• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS KEDUDUKAN NOTARIS DALAM MENGUNGKAPKAN PEMILIK MANFAAT (BENEFICIAL OWNERSHIP) DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS YURIDIS KEDUDUKAN NOTARIS DALAM MENGUNGKAPKAN PEMILIK MANFAAT (BENEFICIAL OWNERSHIP) DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIS"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

VELLICHIA LAWRENCE 167 011 132 / M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)

kewajiban tersebut tidak diatur di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Pada satu sisi, notaris memang berperan penting di dalam pengungkapan benefecial ownership suatu korporasi, namun pada sisi lainnya transparansi pengungkapan benefecial ownership haruslah berdasarkan informasi yang jujur dan jelas dari pihak yang mewakili korporasi tersebut. Hal ini dikarenakan keberadaan pemilik manfaat (beneficial ownership) yang sepenuhnya tidak dapat dideteksi oleh notaris.

Permasalahan yang menjadi fokus kajian dalam tesis ini adalah:

Bagaimana pertanggungjawaban notaris di dalam pembuatan akta notaris, Mengapa perlu dilakukannya pengungkapan pemilik manfaat (beneficial ownership) pada korporasi, dan Bagaimana kedudukan notaris dalam mengungkapkan pemilik manfaat (Beneficial Ownership) dalam pembuatan akta notaris. Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka, dimana bahan atau data yang diperoleh akan disusun secara sistematis dan dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang sifatnya kualitatif. Hasil penelitian diharapkan akan dapat menjawab permasalahan yang diteliti, dan pada akhirnya akan dapat memberikan saran solusi terhadap permasalahan tersebut.

Penelitian ini kemudian menghasilkan beberapa kesimpulan bahwa:

1) Notaris hanya bertanggung jawab terhadap kepala akta yang berisikan kewenangan para penghadap dalam menandatangani akta, selanjutnya terhadap penutup akta yang berisi kewenangan saksi-saksi kemudian dihadapkan oleh para penghadap untuk menandatangani akta, sedangkan terhadap isi akta notaris hanya bertanggung jawab bahwa akta yang dibuatnya tidak melanggar klausul-klausul yang dilarang oleh Undang-Undang dan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; 2) Pengungkapkan pemilik manfaat dari setiap korporasi di Indonesia bertujuan untuk dapat diketahuinya pihak-pihak yang berada di belakang korporasi tersebut; 3) Peran dan kedudukan notaris adalah sebagai supporting system di dalam mengungkapkan beneficial ownership pada suatu korporasi yaitu dalam hal ini pada saat proses penginputan data terkait pendirian ataupun perubahan anggaran dasar/anggaran rumah tangga korporasi.

Disarankan di dalam pembuatan akta, notaris tetap memperhatikan aspek lahiriah, formal, dan materil suatu akta sehingga akta notaris mempunyai pembuktian kekuatan hukum yang sempurna. Selain itu, disarankan agar pemerintah dapat melakukan perubahan terhadap Perpres No. 13/2018 khususnya ketentuan terkait sanksi dimana pada Perpres, ketentuan terkait sanksi bagi korporasi yang tidak menyediakan informasi beneficial ownership masih belum jelas, dan hendaknya di dalam pembuatan peraturan perundang-undangan terdapat sinkronisasi antara peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan yang lebih rendah.

Kata Kunci: Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership), Notaris, Korporasi

(5)

an importnant role to reveal the beneficial ownership of a corporation, on the other hand transparency in revealing beneficial ownership has to be based on honest and clear information from delegation of the corporation since the existence of beneficial ownership cannot be fully detected by the notary.

The research problems are how the notary’s liability for the drawing up of notarial deeds, why it is necessary to reveal the beneficial ownership of a corporation, and how about the status of a notary in revealing the beneficial ownership in drawing up notarial deeds. This research employs normative juridical method. The data are collected through library research, which materials or data obtained are systematically organized and analyzed by scientific logical procedures that is qualitative. The results are expected to be able to answer the research problems and to solve them.

This research obtains some conclusions: 1) the Notary is only liable for the preamble of the deeds containing the authority of person appearing for signing the deeds, also for the closing of the deeds containing authority of witnesses when meeting the person appearing to sign the deeds; meanwhile, as to the contents of the notarial deeds, the Notary is merely liable that the deeds he has made do not violate any clauses that are prohibited by the Laws and proprietary norms prevailing in the society as stipulated in Article 1320 of the Civil Law; 2) the objective of revelation of the beneficial ownership of every corporation in Indonesia is to know all parties in the corporation; 3) the role and status of the Notary is to be the supporting system to reveal the beneficial ownership in data entry process related to establishment or amendment of Articles of Association of the corporation.

It is suggested that that a notary pay attention to physical, formal and material aspects in drawing up notarial deeds so that they will have perfect legal force and verification. In addition, it is also recommended that the government make revisions to the Presidential Decree No. 13/2018 particularly on the sanction for corporations that do not provide clear information of beneficial ownership; and that the government distinguishes higher and lower the laws and regulations so that there will be synchronization between them.

Keywords: Beneficial Ownership, Notary, Corporation

(6)

Penulis mampu untuk menjalani perkuliahan sampai pada tahap penyelesaian tesis pada Program Studi Pascasarjana Magister Kenotariatan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini. Karena tanpa pertolongan-Nya Penulis tidak dapat menyelesaikan tesis ini, tetapi oleh karena hikmat yang diberikan-Nya akhirnya Penulis dapat menyelesaikan semuanya dengan baik.

Penulisan tesis ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari tesis ini adalah “ANALISIS YURIDIS KEDUDUKAN NOTARIS DALAM MENGUNGKAPKAN PEMILIK MANFAAT (BENEFICIAL OWNERSHIP) DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIS”. Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh dalam penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, Penulis akan sangat berterima kasih jika ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini ke depan dan terlebih-lebih kepada Penulis sendiri.

Dalam proses penulisan tesis ini, Penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara.

(7)

Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan dalam kapasitas beliau sebagai Anggota Komisi Pembimbing I.

5. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Ketua Komisi Pembimbing.

6. Dr. Henry Sinaga, SH, M.Kn, selaku Anggota Komisi Pembimbing II 7. Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum selaku Anggota Tim Penguji.

8. Dr. Ferry Susanto Limbong, SH, M.Hum, selaku Anggota Tim Penguji.

9. Bapak dan Ibu dosen/staf pengajar di Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh staff dan pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan administrasi Penulis selama ini.

11. Kedua orang tua Penulis yang Penulis kasihi dan hormati, Law Kok Kiong dan Mak Fong Wo, serta adik Penulis, Eurika Lawrence dan Helen Lawrence, atas pengertian dan dukungan kepada Penulis. Mudah-mudahan semua yang Penulis lakukan dapat membahagiakan dan membanggakan keluarga tercinta.

12. Sahabat-sahabat Penulis yang sangat luar biasa, Hendrik Tanjaya, Robert, Ribka Sianipar, Yos Kelvin, Therewensya serta banyak lagi yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.

(8)

Akhir kata, Penulis ucapkan terimakasih atas semua partisipasi dari berbagai pihak lain, dan Penulis juga minta maaf apabila masih ada pihak yang mendukung Penulis tetapi belum sempat dimuat namanya satu-persatu. Akhir kata, terima kasih atas perhatian yang telah diberikan. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan pengetahuan terkait notaris di Nusantara tercinta.

Medan, Juli 2020 Penulis,

VELLICHIA LAWRENCE

(9)

Nama : VELLICHIA LAWRENCE Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 2 Juni 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Buddha

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Bangka No. 70, Kelurahan Gang Buntu, Kecamatan Medan Timur, Medan – 20231

II. PENDIDIKAN

1. Sekolah Dasar dari SD Swasta Sutomo 1 Medan ( 1999 - 2004 ) 2. Sekolah Menengah Pertama dari SMP Swasta Sutomo 1 Medan

( 2004 -2007 )

3. Sekolah Menengah Atas dari SMA Swasta Sutomo 1 Medan ( 2007 - 2010 ) 4. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ( 2010 - 2014 )

5. Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ( 2016 - 2020 )

III. KELUARGA

Ayah : Law Kok Kiong Ibu : Mak Fong Wo

Saudara Kandung : Eurika Lawrence dan Helen Lawrence

IV. TUJUAN HIDUP

Menjalani hidup dengan sukacita dan penuh makna serta menjadi manusia yang berguna dan berharga bagi keluarga, bangsa dan negara, sebagaimana Tuhan telah memberikan kesempatan yang begitu berharga untuk dapat dijalani dengan penuh cinta kasih.

(10)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Keaslian Penulisan ... 14

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 16

1. Kerangka Teori ... 16

2. Kerangka Konsepsi ... 25

G. Metodologi Penelitian ... 27

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 27

2. Sumber Data ... 29

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 31

4. Analisis Data ... 32

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIS ... 35

A. Tinjauan Umum Tentang Notaris ... 35

1. Pengertian Notaris... 35

2. Wewenang, Kewajiban, dan Larangan Notaris ... 38

a) Wewenang Notaris ... 38

b) Kewajiban Notaris ... 40

c) Larangan Notaris ... 42

B. Tinjauan Umum Tentang Akta Notaris ... 43

C. Pertanggungjawaban Notaris Di Dalam Pembuatan Akta Notaris ... 47

1. Kekuatan Pembuktian Akta Autentik Yang Dibuat Notaris .. 47

2. Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Notaris Yang Dibuatnya ... 51

(11)

3. Perkumpulan ... 70

4. Koperasi ... 72

5. Persekutuan Komanditer (Comanditaire Vennootschap) ... 74

6. Persekutuan Firma ... 75

B. Tinjauan Umum Tentang Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) ... 78

C. Perlunya Pengungkapan Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) Pada Korporasi ... 84

BAB IV KEDUDUKAN NOTARIS DALAM MENGUNGKAPKAN PEMILIK MANFAAT (BENEFICIAL OWNERSHIP) DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIS ... 94

A. Keterkaitan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) Dengan Prinsip Mengenal Pengguna Jasa Dalam Membuat Akta Notaris ... 94

1. Tinjauan Umum Tentang Prinsip Mengenal Pengguna Jasa ... 94

2. Keterkaitan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) dengan Prinsip Mengenal Pengguna Jasa ... 97

B. Keterkaitan Prinsip Pengungkapan Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) Dengan Kewajiban Notaris Untuk Merahasiakan Akta Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) ... 103

1. Tinjauan Umum Tentang Sumpah Jabatan dan Rahasia Jabatan ... 103

2. Keterkaitan Prinsip Pengungkapan Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) Dengan Kewajiban Notaris Untuk Merahasiakan Akta Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) ... 108

C. Kedudukan Notaris Dalam Mengungkapkan Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) Dalam Pembuatan Akta Notaris ... 114

BAB V PENUTUP ... 126

A. Kesimpulan ... 126

B. Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 129

(12)

Dewasa ini, globalisasi ekonomi menimbulkan akibat yang besar sekali pada bidang hukum.1 Globalisasi ekonomi berlangsung dengan sangat pesat dan hal ini mendorong para pelaku usaha berpacu untuk meraih kesempatan usaha yang ada.

Seperti diketahui bahwa sejak pembangunan ekonomi nasional digalakkan pada sekitar tahun 1967, dan sejak saat itu pertumbuhan dan pertambahan badan usaha mengalami peningkatan.2

Notaris selaku pejabat umum berwenang untuk membuat akta autentik.

Adapun salah satu bentuk akta autentik yang dibuat oleh notaris adalah akta-akta yang berhubungan dengan korporasi. Korporasi terdiri atas perseroan terbatas, yayasan, perkumpulan, koperasi, persekutuan komanditer, persekutuan firma, dan bentuk korporasi lainnya. Adapun tujuan utama orang mendirikan korporasi adalah untuk menjalankan usaha dan mencari laba.

Dalam praktik belakangan ini, boleh dikatakan intensitas penggunaan nominee telah semakin meningkat.3 Secara umum, yang dimaksud dengan nominee adalah orang atau individu yang ditunjuk untuk khusus bertindak atas nama orang yang

1 Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2001, hlm. 2.

2 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, edisi kedua, Ghalia Indonesia, Bogor, 2009, hlm. xi.

3 Sugondo, Analisa Terhadap Batasan Tanggung Jawab Direktur Nominee Dalam Perseroan Terbatas, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013.

(13)

menunjuknya untuk melakukan suatu perbuatan atau tindakan hukum tertentu.

Nominee dapat ditunjuk untuk melakukan tindakan - tindakan hukum antara lain sebagai pemilik property atau tanah, sebagai direktur, sebagai kuasa, sebagai pemegang saham dan lain sebagainya.4

Penggunaan nominee masih dimungkinkan dan bahkan marak terjadi sekalipun ketentuan di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan telah mensyaratkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi bagi seseorang untuk dapat diangkat menjadi pengurus atau untuk menjadi pemegang saham pada suatu korporasi.

Akan tetapi dikarenakan memang belum adanya aturan jelas mengenai nominee ini, maka dalam praktiknya hal ini kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu, khususnya dalam hal dipertimbangkan perlu untuk melakukan pengendalian (kontrol) secara penuh terhadap pengurus maupun pemegang saham suatu korporasi. Tujuannya tidak lain adalah agar pengurus dan/atau pemegang saham korporasi tersebut akan dapat diarahkan sehingga memiliki persepsi yang sejalan dengan kebijakan yang dikehendaki oleh pihak yang menunjuk nominee tersebut. Nominee yang ditunjuk tersebut tidaklah mempunyai kewenangan apapun karena sepenuhnya dikendalikan oleh pihak yang menunjuk nominee tersebut atau pemilik perusahaan sebenarnya yang bahkan mungkin namanya tidak tampak pada

4 Denny Salim, Aspek Hukum Pertanggungjawaban Komisaris Nominee Dalam Perseroan Terbatas Atas Tindak pidana Yang Dilakukan Perseroan, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2015.

(14)

anggaran dasar perusahaan.5Dalam hal ini muncul istilah baru yang disebut dengan pemilik manfaat (beneficial ownership).

Secara terminologi, beneficial ownership dikenal pertama kali dalam English Trust Law yaknihukum kepercayaan Inggris berkaitan dengan penciptaan dan perlindungan dana aset, yang biasanya dipegang oleh satu pihak untuk kepentingan pihak lain. Dalam hukum Inggris tersebut, beneficial ownership didefinisikan sebagai pihak yang memenuhi kriteria sebagai pemilik tanpa adanya keharusan pengakuan kepemilikan dari sudut pandang hukum (legal title).6 Di Indonesia, istilah beneficial ownership pertama kali diperkenalkan dalam Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-04/PJ.34/2005 tentang Petunjuk Penetapan Kriteria “Beneficial Owner”

Sebagaimana Tercantum Dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Antara Indonesia Dengan Negara Lainnya yang telah ditetapkan pada tanggal 7 Juli 2005.

Dalam beleid tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan beneficial owner adalah pemilik yang sebenarnya dari penghasilan berupa dividen, bunga dan/atau royalti baik wajib pajak perorangan maupun wajib pajak badan, yang berhak sepenuhnya untuk menikmati secara langsung manfaat penghasilan-penghasilan tersebut.

Pemerintah terus berupaya menciptakan transparansi atas beneficial ownership. Salah satu upaya tersebut adalah dengan menerbitkan Peraturan Presiden

5 Ibid.

6Hepi Cahyadi, Beneficial Ownership di Era Disrupsi Digital, https://www.pajak.go.id/id/artikel/beneficial-owner-di-era-disrupsi-digital, diakses pada tanggal 21 Oktober 2019.

(15)

Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (“Perpres No.

13/2018”). Dalam Perpres tersebut, pemerintah beranggapan bahwa korporasi dapat dijadikan sarana baik langsung maupun tidak langsung oleh pelaku tindak pidana yang merupakan pemilik manfaat dari hasil tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Pemerintah memastikan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana tersebut telah mengikuti standar internasional.7

Berdasarkan isi Pasal 1 ayat 2 Perpres No. 13/2018, pemilik manfaat adalah orang perseorangan yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada korporasi, memiliki kemampuan untuk mengendalikan korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfaat dari korporasi baik langsung maupun tidak langsung, merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham pada suatu korporasi, dan/atau memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Perpres No. 13/2018. Dengan kata lain, pemilik manfaat suatu korporasi memiliki kekuasaan yang melebihi organ-organ korporasi lainnya sehingga mampu mengendalikan korporasi tersebut. Dengan munculnya istilah pemilik manfaat dalam

7Irma Devita, Aturan Beneficial Ownership terbit, Korporasi Wajib Ungkap Penerima Manfaat Usaha, https://irmadevita.com/2019/aturan-beneficial-owner-terbit-korporasi-wajib-ungkap- penerima-manfaat-usaha/, diakses pada tanggal 12 Oktober 2019.

(16)

korporasi ini menimbulkan pertanyaan tentang kedudukan korporasi dalam suatu perusahaan.8

Pemerintah menuntut transparansi dari seluruh korporasi di Indonesia dengan mewajibkan pengungkapan sekaligus penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat perusahaan. Transparansi ini didorong dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.9 Perpres No. 13/2018 mewajibkan para pemangku kepentingan instansi pemerintah, profesi pendukung, pengurus perseroan, untuk melaporkan informasi mengenai pemilik manfaat, termasuk salah satunya yaitu notaris.

Adapun menurut isi Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UUJN”), notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya.

Notaris sebagai pejabat umum, merupakan terjemahan dari istilah Openbare Ambtenaren yang terdapat dalam Pasal 1 Reglement op het Notaris Ambt in Indonesia (Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia) Staatsblad 1860 Nomor 3 yang berbunyi sebagai berikut:

“De notarissen zijn openbare ambtenaren, uitsluitend bevoegd, om authentieke akten op te maken wegens alle handelinggen, overeenkomsten en beschikkingen, waarvan eene algemeene

8Michael Nugroho Widjaja, Peran Notaris Dalam Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dalam Pendirian Korporasi, Notary Indonesian, Vol. 1, No. 001, 2019, hlm. 1.

9Irma Devita, loc.cit.

(17)

verordening gebiedt of de belanghebbenden verlangen, dat bij authentiek geschrift bkijken zal, daarvan de dagtekening te verzekeren, de akten in bewaring te houden en daarvan grossen, afschriften en uittreksels uit te geven; alles voorzoover het opmaken dier akten door eene algemeene verordening niet ook aan andere ambtenaren of personen opgedragen of voorhebehouden is.” 10

Menurut G.H.S. Lumban Tobing, notaris adalah pejabat umum yang satu- satunya berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Notaris wajib untuk merahasiakan segala sesuatu yang dipercayakan kepadanya dan tidak boleh menyerahkan salinan-salinan dari akta-akta kepada orang-orang yang tidak berkepentingan.11

Di dalam membuat akta autentik, dalam hal ini akta yang berhubungan dengan korporasi, notaris selaku pejabat umum juga memiliki kewajiban untuk menerapkan prinsip mengenali pemilik manfaat dalam suatu korporasi. Pada dasarnya, kewajiban untuk menerapkan prinsip mengenali pemilik manfaat (beneficial ownership) oleh notaris telah diatur sebelum lahirnya Perpres No. 13/2018 yaitu pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 19 Tahun 2017 Tentang

10Ghansham Anand, Karakteristik Jabatan Notaris di Indonesia, Prenadamedia Group, Jakarta, 2018, hlm. 15.

11G.HLM.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement), Erlangga, Jakarta, 1999, hlm. 31.

(18)

Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris (“Permenkumham No.

9/2017”).

Pengungkapkan pemilik manfaat dari setiap korporasi di Indonesia bertujuan untuk dapat diketahuinya pihak-pihak yang berada di belakang korporasi tersebut.

Ketentuan terkait beneficial ownership tidak diatur dalam undang-undang yang mengatur tentang korporasi seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, dan peraturan-peraturan lainnya.

Dengan adanya beneficial ownership membawa dampak negatif yang menyulitkan instansi pemerintah untuk memberantas tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.

Dengan demikian, pengungkapan pemilik manfaat erat kaitannya dengan pencegahan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.

Terkait masalah terorisme di Indonesia, tidak terlepas dengan masalah pendanaan terorismenya yang merupakan sumber dalam pelaksanaan suatu kegiatan terorisme.

Upaya yang dilakukan oleh masyarakat internasional dalam rangka memerangi terorisme itu bukan saja mengkriminalisasi perbuatan teror yang dilakukan oleh para

(19)

teroris, tetapi juga mengkriminalisasi kegiatan pembiayaan terorisme (financing of terrorism) atau pembiayaan kepada para teroris (terrorist financing).12

Di samping itu, pengungkapan beneficial ownership menjadi tuntutan kekinian di sektor keuangan, perbankan, dan perpajakan. Ketidakterbukaan informasi beneficial ownership dapat menyebabkan hilangnya potensi ekonomi dan pendapatan negara. Hal tersebut terjadi akibat dari peluang penghindaran pajak (tax avoidance) oleh wajib pajak. Informasi beneficial ownership yang tidak terbuka juga menimbulkan persoalan di pasar modal dan sektor keuangan. Proses jual beli surat berharga yang semu dimana perusahaan penjual memiliki afiliasi kepemilikan dengan perusahaan pembeli. Bursa pasar uang tidak berjalan sempurna karena pembeli maupun penjual bisa saja dikendalikan oleh beneficial ownership yang sama, membuat kinerja bursa tidak mencerminkan kinerja yang sebenarnya sehingga mengakibatkan pergerakan indeks harga dan tingkat perubahan harga di bursa berjalan tidak sempurna, berimbas pada indikator ekonomi yang tidak sempurna, tidak menggambarkan situasi sesungguhnya (kamuflase), pasar berjalan asimetris dan cenderung dikendalikan oleh segelintir kelompok yang mengambil keuntungan.

Pengungkapan beneficial ownership akan menciptakan peluang bagi banyak pelaku ekonomi untuk berbisnis secara fair, bersaing secara sehat, dan berlomba meningkatkan kualitas bisnisnya. Mengungkap beneficial ownership dapat

12Michael Nugroho Widjaja, op.cit., hlm. 4.

(20)

menghindari monopoli dan mencegah conflict of interest dalam kepemilikan sumber daya publik, seperti dalam kepemilikan Izin Usaha Pertambangan.13

Oleh karenanya, guna menindaklanjuti pelaksanaan penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat, maka pada tanggal 27 Juni 2019, telah diundangkanlah Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi (“Permenkumham No. 15/2019”) yang merupakan perpanjangan dari Perpres No.

13/2018. Permenkumham No. 15/2019 tersebut merupakan tindak lanjut kerjasama penguatan dan pemanfaatan basis data beneficial ownership guna mencegah tindak pidana korporasi.14 Setiap korporasi wajib menetapkan pemilik manfaat dari korporasi.15 Adapun informasi terkait pemilik manfaat tersebut akan disampaikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui notaris, pendiri atau pengurus korporasi, atau pihak lain yang diberi kuasa oleh pendiri atau pengurus korporasi.

Pada dasarnya, di dalam UUJN telah diatur mengenai kewajiban notaris yang mana salah satu kewajiban notaris adalah untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan

13CNN Indonesia, Menguak Beneficial Ownership, Membongkar Kamuflase Ekonomi, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160620145755-21-139526/menguak-beneficial-ownership- membongkar-kamuflase-ekonomi, diakses pada tanggal 22 Oktober 2019.

14Irma Devita, Beneficial Ownership, https://irmadevita.com/2019/beneficial-ownership/, diakses pada tanggal 22 Oktober 2019.

15Lihat Pasal 3 ayat 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme serta Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi.

(21)

akta sesuai dengan sumpah / janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain.

Hal ini berarti semua yang menjadi kewajiban notaris berpatokan pada UUJN kecuali ada undang-undang yang menentukan lain. Namun, dalam prakteknya, dapat ditemukan beberapa peraturan yang bukan merupakan undang-undang memberikan kewajiban kepada notaris, salah satunya adalah Permenkumham No. 9/2017 yang telah disebutkan sebelumnya yang memberikan kewajiban kepada notaris untuk mengungkapkan beneficial ownership dan dalam hal notaris tidak memenuhi ketentuan tersebut maka notaris dapat dikenakan sanksi administratif. Hal ini tentu menimbulkan persepsi terkait kewajiban notaris yang sebenarnya mengingat kewajiban untuk mengungkapkan beneficial ownership pada korporasi tidak diatur di dalam undang- undang melainkan peraturan menteri. Selain itu, kewajiban yang tercantum di dalam Permenkumham No. 9/2017 juga tidak sejalan dengan Perpres no 13/2018 dan Permenkumham No. 15/2019 yang menekankan bahwa kewajiban pengungkapan beneficial ownership ada pada korporasi, bukan pada notaris. Notaris hanya merupakan salah satu pihak pelapor beneficial ownership. Oleh karenanya, kewajiban notaris untuk mengungkapkan beneficial ownership pada Permenkumham No. 9/2017 bertentangan dengan Perpres No. 13/2018 dan Permenkumham No. 15/2019.

Pada satu sisi, notaris memang berperan penting di dalam pengungkapan benefecial ownership suatu korporasi, namun pada sisi lainnya transparansi pengungkapan benefecial ownership haruslah berdasarkan informasi yang jujur dan jelas dari pihak yang mewakili korporasi tersebut. Jika pihak yang mewakili korporasi tidak memberikan informasi yang jujur dan jelas terkait benefecial ownership,

(22)

bagaimanakah seorang notaris dapat turut andil di dalam mengungkapkan benefecial ownership suatu korporasi yang nama benefecial ownership perusahaan tersebut belum tentu tercantum di dalam anggaran dasarnya. Apabila pihak yang mewakili korporasi tidak memberikan informasi yang akurat terkait benefecial ownership, maka notaris juga tidak mungkin dapat menyampaikan benefecial ownership yang sebenarnya ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hal ini dikarenakan pihak yang mewakili korporasi tersebutlah yang mengetahui benefecial ownership yang sebenarnya sedangkan notaris adalah salah satu pihak yang dapat menyampaikan informasi benefecial ownership tersebut ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Dengan munculnya istilah pemilik manfaat dalam Perpres No. 13/2018, timbul sejumlah pertanyaan tentang bagaimana kedudukan notaris dalam mengungkapkan pemilik manfaat (beneficial ownership) dalam pembuatan akta notaris. Hal ini disebabkan karena tidak pernah ditemukannya istilah pemilik manfaat (beneficial ownership) dalam peraturan-peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang korporasi seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, dan peraturan-peraturan lainnya. Hal ini menimbulkan berbagai opini dan pendapat tentang kedudukan dan relasi antara pemilik manfaat dengan korporasi.18

18Michael Nugroho Widjaja, op.cit., hlm. 5.

(23)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pada obyek penelitian ini, maka dapat diterangkan bahwa rumusan masalah pada penelitian ini terbagi sebagai berikut:

1. Bagaimana pertanggungjawaban notaris di dalam pembuatan akta notaris ? 2. Mengapa perlu dilakukannya pengungkapan pemilik manfaat (beneficial

ownership) pada korporasi ?

3. Bagaimana kedudukan notaris dalam mengungkapkan pemilik manfaat (Beneficial Ownership) dalam pembuatan akta notaris ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk lebih mendalami segala aspek kehidupan, disamping itu juga merupakan sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dari segi teoritis maupun praktis.19

Penelitian ini dilakukan sesuai rumusan masalah dan latar belakang di atas sebagai bagian dari penyelesaian tugas akhir program studi Magister Kenotariatan yang bertujuan agar:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pertanggungjawaban notaris di dalam pembuatan akta notaris di Indonesia.

19Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UIPress), Jakarta, 1984, hlm. 3.

(24)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis perlunya pengungkapan pemilik manfaat (beneficial ownership) pada korporasi.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan notaris dalam mengungkapkan pemilik manfaat (Beneficial Ownership) dalam pembuatan akta notaris.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini didasarkan atas rasa ingin berkontribusi yang besar sehingga dapat memberikan manfaat bagi sesama baik dari kalangan peneliti, mahasiswa, dosen dan umum yang ingin mencari tahu informasi mengenai pemilik manfaat (beneficial ownership) pada suatu korporasi di Indonesia. Adapun manfaat yang diharapkan, yaitu sebagai berikut:

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan, sumber, dan menambah pengetahuan dan wawasan bagi individu yang tertarik dan berminat mendalami hal-hal terkait pemilik manfaat (beneficial ownership) pada suatu korporasi di Indonesia sebagai referensi tambahan pada program studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

2. Secara praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi opini publik maupun suatu saran yang dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pemerintah dalam memberikan perhatian maupun arahan kepada para pejabat yang terkait untuk dapat

(25)

menyempurnakan peraturan terkait pemilik manfaat (beneficial ownership) pada suatu korporasi di Indonesia menjadi lebih baik lagi.

b. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi para kalangan akademisi, praktisi, dan para pelaku usaha suatu korporasi serta dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian di bidang yang sama.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Kedudukan Notaris Dalam Mengungkapkan Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) Dalam Pembuatan Akta Notaris” belum pernah dilakukan. Akan tetapi ada judul-judul penelitian dalam indeks kepustakaan USU yang mempunyai kemiripan dengan judul yang ingin diteliti penulis namun judul-judul penelitian tersebut memiliki konteks maupun isinya berbeda, antara lain:

1. Prinsip Keterbukaan Beneficial Owner (BO) Perusahaan Terbuka Terhadap Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh Leonard Pandapotan Sinaga (NIM. 167005016) dari Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

(26)

a) Bagaimana prinsip keterbukaan beneficial owner pada perusahaan terbuka dalam perundang-undangan di Indonesia ?

b) Bagaimana proses penentuan beneficial owner perusahaan terbuka di Indonesia terhadap upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) ?

c) Bagaimana upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) perusahaan terbuka di Indonesia ?

2. Analisis Yuridis Tentang Kedudukan Saksi Dalam Pembuatan Akta Notaris Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) oleh Intan Maisyarah (NIM. 147011158) dari Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

a) Bagaimana pandangan Hukum Islam dan Undang-Undang Jabatan Notaris mengenai kedudukan saksi dalam pembuatan Akta Notaris ?

b) Apakah syarat-syarat dalam pembuatan Akta Notaris menurut UndangUndang Jabatan Notaris sudah sesuai dengan ketentuan Hukum Islam ?

c) Bagaimana akibat hukum yang timbul jika pembuatan Akta Notaris dibuat tanpa kehadiran saksi menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Jabatan Notaris ?

Dari penelitian-penelitian tersebut tidak terdapat kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukan sebab penelitian yang penulis lakukan adalah mengenai analisis yuridis terkait penerapan peraturan terkait pemilik manfaat (beneficial ownership), sedangkan penelitian di atas adalah analisis mengenai prinsip keterbukaan

(27)

beneficial ownership pada perusahaan terbuka sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) serta analisis mengenai kedudukan saksi dalam pembuatan akta notaris. Dengan demikian penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Kedudukan Notaris Dalam Mengungkapkan Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) Dalam Pembuatan Akta Notaris” belum pernah dilakukan sebelumnya sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka Teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.20

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi21, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkan pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya22. Menurut Neuman, teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan

20M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV Mandar Madju, Bandung, 1994, hal.23.

21J.J.J.M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial-Asas-asas, (Penyunting: M.Hisyam), Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hlm. 203.

22M. Solly Lubis, op.cit, hlm. 27.

(28)

tentang dunia. Dengan kata lain teori merupakan cara yang ringkas untuk berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja.23

Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting. Ia memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Dengan demikian teori memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakannya.24 Teori merupakan tujuan akhir dari ilmu pengetahuan.25

Sebuah penelitian membutuhkan kerangka teori untuk dapat menganalisis masalah yang diangkat dalam penelitian tersebut, apalagi di dalam penelitian- penelitian yang berhubungan dengan disiplin ilmu hukum yang membutuhkan teori guna menganalisis masalah yang diangkat dalam penelitian tersebut.26 Dengan demikian teori hukum dapat diartikan sebagai ilmu atau disiplin hukum yang dalam perspektif interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisis berbagai aspek gejala

23La Ode Muhammad Iman Abdi Anantomo Uke, Teori Keadilan Kontemporer, Al-‘Adl, Vol. 10, No. 1, 2017, hlm. 86.

24Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, cetakan keenam, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 259.

25Amiruddin dan HLM. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2016, hlm. 42.

26Hendrik Tanjaya, Tinjauan Yuridis Terhadap Struktur Nominee Pemegang Saham (Nominee Structure) Dalam Suatu Perseroan Terbatas, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2015.

(29)

hukum, baik tersendiri maupun dalam kaitan keseluruhan, baik dalam konsepsi teoritisnya maupun dalam praktisnya.27

Sebuah teori mempunyai kegunaan yang paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:28

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;

b. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi;

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti;

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang;

e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.

Adapun teori yang digunakan sehubungan dengan “Analisis Yuridis Kedudukan Notaris Dalam Mengungkapkan Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) Dalam Pembuatan Akta Notaris” adalah:

1. Teori Kepastian Hukum

27Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, CV Cahaya Ilmu, Medan, 2006, hlm. 98.

28Soerjono Soekanto, op.cit, hlm. 121.

(30)

Kepastian adalah perihal (keadaan) yang pasti, ketentuan atau ketetapan.

Hukum secara hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai pedoman kelakukan dan adil karena pedoman kelakuan itu harus menunjang suatu tatanan yang dinilai wajar.

Hanya karena bersifat adil dan dilaksanakan dengan pasti, hukum dapat menjalankan fungsinya. Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan sosiologi.29

Konsep kepastian hukum mencakup sejumlah aspek yang saling mengkait.

Salah satu aspek dari kepastian hukum ialah perlindungan yang diberikan pada individu terhadap kesewenang-wenangan individu lainnya, hakim, dan administrasi (pemerintah). Adalah kepercayaan akan kepastian hukum yang seharusnya dapat dikaitkan individu berkenaan dengan apa yang dapat diharapkan individu akan dilakukan penguasa, termasuk juga kepercayaan akan konsistensi putusan-putusan hakim atau administrasi (pemerintah).30

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat

29Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010, hlm.59.

30Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia - Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung 2006, hlm. 208.

(31)

umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.31

Kepastian hukum merupakan pelindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum demi ketertiban masyarakat.32 Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.

Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa untuk mencapai ketertiban diusahakan adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia di masyarakat, karena tidak mungkin manusia dapat mengembangkan bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optimal tanpa adanya kepastian hukum dan ketertiban.33 Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang- undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan- aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.

Teori kepastian hukum ini digunakan sebagai pisau analisis menjawab rumusan permasalahan pertama dalam penelitian ini karena teori ini berkaitan

31Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm.23.

32Sudikno Mortokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1998, hlm. 58.

33Mohamad Aunurrohim, Keadilan, Kepastian, dan Kemanfaatan Hukum di Indonesia, Academia, 2015, hlm. 5.

(32)

dengan pertanggungjawaban seorang notaris di dalam membuat suatu akta autentik berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris.

2. Teori Kemanfaatan Hukum

Secara etimologi, kata "kemanfaatan" berasal dari kata dasar "manfaat", yang menurut Kamus Bahasa Indonesia, berarti faedah atau guna. Hukum merupakan urat nadi dalam kehidupan suatu bangsa untuk mencapai cita-cita masyarakat yang adil dan makmur.34

Teori manfaat yang paling terkenal dikemukakan dari Jeremy Bentham dalam karyanya berjudul “An Introduction to the Principles of Morals and Legislation” adalah karya klasik yang menjadi rujukan (locus classicus) tradisi utilitarian. Utilitarisme berasal dari kata latin yaitu utilis yang berarti “manfaat”.

Asas kemanfaatan adalah asas yang mengiringi kepastian hukum dan keadilan tersebut di atas. Dalam melaksanakan asas keadilan dan kepastian hukum hendaknya memperhatikan manfaat bagi masyarakat umum.35

Menurut Sudikno Mertokusumo bahwa masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum diciptakan untuk manusia, maka dari itu pelaksanaan hukum atau penegakkan hukum harus memberikan manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Sama halnya dengan Jeremy Bentham, sebagai penganut aliran utilistik, hukum barulah dapat diakui sebagai hukum, jika ia dapat

34Mohamad Aunurrohim, op. cit, hlm. 6.

35Firman Hidayat, Akhmad Khisni, Tinjauan Asas Kepastian Hukum, Keadilan, Dan Kemanfaatan Dalam Akta Perjanjian Kawin Yang Dibuat Oleh Notaris, Jurnal Akta, Vol. 4, No. 4, hlm. 597.

(33)

memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya terhadap sebanyak-banyaknya orang.36

Teori utilitiarisme berpandangan bahwa kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan kesejahteraan bersama. Perbuatan yang baik diukur dari hasil yang bermanfaat, jika hasilnya tidak bermanfaat, maka tidak pantas disebut baik. Teori utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik atau buruk. Baik buruknya kualitas moral suatu perbuatan bergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan oleh mereka sebagai pengemban amanah atau orang-orang yang dipercaya. Jika suatu perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik.

Sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian daripada manfaatnya, maka perbuatan itu dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan di sini menentukan seluruh kualitas moral.37

Teori kemanfaatan hukum ini digunakan sebagai pisau analisis menjawab rumusan permasalahan kedua dalam penelitian ini karena teori ini berkaitan dengan manfaat perlunya pengungkapan pemilik manfaat (beneficial ownership) pada suatu korporasi.

3. Teori Keadilan

36Mohamad Aunurrohim, op. cit, hlm. 7.

37K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, Kanisus, Yogyakarta, 2000, hlm. 67.

(34)

Kata “adil” dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab yaitu “al’adl”

yang artinya sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan. Di dalam literatur Inggris istilah keadilan disebut dengan “justice” yang berasal dari bahasa latin yaitu “iustitia”.

Kata “justice” memiliki 3 (tiga) jenis makna yang berbeda yaitu:38 a) Secara atributif berarti suatu kualitas yang adil atau fair;

b) Sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan hukum atau tindakan yang menentukan hak dan ganjaran atau hukuman; dan

c) Orang, yaitu pejabat publik yang berhak menentukan persyaratan sebelum suatu perkara dibawa ke pengadilan.

Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Hal ini dikarenakan jelas bahwa hukum atau aturan perundangan harusnya adil, namun nyatanya sering kali tidak. Hukum terkait dengan keadilan tanpa sepenuhnya menyadarinya.39 Dari makna keadilan sebagai hukum, kemudian berkembang arti dari kata “justice” sebagai “lawfullness”

yaitu keabsahan menurut hukum. Pengertian lain yang melekat pada keadilan dalam makna yang lebih luas adalah “fairness” yang sepadan dengan kelayakan. Ciri adil dalam arti layak atau pantas, dapat dilihat dari istilah-istilah yang digunakan dalam ilmu hukum. Misalnya “principle of fair play” yang merupakan salah satu asas-asas

38Jonaedi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Prenadamedia Group, Depok, 2016, hlm. 94.

39Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Penerbit Nuansa dan Penerbit Nusamedia, Bandung, 2004, hlm. 239.

(35)

umum pemerintahan yang baik, “fair wage” diartikan sebagai upah yang layak yang sering ditemui dalam istilah hukum ketenagakerjaan. Hal yang sama dikemukakan dalam konsep keadilan Aristoteles yang disebutnya dengan “fairness in human action”, Keadilan adalah kelayakan dalam tindakan manusia.40

Pemikiran keadilan dalam hubungannya dengan hukum sejak lama sudah dikemukakan oleh Aristoteles dan Thomas Aquinus dengan mengatakan sebagai berikut:41

Justice forms the substance of the law, but his heterogeneous substance is composed of three elements: an individual element: the suum cuiquire tribuere (individual justice): a social element: the changing fundation of prejudgments upon which civilization reposes at any given moment (social justice), and a political element, which is based upon the reason of the strongest, represented in the particular case by the state (justice of the state).

Hal ini menunjukkan ada pengaruh timbal balik antara hukum dan keadilan, yaitu bahwa hukum diciptakan berdasarkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah moral yang adil, yang sudah ada terlebih dahulu dan yang telah hidup dalam masyarakat, jadi tugas pembentuk Undang-Undang hanya merumuskan apa yang sudah ada.

Masyarakat tidak hanya ingin melihat keadilan diciptakan dalam masyarakat dan kepentingan-kepentingannya dilayani oleh hukum, melainkan ia juga menginginkan agar dalam masyarakat terdapat peraturan-peraturan yang menjamin kepastian dalam hubungan mereka satu sama lain. Dengan demikian hukum dituntut untuk

40Bahder Johan Nasution, Kajian Filosofis Tentang Hukum dan Keadilan Dari Pemikiran Klasik Sampai Pemikiran Modern, Jurnal Hukum dan Pranata Sosial, Vol. 11, No. 2, hlm. 259.

41Ibid, hlm. 261.

(36)

memenuhi berbagai karya dan oleh Gustav Radbruch, ketiga-tiganya disebut sebagai nilai-nilai dasar hukum dari hukum. Adapun ketiga nilai dasar tersebut adalah:42

a) Keadilan;

b) Kegunaan / kemanfaatan (Zweckmaszigkeit); dan c) Kepastian hukum.

Keadilan adalah kebajikan utama dalam institusi sosial, sebagaimana kebenaran dalam sistem pemikiran. Suatu teori, betapapun elegan dan ekonomisnya, harus ditolak atau direvisi jika ia tidak benar, demikian juga hukum dan institusi, tidak peduli betapapun efisien dan rapinya, harus direformasi atau dihapuskan jika tidak adil.43

Teori keadilan hukum ini digunakan sebagai pisau analisis menjawab rumusan permasalahan ketiga dalam penelitian ini karena teori ini berkaitan dengan hasil analisis yuridis terkait kedudukan notaris dalam mengungkapkan pemilik manfaat (beneficial ownership) dalam pembuatan akta notaris.

2. Kerangka Konsepsi

Konsep adalah unsur-unsur abstrak yang mewakili kelas-kelas fenomena dalam satu bidang studi sehingga dengan demikian merupakan penjabaran abstrak daripada teori.44 Konsep bukan merupakan gejala / fakta yang akan diteliti tetapi

42Satjipto Rahardjo, op. cit., hlm. 19.

43John Rawls, Teori Keadilan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, hlm. 3.

44Tampil Anshari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hlm. 57.

(37)

abstraksi dari gejala tersebut. Konsep merupakan salah satu unsur teori dan mempunyai sifat yang lebih konkrit daripada teori.45

Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.46 Oleh karenanya, kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih kongkrit dari kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi- definisi operasional yang menjadi pegangan kongkrit dalam proses penelitian. Jadi jika teori berhadapan dengan sesuatu hasil kerja yang telah selesai, maka konsepsi masih merupakan permulaan dari sesuatu karya yang setelah diadakan pengolahan akan dapat menjadikan suatu teori.47

Agar terdapat persamaan persepsi dan pengertian dalam membaca dan memahami penulisan dalam penelitian ini, maka dipandang perlu untuk menguraikan beberapa konsepsi dan pengertian dari istilah yang digunakan sebagaimana yang terdapat di bawah ini, yaitu:

a) “Pemilik Manfaat” berdasarkan pasal 1 ayat 2 Permenkumham No. 15/2019 adalah orang perseorangan yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada korporasi, memiliki kemampuan untuk mengendalikan Korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfaat dari korporasi baik langsung maupun tidak langsung, merupakan

45Ibid, hlm. 59.

46Hendrik Tanjaya, op.cit., hlm. 25.

47Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat,PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 5.

(38)

pemilik sebenarnya dari dana atau saham pada suatu korporasi dan/atau memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan.

b) “Korporasi” berdasarkan pasal 1 ayat 1 Perpres No. 13/2018 dan Permenkumham 15/2019 adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

c) “Notaris” berdasarkan pasal 1 ayat 1 UUJN adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang- Undang lainnya.

d) “Akta Notaris” berdasarkan pasal 1 ayat 7 UUJN adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.

G. Metodologi Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah serta usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan dengan suatu metode tertentu dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan atau menjawab problemnya.48

48Joko P. Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, PT Rineka Cipta, Jakarta 1997, hlm. 42.

(39)

Penelitian hukum adalah suatu penelitian yang mempunyai objek hukum, baik hukum sebagai suatu ilmu atau aturan-aturan yang sifatnya dogmatis maupun hukum yang berkaitan dengan perilaku dan kehidupan masyarakat. Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya.49

Spesifikasi penelitian dalam proposal ini merupakan penelitian hukum normatif. Kajian hukum normatif selama ini hanya melihat hukum melalui model sinkronis dengan gambaran tentang latar belakang mengapa hukum itu diperlukan.50 Penelitian hukum normatif dapat juga disebut sebagai penelitian hukum doktrinal.51 Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengacu pada studi kepustakaan, mengolah dan menggunakan data-data sekunder yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara peraturan dengan penerapan dalam praktek di lapangan.52

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau bahan data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat

49Jonaedi Efendi dan Johnny Ibrahim, op. cit., hlm. 16.

50 OK Saidin, Sejarah dan Politik Hukum Hak Cipta, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2016, hlm. 1.

51Ibid., hlm. 124.

52Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 105.

(40)

dalam peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum serta mengkaji ketentuan perundang-undangan, putusan pengadilan dan bahan hukum lainnya.53

Sifat penelitian penulisan ini adalah deskriptif analitis. Bersifat deskriptif maksudnya penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti. Analitis dimaksudkan berdasarkan gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan analisa secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dengan memakai teori yang ditetapkan.54

2. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yaitu data yang bersumber dari bahan pustaka yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.55

Sumber data didapatkan berasal dari bahan hukum primer seperti buku cetak pengetahuan hukum dan perundang-undangan serta bahan hukum sekunder yakni literatur hukum, jurnal-jurnal karya ilmiah, website pakar/peneliti hukum. Hasil pengolahan akan sumber data-data tersebut

53Ibrahim Johni, Teori Dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang, 2005, hlm. 336.

54Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke 20, PT Alumni, Bandung, 1994, hlm. 101

55Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 86.

(41)

ditelaah secara kritis, lalu dianalisis secara positif yaitu membandingkan efikasi hukum bahan data primer dan sekunder untuk menemukan kemampuan hukum sesuai dengan keinginan, cita-cita dan harapan dari hukum itu sendiri.56

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas:

a. Bahan hukum primer, yang terbagi atas:

1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

4. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Repubik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi.

5. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Repubik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris.

b. Bahan hukum sekunder yang terdiri dari bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan primer dan dapat membantu menganalisis dan

56Fajar Sugianto, Economic Approach to Law, Prenada Media Group, Jakarta, 2013, hlm.

32.

(42)

memahami bahan hukum primer seperti hasil-hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum, dokumen-dokumen dan buku-buku serta pendapat para ahli yang termuat dalam literatur, artikel, media cetak maupun media elektronik.

c. Bahan hukum tersier yang terdiri dari kamus hukum, atau ensiklopedia yang berhubungan dengan materi penelitian ini.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu suatu bentuk pengumpulan data melalui buku-buku literatur, data-data sekunder yang meliputi penelusuran peraturan perundang-undangan, media cetak, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek penelitian, beberapa buku referensi dan bahan- bahan kepustakaan lainnya yang relevan dengan masalah yang diteliti.

Pemikiran dan gagasan serta konsepsi tersebut dapat diperoleh melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya Undang-Undang Jabatan Notaris, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Repubik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Repubik Indonesia Nomor 9 Tahun

(43)

2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris, buku- buku, literatur dari para pakar yang relevan dengan objek penelitian ini, artikel yang termuat dalam bentuk jurnal, makalah ilmiah, ataupun yang termuat dalam data elektronik pada website dan sebagainya maupun dalam bentuk dokumen atau putusan berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

4. Analisis Data

Analisis data adalah suatu proses atau upaya pengolahan data menjadi sebuah informasi baru agar karakteristik data tersebut menjadi lebih mudah dimengerti dan berguna untuk solusi suatu permasalahan, khususnya yang berhubungan dengan penelitian.57 Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan analisis data kualitatif, yaitu sebagai berikut:58

a) Mengumpulkan bahan hukum, berupa inventarisasi peraturan perundangan- undangan berkaitan dengan penelitian;

b) Memilah-milah bahan hukum yang sudah dikumpulkan dan selanjutnya melakukan sistematisasi bahan hukum sesuai dengan permasalahan penelitian;

c) Menganalisis bahan hukum dengan membaca dan menafsirkannya untuk menemukan kaidah, asas, dan konsep yang terkandung di dalam bahan hukum tersebut;

57Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cetakan keduabelas, Prenada Media Group, Jakarta, 2016, hlm. 74.

58 Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009, hlm. 24.

(44)

d) Menemukan hubungan konsep, asas, dan kaidah tersebut menggunakan teori sebagai pisau analisis.

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode analisis kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode yang bersifat interaktif,59 yaitu dengan melakukan analisis secara mendalam dari bahan hukum primer terhadap peraturan-peraturan termasuk namun tidak terbatas pada Undang- Undang Jabatan Notaris, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Repubik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Repubik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris, dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dengan cara menginterprestasikan semua peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan masalah yang dibahas, menelaah dan menilai bahan hukum yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, mengevaluasi perundang-

59Miles and Hubberman, Analisis Data Kualitatif-Sumber Tentang Metode-Metode Baru, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 1992, hlm. 15-20.

(45)

undangan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, sehingga akhirnya dapat dilakukan penarikan kesimpulan.60

60Hendrik Tanjaya, op. cit., hlm. 32.

Referensi

Dokumen terkait

Notaris bertanggung jawab dan wajib untuk memberikan kesaksian terkait dengan hal-hal yang tercantum dalam awal atau kepala akta dan hal-hal yang terkait dengan

Untuk menentukan bentuk hubungan antara Notaris dengan para penghadap harus dikaitkan dengan ketentuan dengan Pasal 1869 BW, bahwa akta otentik terdegradasi

Saksi hanya memberikan kesaksian sebatas formalitas - formalitas peresmian akta dan sebatas apa yang diperintahkan atau ditugaskan oleh notaris dalam mempersiapkan

UUJN tidak memberikan penjelasan apapun mengenai kewenangan Notaris membuat akta Risalah Lelang, terkait kewenangan notaris membuat akta Risalah Lelang tersebut untuk

Notaris tentang kedudukan saksi dalam pembuatan Akta Notariil sesuai denganc. ketentuan Hukum Islam dan ketentuan dalam

Notaris bertanggung jawab terhadap akta yang dibuat dihadapannya yang mengandung cacat hukum, atau tidak memenuhi syarat formal.Disini notaris mempunyai tanggung

Hal tersebut berbeda apabila karyawan notaris memberikan kesaksian di persidangan dalam kedudukannya sebagai saksi instrumentair, maka karyawan notaris bertanggung

Adanya batas kewajaran dalam pembuatan akta yang telah ditentukan sebanyak 20 akta per hari tidak dapat dijadikan dasar bagi Notaris untuk menolak penghadap yang datang kepada Notaris