• Tidak ada hasil yang ditemukan

7 ANALISIS PINJAMAN DAN BIAYA PINJAMAN

Indikator ketidakadilan dalam sistem bagi hasil usaha garam rakyat yang dibahas dalam bab ini mengenai tingginya biaya pinjaman yang harus ditanggung oleh petani penggarap. Biaya pinjaman dapat menggambarkan tingkat suku bunga yang harus dibayar atas pinjaman yang diperoleh. Penelitian yang dilakukan oleh Basu (1997) menyimpulkan bahwa suku bunga pinjaman yang harus ditanggung oleh petani penggarap dalam suatu sistem bagi hasil dapat mencapai angka 360 persen. Nilai tersebut sangat jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga pinjaman formal. Indikator biaya pinjaman ini merupakan indikator yang digunakan untuk membuktikan bahwa memang terdapat ketidakadilan dalam pola bagi hasil usaha garam rakyat di Kabupaten Pamekasan.

Keterkaitan Luas Lahan Garam, Pinjaman, dan Biaya Pinjaman Antar Pola Bagi Hasil

Analisis ini digunakan untuk melihat besarnya pinjaman dan biaya pinjaman yang harus ditanggung oleh petani penggarap berdasarkan luas lahan garam yang digarap. Pembahasan ini akan melihat apakah terdapat hubungan yang positif antara luas lahan dan pinjaman yang diterima oleh petani penggarap. Setelah itu, bagaimanakah dengan besarnya biaya pinjaman yang harus ditanggung oleh petani penggarap? Apakah memiliki hubungan yang positif terhadap luas lahan garam yang digarap atau justru memiliki hubungan yang negatif. Hasil analisis mengenai hubungan antara pinjaman, biaya pinjaman, dan luas lahan garam garapan disajikan dalam Tabel 14.

Tabel 14 Perbandingan Pinjaman, Biaya Pinjaman, dan Luas Lahan Antar Pola Bagi Hasil Per Musim

Luas Lahan Garam

(Ha)

Rata-rata Pinjaman (Rp) dan Biaya Pinjaman (Rp)* (dalam %)** Per Musim

Pola Bagi Dua Pola Bagi Tiga

1,00 2.300.000 990.000 (33,54) 3.109.259 752.361 (24,70) 1,01 – 2,00 - - 5.625.000 1.625.300 (29,25) > 2,00 - - 10.0000.000 3.237.500 (32,38) Keterangan : * = {∑(P'-P0)}*Yi (dalam satuan Rp)

** = ( ({∑(P'-P0)}*Yi )/L0) x 100 % (dalam satuan %)

Nilai biaya pinjaman (dalam satuan Rp) diperoleh dengan cara mengalikan perbedaan harga jual garam petani non-peminjam dan petani peminjam terhadap

jumlah garam yang dijual kepada pemilik lahan. Pemilik lahan juga berperan sebagai tengkulak atau pedagang pengumpul. Rata-rata perbedaan harga jual garam untuk garam Kualitas Produksi (KP) 1 adalah sebesar Rp 10.000 per ton atau senilai 2,00 persen terhadap harga jual garam KP 1 kepada petani peminjam. Rata-rata perbedaan harga jual garam Kualitas Produksi (KP) 2 adalah sebesar Rp 10.000 per ton atau sebesar 2,22 persen terhadap harga jual garam KP 2 kepada petani peminjam. Sedangkan untuk garam Kualitas Produksi (KP) 3, rata-rata perbedaan harga jualnya adalah sebesar Rp 5.000 per ton atau senilai 1,25 persen terhadap harga jual garam KP 3 kepada petani peminjam. Nilai biaya pinjaman dalam persentase merupakan nilai biaya pinjaman nominal yang kemudian dibagi terhadap besarnya pinjaman yang diterima oleh petani penggarap peminjam lalu dikalikan dengan 100 persen. Rata-rata harga jual garam KP 1 kepada petani peminjam adalah Rp 510.000 per ton sedangkan kepada petani non-peminjam adalah Rp 510.000 per ton. Harga jual garam KP 2 untuk petani peminjam memiliki rata-rata sebesar Rp 460.000 per ton dan kepada petani non-peminjam sebesar Rp 450.000 per ton. Garam KP 3 memiliki rata-rata harga jual garam sebesar Rp 400.000 per ton kepada petani peminjam dan Rp 405.000 per ton kepada petani non-peminjam. Perbedaan harga jual garam inilah yang menjadi moetode untuk menentukan biaya pinjaman yang ditanggung oleh petani penggarap peminjam. Metode tersebut seperti yang telah dijelaskan dalam hasil kajian Basu (1997).

Petani penggarap yang tergabung dalam pola bagi dua hanya memiliki satu kategori saja, yakni luas lahan satu Ha. Hal ini disebabkan karena luas lahan garam garapan petani penggarap pola bagi dua terbatas luasannya. Lahan garam yang masih baru membuat petani penggarap dibatasi cukup memegang lahan garam seluas satu Ha. Rata-rata pinjaman yang diterima oleh petani penggarap pola bagi dua adalah sejumlah Rp 2.300.000 per musim. Pinjaman tersebut membuat petani penggarap menanggung biaya pinjaman sebesar Rp 990.000 atau senilai dengan 33,54 persen per musim. Jika satu musim memiliki durasi lima bulan, maka besarnya biaya pinjaman yang harus ditanggung adalah sebesar 6,71 persen per bulannya. Petani penggarap yang berpartisipasi dalam pola bagi dua sejumlah 13 orang. Dengan demikian, seluruh petani penggarap yang tergabung dalam pola bagi dua menanggung biaya pinjaman sebesar Rp 990.000 dengan pinjaman yang diterima sebesar Rp 2.300.000 per musim dengan luas lahan garam garapan seluas satu hektar.

Petani penggarap pola bagi tiga ternyata memiliki luas lahan yang lebih bervariasi. Pada umumnya, petani penggarap pola bagi tiga juga memiliki luas lahan garam garapan seluas satu hektar, yakni sejumlah 54 orang atau sekitar 67,50 persen dari seluruh petani penggarap yang berpartisipasi pola bagi tiga. Petani penggarap yang memiliki luas lahan garam garapan seluas satu hektar ini menerima rata-rata pinjaman sebesar Rp 3.109.259 per musim dan rata-rata biaya pinjaman yang ditanggungnya adalah sebesar Rp 752.361 atau sekitar 24,70 persen per musim. Jika dibandingkan dengan petani penggarap pola bagi dua yang memiliki

74

luas lahan garam garapan yang sama besar, petani penggarap pola bagi tiga menerima pinjaman yang lebih tinggi daripada petani penggarap pola bagi dua. Hal ini dapat terjadi karena petani penggarap pola bagi tiga mengajukan pinjaman yang lebih besar sehingga pemilik lahan cenderung untuk memberikan pinjaman yang lebih besar. Biaya pinjaman yang ditanggung oleh petani penggarap pola bagi tiga ternyata bernilai lebih rendah daripada petani penggarap pola bagi dua. Kesimpulan yang dapat diambil untuk petani penggarap yang memiliki luas lahan garam garapan satu hektar adalah bahwa biaya pinjaman yang ditanggungnya memiliki hubungan yang positif dengan besarnya pinjaman yang diterimanya. Kemudian, besarnya pinjaman yang diterima oleh petani penggarap dipengaruhi oleh besarnya pinjaman yang diajukan. Pemilik lahan cenderung untuk mengabulkan ajuan pinjaman tersebut selama masih memenuhi syarat untuk dapat melakukan pengembalian.

Petani penggarap pola bagi tiga yang memiliki luas lahan garam garapan antara 1,00 hingga 2,00 Ha, memiliki rata-rata pinjaman sebesar Rp 5.625.000 per musim dengan rata-rata biaya pinjaman yang ditanggung adalah sebesar Rp 1.625.300 atau senilai 29,25 persen per musim. Sedangkan untuk petani penggtarap pola bagi tiga yang memiliki luas lahan garam garapan > 2,00 Ha, rata-rata pinjaman yang diterimanya adalah sebesar Rp 10.000.000 per musim dengan rata- rata biaya pinjaman yang harus ditanggung adalah sebesar Rp 3.237.500 atau senilai dengan 32,38 persen per musim. Sekitar 31,25 persen atau sejumlah 25 orang petani penggarap pola bagi tiga yang memiliki luas lahan garam graapan 1,00 hingga 2,00 Ha, rata-rata biaya pinjaman yang ditanggungnya adalah sabesar 29,25 per musim atau sekitar 5,85 persen per bulannya. Sementara petani penggarap yang memiliki luas lahan garam garapan > 2,00 Ha hanya berjumlah satu orang saja atau hanya sekitar 1,25 persen dari total petani penggarap pola bagi tiga. Satu orang tersebut menanggung biaya pinjaman sebesar 32,38 persen per musim atau sekitar 6,48 persen per bulannya. Untuk petani penggarap pola bagi tiga, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa terdapat hubungan yang positif antara luas lahan garam garapan dan besarnya pinjaman yang diterima oleh petani penggarap. Hal ini dapat terjadi karena semakin luas lahan garam yang digarap, maka biaya yang dikeluarkan juga semakin tinggi, sehingga pinjaman yang diajukan oleh petani penggarap juga semakin tinggi. Pengajuan pinjaman tersebut akan memengaruhi keputusan pemilik lahan dalam memberikan pinjaman kepada petani penggarap. Pemilik lahan cenderung untuk mengabulkan pinjaman yang diajukan oleh petani peggarapnya, sehingga terdapat hubungan yang positif antara luas lahan garam garapan terhadap besarnya pinjaman yang diterima oleh petani penggarap. Hal tersebut berlaku sama kepada petani penggarap pola bagi tiga. Berdasarkan Tabel 14, terdapat hubungan yang positif antara luas lahan dan biaya pinjaman yang ditanggung oleh petani penggarap. Semakin luas lahan garam yang digarap, maka semakin tinggi biaya pinjaman yang harus ditanggung. Hal ini dapat terjadi karena semakin luas lahan

garam yang digarap, pinjaman semakin tinggi, maka biaya pinjaman yang harus ditanggung juga semakin tinggi.

Kesimpulan tersebut ternyata tidak sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan oleh Anggraini (2015) bahwa semakin tinggi nilai pinjaman yang diterima, biaya pinjaman yang ditanggung oleh peternak justru semakin menurun. Hal ini dapat terjadi karena terdapat perbedaan cara pengembalian. Peternak yang memiliki pinjaman lebih rendah pada umumnya melakukan pengembalian dengan cara mencicil setiap minggu kepada tengkulak. Hal ini mmebuat biaya pinjaman yang harus ditanggungnya menjadi lebih besar. Berbeda dengan peternak yang melakukan pinjaman yang lebih besar yang mana melakukan pengembalian dengan cara dilakukan potongan atas penerimaan penjualan ternaknya sehingga biaya pinjaman yang ditanggungnya menjadi lebih rendah. Secara keseluruhan, kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa terdapat hubungan yang positif antara luas lahan garam garapan dan pinjaman yang diterima oleh petani penggarap dan biaya pinjaman yang ditanggung oleh petani penggarap baik pola bagi dua maupun pola bagi tiga. Lantas, bagaimana biaya pinjaman yang ditanggung oleh petani penggarap jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga pinjaman formal? Penjelasan ini akan dibahas dalam sub-bab selanjutnya.

Perbandingan Biaya Pinjaman dengan Suku Bunga Pinjaman Formal

Biaya pinjaman menunjukkan suku bunga yang harus ditanggung oleh petani penggarap kepada pemilik lahan selaku pemodal atas pinjaman yang diberikan. Berdasarkan hasil penelitian di lapang, pemilik lahan tidak pernah menerapkan suku bunga atas pinjaman tersebut. Basu (1997) menjelaskan bahwa adanya perbedaan harga yang diterima oleh pemilik lahan dan petani penggarap merupakan salah satu metode dalam penentuan interest paid yang harus dibayar oleh petani penggarap. Biaya pinjaman yang selama ini ditanggung oleh petani penggarap pola bagi dua berada dalam kisaran 24,05 persen hingga 48,00 persen dengan rata-rata biaya pinjaman sebesar 33.54 persen per musim. Rata-rata musim garam di Kabupaten Pamekasan adalah lima bulan, maka rata-rata biaya pinjaman tersebut adalah sebesar 6,71 persen per bulan. Rata-rata biaya pinjaman yang ditanggung oleh petani penggarap pola bagi dua dan pola bagi tiga ternyata lebih besar dari nilai suku bunga pinjaman formal. Rata-rata biaya pinjaman yang ditanggung oleh petani penggarap dalam pola bagi tiga adalah sebesar 26,22 persen per musim. Lama satu musim adalah lima bulan, sehingga rata-rata biaya pinjaman per bulan adalah sebesar 5,24 persen per bulan dan mencapai angka 62,88 persen per tahun. Untuk biaya pinjaman antar pola, rata-rata biaya pinjaman yang ditanggung oleh petani penggarap adalah sebesar 27,24 persen per musim. Jika lama satu musim garam adalah lima bulan, maka rata-rata biaya pinjaman untuk

76

satu bulan adalah 5,45 persen per bulan dan mencapai angka 65,40 persen per tahun. Informasi secara rinci disajikan dalam Tabel 15.

Besarnya biaya pinjaman yang ditanggung oleh petani penggarap lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman yang diberlakukan oleh perbankan formal (cost of fund >> interest rate). Tingkat suku bunga pinjaman yang diberlakukan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk pinjaman usaha rakyat di sektor pertanian hanya sebesar 0,75 persen per bulan (suku bunga per tahun adalah 9 persen) atau

flat sebesar 0,41 persen per bulan1. Sedangkan untuk Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (BPD JATIM), tingkat suku bunga pinjaman yang diberlakukan untuk kredit mikro hanya sebesar 1,00 persen per bulan (untuk suku bunga 12,02 persen per tahun)2.

Tabel 15 Perbandingan Rata-rata Biaya Pinjaman Per Pola Bagi Hasil dan Suku Bunga Pinjaman Formal

Rata-rata Suku Bunga atau Biaya Pinjaman Per Jangka Waktu (%)* Per Bulan Per Musim Per Tahun

Pola Bagi Dua 6,71 33,54 80,52

Pola Bagi Tiga 5,24 26,22 62,88

Antar Pola 5,45 27,24 65,40

Bank JATIM 1,00 5,01 12,02

BRI 0,75 3,75 9,00

Keterangan : * = ( ({∑(P'-P0)}*Yi )/L0) x 100 % (dalam satuan %)

Berdasarkan data yang ditampilkan dalam Tabel 15, petani penggarap pola bagi dua menaggung biaya pinjaman yang lebih besar daripada petani penggarap pola bagi tiga. Rata-rata pinjaman petani penggarap pola bagi dua adalah sebesar Rp 2.300.000 per orang per musim sedangkan rata-rata pinjaman petani penggarap pola bagi tiga sebesar Rp 3.990.000 per orang per musim (disajikan dalam Lampiran 1). Dengan pinjaman sebesar itu, biaya pinjaman yang harus ditanggung petani penggarap dapat dikatakan tidak wajar, terlebih jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga pinjaman dari lembaga keuangan formal. Hasil kajian ini sesuai dengan kajian yang dilakukan oleh Anggraini (2015) yang menyatakan bahwa rata- rata biaya modal pinjaman yang ditanggung peternak mencapai angka 7,06 persen per bulan atau 84,77 persen per tahun dengan pinjaman kurang dari Rp 2.000.000. Sedangkan untuk pinjaman lebih dari Rp 6.000.000, rata-rata biaya pinjamannya adalah sebesar 3,17 persen per bulan atau 38,03 persen per tahun. Hasil kajian yang dapat disimpulkan adalah bahwa semakin rendah pinjaman yang diterima, biaya pinjaman yang harus ditanggung justru semakin besar (Saha et al. 2011). Hal ini disebabkan untuk mencapai kondisi pareto improvement yang ingin dicapai oleh pemilik lahan. Kondisi pareto improvement adalah kondisi dimana untuk

1 http://www.bri.co.id. Diakses tanggal 3 Mei 2016. 2 http://www.bankjatim.co.id. Diakses tanggal 3 Mei 2016.

meningkatkan kesejahteraan suatu kelompok tanpa menurunkan kesejahteraan kelompok yang lain. Dalam hal ini, pemilik lahan akan memberlakukan perbedaan biaya pinjaman kepada petani penggarap yang melakukan pinjaman yang lebih besar. Semakin tinggi pinjaman yang diterima oleh petani penggarap, maka biaya pinjaman yang ditanggungnya menjadi lebih rendah, semakin rendah pinjaman yang diterima, maka biaya pinjaman yang ditanggungnya menjadi semakin besar. Anggarini (2015) menyatakan bahwa sistem atau cara pengembalian pinjaman merupakan salah satu metode untuk mencapai kondisi pareto improvement tersebut. Peternak yang memiliki pinjaman yang rendah akan diminta untuk melakukan pengembalian setiap minggu sedangkan peternak yang pinjamannya lebih besar dapat melakukan pengembalian dengan cara melakukan potongan penerimaan atas penjualan ternak. Perbedaan cara pengembalian tersebut tentu memengaruhi besarnya biaya pinjaman yang ditanggung. Sehingga tidak salah jika diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara besarnya pinjaman yang diterima dan biaya pinjaman yang ditanggungg.

Tingginya biaya pinjaman yang ditanggung oleh petani penggarap sebenarnya dipengaruhi beberapa faktor. Petani penggarap harus menanggung biaya pinjaman yang tinggi karena pemilik lahan juga harus menanggung biaya pemasaran, misalnya biaya transportasi, biaya tenaga kerja, pajak jalan, dan biaya pemasaran lainnya. Pemilik lahan kemudian memberlakukan biaya pinjaman tersebut agar biaya pemasaran yang dikelurkannya tidak sepenuhnya ditanggung oleh pemilik lahan. Selain itu, biaya pinjaman yang ditanggung oleh petani penggarap juga memperhitungkan keuntungan pemasaran (marjin pemasaran) yang diterima oleh pemilik lahan. Berdasarkan wawancara di lapang, struktur penerimaan pemilik lahan atas marjin pemasaran relatif rendah karena harus menanggung biaya pemasaran. Dalam struktur keuntungan, biaya atas pinjaman akan menjadi struktur pengeluaran atau biaya bagi petani penggarap, sedangkan untuk pemilik lahan biaya pinjaman justru termasuk ke dalam struktur penerimaan. Struktur keuntungan yang diterima oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam sistem bagi hasil disajikan dalam bab selanjutnya.

Perbandingan Biaya Pinjaman Per Besar Pinjaman Antar Pola Bagi Hasil

Analisis ini digunakan untuk menunjukkan berapa besar biaya pinjaman dalam nominal dan persentase untuk setiap kategori pinjaman yang diterima oleh petani penggarap. Analisis ini juga menunjukkan untuk setiap pola bagi hasil yang diikuti oleh petani penggarap. Nilai yang diperoleh dan disajikan dalam Tabel 16 menunjukkan rata-rata dari nilai pinjaman dan biaya pinjaman. Selain itu, analisis ini juga menunjukkan durasi pinjaman untuk setiap kategori pinjaman yang diterima petani penggarap.

78

Berdasarkan Tabel 16, besarnya rata-rata pinjaman yang diterima oleh kategori pinjaman ≤ Rp γ.000.000 adalah sebesar Rp β.7β0.000 dengan biaya tanggungan atas pinjaman tersebut adalah sebesar Rp 699.210. Nilai biaya tanggungan tersebut setara dengan 26,32 persen terhadap rata-rata pinjaman yang diterima petani penggarap. Rata-rata durasi pinjaman yang dilakukan adalah 4,56 bulan, sehingga rata-rata biaya pinjaman untuk satu tahun pinjaman adalah sebesar 57,22 persen. Untuk kategori pinjaman Rp 3.000.000 - Rp 6.000.000, rata-rata pinjaman yang diterima adalah sebesar Rp 4.854.347 dengan rata-rata biaya tanggungan atas pinjaman sebesar Rp 1.069.777. Nilai tersebut dama nilainya dengan 25,87 persen terhadap rata-rata pinjaman yang diterima petani penggarap. Rata-rata durasi pinjaman yang dilakukan adalah 4,91 bulan, sehingga biaya pinjaman untuk satu tahun adalah sebesar 6γ,1β persen. Kategori besar pinjaman ≥ Rp 6.000.000, rata-rata pinjaman yang diterima adalah sebesar Rp 7.337.500 dengan rata-rata biaya tanggungan atas pinjaman sebesar Rp 1.936.875 atau senilai dengan 26,39 persen terhadap rata-rata pinjaman yang diterima. Petani penggarap yang masuk dalam kategori ini memiliki rata-rata durasi pinjaman 6,25 bulan. Durasi ini lebih lama jika dibandingkan dengan dua kategori sebelumnya. Hal ini dapat terjadi karena pinjaman yang lebih tinggi akan memengaruhi durasi pengembalian pinjaman. Rata-rata biaya pinjaman untu kategori terkahir adalah sebesar 42,23 persen per tahun.

Tabel 16 Perbandingan Pinjaman dan Biaya Pinjaman Per Kategori Besarnya Pinjaman Kategori Pinjaman (Rp) Rata-rata Pinjaman (Rp) Rata-rata Biaya Pinjaman* (Rp) Rata-rata Biaya Pinjaman** (%) Rata-rata Waktu Pinjaman (Bulan) Rata-rata Biaya Pinjaman Per Tahun (Rp) (dalam %) Pola Bagi Tiga

≤ γ juta 2.720.000 699.210 26,32 4,56 1.678.104 (57,22)

3 – 6 juta 4.854.347 1.069.777 25,87 4,91 2.567.465 (63,12)

≥ 6 juta 7.337.500 1.936.875 26,39 6,25 4.648.500 (42,23)

Rata-rata 3.990.000 1.056.219 26,22 4,95 2.534.925 (62,88) Pola Bagi Dua

≤ γ juta 2.250.000 723.416 33,76 4,08 1.736.198 (82,75)

3 – 6 juta 3.200.000 990.000 30,94 7,00 2.376.000 (53,04)

≥ 6 juta - - - - -

Rata-rata 2.300.000 743.923 33,54 4,31 1.785.415 (80,52)

Keterangan : * = {∑(P'-P0)}*Yi (dalam satuan Rp)

** = ( ({∑(P'-P0)}*Yi )/L0) x 100 % (dalam satuan %)

Untuk pola bagi dua, kategori pinjaman yang pertama, yakni besar pinjaman ≤ Rp 3.000.000, rata-rata pinjaman yang diterima oleh petani penggarap adalah sebesar Rp 2.250.000. Petani penggarap harus menanggung biaya atas pinjaman rata-rata sebesar Rp 723.416. Nilai tersebut sekitar 33,76 persen terhadap rata-rata pinjaman yang diterima. Durasi pinjaman atau waktu pengembalian pinjaman pada

kategori ini adalah 4,08 bulan, sehingga rata-rata biaya pinjaman yang ditanggung oleh petani penggarap kategori ini adalah sebesar 82,75 persen per tahun. Kategori yang kedua, yakni pinjaman Rp 3.000.000 - Rp 6.000.000, rata-rata pinjaman yang diterima adalah sebesar Rp 3.200.000 dengan rata-rata biaya tanggungan atas pinjaman tersebut adalah sebesar Rp 990.000. Artinya, biaya pinjaman tersebut sekitar 30,94 persen per musim. Rata-rata durasi pinjaman yang dilakukan untuk pengembalian pinjaman adalah 7 bulan, sehingga rata-rata biaya pinjaman yang ditanggung adalah 53,04 persen per tahun. Kategori pinjaman yang terkahir tidak ditemukan untuk pola bagi dua. Hal ini disebabkan pada umumnya petani penggarap pola bagi dua tidak melakukan pinjaman yang lebih dari Rp 6.000.000. Berdasarkan Tabel 16, rata-rata pinjaman yang diterima oleh petani penggarap pola bagi tiga adalah sebesar Rp 3.990.000 dengan rata-rata biaya tanggungan atas pinjaman tersebut adalah sebesar Rp 1.056.219. Rata-rata biaya tanggungan tersebut senilai dengan 26,22 persen terhadap rata-rata pinjaman yang diterimanya. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh petani penggarap pola bagi tiga untuk melakukan pengembalian adalah 4,95 bulan. Dengan demikian, rata-rata biaya pinjaman untuk pola bagi tiga adalah sebesar 62,88 persen per tahunnya. Petani penggarap pola bagi dua ternyata rata-rata pinjaman yang diterimanya lebih rendah, yakni Rp 2.300.000. Petani penggarap pola ini harus menanggung rata-rata biaya pinjaman sebesar Rp 743.923 atau senilai dengan 33,54 persen per musim. Rata-rata waktu pengembalian yang dilakukan oleh petani pola ini adalah 4,31 bulan, sehingga biaya pinjaman yang ditanggungnya untuk satu tahun adalah sebesar 80,52 persen.

Rata-rata biaya pinjaman yang ditanggung petani penggarap merupakan salah satu faktor penentu nilai rata-rata keuntungan yang diterima oleh masing- masing pihak. Bagi pemilik lahan, biaya tanggungan untuk memeroleh pinjaman akan dimasukkan sebagai penerimaan (revenue) yang dapat menambah keuntungan yang diterimanya. Berbeda dengan petani penggarap, biaya tersebut akan dimasukkan sebagai pengeluaran atau biaya yang justru dapat menurunkan tingkat keuntungan yang diterimanya. Seperti yang dijelaskan dalam bab sebelumnya, nilai tanggungan atas pinjaman atau biaya pinjaman diperoleh dengan mengalikan perbedaan harga beli garam antara petani garam yang melakukan pinjaman dan yang tidak melakukan pinjaman terhadap jumlah produk garam yang disetor atau dijual kepada pemilik lahan. Dalam usaha garam, pemilik lahan sebagai pemodal memang tidak memberlakukan suku bunga atas pinjaman yang diterimanya. Namun, pemilik lahan menggunakan cara ini untuk memeroleh penerimaan atas pinjaman yang telah ia berikan kepada petani penggarap. Nilai rata-rata biaya pinjaman yang harus ditanggung petani relatif cukup besar, terlebih jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga pinjaman dari lembaga keuangan formal (Tabel 14). Namun, petani penggarap tidak menyadari hal tersebut. Adanya permainan pasar oleh beberapa pihak, membuat pasar garam bersifat oligopsoni. Pasar oligopsoni merupakan salah satu struktur pasar yang mana di dalamnya

80

banyak terdapat penjual, namun dikuasai oleh beberapa pembeli. Penjual yang dimaksud adalah petani penggarap dan pembeli adalah pemilik lahan. Pemilik lahan cenderung berkuasa karena pemilik lahan memiliki dua input penting dalam produksi garam, yakni lahan garam dan modal produksi. Hal inilah yang membuat petani penggarap cenderung pasrah untuk menghadapi tingginya biaya tanggungan atas pinjaman yang diterimanya.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besarnya Pinjaman

Identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi besarnya pinjaman yang diperoleh oleh petani penggarap menggunakan regresi linier berganda dan program Minitab 11. Variabel independen yang diduga memengaruhi besarnya pinjaman