V DESKRIPSI UMUM PETERNAKAN KAMBING PERAH
KAMBING PERAH
6.2. Analisis Penerimaan
Analisis penerimaan dilakukan untuk mengetahui gambaran keragaan usaha ternak. Penerimaan sangat ditentukan oleh harga dan jumlah produk yang dihasilkan. Penerimaan pada usaha ternak kambing perah di tempat penelitian diperoleh peternak dari penjualan susu kambing, sedangkan penerimaan selain dari susu kambing tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. Jumlah susu yang dihitung dalam penelitian ini adalah susu yang dijual oleh peternak ke agen atau dijual langsung ke konsumen.
Penerimaan skala I merupakan penerimaan yang diperhitungkan (estimasi) berapa jumlah susu yang akan diproduksi, sehingga dapat diperkirakan berapa penerimaan yang akan diperoleh. Kemudian digabungkan dengan taksiran berapa harga produk, sehingga diperoleh informasi penerimaan yang diperhitungkan dari kambing laktasi yang tidak diperah. Sedangkan produksi skala II dan skala III adalah jumlah produksi aktual yang dihasilkan dan harganya adalah harga yang berlaku (ditetapkan) pada saat penelitian.
66 Pada skala I kambing perahnya tidak diperah untuk diambil susunya.
Tidak diperahnya kambing PE yang dipelihara peternak karena mereka beranggapan bahwa induk yang pertama kali melahirkan ditunda dulu untuk diperah susunya hingga kelahiran ketiga. Jika langsung diperah maka akan menyebabkan pertumbuhan anak tidak dapat maksimal. Demikian pula produktivitas induk dikatakan menjadi menurun. Saat ini, peternak skala I masih memusatkan perhatian untuk perbanyakan dan perkembangan anak cempe.
Perkiraan produksi susu pada skala I dapat diketahui dengan pendekatan bobot badan yang diekuivalenkan dengan susu pengganti yang dikonsumsi cempe.
Setiap perubahan satu kg bobot badan sama dengan 10 kilogram susu yang dikonsumsi cempe, kemudian hasilnya dibagi dengan jumlah perubahan hari. Satu kilogram susu setara dengan 1,07 liter susu. Bobot badan cempe kambing saat lahir lima kilogram dan meningkat menjadi enam kilogram ketika kambing berumur satu bulan, sehingga diperoleh hasil produksi susu yang diperhitungkan sebesar 0,36 liter per ekor per hari. Hasil perhitungan produksi yang diestimasi dengan menggunakan rumus ini memperlihatkan perkiraan hasil produksi yang lebih tinggi dari laporan penelitan Guntoro (2008). Hasil penelitian Guntoro (2008) mengatakan bahwa produksi susu dari kambing yang hanya diberi pakan hijauan relatif sedikit, berkisar 180-200 ml/ekor/hari. Peternak skala I menghadapi keterbatasan modal, sehingga terpaksa penggunaan faktor produksi terutama pakan tidak sesuai dengan ketentuan seharusnya. Padahal untuk menghasilkan susu kambing sangat penting diberikan ampas tempe atau konsentrat. Akibatnya, produktivitas susu sangat rendah dan akan berpengaruh terhadap harga jual yang rendah pula.
Rata-rata produksi susu kambing untuk skala II dan skala III adalah 211 liter per bulan dan 747 liter per bulan. Rendahnya produksi susu disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah jumlah kambing yang sedang mengalami masa laktasi sangat sedikit. Dari uraian tersebut terlihat kecenderungan bahwa peningkatan produksi per bulan seiring dengan semakin meningkatnya skala usaha. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan semakin banyak kambing perah laktasi yang dipelihara akan semakin banyak jumlah kambing yang menghasilkan susu.
67 Produktivitas kambing perah untuk skala II adalah 0,64 liter per ekor per hari. Skala III adalah 0,83 liter per ekor per hari. Produktivitas susu di kedua peternakan tersebut lebih rendah dari yang dilaporkan oleh Sutama et al (2007).
Tingginya produksi susu yang dihasilkan kambing perah skala III dikarenakan sebelum pemerahan pada pagi hari, peternak melakukan pemijatan ambing sekitar lima menit. Teknik pemijatan ini bisa meningkatkan produksi susu kambing hingga 50 persen. Pemilik peternakan mengatakan pemijatan ambing berfungsi untuk menstimulasi hormon prolaktin agar kelenjar susu berproduksi maksimal.
Menurut Ir Yuni Suranindyah MS PhD, ahli ternak dari Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dalam ambing terdapat sel-sel sekretorik yang berfungsi menghasilkan susu. Pada kambing yang tengah bunting, sel-sel itu berkembang dalam jumlah banyak. Semakin besar ambing, semakin banyak dihasilkan kelenjar penghasil susu. Pijatan itu merangsang kelenjar ambing memproduksi hormon oksitosin dan prolaktin. Kedua hormon itu berperan mengatur produksi susu5. Selain dikarenakan faktor pemijatan, produksi susu yang tinggi juga dipengaruhi oleh kondisi di sekitar kandang, dengan pemberian suara music terutama pada saat pemerahan akan membuat induk laktasi lebih rileks, sehingga berpengaruh terhadap produksi susu. Dari hasil analisis data produksi dan produktivitas, maka dapat disimpulkan semakin besar skala usaha maka semakin besar pula produksi dan produktivitas kambing laktasi. Produksi dan produktivitas susu kambing yang dihasilkan pada masing-masing skala disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Produksi dan Produktivitas Susu Kambing Di Tiga Skala Pengusahaan
Uraian Skala I Skala II Skala III
Jumlah kambing laktasi (ekor) 2* 11 30
Produktivitas (liter/ekor/hari) 0,36* 0,64 0,83
Produksi (liter/bulan) 21,6* 211 747
Keterangan : * estimasi
Untuk penentuan harga jual susu skala I berdasarkan harga jual yang berlaku di sekitar tempat tinggal dan dilihat juga kemungkinan kualitas susu yang
5 Adijaya, Dian. 2008. Tangguk Rezeki dari Susu Kambing. Majalah Trubus. Edisi November 2008 XXXIX.
68 dihasilkan yaitu Rp 12.000 per liter. Harga jual susu kambing skala II dan III yakni Rp 40.000/liter dan Rp 100.000. Harga jual susu tertinggi yang terdapat pada skala III dan merupakan harga jual susu kambing tertinggi di Indonesia.
Perbedaan harga ini disebabkan karena pasar yang dihadapi berbeda dan cara-cara pemasaran juga tidak sama, padahal dari segi kualitas susu tidak berbeda jauh.
Target pasar susu kambing bagi skala II adalah orang-orang yang berpenghasilan menengah ke atas dan orang-orang yang mengkonsumsi untuk penyembuhan.
Sedangkan skala III memfokuskan ke kalangan tertentu yakni para eksekutif yang peduli akan kesehatan dan bergaya hidup back to nature. Faktor lain yang menyebabkan harga susu kambing skala II dan skala III berbeda, dikarenakan skala II merupakan pemain baru dalam bisnis susu kambing, sehingga untuk menarik pelanggan dengan menetapkan harga yang berlaku di pasaran.
Pemilik peternakan skala III berhasil membangun image susu kambing sebagai minuman eksklusif. Selain itu, kelebihan dari peternakan skala III adalah pelayanan yang lebih dibandingkan produsen susu kambing lainnya yakni menerima terapi kesehatan tanpa biaya konsultasi. Alasan inilah yang menarik konsumen untuk membeli susu pada skala III walaupun harganya jauh lebih mahal. Secara ringkas, penerimaan yang diperoleh dari usaha ternak kambing perah untuk masing-masing skala usaha dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Penerimaan Usaha Ternak Kambing Perah Di Tiga Skala Pengusahaan
Uraian Skala I Skala II Skala III
Produksi (liter/bulan) 21,6 211 747
Harga jual (Rp/liter) 12.000 40.000 100.000
Penerimaan (Rp/bulan) 259.200* 8.440.000 74.700.000 Keterangan : * estimasi
Pada Tabel 13, terlihat bahwa penerimaan untuk skala I, II dan III, masing-masing adalah Rp 259.200, Rp 8.440.000 dan Rp 74.700.000. Hal ini menunjukan bahwa penerimaan yang diperoleh peternak dari usaha ternak kambing perah sangat dipengaruhi oleh skala usahanya. Hal ini terlihat bahwa setiap lebih besar tingkat skala usahanya, maka penerimaan pada usaha ternak kambing perah tersebut semakin besar. Data tersebut, juga memperlihatkan bahwa besaran
69 penerimaan yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh tingkat produksi susu dan harga jual susu kambing.
Berdasarkan kurva LAC, dalam penelitian ini terbukti bahwa semakin besar skala usaha, maka biaya yang dikeluarkan semakin kecil dan berimplikasi pada penerimaan yang lebih tinggi. Skala III merupakan skala usaha yang mempunyai nilai biaya rata-rata yang rendah dan penerimaan yang tinggi, maka bisa dikatakan skala III adalah skala usaha yang efisien.
7.3 Analisis Titik Impas (Break Even Point)
Impas atau break even merupakan keadaan suatu usaha dimana jumlah penerimaan sama dengan biaya (laba sama dengan nol). Perhitungan titik impas digunakan untuk mengetahui pada volume produksi berapa, peternak kambing perah tidak memperoleh untung ataupun tidak mengalami kerugian. Oleh karena hasil utama usaha ini adalah susu kambing, maka tidak diperhitungkan penerimaan dari penjualan anak kambing dan kotoran kambing.
Demikian halnya pada usaha ternak kambing perah dapat diketahui nilai impasnya, supaya pelaku usaha tersebut dapat lebih mengetahui kondisi usahanya.
Perhitungan titik impas berdasarkan produksi susu yang dinyatakan dalam satuan liter. Penggolongan biaya atas biaya tetap dalam perhitungan titik impas pada penelitian ini adalah nilai penyusutan dan listrik. Biaya variabel yang digunakan dalam perhitungan terdiri dari biaya pakan, obat-obatan, perlengkapan, tenaga kerja, dan susu sapi untuk cempe. Untuk mengetahui nilai impas produksi susu diperoleh dari hasil perhitungan antara biaya tetap dibagi dengan hasil pengurangan harga jual rata-rata dengan biaya variabel rata-rata. Hasil perhitungan nilai titik impas dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Nilai Titik Impas (BEP) di Tiga Skala Pengusahaan
No. Uraian Skala I
70 (liter/bulan)
5 Volume produksi aktual (liter/bulan)
21,6 21,6 211 747
Jika memperhitungkan biaya rumput dan tenaga kerja tersebut, maka diperoleh nilai BEP minus, yang disebabkan karena tingginya biaya variabel per liter susu, sedangkan harga jual sangat rendah karena kualitas susu yang rendah.
Tingginya biaya variabel karena termasuk biaya yang diperhitungkan (biaya non tunai) seperti rumput dan tenaga kerja dimana kedua komponen biaya tersebut mempunyai persentase yang sangat tinggi pada biaya variabel. Artinya dalam skala bisnis, skala I merupakan skala yang tidak menguntungkan (unprofitable) karena jumlah ternak yang sedikit dan teknologi yang sederhana menyebabkan biaya produksi menjadi besar. Tetapi jika tidak dihitung biaya non tunainya, maka akan diperolah nilai BEP yang positif bahkan volume produksi aktualnya telah melebihi BEP produksi.
Volume produksi susu kambing aktual skala II di atas BEP volume produksi. Nilai yang harus dicapai agar impas adalah saat produksi sebesar 38,7 liter/bulan, saat ini volume produksi pada skala II adalah 211 liter/bulan. Hal serupa juga terjadi pada skala III, dimana produksi aktual saat ini sebesar 747 liter/bulan, jauh dari nilai impas produksi yakni 29,3 liter/bulan. Hal ini berarti kedua peternakan tersebut sudah untung karena produksi susu sudah di atas nilai titik impas, sehingga dapat terhindar dari kerugian. Berdasarkan analisis titik impas, dapat disimpulkan bahwa semakin besar skala usaha, maka peternak semakin bisa menutupi biaya totalnya sehingga terhindar dari kerugian. Terlihat dari volume produksi aktual yang semakin jauh dari nilai BEP produksi.
71