• Tidak ada hasil yang ditemukan

V DESKRIPSI UMUM PETERNAKAN KAMBING PERAH

KAMBING PERAH

6.1. Analisis Struktur Biaya Usaha Ternak Kambing Perah

6.1.1. Biaya Tetap dan Biaya Variabel

54 Biaya tetap dan biaya variabel tetap perlu diketahui karena dapat memberikan gambaran terhadap alokasi biaya dan dapat membantu kontrol biaya yang akan dikeluarkan. Apabila diketahui terjadi pemborosan pada penggunaan salah satu atau beberapa komponen biaya variabel, maka perlu dilakukan pengurangan penggunaan komponen tersebut atau bahkan komponen tersebut tidak dipergunakan lagi. Begitu juga halnya pada biaya tetap, apabila komponen tersebut bisa dihilangkan atau dikurangi.

Biaya tetap yang dikeluarkan terdiri dari biaya listrik, penyusutan kandang, penyusutan peralatan dan penyusutan ternak. Jumlah biaya tetap yang dikeluarkan tidak tergantung pada besar kecilnya volume produksi susu yang diperoleh. Peternak harus tetap membayarnya berapa pun jumlah produksi susu yang dihasilkan usahanya. Biaya tetap tersebut pada kenyataannya tidak semua dibayarkan secara tunai, tetapi tetap diperhitungkan seperti perhitungan biaya penyusutan.

Penyusutan ternak diperoleh dari pengurangan harga rata-rata kambing waktu pertama kali laktasi dengan harga kambing tua yang tidak produktif lagi kemudian dibagi dengan masa produktif kambing perah selama lima tahun.

Perhitungan biaya ini dilakukan atas pertimbangan bahwa produktivitas kambing yang cenderung menurun setelah melewati masa produktivitasnya seiring dengan pertambahan umur ternak tersebut. Penyusutan ternak yang dihitung adalah hanya untuk induk yang sudah berumur lebih dari lima tahun. Nilai kambing perah sampai beranak pertama kali (laktasi 1) sebesar Rp 3.000.000. Nilai kambing tua yang tidak produktif lagi sebesar Rp 1.500.000. Umur ekonomis atau masa produktif kambing perah selama lima tahun. Jumlah kambing perah yang dihitung dalam biaya penyusutan untuk skala I, skala II dan skala III masing-masing adalah satu ekor, delapan ekor dan 28 ekor kambing.

Perhitungan penyusutan kandang dilakukan dengan metode garis lurus (straight line method). Kandang skala I berjumlah satu unit. Nilai kandang pada skala I sebesar Rp 500.000 dengan umur ekonomis empat tahun. Skala II memiliki tiga unit kandang dengan nilai kandang sebesar Rp 12.000.000 dan umur

55 ekonomis 15 tahun. Sedangkan skala III sebesar Rp 30.000.000 yang berjumlah dua unit kandang dengan umur ekonomis 10 tahun.

Penyusutan peralatan juga dihitung dengan metode garis lurus (straight line method). Peralatan merupakan input produksi yang digunakan sebagai alat bantu usaha yang masa pakainya lebih dari satu tahun. Jenis dan biaya penyusutan peralatan terlihat pada Lampiran 5. Sedangkan hasil perhitungan biaya tetap usaha ternak kambing perah di tiga skala pengusahaan tertera pada Tabel 8.

Tabel 8. Komponen Biaya Tetap Usaha Ternak Kambing Perah Di Tiga Skala Pengusahaan Per Bulan

Skala I (skala kecil) Skala II (skala sedang) Skala III (skala besar)

Uraian Rp/

Berdasarkan Tabel 8, biaya listrik per Satuan Ternak (ST) per bulan untuk masing-masing skala: skala I adalah Rp 18.868, skala II Rp 25.210 dan skala III Rp 69.124. Dari data tersebut memperlihatkan bahwa biaya listrik yang efisien yaitu dilihat dari biaya listrik per ST paling rendah terjadi pada skala I. Ini dikarenakan dalam usaha ternaknya peternak hanya menggunakan satu lampu sebagai penerangan yang diletakkan di samping kandang saja. Selain itu, faktor yang menyebabkan skala I lebih sedikit mengeluarkan biaya untuk listrik adalah kebutuhan air dengan ditimba dari sumur tanpa tenaga listrik. Hal serupa juga dilakukan oleh peternakan skala II, lampu penerangan hanya di letakkan di sekitar kandang dan pengambilan air untuk kegiatan membersihkan kandang dan air minum ternak tanpa menggunakan tenaga listrik. Berbeda halnya dengan skala III, pemborosan biaya listrik disebabkan karena penggunaan lampu yang lebih banyak. Lampu di letakkan di sekitar kandang dan areal lahan rumput agar memudahkan dalam pengontrolan ternak di malam hari. Penggunaan air yang berasal dari mata air juga menggunakan tenaga listrik yang dibantu dengan alat jet

56 pam. Dilihat dari persentase biaya listrik terhadap biaya total menunjukan kecenderungan dengan meningkatnya skala maka proporsi untuk biaya listrik juga semakin besar. Persentase biaya listrik untuk skala I adalah 11,22 persen, skala II adalah 11,85 persen dan skala III adalah 17,80 persen.

Biaya penyusutan kandang yang diperhitungkan per ST per bulan di masing-masing skala adalah Rp 14.151 untuk skala I, Rp 33.614 untuk skala II dan Rp 23.041 untuk skala III. Dari data tersebut memperlihatkan bahwa biaya penyusutan kandang terendah yakni pada skala I. Rendahnya biaya penyusutan kandang yang dikeluarkan oleh skala I disebabkan biaya pembuatan kandang yang lebih rendah. Kandang dibangun dengan desain dan konstruksi cukup sederhana dengan menggunakan bahan yang tidak terlalu mahal yakni atap terbuat dari plastik terpal dan kerangka dari bambu dan kayu bekas. Tingginya biaya penyusutan kandang pada skala II dikarenakan biaya pembuatan kandang yang relatif mahal dengan daya tamping 100 ekor kambing perah. Namun jumlah ternak yang ada sekarang hanya 61 ekor, sehingga masih bisa ditambah sekitar 40 ekor kambing. Investasi kandang yang mahal dan sedikitnya kambing yang dipelihara berakibat pada biaya per ST menjadi lebih tinggi. Kandang dibuat permanen dengan berukuran luas dan menggunakan kayu dan bambu yang berkualitas baik. Persentase biaya penyusutan kandang terhadap biaya produksi untuk skala kecil (1,30%), skala sedang (3,68%) dan skala besar (3,06%).

Biaya penyusutan ternak per ST per bulan untuk skala kecil adalah Rp 54.945, skala sedang Rp 33.613, dan untuk skala besar Rp 40.323. Terlihat bahwa biaya penyusutan ternak yang terendah terjadi pada skala II dan diikuti oleh skala III dan skala I. Rendahnya biaya penyusutan ternak pada skala II dikarenakan persentase jumlah ternak yang berumur lebih dari lima tahun (afkir) terhadap total jumlah ternak yang dimiliki lebih sedikit. Berbeda halnya dengan skala I, walaupun ternak yang afkir hanya satu ekor tetapi jika dibandingkan dengan jumlah total ternak yang dipelihara akan menyebabkan biaya per ST menjadi lebih tinggi. Persentase biaya penyusutan ternak untuk skala I, II, dan III adalah 5,05 persen, 3,68 persen dan 5,36 persen.

Biaya penyusutan peralatan per ST per bulan untuk skala kecil adalah Rp 2.972, untuk skala sedang Rp 20.975 dan untuk skala besar adalah Rp 12.720.

57 Dari data tersebut memperlihatkan bahwa biaya penyusutan peralatan yang paling rendah dialami pada skala I. Ini dikarenakan dalam pemeliharaan ternak kambing perahnya memerlukan jumlah dan jenis peralatan yang lebih sedikit. Skala II merupakan peternakan yang baru berjalan sehingga pada awal usaha, lebih besar biaya yang dikeluarkan untuk biaya investasi peralatan. Akibatnya, biaya penyusutan peralatan per ST pada skala II lebih tinggi dibandingkan dengan skala I dan skala III. Persentase biaya penyusutan peralatan untuk masing-masing skala adalah 0,25 persen, 2,38 persen, dan 1,73 persen terhadap biaya total produksi.

Komponen biaya tetap tertinggi bervariasi pada masing-masing skala.

Komponen biaya tetap tertinggi untuk skala I adalah penyusutan ternak, skala II adalah penyusutan kandang atau penyusutan ternak, dan skala III adalah biaya listrik. Jika biaya non tunai yakni penyusutan tetap diperhitungkan menunjukkan bahwa biaya tetap per liter susu untuk masing-masing skala usaha adalah Rp 2.041, Rp 3.198, dan Rp 3.375. Pada skala II dan III memperlihatkan biaya yang tidak berbeda jauh. Ini dikarenakan skala II merupakan peternakan yang baru berdiri, sehingga biaya yang yang dikeluarkan untuk investasi awal akan lebih besar. Dari uraian tersebut memperlihatkan bahwa adanya kecenderungan dengan meningkatnya skala usaha akan meningkatkan biaya tetap per ST dan biaya tetap per liter susu.

Biaya variabel yang dikeluarkan terdiri dari biaya pakan, obat-obatan, perlengkapan, tenaga kerja dan susu sapi pengganti. Jumlah biaya variabel yang dikeluarkan sangat tergantung pada besar kecilnya volume produksi susu yang diperoleh. Perhitungan biaya variabel terdiri dari biaya variabel tunai dan biaya variabel yang diperhitungkan (non tunai). Biaya variabel tunai terdiri dari biaya ampas tempe, konsentrat, obat-obatan, perlengkapan, tenaga kerja luar keluarga, dan susu sapi pengganti. Sedangkan biaya variabel non tunai dalam penelitian ini dilakukan untuk memperhitungkan biaya rumput, biaya tenaga kerja dalam keluarga dan susu sapi pengganti untuk peternak skala kecil.

Biaya pakan terdiri dari biaya rumput, konsentrat, dan ampas tempe.

Untuk skala I, jenis pakan yang diberikan hanya hijauan berupa rumput lapang dan dedaunan. Jumlah pemberian hijauan tergantung pada status fisiologis

58 ternaknya, Semakin tua umur ternak maka pemberian hijauannya semakin diperbanyak. Untuk kambing dewasa diberikan hijauan sebanyak lima kg per ekor per hari, kambing muda sebanyak 2,5 kg per ekor per hari dan anak lepas sapih sebanyak 0,5 kg per ekor per hari. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Perhitungan biaya rumput ini merupakan biaya pakan tidak tunai karena peternak mengambil sendiri rumput tersebut sehingga tidak mengeluarkan biaya secara langsung, namun tetap diperhitungkan. Biaya rumput dihitung dengan pendekatan upah tenaga kerja yang dicurahkan untuk mengambil rumput. Pada bab sebelumnya telah diketahui bahwa curahan waktu untuk mengambil rumput adalah 114,37 HKP. Upah tenaga kerja yang dipakai adalah upah yang berlaku di sekitar tempat tinggal yaitu Rp 20.000 untuk 1 HKP (hari kerja pria).

Pemberian pakan pada skala II terdiri dari rumput unggul jenis rumput gajah, konsentrat dan ampas tempe. Untuk perhitungan biaya rumput sudah termasuk ke dalam biaya tenaga kerja. Jumlah pemberian rumput tergantung pada status fisiologis ternaknya. Untuk kambing dewasa, muda dan anak masing-masing diberikan hijauan sebanyak lima kg, 2,5 kg dan satu kg per ekor per hari.

Konsentrat yang diberikan terdiri dari beberapa bahan pakan penguat seperti bungkil kelapa sawit, onggok dan dedak. Jumlah yang diberikan masing-masing bahan penguat dalam satu bulan adalah 50 kg, 80 kg dan 25 kg. Harga beli bahan penguat tersebut ialah Rp 2.500, Rp 1.000 dan Rp 1.500 per kg. Rataan pemberian ampas tempe sebanyak 1,5 kg /ekor/hari. Harga ampas tempe yang dibeli lebih mahal dan dengan jumlah yang tidak tentu karena persediaan ampas tempe yang terbatas. Harga ampas tempe yang lebih mahal dikarenakan dalam membeli tidak dalam jumlah yang besar, sehingga berakibat harga beli yang lebih mahal. Selain itu, ampas tempe dibeli di beberapa tempat, sehingga mengakibatkan biaya transportasi lebih tinggi. Peternak biasanya membeli 10 drum untuk empat hari dengan rataan harga Rp 25.000/drum. Pemilik mengatakan saat ini banyak peternak sapi perah yang telah mengetahui kadar protein ampas tempe yang lebih tinggi dari ampas tahu dan membuat rasa susu lebih gurih, sehingga banyak peternak sapi perah yang beralih ke ampas tempe untuk diberikan kepada ternak

59 sapi perahnya. Hal ini berakibat peternak kambing perah semakin sulit untuk mendapatkan ampas tempe. Bagi peternak kambing perah yang berorientasi untuk menjual susu kambing, sangat tergantung pada ampas tempe untuk memperoleh susu kambing dengan kualitas baik dan rasa yang enak. Ampas tempe diyakini memiliki kadar protein yang sangat tinggi, namun kekurangannya ampas tempe harus segera dihabiskan, jika tidak akan menimbulkan jamur tumbuh di tempat pakan palungan.

Pakan yang diberikan kepada ternak kambing adalah rumput unggul jenis rumput raja (king grass), ampas tempe dan molasses (tetes tebu). Perhitungan biaya rumput sudah termasuk ke dalam biaya tenaga kerja. Jumlah pemberian pakan rumput sama dengan skala I dan skala II yaitu tergantung pada status fisiologis ternaknya. Dalam satu bulan, di peternakan ini menghabiskan 300 drum besar ampas tempe dengan harga Rp 10.000 per drum. Peternak telah melakukan kontrak dengan pemilik pengrajin tempe agar pasokan ampas tempe terjamin ketersediaannya dan harga jual lebih murah. Harga ampas tempe yang diperoleh lebih murah karena peternak membelinya dalam partai besar dan di satu tempat, sehingga tidak mengeluarkan biaya transportasi yang besar. Rataan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian molasses Rp 100.000/bulan.

Untuk pengobatan ternak kambing yang sakit, peternak skala I dilakukan sendiri dengan menggunakan obat tradisional dan obat warung yang biasa diminum oleh manusia tetapi dengan dosis yang disesuaikan dengan bobot badan ternak, sehingga biaya yang yang dikeluarkan lebih sedikit. Obat yang digunakan untuk skala II adalah Ivomec yang harganya Rp 500.000 dan Kalbasen dengan harga Rp 50.000. Kedua obat ini bisa digunakan untuk satu tahun karena ternaknya jarang terkena penyakit. Sedangkan skala III, membawa mantri hewan untuk mengontrol dan mengobati tiap bulan dengan membayar jasa dan biaya obat sebesar Rp 500.000. Perlengkapan yang dibeli peternak dapat diihat pada Lampiran 6. Perlengkapan yang dihitung adalah peralatan yang tidak tahan lama dengan umur ekonomis ≤ 1 tahun.

Perhitungan biaya tenaga kerja untuk skala I (skala kecil) merupakan biaya yang pada kenyataanya tidak dibayarkan, tetapi tetap diperhitungkan. Perhitungan biaya tenaga kerja diperhitungkan dilakukan dengan mengalikan total curahan

60 waktu tenaga kerja untuk memelihara ternak kambing perah yang dinyatakan dalam Hari Kerja Pria (HKP) dengan upah tenaga kerja. Berdasarkan hasil perhitungan curahan waktu tenaga kerja diperoleh hasil bahwa curahan waktu kerja skala I adalah 138,77 HKP, seperti terlihat dalam bab sebelumnya. Upah yang digunakan merupakan upah yang berlaku di Kecamatan Caringin adalah Rp 20.000 untuk delapan jam kerja (1 HKP). Biaya tenaga kerja pada skala II dan skala III adalah biaya variabel tunai dengan besaran gaji tenaga kerja yang telah disepakati antara pemilik dan tenaga kerja. Tenaga kerja skala II berjumlah dua orang dengan gaji masing-masing Rp 600.000. Sedangkan peternakan skala III memiliki lima orang tenaga kerja dengan gaji masing-masing tiap bulan adalah Rp 750.000.

Peternakan kambing perah yang berorientasi menghasilkan dan menjual susu kambing, perlu ditambahkan susu sapi untuk cempe yang berumur kurang dari empat bulan. Tujuan pemberian susu sapi adalah sebagai susu pengganti dari susu induk kambing yang diperah agar pertumbuhan cempe kambing berjalan optimal seperti ketika diberi sepenuhnya susu induk kambing. Harga susu sapi lebih murah daripada susu kambing, berkisar Rp 3.000 – Rp 5.000 per liter, sehingga pemberian susu sapi ke cempe kambing merupakan salah satu cara untuk efisiensi biaya produksi. Biaya susu sapi untuk skala I merupakan biaya yang diperhitungkan. Asumsi jumlah susu sapi yang diberikan adalah 0,5 liter per ekor per hari. Ini berdasarkan yang disarankan oleh Sutama et al (2007) yang menerangkan bahwa untuk cempe berumur dua minggu sebaiknya diberi susu pengganti sebanyak 0,5 liter/ekor/hari. Harga susu sapi disesuaikan dengan harga jual di sekitar tempat tinggal peternak yaitu Rp 3.000/liter.

Untuk skala II dan skala III jumlah pemberian susu sapi tergantung umur anak cempe. Pola pemberian susu pengganti sebagai berikut : 0,8 liter (umur < 2 minggu), 1 liter (umur 3-4 minggu), 1,5 liter (umur 5 - 6 minggu) dan 2 liter (umur ≤ 10 minggu). Peternak skala II membeli susu sapi di peternakan sapi Pesantren Pertanian Darul Fallah dengan harga Rp 5.000 per liter. Sedangkan peternak skala III, untuk tujuan efisiensi biaya membeli susunya di sekitar tempat tinggalnya yang berada di Kecamatan Caringin dengan harga Rp 3.000 per liter.

61 Jumlah cempe yang diberi susu sapi pengganti untuk masing-masing skala adalah satu ekor, delapan ekor dan 22 ekor.

Tabel 9. Komponen Biaya Variabel Usaha Ternak Kambing Perah Di Tiga Skala Pengusahaan Per Bulan

Skala I (skala kecil) Skala II (skala sedang) Skala III (skala besar)

Uraian Rp/

peternak Rp/ST % Rp/

peternak Rp/ST % Rp/

Peternak Rp/ST % Pakan 225.000 424.528 39,00 1.992.500 334.874 36,67 3.150.000 181.452 24,13

Obat-obatan 5.000 9.434 0,87 70.000 11.765 1,29 500.000 28.802 3,83

Perlengkapan 22.500 42.453 3,90 146.000 24.538 2,69 267.000 15.380 2,05 Tenaga kerja

231.283 436.383 40,09 1.200.000 201.681 22,09 3.500.000 201.613 26,82 Susu sapi

pengganti 45.000 84.906 7,80 1.350.000 226.891 24,85 3.114.000 179.378 23,86 Total biaya

variabel 528.783 997.704 91,65 4.758.000 799.748 87,58 10.531.000 606.624 80,69 Biaya

variabel per liter susu

24.481 22.552 14.098

Dari hasil analisis struktur biaya variabel (Tabel 9), terlihat biaya pakan untuk skala I, II dan skala III masing-masing adalah Rp 424.528, Rp 334.874 dan Rp 181.452 per ST/bulan. Tingginya biaya pakan skala I dikarenakan dalam mencari rumput dibutuhkan curahan waktu yang lebih lama karena lokasi kebun rumput yang jauh dari tempat tinggal peternak.

Biaya obat-obatan untuk masing-masing skala adalah Rp 9.434 (0,87%), Rp 11.765 (1,29%) dan Rp 28.802 (3,83%). Terlihat bahwa biaya obat-obatan lebih kecil dikeluarkan pada skala I karena obat-obatan yang digunakan adalah obat warung yang biasa diminum oleh manusia, sehingga harganya lebih murah.

Selain itu juga untuk menjaga kesehatan ternak menggunakan obat tradisional.

Ditinjau dari biaya perlengkapan, menunjukkan bahwa semakin besar skala usaha ternak, maka biaya perlengkapan per Satuan Ternak akan menjadi lebih kecil. Biaya perlengkapan untuk skala I adalah Rp 42.453, Rp 24.538 dan Rp 15.380. Hal ini dikarenakan jumlah pemilikan ternak yang lebih besar akan menuntut perlengkapan yang lebih banyak pula sebagai penunjang usaha ternak kambing perah. Persentase biaya perlengkapan untuk skala I adalah 3,90 persen, skala II adalah 2,69 persen dan 2,05 persen.

62 Biaya tenaga kerja yang diperhitungkan pada skala I menunjukkan biaya tenaga kerja paling besar yakni Rp 436.384/ST/bulan (40,09%). Ini menunjukan bahwa jika memperhitungkan biaya tenaga kerja, pemeliharaan ternak dengan jumlah pemilikan sedikit, sulit untuk mencapai biaya produksi yang efisien karena memelihara jenis ternak apapun dalam skala usaha yang berlaku dengan pemeliharaan secara tradisional tidak ada yang menguntungkan. Skala III juga memperlihatkan jumlah biaya tenaga kerja yang cukup besar yaitu Rp 201.613 (26,33%). Biaya tenaga kerja skala III merupakan persentase biaya tertinggi terhadap biaya produksi, hal ini dikarenakan gaji tenaga kerja lebih tinggi yakni Rp 750.000/orang. Terlihat bahwa biaya tenaga kerja pada skala I dan III merupakan biaya yang paling dominan dari biaya produksi. Maka dari itu, bagi peternak di kedua skala tersebut untuk menekan biaya produksi lebih diperhatikan biaya tenaga kerjanya.

Dari komponen biaya susu sapi pengganti, biaya yang dikeluarkan untuk skala I, skala II dan skala III masing-masing adalah Rp 84.906/ST/bulan, Rp 226.891/ST/bulan dan Rp 179.378/ST/bulan. Sedangkan persentasenya adalah 7,80 persen, skala II adalah 24,85 persen dan 23,86 persen dari biaya total.

Terlihat bahwa biaya tertinggi yang dikeluarkan untuk membeli susu sapi terjadi pada skala II. Ini dipengaruhi dari harga beli susu sapi yang lebih mahal dari yang dibeli oleh skala I dan skala III dengan selisih Rp 2.000/liter.

Peternak pada skala I, dan skala III memiliki struktur biaya variabel tertinggi yang sama yakni biaya tenaga kerja, sedangkan skala II adalah biaya pakan. Jika biaya non tunai tetap diperhitungkan menunjukkan bahwa biaya variabel per liter susu untuk masing-masing skala usaha adalah Rp 24.481, Rp 22.552, dan Rp 14.098. Dari uraian tersebut memperlihatkan bahwa adanya kecenderungan dengan meningkatnya skala usaha akan menurunkan biaya variabel per satuan ternak dan biaya variebel per liter susu. Berdasarkan hasil analisis biaya variabel, diketahui bahwa skala usaha yang paling efisien adalah skala III karena mempunyai biaya variabel per liter susu paling kecil. Sementara itu skala usaha yang tidak efisien adalah skala I. Dalam skala bisnis, tingginya biaya variabel per liter susu pada skala I merupakan nilai biaya-biaya yang secara riil tidak diperhitungkan, sehingga nampak biayanya tinggi. Namun bagi peternak, usaha yang dijalankan sudah efisien karena sumberdaya tenaga kerja dan rumput

63 tidak diperhitungkan. Biaya terbesar pada komponen biaya variabel adalah biaya tenaga kerja dan rumput dengan persentase 39 persen dan 40 persen, sehingga berpengaruh langsung pada biaya produksinya.

Biaya produksi usaha ternak kambing perah merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Besarnya biaya produksi per ST per bulan untuk skala I sebesar Rp 1.088.639, skala II sebesar Rp 913.160, dan skala III sebesar Rp 751.833, seperti terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Struktur Biaya Usaha Ternak Kambing di Tiga Skala Pengusahaan

Skala I (skala kecil) Skala II (skala sedang) Skala III (skala besar) Uraian

Berdasarkan biaya produksinya, maka dapat ditentukan biaya produksi usaha ternak kambing perah per liter susu untuk masing-masing skala. Skala I sebesar Rp 26.521 per liter, skala II sebesar Rp 25.750 per liter, dan skala III sebesar Rp 17.472. Berdasarkan uraian tersebut menunjukkan kecenderungan dengan meningkatnya skala usaha maka biaya per liter susu semakin menurun.

Jika mengacu pada kurva amplop skala usaha (kurva LAC), maka bentuk kurva LAC adalah kurva LAC yang menurun. Artinya, pada kondisi seperti ini sebaiknya peternak memperluas skala usaha (jumlah pemilikan ternak) untuk mencapai efisiensi biaya, sehingga diharapkan keuntungan (penerimaan) menjadi lebih besar. Bentuk kurva amplop skala usaha kasus di tempat penelitian seperti

64 Gambar 4. Bentuk Kurva Skala Usaha di Kabupaten Bogor

Terlihat juga bahwa skala I dan skala II menunjukkan biaya per liter yang hampir sama. Dari sisi efisiensi biaya terlihat bahwa skala I merupakan skala usaha yang tidak efisien. Namun penyebab tidak efisiennya skala usaha tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, tidak hanya dikarenakan oleh jumlah pemilikan ternak. Tetapi juga karena penerapan teknologi yang berbeda dan sebagian besar adalah biaya yang diperhitungkan yang tidak secara benar-benar dikeluarkan dalam bentuk tunai. Untuk lebih jelasnya mengenai komposisi biaya tunai dan non tunai dapat dilihat pada sub bab selanjutnya.