangan yang diberikan oleh para pihak, sebagai notaris berhak dan berkewajiban menggali informasi yang

Apabila dikaitan dengan prinsip kehati-hatian, dalam menjalankan jabatannya, diperlukan kehati-hatian dari notaris itu sendiri dalam menerima suatu pekerjaan atau klien. Ketika seorang notaris ragu tentang keterangan yang diberikan oleh para pihak, sebagai notaris berhak dan berkewajiban menggali informasi yang