• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penerapan Tes Formatif Terhadap Sikap Berpikir Kritis Peserta Didik pada Pembelajaran Fisika Kelas X

Dalam dokumen Journal-Nasional-ISSN-UHAMKA (Halaman 98-102)

Al Halim Khasia Rahman, Yulia Rahmadhar, A. Kusdiwelirawan Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA

Jl. Tanah Merdeka, Jakarta 13830

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dampak dari penerapan tes formatif terhadap sikap berpikir kritis para peserta didik pada pembelajaran fisika. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 12 Tangerang, kelas X materi gerak melingkar beraturan pada semester ganjil tahun ajaran 2015-2016. Sampel yang diteliti sebanyak 80 peserta didik, yang terdiri dari 40 peserta didik per kelas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-kuantitatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi komponen soal tes formatif dan angket berpikir kritis melalui analisis kuantitatif-kualitatif melalui beberapa fase proses penelitian. Pada pengujian validitas menggu-nakan teknik korelasi Product Moment dimana untuk soal formatif terdapat 10 butir soal yang valid dari jumlah total soal sebanyak 20 butir dan pada angket berpikir kritis terdapat 25 butir pernyataan yang valid dari jum-lah total pernyataan sebanyak 40 butir. Pada pengujian reliabilitas menggunakan rumus Alpha untuk angket berpikir kritis didapat rhitung = 0, 891 > 0, 3661 = rtabel dan pada pengujian reliabilitas soal formatif didapat rhitung= 0, 875 > 0, 3661 = rtabel, maka kedua instrumen tersebut reliabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil korelasi antara soal formatif dengan sikap berpikir kritis para peserta didik didapat nilai korelasi r = 0, 511, yang artinya penerapan tes formatif terhadap sikap berpikir kritis peserta didik bernilai cukup. Maka hasil peneli-tian ini menyimpulkan bahwa penerapan tes formatif memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap sikap berpikir kritis peserta didik.

c

2016 Penulis. Diterbitkan oleh Pendidikan Fisika UHAMKA

Kata kunci: Tes formatif, sikap berpikir kritis, pembelajaran fisika

∗ Penulis koresponden. Alamat email: ayimxpma@gmail.com

Pendahuluan

Dunia pendidikan bersifat sangat dinamis dan terus berkembang seiring perubahan zaman. Di-namika tersebut sangat dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena perkembangan yang tak kenal henti terse-but, dunia pendidikan dihadapkan pada derasnya tantangan global. Oleh karena itu dunia pen-didikan dituntut untuk menghasilkan para peserta didik yang dapat berpikir jernih, terbuka dan juga kritis sehingga masalah-masalah yang muncul da-pat diatasi dengan langkah-langkah yang logis, ra-sional dan juga kreatif. Salah satu cabang keilmuan yang dapat membimbing para peserta didik kepada keterampilan tersebut adalah fisika. Fisika seperti

halnya matematika merupakan disiplin ilmu yang banyak melibatkan angka dan perhitungan, perbe-daannya adalah di dalam fisika angka dan perhitun-gan pada umumnya diperoleh dari hasil pengukuran dan percobaan (secara langsung ataupun tidak dan percobaan rill ataupun dalam pikiran), sedangkan dalam matematika kita tidak harus melakukan pe-ngukuran dan percobaan [1].

Fisika mungkin memang tidak dapat menye-lesaikan semua tantangan global yang ada tetapi fisika selalu menuntut agar setiap individu yang mempelajarinya untuk selalu melatih sistem berpikirnya dalam memecahkan masalah-masalah yang ada. Sistem berpikir sendiri terbagi menjadi dua yaitu Sistem 1 yang beroperasi secara

otoma-Al Halim Khasia Rahman et al. / Omega: Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika 2 (1), 9 - 12 (2016)

tis dan cepat, dengan sedikit atau tidak ada usaha dan tidak ada penggunaan indera secara terkon-trol. Dan Sistem 2 yang mengalokasikan perhatian kepada usaha penuh akifitas mental yang dibu-tuhkannya, termasuk penghitungan yang kompleks. Operasi dari Sistem 2 sering dihubungkan dengan pengalaman subjektif dari keadaan sebuah aksi, pilihan, dan konsentrasi [2].

Dalam hal ini, Sistem 2 merupakan sumber dari perilaku manusia. Tetapi kebanyakan hal yang orang pikirkan, adalah menyimpang, terbe-lokkan dari fakta sesungguhnya, sebagian, atau tidak memiliki kewaspadaan akan kebenaran suatu fakta (down-right prejudiced). Sayangnya, kualitas hidup kita dan kualitas dari apa yang kita hasilkan, buat, atau bangun, semua berdasarkan kualitas dari pikiran kita. Pemikiran yang rendah sangatlah merugikan, baik dalam segi materi maupun kuali-tas hidup. Oleh karena itu, manusia perlu mengim-provisasi cara berpikirnya agar menjadi lebih kri-tis terhadap hal-hal di sekitarnya untuk menpatkan kualitas hidup yang lebih baik dan juga da-pat bertahan di era modern seperti ini.

Berpikir kritis merupakan suatu senjata yang sangat ampuh yang wajib dimiliki oleh setiap in-dividu di era globalisasi seperti sekarang ini di-mana kita tanpa henti dibombardir oleh deras-nya arus informasi. Berpikir kritis adalah inpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif ter-hadap observasi dan komunikasi, informasi dan ar-gumentasi [3]. Untuk memiliki sikap berpikir kritis, maka hendaknya setiap peserta didik tersebut mem-punyai keterampilan-keterampilan berpikir yang esensial sebagai landasan untuk berpikir kritis yang dibagi menjadi 12 jenis, yaitu: (1) menge-nal masalah, (2) menemukan cara-cara yang da-pat dipakai untuk menangani masalah-masalah itu, (3) mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, (4) mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan, (5) memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas, (6) menganalisis data, (7) menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan, (8) menge-nal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah, (9) menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan, (10) menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seseorang ambil, (11) menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas, dan (12) membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari [3].

Dalam mempelajari fisika di Sekolah, guru diharapkan tidak hanya memberikan informasi, tetapi juga memberikan stimulus kepada para pe-serta didik untuk mampu mengasah keterampilan-keterampilan berpikir kritisnya sehingga mereka mampu menyaring informasi yang diterima

men-jadi informasi yang memiliki argumen-argumen serta kesimpulan-kesimpulan yang paling disetu-jui berdasarkan informasi yang paling up-to-date, siapa orang yang paling dihormati di area tersebut, dan juga sumber-sumber yang paling dapat diper-caya. Kemudian dengan informasi yang telah dim-iliki tersebut, para peserta didik dapat menyusun argumen-argumen dan menarik kesimpulan secara logis dan rasional.

Untuk mengasah keterampilan-keterampilan berpikir kritis melalui pembelajaran fisika, guru dapat menggunakan tes formatif dengan jenis-jenis soal yang sesuai dengan pengembangan keterampilan-keterampilan berpikir kritis. Karena tes formatif merupakan kegiatan penilaian yang bertujuan untuk mencari umpan balik (feedback), yang selanjutnya hasil penilaian tersebut da-pat digunakan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar yang sedang atau yang sudah dilak-sanakan [4].

Sifat tes formatif sendiri sangatlah fleksibel, yakni tes formatif tidak hanya diberikan di se-tiap akhir proses pembelajaran, melainkan dapat diberikan ketika proses pembelajaran itu sedang berlangsung. Dengan begitu tes formatif dapat di-pandang sebagai suatu cara atau alat untuk men-gadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh pe-serta didik sehingga menghasilkan suatu hasil yang merepresentasikan tingkah laku atau hasil pencapa-ian pemahaman peserta didik. Pencapapencapa-ian pema-haman atau tingkah laku tersebut merupakan se-buah umpan balik (feedback) yang dapat menun-jukkan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran atau tingkat penguasaan terhadap seperangkat kompetensi yang menjadi tujuan dari proses pem-belajaran. Dari umpan balik tersebut guru juga da-pat mengetahui seberapa baikkah sikap berpikir kri-tis yang dimiliki oleh para peserta didik didasarkan pada apakah jawaban-jawaban tersebut memenuhi kedua belas landasan berpikir kritis yang ada.

Dari penjelasan-penjelasan di atas dan juga di-dasari pada fenomena yang terjadi di lapangan dimana guru menyuguhkan pertanyaan-pertanyaan yang kurang memacu stimulus para peserta didik untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan berpikir kritisnya, maka peneliti pikir perlu di-adakannya penelitian yang dapat mengetahui dampak dari pemberian tes formatif terhadap sikap berpikir kritis para peserta didik. Penelitian ini menyuguhkan kriteria penilaian tes formatif ter-hadap sikap berpikir kritis didasari oleh kedua be-las landasan berpikir kritis menurut Edward Gbe-laser.

Metode

Metode penelitian ini menggunakan kualitatif-kuantitatif (mix method) dengan sampel yang diteliti sebanyak 80 peserta didik, yang terdiri dari

Al Halim Khasia Rahman et al. / Omega: Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika 2 (1), 9 - 12 (2016)

40 peserta didik per kelas. Tujuan dari metode penelitian ini adalah untuk mengidentifikasikan komponen soal tes formatif dan angket berpikir kri-tis melalui analisis kuantitatif dan kualitatif melalui beberapa fase proses penelitian. Data kualitatif di-gunakan untuk memperluas informasi yang terse-dia dan data kuantitatif digunakan sebagai analisis data untuk menyatukan data kuantitatif dan kual-itatif agar memperoleh analisis yang lengkap. Se-bagaimana desain eksplanatoris sekuensial: Kuan-titatif → Kualitatif → Data kuanKuan-titatif dideskrip-sikan menjadi data kualitatif.

Data kuantitatif meliputi dua jenis instrumen, yaitu soal tes formatif yang berupa soal esai se-banyak 20 butir dan tes non-formatif yang berupa angket berpikir kritis yang terdiri dari 40 butir pernyataan. Keduanya harus diuji validitas, re-liabilitas, tingkat kesukaran soal, dan daya pem-beda soal terlebih dahulu untuk mengetahui yang mana yang valid, yang mana yang dapat dipercaya sebagai suatu alat pengumpul data, yang mana yang termasuk soal mudah dan sukar, dan berapa banyak siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan sebaliknya. Uji validitas sendiri menggunakan ru-mus Product Moment, uji reliabilitas menggunakan rumus Alpha, uji tingkat kesukaran soal menggu-nakan rumus Mean dan Taraf Kesukaran, dan uji daya pembeda menggunakan rumus Daya Pembeda. Kemudian, data kualitatif meliputi data observasi, studi dokumentasi, pengamatan, dan wawancara. Selain itu, analisis sikap berpikir kritis sendiri me-ngacu pada kriteria penilaian tes formatif terhadap sikap berpikir kritis.

Hasil dan Pembahasan

Instrumen-instrumen yang disajikan adalah soal tes formatif jenis esai dan non tes formatif. Untuk soal tes formatif sebanyak 20 soal jenis esai, uji va-liditasnya didapatkan hasil yaitu 10 soal valid dan 10 soal drop.

Kemudian setelah diketahui bahwa 10 butir soal valid, uji reliabilitas soal-soal tersebut meng-hasilkan rhitung = 0.875 dan rtabel = 0.3661 sehingga dapat disimpulkan bahwa dikarenakan rhitung > rtabel maka instrumen reliabel dan berdasarkan tabel Interpretasi Realibilitas menun-jukkan bahwa tingkat reliabelnya tinggi. Selain itu, pengujian tingkat kesukaran didapatkan hasil yaitu jumlah soal dengan klasifikasi mudah, sedang, dan sukar berturut-turut adalah 3, 3, dan 4 soal.

Berikutnya, hasil pengujian daya pembeda de-ngan klasifikasi sangat baik, baik, cukup baik, dan kurang baik berturut-turut adalah 1, 1, 4, dan 4 soal.

Untuk instrumen jenis non tes formatif yang berupa angket berpikir kritis yang terdiri dari 40 pernyataan, uji validitasnya didapatkan hasil yaitu 25 soal dengan klasifikasi valid dan 15 soal drop.

Setelah diketahui bahwa 25 butir pernyataan yang valid, uji reliabilitas soal-soal tersebut meng-hasilkan rhitung = 0, 891 dan rtabel = 0, 3661 sehingga dapat disimpulkan bahwa dikarenakan rhitung > rtabel maka instrumen reliabel dan berdasarkan tabel Interpretasi Realibilitas menun-jukkan bahwa tingkat reliabelnya tinggi.

Kemudian dari hasil tes formatif yang di-lakukan, didapatkan tingkat kesukaran, daya pem-beda, dan nilai rata-rata sikap berpikir kritis para peserta didik sebagai berikut (Tabel 1).

Tabel 1 Analisis butir soal tes formatif Nomor soal Tingkat kesukaran Daya pembeda

Nilai rata-rata sikap berfikir krtis 1 0,693 0,267 6,89 2 0,827 0,200 6,94 3 0,740 0,167 3,49 4 0,667 0,333 6,08 5 0,767 0,211 9,56 6 0,240 0,111 4,48 7 0,120 0,044 4,95 8 0,160 0,044 1,73 9 0,173 0,222 1,76 10 0,367 0,411 2,36

Hasil nilai median; modus; dan simpangan baku dari pengujian tes formatif kepada para peserta didik didapatkan hasil berturut-turut yaitu 47,46; 47,64; dan 13,85 dengan kesimpulan nilai data tersebar dengan baik dan beragam pada pengujian tes formatif.

Hasil-hasil analisis di atas menunjukkan bahwa hubungan tes formatif terhadap sikap berpikir kri-tis para peserta didik memiliki hubungan yang cukup berdasarkan hasil perhitungan statistik yang peneliti buat yaitu nilai korelasi r sebesar 0,511. Untuk memiliki sikap berpikir kritis bukanlah proses yang mudah melainkan proses yang dapat memakan waktu cukup lama dikarenakan untuk memiliki sikap berpikir kritis berdasarkan landasan-landasannya haruslah dilatih secara berangsur-angsur.

Berdasarkan hasil analisis di dalam Tabel 1, hasil yang didapatkan mungkin saja bisa lebih be-sar atau lebih kecil bergantung pada proses pem-belajaran para peserta didik dalam menerapkan keterampilan-keterampilan berpikir kritis. Dalam proses pembelajaran tersebut, diharapkan baik pi-hak guru dan pipi-hak para peserta didik dapat bersinergi untuk menciptakan budaya berpikir kri-tis berlandaskan keterampilan-keterampilannya.

Akan percuma jika hanya pihak guru yang mencoba memacu stimulus para peserta didik ter-hadap sikap berpikir kritis jika dari pihak para peserta didik tersebut tidak memiliki hasrat yang kuat dalam melatih keterampilan-keterampilan berpikir kritis tersebut. Sama halnya jika rasa pe-nasaran (curiousity) para peserta didik yang besar tetapi tidak didukung oleh guru sebagai fasilitator

Al Halim Khasia Rahman et al. / Omega: Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika 2 (1), 9 - 12 (2016)

dalam memuaskan rasa penasaran tersebut dengan memacu stimulus para peserta didik untuk berpikir kritis terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan definisi akhir me-ngenai berpikir kritis yang diutarakan oleh referensi [3].

Kesimpulan

Tes formatif pada materi gerak melingkar be-raturan di SMA Negeri 12 Tangerang memiliki ni-lai rhitung = 0, 875 sedangkan untuk sikap berpikir kritis siswa sebesar 0,891. Sehingga nilai tes for-matif dan angket berpikir kritis reliabel terhadap rtabel. Analisis tes formatif untuk materi tersebut menunjukkan kemampuan siswa dalam menganali-sis soal secara terperinci dan terstruktur sesuai in-dikator pertanyaan. Selain itu, terdapat hubungan yang cukup antara penggunaan tes formatif dalam meningkatkan sikap berpikir kritis siswa. Hal ini di dukung dengan perhitungan statistik sebesar 0,511.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian tes formatif untuk materi gerak melingkar beraturan kelas X di SMA Negeri 12 Tangerang sangat efektif jika dilihat dari pelaksanaan di dalam proses pembe-lajaran karena guru mengetahui struktur berpikir siswa pada proses pengerjaan soal yang didukung oleh analisis butir soal yang telah dilakukan dan di-sesuaikan dengan landasan-landasan berpikir yang ada.

Referensi

[1] M. Ishaq, Fisika Dasar Edisi 2, (Graha Ilmu, Yogyakarta, 2007).

[2] D. Kahneman, Thinking, Fast and Slow, (FSG, New York, 2013).

[3] Fisher, Critical Thinking An Introduction, (Penerbit Erlangga, Jakarta, 2009).

[4] N. Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Rosda, Bandung, 2013).

OMEGA

Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika

Vol 1, No 1 (2015) ISSN: 2443-2911

Uji Linearitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW

Dalam dokumen Journal-Nasional-ISSN-UHAMKA (Halaman 98-102)