• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KEDUDUKAN NOTARIS DALAM MENGUNGKAPKAN

C. Kedudukan Notaris Dalam Mengungkapkan Pemilik Manfaat

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh PPATK, jasa notaris merupakan salah satu profesi yang rentan dimanfaatkan oleh pelaku TPPU untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana dengan cara berlindung di balik ketentuan kerahasiaan hubungan profesi dengan pengguna jasa yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.197 Oleh karenanya, guna melakukan pencegahan dan pemberantasan TPPU dan tindak pidana pendanaan terorisme, pemerintah menerbitkan Perpres No. 13/2018.

197 Lihat penjelasan umum PP No. 43/2015

Adapun hal-hal yang melatarbelakangi penerbitan Perpres No. 13/2018 tersebut adalah sebagai berikut:198

a) bahwa TPPU dan tindak pidana pendanaan terorisme dapat mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, serta membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b) bahwa berdasarkan standar internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan tindak pidana pendanaan terorisme, perlu adanya pengaturan dan mekanisme untuk mengenali pemilik manfaat dari suatu korporasi guna memperoleh informasi mengenai pemilik manfaat yang akurat, terkini, dan tersedia untuk umum;

c) bahwa korporasi dapat dijadikan sarana baik langsung maupun tidak langsung oleh pelaku tindak pidana yang merupakan pemilik manfaat dari hasil tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, selama ini belum ada pengaturannya sehingga perlu mengatur penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi.

Dengan diterbitkannya Perpres No. 13/2018, setiap korporasi mempunyai kewajiban untuk menetapkan pemilik manfaat dari korporasi. Akan tetapi instansi berwenang dapat menetapkan pemilik manfaat di luar dari yang dilaporkan korporasi jika menemukan indikasi adanya pihak lain yang juga masuk dalam kategori benefecial

198 Lihat pertimbangan Perpres No. 13/2018.

ownership.199 Penetapan pemilik manfaat lain oleh instansi berwenang dilakukan atas dasar penilaian instansi berwenang yang bersumber dari:200

a) hasil audit terhadap korporasi yang dilakukan oleh instansi berwenang berdasarkan Perpres No. 13/2018;

b) informasi instansi pemerintah atau lembaga swasta yang mengelola data dan/

atau informasi pemilik manfaat, dan/atau menerima laporan dari profesi tertentu yang memuat informasi pemilik manfaat; dan/atau

c) informasi lain yang dapat dipertanggungiawabkan kebenarannya

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, pemilik manfaat (beneficial ownership) adalah orang perseorangan yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada korporasi, memiliki kemampuan untuk mengendalikan korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfaat dari korporasi baik langsung maupun tidak langsung, merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham pada suatu korporasi dan/atau memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.

Sebagai bagian dari pelaksanaan Perpres No. 13/2018, Kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan Permenkumham No.15/2019 yang merupakan perpanjangan dari Perpres No. 13/2018. Di dalam Lampiran II Permenkumham No. 15/2019 tersebut, kualifikasi pemilik manfaat dapat dibagi atas 2 (dua) macam, yaitu sebagai berikut :

199 Aji Prasetyo, Aturan Beneficial Ownership Bersinggungan dengan Data Pribadi https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c9c23619aa0b/aturan-i-beneficial-ownership-i-bersinggungan-dengan-data-pribadi/, diakses pada tanggal 15 Februari 2020.

200 Lihat isi Pasal 13 Perpres No. 13/2018.

a. Kualifikasi umum, yaitu orang perseorangan yang:

1) menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas sekutu / persero aktif dan persero pasif pada korporasi;

2) memiliki kemampuan untuk mengendalikan korporasi;

3) berhak atas dan/atau menerima manfaat dari korporasi baik langsung maupun tidak langsung; dan/atau

4) merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham korporasi.

b. Kualifikasi tertentu, yaitu orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Perpres No. 13/2018.

Adapun kriteria beneficial ownership yang dimaksud di atas diatur lebih lanjut pada pasal 4 sampai dengan pasal 10 Perpres No. 13/2018 dan Lampiran II Permenkumham No. 15/2019.

Pasal 4

(1) Pemilik Manfaat dari perseroan terbatas merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:

a. memiliki saham lebih dari 25% (dua puluh lima persen) pada perseroan terbatas sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;

b. memiliki hak suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) pada perseroan terbatas sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;

c. menerima keuntungan atau laba lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh perseroan terbatas per tahun;

d. memiliki kewenangan untuk mengangkat, menggantikan, atau memberhentikan anggota direksi dan anggota dewan komisaris;

e. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan perseroan terbatas tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun;

f. menerima manfaat dari perseroan terbatas; dan/atau

g. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kepemilikan saham perseroan terbatas.

(2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf g merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.

Pasal 5

(1) Pemilik Manfaat dari yayasan merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:

a. memiliki kekayaan awal lebih dari 25% (dua puluh lima persen) pada yayasan sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;

b. memiliki kewenangan untuk mengangkat atau memberhentikan pembina, pengurus, dan pengawas yayasan;

c. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan yayasan tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun;

d. menerima manfaat dari yayasan; dan/atau

e. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kekayaan lain atau penyertaan pada yayasan.

(2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b.

Pasal 6

(1) Pemilik Manfaat dari perkumpulan merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:

a. memiliki sumber pendanaan lebih dari 25% (dua puluh lima persen) pada perkumpulan sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;

b. menerima hasil kegiatan usaha lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh perkumpulan per tahun;

c. memiliki kewenangan untuk mengangkat atau memberhentikan pengurus dan pengawas perkumpulan;

d. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan perkumpulan tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun;

e. menerima manfaat dari perkumpulan; dan/atau merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas sumber pendanaan perkumpulan.

(2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c.

Pasal 7

(1) Pemilik Manfaat dari koperasi merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:

a. menerima sisa hasil usaha lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh koperasi per tahun;

b. memiliki kewenangan baik langsung maupun tidak langsung, dapat menunjuk atau memberhentikan pengurus dan pengawas koperasi;

c. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan koperasi tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun;

d. menerima manfaat dari koperasi; dan/atau

e. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas modal koperasi.

(2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b.

Pasal 8

(1) Pemilik Manfaat dari persekutuan komanditer merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:

a. memiliki modal dan/atau nilai barang yang disetorkan lebih dari 25% (dua puluh lima persen) sebagaimana tercantum dalam perikatan pendirian persekutuan komanditer;

b. menerima keuntungan atau laba lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh persekutuan komanditer per tahun;

c. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan persekutuan komanditer tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun;

d. menerima manfaat dari persekutuan komanditer; dan/atau

e. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas modal dan/atau nilai barang yang disetorkan pada persekutuan komanditer.

(2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b.

Pasal 9

(1) Pemilik Manfaat dari persekutuan firma merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:

a. memiliki modal yang disetorkan lebih dari 25% (dua puluh lima persen) sebagaimana tercantum dalam perikatan pendirian persekutuan firma;

b. menerima keuntungan atau laba lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh persekutuan firma per tahun;

c. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan persekutuan firma tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun;

d. menerima manfaat dari persekutuan firma; dan/atau

e. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas modal pada persekutuan firma.

Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b.

Pasal 10

(1) Pemilik Manfaat dari bentuk korporasi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf g merupakan orang perseorangan yang memenuhi atau laba yang diperoleh korporasi per tahun;

c. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan korporasi tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun;

d. menerima manfaat dari korporasi; dan/atau

e. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas modal yang disetorkan pada korporasi.

(2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b.

Penyampaian informasi mengenai pemilik manfaat dilakukan pada saat permohonan pendirian korporasi, pendaftaran, dan/atau pengesahan korporasi atau korporasi menjalankan usaha atau kegiatannya.201 Penyampaian informasi pemilik manfaat tersebut dapat dilaksanakan oleh pendiri atau pengurus korporasi, notaris, atau

201 Lihat isi Pasal 4 ayat 2 Permenkumham No. 15/2019.

pihak lain yang diberi kuasa oleh pendiri atau pengurus korporasi202 yang dilakukan secara elektronik melalui AHU Online.203 Adapun penyampaian informasi tersebut wajib disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah korporasi mendapat izin usaha/tanda terdaftar dari instansi atau lembaga yang berwenang.204

Suatu korporasi menetapkan pemilik manfaat dari korporasi berdasarkan informasi yang diperoleh melalui:205

a. anggaran dasar termasuk dokumen perubahan anggaran dasar, dan/atau akta pendirian korporasi;

b. dokumen perikatan pendirian korporasi;

c. dokumen keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS), dokumen keputusan rapat organ yayasan, dokumen keputusan rapat pengurus, atau dokumen keputusan rapat anggota;

d. informasi instansi berwenang;

e. informasi lembaga swasta yang menerima penempatan atau pentransferan dana dalam rangka pembelian saham perseroan terbatas;

f. informasi lembaga swasta yang memberikan atau menyediakan manfaat dari korporasi bagi pemilik manfaat;

g. pernyataan dari anggota direksi, anggota dewan komisaris, pembina, pengurus, pengawas, dan/atau pejabat/pegawai Korporasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya;

h. dokumen yang dimiliki oleh korporasi atau pihak lain yang menunjukkan bahwa orang perseorangan dimaksud merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kepemilikan saham perseroan terbatas;

i. dokumen yang dimiliki oleh korporasi atau pihak lain yang menunjukkan bahwa orang perseorangan dimaksud merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kekayaan lain atau penyertaan pada korporasi; dan/atau

j. informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

202 Lihat isi Pasal 18 ayat 3 Perpres No. 13/2018 dan Pasal 8 ayat 1 Permenkumhan No.

15/2019.

203 Lihat isi Pasal 8 ayat 2 Permenkumham No. 15/2019.

204 Lihat isi Pasal 19 ayat 2 Perpres No. 13/2018 dan Pasal 5 ayat 2 Permenkumhan No.

15/2019.

205 Lihat isi Pasal 11 Perpres No. 13/2018.

Di dalam menyampaikan informasi terkait beneficial ownership kepada notaris, korporasi harus mengenal prinsip mengenali pemilik manfaat yang meliputi:206

1) Identifikasi pemilik manfaat

Korporasi melakukan identifikasi melalui pengumpulan informasi pemilik manfaat dari korporasi. Adapun pengumpulan informasi terkait pemilik manfaat korporasi paling sedikit mencakup:

a. nama lengkap;

b. nomor identitas kependudukan, surat izin mengemudi, atau paspor;

c. tempat dan tanggal lahir;

d. kewarganegaraan;

e. alamat tempat tinggal yang tercantum dalam kartu identitas;

f. alamat di negara asal dalam hal warga negara asing;

g. Nomor Pokok Wajib Pajak (“NPWP”) atau nomor identitas perpajakan yang sejenis; dan

h. hubungan antara korporasi dengan pemilik manfaat.

Adapun pengumpulan informasi dimaksud wajib dilengkapi dengan dokumen pendukung, yaitu:207

a. fotokopi dokumen identitas pemilik manfaat antara lain Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, dan Paspor;

b. fotokopi kartu NPWP; dan

c. surat kuasa, surat keterangan, atau dokumen sejenis lainnya yang memuat informasi hubungan antara korporasi dengan pemilik manfaat.

2) Verifikasi pemilik manfaat

Setelah korporasi melakukan pengumpulan informasi terkait pemilik manfaat, korporasi akan melakukan verifikasi melalui penelitian kesesuaian informasi antara pemilik manfaat dengan dokumen pendukung sebagaimana telah

206 Lihat isi Pasal 15 ayat 1 Perpres No. 13/2018.

207 Lihat Lampiran I Permenkumham No. 15/2019.

disebutkan di atas. Selanjutnya, informasi terkait pemilik manfaat tersebut akan disampaikan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Korporasi diwajibkan untuk menyampaikan informasi yang benar mengenai pemilik manfaat (beneficial ownership). Penyampaian informasi disertai dengan surat pernyataan Korporasi yang disampaikan pula ke instansi yang berwenang.

Berdasarkan isi Pasal 8 Permenkumham No. 9/2017, notaris wajib memperoleh informasi pemilik manfaat (beneficial owner) dari korporasi melalui pengumpulan informasi atas orang perseorangan yang mengendalikan dan/atau menerima manfaat dari korporasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal notaris meragukan kebenaran informasi, notaris wajib melakukan upaya lain untuk memperoleh informasi pemilik manfaat (beneficial owner) dari korporasi. Dalam hal notaris tidak memperoleh informasi pemilik manfaat (beneficial owner) dari korporasi melalui pengumpulan informasi dan upaya lain, notaris menetapkan orang perseorangan yang memiliki jabatan sebagai direksi atau yang dipersamakan dengan jabatan direksi pada korporasi, sebagai pemilik manfaat (beneficial owner) dari korporasi. Apabila notaris tidak memenuhi ketentuan tersebut maka notaris dapat dikenakan sanksi administratif.208

Di samping itu, dalam hal ditemukannya pelanggaran pelaksanaan penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi sebagaimana dimaksud dalam Permenkumham No. 15/2019, menteri melalui Direktur Jenderal dapat

208 Lihat isi Pasal 30 Permenkumham No. 9/2017.

memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menkumham akan mengeluarkan peraturan terkait sanksi bagi mereka yang tidak jujur ketika mengisi formulir pendaftaran perusahaan. Salah satu yang terancam terkena sanksi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM adalah notaris. Sanksi yang melanggar peraturan akan dilihat dari tingkat pelanggaran, dimana sanksi terberat adalah mencabut izin notaris. Hal tersebut tentu sangat merugikan notaris mengingat masih adanya celah dalam peraturan tersebut yang bisa dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Salah satu celahnya adalah soal kebenaran informasi yang disampaikan oleh pihak korporasi. Dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM tidak melakukan verifikasi apapun soal informasi yang diberikan kepada mereka. Selain itu juga tidak ada penyidikan riwayat profesional maupun personal dari pemilik manfaat.

Dalam hal ini tugas notaris hanya sampai pada membantu menyampaikan informasi kepada Kementerian Hukum dan HAM, baik pada saat pendirian, pendaftaran atau pengesahan, serta pada saat penyampaian perubahan atau pembaruan informasi.211

Menurut Aulia Taufani, salah satu notaris senior di Indonesia, pada dasarnya kewajiban untuk pengungkapan benefecial ownership seharusnya dilakukan oleh pihak yang ingin memakai jasa notaris. Hal tersebut jelas diatur dalam pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dimana dalam pasal tersebut, pengguna jasa yang melakukan transaksi dengan pelapor (notaris)

211 Irma Devita, Beneficial Ownership, https://irmadevita.com/2019/beneficial-ownership/, diakses pada tanggal 11 Maret 2020.

harus mengungkapkan data yang benar.212 Hal ini dikarenakan benar tidaknya suatu informasi yang disampaikan notaris bergantung kepada pengguna jasa.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam pelaksanaan pembuatan akta, terdapat proses pengenalan pengguna jasa sebagaimana yang diatur dalam Permenkumham No. 9/2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris. Pada tahap ini, pengguna jasa wajib mengungkapkan data dan informasi yang benar dalam proses Question and Answer. Dalam hal proses Question and Answer telah dilakukan dan notaris belum dapat memperoleh informasi beneficial ownership, maka notaris tidak seharusnya dikenakan sanksi. Hal ini dikarenakan keberadaan pemilik manfaat (beneficial ownership) yang sepenuhnya tidak dapat dideteksi oleh notaris.

Pada hakekatnya notaris selaku pejabat umum hanyalah mengkonstatir atau merelateer atau merekam secara tertulis dan autentik dari perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan. Peran dan kedudukan notaris adalah sebagai supporting system di dalam mengungkapkan pemilik manfaat (beneficial ownership) pada suatu korporasi yaitu dalam hal ini pada saat proses penginputan data terkait pendirian ataupun perubahan anggaran dasar/anggaran rumah tangga korporasi. Dengan demikian kewajiban terkait pengungkapan pemilik manfaat (beneficial ownership) tidak dapat dibebankan kepada notaris melainkan pengguna jasa.

212 Fitri Novia Heriani, Diminta Ungkap Beneficial Owner, Notaris Pertanyakan Perlindungan Hukum, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d22f6c65fb43/diminta-ungkap-beneficial-owner--notaris-pertanyakan-perlindungan-hukum/, diakses pada tanggal 8 Oktober 2019

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang dibuatnya adalah secara perdata notaris hanya bertanggung jawab terhadap kepala akta yang berisikan kewenangan para penghadap dalam menandatangani akta, selanjutnya terhadap penutup akta yang berisi kewenangan saksi-saksi kemudian dihadapkan oleh para penghadap untuk menandatangani akta, sedangkan terhadap isi akta notaris hanya bertanggung jawab bahwa akta yang dibuatnya tidak melanggar klausul-klausul yang dilarang oleh Undang-Undang dan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Secara pidana sendiri, notaris dapat dituntut ke pengadilan apabila di kemudian hari, aparat yang berwenang dapat membuktikan bahwa notaris secara sadar telah memasukkan keterangan-keterangan yang menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lainnya.

2. Pengungkapkan pemilik manfaat dari setiap korporasi di Indonesia bertujuan untuk dapat diketahuinya pihak-pihak yang berada di belakang korporasi tersebut.

Adapun beberapa manfaat pengungkapan pemilik manfaat (beneficial ownership) antara lain: memberikan kepastian hukum atas pertanggungjawaban pidana karena memudahkan pencarian identitas dalam membongkar kasus pidana, memudahkan

pencarian dan pembuktian TPPU, melindungi korporasi dan pemilik manfaat yang beritikad baik, optimalisasi pemulihan aset dari pelaku tindak pidana korupsi dan pencucian uang, implementasi bisnis yang sehat dan menghindari monopoli pasar, serta mencegah konflik kepentingan dalam kepemilikan sumber daya publik.

3. Pada dasarnya kewajiban untuk mengungkapkan benefecial ownership dilakukan oleh pihak yang ingin memakai jasa notaris. Peran dan kedudukan notaris adalah sebagai supporting system di dalam mengungkapkan pemilik manfaat (beneficial ownership) pada suatu korporasi yaitu dalam hal ini pada saat proses penginputan data terkait pendirian ataupun perubahan anggaran dasar/anggaran rumah tangga korporasi. Dengan demikian kewajiban terkait pengungkapan pemilik manfaat (beneficial ownership) tidak dapat dibebankan kepada notaris melainkan pengguna jasa.

B. Saran

Berdasarkan analisis permasalahan dalam penelitian ini maka dapat diuraikan saran penelitian sebagai berikut:

1. Disarankan kepada para notaris agar senantiasa menjaga kekuatan pembuktian akta autentik yang dibuatnya dengan tetap memperhatikan aspek lahiriah, aspek formal, dan aspek materil suatu akta meskipun Undang-Undang memberikan perlindungan hukum dalam hal pemeriksaan perkara khususnya perkara pidana sehingga akta notaris tersebut mempunyai pembuktian kekuatan hukum yang sempurna.

2. Disarankan agar pemerintah dapat melakukan perubahan terhadap Perpres No. 13/2018 khususnya ketentuan terkait sanksi bagi korporasi yang tidak

menyediakan informasi pemilik manfaat (beneficial ownership) yang masih belum jelas.

3. Disarankan kepada pemerintah hendaknya di dalam pembuatan peraturan perundang-undangan terdapat sinkronisasi antara peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan yang lebih rendah.

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU

Adjie, Habib. 2008. Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Bandung: PT Rafika Aditama.

Adjie, Habib. 2008. Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik. Bandung: PT Rafika Aditama.

Adjie, Habib. 2011. Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris. Bandung: PT Refika Aditama.

Adjie. Habib. 2014. Hukum Notaris Indonesia. cetakan IV. Bandung: PT Refika Aditama.

Ali. Zainuddin. 2009. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Amiruddin dan H. Zainal Asikin. 2016. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta:

PT RajaGrafindo Persada.

Amrani, Hanafi. 2015. Hukum Pidana Pencucian Uang. Yogyakarta: UII Press.

Anand. Ghansham. 2018. Karakteristik Jabatan Notaris di Indonesia. Jakarta:

Prenadamedia Group.

Asikin, H. Zainal. 2013. Hukum Dagang. Jakarta PT RajaGrafindo Persada.

Asikin, H. Zainal dan Suhartana, L. Wira Pria. 2016. Pengantar Hukum Perusahaan.

Depok: Prenadamedia Group.

Bertens. K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisus.

Budiarto. Agus. 2009. Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Bogor: Ghalia Indonesia.

Budiono. Herlien. 2006. Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia - Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Budiono, Herlien. 2015. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan.

Buku ketiga. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Budiono, Herlien. 2016. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan.

Buku kesatu. Cetakan keempat. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Efendi. Jonaedi dan Johnny Ibrahim. 2016. Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris. Depok: Prenadamedia Group.

Friedrich. Carl Joachim. 2004. Filsafat Hukum Perspektif Historis. Bandung: Penerbit Nuansa dan Penerbit Nusamedia.

Hadhikusuma, R.T. Sutantya Rahardja. 2001. Hukum Koperasi Indonesia. Jakarta:

RajaGrafindo Persada.

Hadikusuma. Hilman. 2003. Hukum Waris Adat. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Harris, Freddy dan Anggoro, Teddy. 2010. Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban Pemberitahuan oleh Direksi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Harris, Freddy dan Helena, Leny. 2017. Notaris Indonesia. Jakarta Pusat: PT Lintas Cetak Djaja.

Hartono. Sunaryati. 1994. Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke 20.

Bandung: PT Alumni.

Ikhsan, Edy dan Siregar, Mahmul. 2009. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Johni. Ibrahim. 2005. Teori Dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayu Media Publishing.

Lubis. M. Solly. 1994. Filsafat Ilmu dan Penelitian. Bandung: CV Mandar Madju.

Lubis, Suhrawardi K. 2008. Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Lubis, Suhrawardi K. 2008. Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.