• Tidak ada hasil yang ditemukan

9 ANALISIS PARTISIPASI PETANI GARAM DALAM SISTEM BAGI HASIL

Keputusan seorang pemilik lahan untuk memutuskan apakah akan melakukan sistem bagi hasil atau tidak diduga ditentukan oleh beberapa faktor. Keputusan tersebut adalah melakukan usaha garam dengan sistem bagi hasil (y=1) atau menjalankan usaha garam yang dilakukan sendiri atau tanpa bagi hasil (y=0). Selain itu, bab ini juga menganalisis keputusan partisipasi petani penggarap yang menjalankan sistem bagi hasil. Analisis yang kedua menjelaskan faktor apakah yang memengaruhi keputusan petani penggarap terhadap pola bagi tiga (y=1) dan pola bagi dua (y=0). Dalam analisis partisipasi sistem bagi hasil oleh petani penggarap, sebenarnya pemilik lahan juga turut memberikan pengaruh terhadap keputusan yang akan diambil oleh petani penggarap. Ada tidaknya tawaran untuk menggarap lahan garam oleh pemilik lahan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi keputusan petani penggarap. Bab ini akan membahas mengenai faktor apakah yang memengaruhi keputusan seorang pemilik lahan dalam menjalankan usaha garamnya dan partisipasi petani penggarap dalam menentukan suatu pola bagi hasil yang akan diikutinya.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keputusan Pemilik Lahan Terhadap Sistem Bagi Hasil

Analisis faktor-faktor yang memengaruhi keputusan pemilik lahan terhadap ssistem bagi hasil menggunakan analisis regresi logistik (binary logistic). Terdapat lima variabel independen yang digunakan dalam analisis ini, yakni usia pemilik lahan, luas lahan garam yang dimiliki pemilik lahan, pengalaman bertani dari pemilik lahan, tingkat pendidikan terakhir pemilik lahan, dan jumlah produksi garam. Hasil analisis regresi logistik disampaikan dalam Tabel 22 dan disajikan secara lengkap dalam Lampiran 7.

Uji Siginifikansi Model (Uji G)

Berdasarkan hasil uji G pada Tabel 23 diperoleh nilai G sebesar 47,070 dan nilai Log-Likelihood sebesar -4,774. Berdasarkan kriteria tolak dan terima H0, nilai

P-Value yang diperoleh adalah sebesar 0,000 (P-Value<0,10), sehingga keputusan yang diambil adalah tolak H0. Jika H0 = 0 = variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen dan H1 ≠ 0 = variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen, maka kesimpulan tolak H0 adalah variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap keputusan pemilik lahan untuk menjalankan usaha garam dengan sistem bagi hasil. Artinya, variabel- varibel independen yang digunakan dalam model regresi logistik ini mampu

memengaruhi terhahap keputusan seorang pemilik lahan apakah usaha garamnya dijalankan dengan sistem bagi hasil atau tidak. Sehingga, model ini dapat digunakan dalam analisis selanjutnya.

Uji Kebaikan Model (Goodness of Fit Tests)

Hasil output dengan menggunakan program Minitab 11 dalam Tabel 23 menunjukkan uji kebaikan model (goodness of fit tests) yang dilihat dari nilai P- Value dari setiap metode yang digunakan, yakni Pearson, Deviance, dan Hosmer-

Lemeshow Tests. Kriteria penolakan H0 dalam uji ini adalah P-Value>α. εasing- masing metode ternyata memiliki nilai P-Value>α (P-Value>0,10). Jika H0 : Model telah cukup mampu menjelaskan data dan H1 : Model tidak cukup mampu menjelaskan data, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah tolak H0. Artinya, model keputusan pemilik lahan untuk menjalankan usaha garam dengan sistem bagi hasil ini cukup mampu menjelaskan data yang telah dikumpulkan di lapang atau model ini layak untuk digunakan dalam mengestimasi keputusan pemilik lahan usaha garam rakyat.

Tabel 23 Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keputusan Pemilik Lahan Terhadap Sistem Bagi Hasil

Variabel Koefisien P-Value Odds Ratio

Constant -14,82 0,354

Usia Pemilik Lahan 0,2592 0,452 1,30

Luas Lahan -0,0001183 0,659 1,00

Pengalaman Pemilik Lahan -0,0772 0,847 0,93

Pendidikan Pemilik Lahan -2,180 0,054 0,11

Produksi Garam 0,04479 0,097 1,05

Log-Likelihood = -4,774

Test that all slopes are zero: G = 47,070 , DF = 5, P-Value = 0,000

Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson 15,122 35 0,999 Deviance 9,548 35 1,000 Hosmer-Lemeshow 4,183 8 0,840 Measures of Association: Concordant 98,8 % Measures of Assisociation

Nilai Measures of Association digunakan untuk melihat keragaman dari variabel dependen. Berdasarkan nilai Concordant dalam Tabel 23, diperoleh nilai sebesar 98,8 persen. Nilai tersebut dapat diartikan bahwa keragaman variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen dalam model tersebut sebesar 98,8 persen, sedangkan sebesar 1,2 persen dijelaskan oleh variabel independen di luar model. Dalam Lampiran 7, diperoleh nilai Somers’ D dan Goodman-Kruskal Gamma yang nilainya mendekati 1. Hal ini menandakan bahwa daya prediksi model yang diperoleh telah cukup baik (Firdaus et al. 2011). Artinya, model keputusan

104

pemilik lahan untuk menjalankan usaha garam dengan sistem bagi hasil telah cukup baik untuk digunakan.

Uji Parsial dan Pembentukan Model (Uji Wald)

Berdasarkan hasil output Program Minitab 11 dalam Tabel 23 menunjukkan bahwa terdapat dua variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Kriteria terima H0 adalah P-value>α. Variabel pendidikan pemilik lahan

dan produksi garam memiliki nilai P-value<α (P-value<0,10), sehingga keputusan yang diambil adalah tolak H0. Jika H0 = variabel independen ke-i tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen dan H1 = variabel independen ke-i berpengaruh nyata terhadap variabel dependen, maka kedua variabel tersebut dinyatakan berpengaruh nyata terhadap variabel keputusan pemilik lahan untuk menjalankan usaha garam dengan sistem bagi hasil. Sedangkan tiga variabel lainnya dinyatakan tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan pemilik lahan untuk berpartisipasi pada suatu pola bagi hasil. Variabel-variabel tersebut adalah usia pemilik lahan, luas lahan garam, dan pengalaman pemilik lahan. Model ini nyata dalam selang kepercayaan 90%. Artinya, model ini dapat digunakan dengan tingkat kepercayaan sebesar 90%.

Interpretasi Nilai Odds Ratio

Berdasarkan Uji Wald diketahui bahwa terdapat dua variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Variabel-variabel tersebut adalah tingkat pendidikan terakhir pemilik lahan dan jumlah produksi garam yang dihasilkan. Dua variabel tersebut nyata dalam α=10%. Sedangkan variabel independen yang tidak berpengaruh nyata dalam α=10% adalah usia pemilik lahan, luas lahan garam, dan pengalaman pemilik lahan. Variabel independen yang dinyatakan tidak berpengaruh nyata terhadap model tersebut diduga disebabkan oleh kurangnya variasi data yang diperoleh di lapang. Artinya, data yang diperoleh bersifat sama (homogen). Namun, hal ini tidak terlalu berdampak dalam penggunaan model karena setidaknya terdapat satu variabel yang dinyatakan signifikan dalam α=10%.

Selanjutnya, variabel independen dalam model ini akan diinterpretasikan nilai odds ratio yang diperoleh. Nilai odds ratio menggambarkan perbandingan peluang petani penggarap dalam berpartisipasi terhadap pola bagi hasil, yakni pola bagi tiga dan pola bagi dua.

(1) Usia Pemilik Lahan

Nilai P-Value yang diperoleh oleh variabel ini adalah sebesar 0,354. Kriteria untuk menerima H0 adalah ketika P-value>α. Sehingga keputusan yang diambil

adalah terima H0 yang artinya variabel usia pemilik lahan tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan yang akan diambil oleh pemilik lahan terhadap sistem bagi hasil pada selang kepercayaan 90 persen. Variabel usia pemilik lahan memiliki nilai odds ratio sebesar 1,30. Interpretasi dari nilai ini adalah pemilik lahan yang memiliki

usia lebih tinggi satu tahun, peluang untuk menjalankan usaha garam dengan sistem bagi hasil meningkat sebesar 1,30 kali dibandingkan dengan pemilik lahan yang usianya lebih rendah satu tahun. Artinya, tambahan usia pemilik lahan dapat meningkatkan peluang untuk menjalankan usaha garam dengan sistem bagi hasil sebesar 0,30 kali.

Nilai parameter yang dihasilkan untuk variabel ini adalah positif. Artinya, semakin tinggi usia pemilik lahan, keinginan untuk menjalankan usaha garam dengan sistem bagi hasil ternyata semakin tinggi. Hal ini dapat terjadi karena pada umumnya pemilik lahan memiliki usia yang sudah termasuk kategori di atas rata- rata atau usia tua. Semakin tinggi usia pemilik lahan, maka produktivitasnya akan menurun. Sehingga keputusan yang tepat adalah dengan menjalankan sistem bagi hasil. Terlebih pada umumnya, pemilik lahan memiliki luas lahan lebih dari satu hektar sehingga rasanya kurang memungkinkan jika pemilik lahan menjalankan sendiri usaha garam yang dimilikinya.

(2) Luas Lahan Garam

Nilai P-Value yang diperoleh oleh variabel luas lahan garam adalah sebesar 0,659. Nilai ini lebih besar dari taraf nyata sepuluh persen (P-Value<0,10), sehingga keputusan yang diambil adalah terima H0. Artinya, pada selang kepercayaan 90 persen, variabel luas lahan garam yang dimiliki pemilik lahan tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan pemilik lahan untuk menjalankan usaha garam dengan sistem bagi hasil. Variabel luas lahan garam memiliki nilai odds ratio sebesar 1,00. Interpretasi dari nilai ini adalah pemilik lahan yang memiliki luas lahan yang kebih besar maupun yang lebih kecil, memiliki peluang yang sama besar untuk menjalankan usaha garam dengan sistem bagi hasil. Artinya, seluruh pemilik lahan yang akan menjalankan usaha garamnya dengan sistem bagi hasil tidak memiliki kendala dengan luas lahan. Pemilik lahan yang lahan garamnya sempit memiliki peluang yang sama besarnya dengan pemilik lahan yang luas lahan garamnya sangat luas. Sehingga, berapapun luas lahan garam yang dimiliki oleh seorang pemilik lahan dapat memutuskan untuk menjalankan dengan sistem bagi hasil.

Nilai parameter yang diperoleh adalah negatif. Semakin luas lahan garam yang dimiliki oleh seorang pemilik lahan, ternyata keinginan untuk menjalankan usaha garam dengan sistem bagi hasil cenderung menurun. Hal ini dapat terjadi karena pemilik lahan yang telah memiliki pengalaman yang cukup lama akan paham bahwa usaha garam yang dijalankan sendiri (tanpa bagi hasil) akan memberikan keuntungan yang lebih besar daripada usaha garam yang dijalankan dengan sistem bagi hasil. Pemilik lahan tidak perlu membagi hasil usaha yang dijalankannya kepada pihak lain, sehingga pemilik lahan dapat menikmati hasil jerih payah sepenuhnya sendiri. Beberapa kajian mengenai analisis usaha garam rakyat yang dilakukan oleh Apriliana (2013), Nurdiani (2013), dan Prihantini (2015) menyimpulkan bahwa rata-rata keuntungan yang diterima oleh petani garam yang lahan garamnya adalah milik sendiri bernilai lebih besar daripada lahan garam

106

yang dijalankan dengan sistem bagi hasil. Namun, Lole (1995) menyatakan bahwa dalam kehidupan sosial di pedesaan yang saling tolong-menolong membuat pemilik lahan tetap membantu petani penggarap yang memang memiliki keterbatasan lahan dan modal produksi. Hal inilah yang menjadi penyebab terus berkembangnya usaha pertanian dengan sistem bagi hasil di daerah pedesaan.

(3) Pengalaman Bertani Pemilik Lahan

Kriteria nilai P-Value yang diperoleh untuk variabel ini adalah 0,847 yang lebih besar dari taraf nyata sepuluh persen (P-Value<0,10), sehingga keputusan yang diambil adalah terima H0. Artinya, variabel pengalaman bertani dari seorang pemilik lahan memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap keputusan yang akan diambilnya. Variabel pengalaman bertani memiliki nilai odds ratio sebesar 0,93. Interpretasi dari nilai odds ratio tersebut adalah pemilik lahan yang memiliki pengalaman bertani yang lebih tinggi satu tahun, peluang untuk menjalankan usaha garamnya dengan sistem bagi hasil meningkat sebesar 0,93 kali daripada pemilik lahan yang pengalaman bertaninya lebih rendah.

Nilai parameter yang diperoleh untuk variabel pengalaman bertani pemilik lahan ternyata bernilai negatif. Semakin tinggi pengalaman bertani dari seorang pemilik lahan, ternyata keinginan untuk menjalankan usaha garam dengan sistem bagi hasil justru menurun. Tanda parameter dari variabel ini sama dengan variabel luas lahan garam. Hal ini dapat terjadi karena semakin tinggi pengalaman bertani seorang pemilik lahan, maka pengrtahuan akan seluk beluk usaha garam akan tinggi. Pemilik lahan akan memahami dengan baik usaha garam akan lebih baik dijalankan dengan usaha sendiri atau tanpa bagi hasil karena dapat menghasikkan keuntungan yang lebih besar. Namun, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Lole (1995) bahwa keterbatasan lahan dan modal produksi dari petani penggarap, membuat pemilik lahan terkadang tetap memutuskan untuk menjalankan sistem bagi hasil. Selain itu, alasan sosial juga menjadi faktor utama penyebab terus berkembanganya sistem bagi hasil dalam usaha pertanian di Indonesia.

(4) Pendidikan Pemilik Lahan

Kriteria nilai P-Value yang diperoleh untuk variabel ini adalah 0,054 yang lebih kecil dari taraf nyata sepuluh persen (P-Value<0,10), sehingga keputusan yang diambil adalah tolah H0. Artinya, variabel tingkat pendidikan pemilik lahan memberikan pengaruh yang nyata terhadap keputusan yang akan diambil oleh pemilik lahan terhadap sistem bagi hasil. Variabel tingkat pendidikan pemilik lahan memiliki nilai odds ratio sebesar 0,11. Interpretasi dari nilai odds ratio tersebut adalah pemilik lahan yang memiliki pendidikan lebih tinggi peluang untuk berpartisipasi dalam pola bagi tiga adalah sebesar 0,11 kali dibandingkan dengan pemilik lahan yang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seorang pemilik lahan dapat meningkatkan peluang untuk menjalankan usaha garam dengan sistem bagi hasil sebesar 0,11 kali. Kesimpulan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Lole (1995) dan Oriakhi

et al. (2012) yang mana keduanya menyatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap keputusan partisipasi sistem bagi hasil.

Tanda parameter yang diperoleh untuk variabel tingkat pendidikan pemilik lahan adalah negatif, yang artinya semakin tinggi tingkat pendidikan pemilik lahan justru semakin berkurang keinginannya untuk berpartisipasi dalam sistem bagi hasil. Variabel ini memiliki tanda parameter yang sama dengan luas lahan garam dan pengalaman bertani dari pemilik lahan. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya keinginan pemilik lahan untuk terlapas dari sistem bagi hasil yang inefisien (Marshall 1920). Pendidikan yang tinggi dapat membuat pemilik lahan mencari cara yang tepat untuk menjalankan usaha garamnya. Usaha pertanian yang dijalankan dengan bagi hasil dirasa kurang efisien, sehingga pemilik lahan cenderung untuk menjalankan usaha garamnya sendiri. Namun, pemilik lahan cenderung tidak dapat terlepas dengan sistem bgai hasil. Hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan lahan dan modal produksi dari seorang petani penggarap. Petani penggarap biasanya datang kepada pemilik lahan untuk menggarap lahan garam sehingga pemilik lahan cenderung enggan untuk menolaknya dengan alasan sosial.

(5) Produksi Garam

Nilai P-Value yang diperoleh oleh variabel produksi garam adalah sebesar 0,097. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata sepuluh persen (P-Value<0,10), sehingga keputusan yang diambil adalah tolak H0. Artinya, pada selang kepercayaan 90 persen, variabel produksi garam yang dihasilkan berpengaruh nyata terhadap keputusan pemilik lahan untuk menjalankan usaha garam dengan sistem bagi hasil. Variabel luas lahan garam memiliki nilai odds ratio sebesar 1,05. Interpretasi dari nilai ini adalah pemilik lahan yang menerima produksi garam lebih besar satu ton, peluang untuk menjalankan usaha garam dengan sistem bagi hasil meningkat sebesar 1,05 kali daripada pemilik lahan yang menerima produksi yang lebih rendah.

Nilai parameter yang diperoleh adalah positif. Semakin tinggi produksi garam yang dihasilkan dan diterima oleh pemilik lahan, ternyata keinginan untuk menjalankan usaha garam dengan sistem bagi hasil cenderung meningkat. Hal ini dapat terjadi karena pemilik lahan yang memutuskan untuk menjalankan usaha garamnya dengan sistem bagi hasil cenderung akan fokus terhadap hasil atau produksi garam dari lahan yang digarapkan. Semakin tinggi produksi garamnya, penerimaan atas penjualan garam semakin tinggi, hasil atas bagi hasil yang akan diterimanya juga semakin tinggi. Pemilik lahan yang memang memiliki usia rata- rata diatas 50 tahun cenderung memiliki produktivitas yang rendah. Sehingga mereka memutuskan untuk menggunakan tenaga petani penggarap yang usianya berada dalam usia produktif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prihantini (2015) menyebutkan bahwa rata-rata produktivitas lahan garam yang dijalankan dengan bagi hasil relatif lebih tinggi daripada lahan sendiri atau lahan

108

pribadi. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Garret dan Xu (2003) menyimpulkan bahwa lahan dengan sistem bagi hasil lebih produktif daripada lahan sewa atau milik sendiri. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rao (1983), Sharma dan Dreze (1996), dan Koirala (2016) yang menyatakan bahwa petani yang menjalankan usaha pertani dengan sistem bagi hasil relatif lebih produktif dan lebih efisien daripada petani yang menjalankan usaha pertaniannya dengan lahan sendiri. Hal ini dapat terjadi karena adanya motivasi yang besar yang dimiliki oleh petani dengan bagi hasil untuk memperoleh hasil pertanian yang tinggi. Hal ini tentu akan memberikan dampak yang positif kepada pemilik lahan jika lahan garam yang digarap oleh petani penggarap mampu memberikan hasil yang baik karena akan berdampak terhadap penerimaaan dan keuntungan yang akan diperoleh oleh pemilik lahan.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keputusan Petani Penggarap Terhadap Suatu Pola Bagi Hasil

Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi keputusan petani penggarap terhadap suatu pola bagi hasil. Analisis ini juga menggunakan analisis regresi logistik biner (binary logistic regression). Terdapat delapan variabel independen yang digunakan dalam analisis ini, yakni usia petani penggarap, pengalaman bertani dari petani penggarap, tingkat pendidikan terakhir petani penggarap, jumlah anggota keluarga dari petani penggarap, jarak gudang ke jalan raya, proporsi garam Kualitas Produksi (KP) 1, luas lahan garam, dan keuntungan yang diterima petani penggarap. Hasil analisis regresi logistik disampaikan dalam Tabel 23 dan disajikan secara lengkap dalam Lampiran 8.

Uji Siginifikansi Model (Uji G)

Berdasarkan hasil uji G pada Tabel 24 diperoleh nilai G sebesar 25,410 dan nilai Log-Likelihood sebesar -24,820. Berdasarkan kriteria tolak dan terima H0, nilai

P-Value yang diperoleh adalah sebesar 0,001 (P-Value<0,10), sehingga keputusan yang diambil adalah tolak H0. Jika H0 = 0 = variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen dan H1 ≠ 0 = variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen, maka kesimpulan tolak H0 adalah variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap keputusan petani penggarap untuk berpartisipasi pada suatu pola bagi hasil. Artinya, variabel-varibel independen yang digunakan dalam model regresi logistik ini mampu memengaruhi terhahap keputusan seorang petani penggarap dalam berpartisipasi pada suatu pola bagi hasil, apakah pola bagi tiga ataukah pola bagi dua. Sehingga, model ini dapat digunakan dalam analisis selanjutnya.

Uji Kebaikan Model (Goodness of Fit Tests)

Hasil output dengan menggunakan program Minitab 11 dalam Tabel 24 menunjukkan uji kebaikan model (goodness of fit tests) yang dilihat dari nilai P- Value dari setiap metode yang digunakan, yakni Pearson, Deviance, dan Hosmer-

Lemeshow Tests. Kriteria penolakan H0 dalam uji ini adalah P-Value>α. εasing- masing metode ternyata memiliki nilai P-Value>α (P-Value>0,10). Jika H0 : Model telah cukup mampu menjelaskan data dan H1 : Model tidak cukup mampu menjelaskan data, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah tolak H0. Artinya, model keputusan petani penggarap dalam berpartisispasi terhadap suatu pola bagi hasil ini cukup mampu menjelaskan data yang telah dikumpulkan di lapang atau model ini layak untuk digunakan dalam mengestimasi keputusan petani penggarap usaha garam rakyat.

Tabel 24 Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keputusan Petani Penggarap Terhadap Suatu Pola Bagi Hasil

Variabel Koefisien P-Value Odds Ratio

Constant -38 0,996

Usia Petani Penggarap 0,2137 0,091 1,24

Pengalaman Petani Penggarap -0,1925 0,144 0,82

Pendidikan Petani Penggarap -0,4959 0,342 0,61

Jumlah Anggota Keluarga -1,3661 0,089 0,26

Jarak Gudang ke Jalan Raya -0,001168 0,500 1,00

Proporsi Garam KP 1 0,0552 0,657 1,06

Luas Lahan Garam 0,0039 0,996 1,00

Keuntungan Petani Penggarap -3,087E-07 0,043 1,00 Log-Likelihood = -24,820

Test that all slopes are zero: G = 25,410, DF = 8, P-Value = 0,001

Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson 103,723 84 0,071 Deviance 49,841 84 0,999 Hosmer-Lemeshow 6,294 8 0,614 Measures of Association: Concordant 87,2% Measures of Assisociation

Nilai Measures of Association digunakan untuk melihat keragaman dari variabel dependen. Berdasarkan nilai Concordant dalam Tabel 24, diperoleh nilai sebesar 87,2 persen. Nilai tersebut dapat diartikan bahwa keragaman variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen dalam model tersebut sebesar 87,2 persen, sedangkan sebesar 12,8 persen dijelaskan oleh variabel independen di luar model. Dalam Lampiran 8, diperoleh nilai Somers’ D dan Goodman-Kruskal Gamma yang nilainya mendekati 1. Hal ini menandakan bahwa daya prediksi model yang diperoleh telah cukup baik (Firdaus et al. 2011). Artinya, model keputusan

110

petani penggarap untuk berpartisispasi terhadap suatu pola bagi hasil telah cukup baik untuk digunakan.

Uji Parsial dan Pembentukan Model (Uji Wald)

Berdasarkan hasil output Program Minitab 11 dalam Tabel 24 menunjukkan bahwa terdapat tiga variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Kriteria terima H0 adalah P-value>α. Variabel usia petani penggarap, jumlah anggota keluarga petani penggarap, dan keuntungan yang diterima petabi penggarap memiliki nilai P-value<α (P-value<0,10), sehingga keputusan yang diambil adalah tolak H0. Jika H0 = variabel independen ke-i tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen dan H1 = variabel independen ke-i berpengaruh nyata terhadap variabel dependen, maka ketiga variabel tersebut dinyatakan berpengaruh nyata terhadap variabel keputusan partisipasi petani penggarap untuk berpartisipasi pada suatu pola bagi hasil. Sedangkan lima variabel lainnya dinyatakan tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan partisipasi petani penggarap untuk berpartisipasi pada suatu pola bagi hasil. Variabel-variabel tersebut adalah pengalaman bertani petani penggarap, pendidikan petani penggarap, jarak gudang ke jalan raya, proporsi garam KP 1, dan luas lahan garam. Model ini nyata dalam selang kepercayaan 90%. Artinya, model ini dapat digunakan dengan tingkat kepercayaan sebesar 90%.

Interpretasi Nilai Odds Ratio

Berdasarkan Uji Wald diketahui bahwa terdapat tiga variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Variabel-variabel tersebut adalah usia petani penggarap, jumlah anggota keluarga petani penggarap, dan keuntungan yang diterima petabi penggarap. Ketiga variabel tersebut nyata dalam α=10%. Sedangkan variabel independen yang tidak berpengaruh nyata dalam α=10% adalah pengalaman bertani petani penggarap, pendidikan petani penggarap, jarak gudang ke jalan raya, proporsi garam KP 1, dan luas lahan garam. Variabel independen yang dinyatakan tidak berpengaruh nyata terhadap model tersebut diduga disebabkan oleh kurangnya variasi data yang diperoleh di lapang. Artinya, data yang diperoleh bersifat sama (homogen). Namun, hal ini tidak terlalu berdampak dalam penggunaan model karena setidaknya terdapat satu variabel yang