• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 ANALISIS INVESTASI INDUSTRI PERBANKAN NASIONAL 8

6.4 Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Industri Perbankan

6.4.1 Perbandingan Kinerja Keuangan Sebelum Krisis

6.4.1.2 Analisis Perbedaan Rata-rata Dua Populasi 126

Perbedaan tingkat kinerja keuangan antara perbankan syari’ah dan konvensional pada periode sebelum krisis sebenarnya dapat langsung dilihat pada nilai rata-rata variabel kinerja keuangannya. Namun apakah perbedaan tersebut signifikan atau tidak masih harus diuji secara statistik. Uji statistik yang digunakan adalah analisis perbedaan rata-rata dua populasi. Tabel 25 menampilkan hasil perbandingan nilai rata-rata variabel kinerja keuangan perbankan syari’ah dan konvensional (berdasarkan data Oktober 2007 sampai September 2008).

Berdasarkan Tabel 24 tersebut terlihat bahwa hanya dua variabel yang mempunyai nila i rata-rata populasi yang sama, yaitu debt to total asset ratio (DTAR) dan non performing financing/loan (NPF/L). Artinya tingkat kontribusi dana pihak ketiga terhadap total aset perbankan adalah sama yakni berkisar 75%. Selain itu

tingkat penyaluran dana yang bermasalah pada kedua industri perbankan cendrung sama yakni berkisar 4%. Namun nilai ini masih terkendali sebab masih berada di bawah 5% (BI 2009b).

Tabel 25 Hasil analisis perbedaan rata-rata terhadap kinerja keuangan industri perbankan nasional sebelum krisis ekonomi

Variabel Mean Syari’ah Std. dev Syari’ah Mean Konvens. Std. dev

Konvens. Nilai tObs

1 ROA 1.960 0.267 2.745 0.173 -8.545 2 ROE 64.408 10.652 24.728 0.558 12.887 3 FTA/CTA 79.448 2.769 54.135 3.392 20.027 4 DTAR* 76.393 1.616 75.902 0.328 1.031 5 FDR/LDR 103.229 5.099 71.330 4.610 16.075 6 IER 200.251 2.742 118.613 0.584 100.874 7 NNIM/NIM 1.238 0.552 5.668 0.057 -27.647 8 NPF/NPL* 4.528 0.714 3.960 0.548 2.187 *) Signifikan pada a = 5%

Perbankan syari’ah memiliki keunggulan kinerja keuangan berdasarkan variabel ROE, FTA, FDR dan IER. Sedangkan perbankan konvensional memiliki keunggulan pada variabel ROA dan NIM. Nilai FDR, FTA, dan ROE umumnya selalu berjalan searah atau berkorelasi positif. Semakin banyak pembiayaan (financing) yang diberikan perbankan syari’ah, maka semakin besar pula nilai financing deposit ratio (FDR), financing to total asset (FTA) ratio dan semakin besar pula jumlah return on

equity (ROE) indsutri perbankan syari’ah. Namun jika ditinjau dari segi likuiditas,

nilai LDR perbankan konvensional yang lebih rendah itu lebih baik dibandingkan nilai FDR perbankan syari’ah. Sebab semakin rendah nilai FDR/LDR maka semakin baik pula tingkat likuiditas bank.

Jumlah pembiayaan (financing) yang disalurkan oleh perbankan syari’ah (secara proporsi) cendrung “lebih besar” dari besaran pinjaman (loan) yang disalurkan perbankan konvensional. Sebab meskipun jumlah bagi hasil atau bunga (interest) dari pembiayaan atau pinjaman yang diberikan relatif sama, namun sistem bagi hasil perbankan syari’ah lebih disukai nasabah (debitur). Hal ini disebabkan dalam sistem

bagi hasil, bukan hanya keuntungan yang akan dibagi, akan tetapi kerugian atas usaha yang dijalankan juga ditanggung oleh kedua belah pihak, yakni pihak bank dan pihak nasabah. Sehingga nilai FDR, FTA, dan ROE perbankan syari’ah lebih besar dari perbankan konvensional.

Variabel IER perbankan syari’ah memiliki nilai rata-rata yang jauh lebih besar daripada IER perbankan konvensional. Hal ini merupakan salah satu keunggulan sistem bagi hasil yang diterapkan perbankan syari’ah. Sebab Sistem ini memungkinkan nasabah investor, untuk mengawasi kinerja keuangan Bank Syari’ah secara langsung. Sehingga pihak bank selalu berusaha meningkatkan efisiensi operasionalnya. Bila jumlah keuntungan yang dihasilkan bank dari pembiayaan semakin besar, maka bagi hasil untuk nasabah investor juga semakin besar. Sebaliknya jika bagi hasil yang diterima nasabah investor semakin kecil, maka hal itu disebabkan oleh menurunnya kemampuan Bank Syari’ah untuk menghasilkan keuntungan.

Mengecilnya bagi hasil untuk nasabah investor dalam waktu yang cukup lama merupakan pertanda bahwa Bank Syari’ah yang bersangkutan semakin tidak efisien. Ini merupakan peringatan dini (early warning system) bagi nasabah investor secara transparan akan kinerja keuangan Bank Syari’ah yang dipercayainya mengelola dana. Pada bank dengan sistem bunga, nasabah deposan tidak dapat mengetahui kinerja keuangan bank dari indikasi bunga yang diperoleh karena tiap bulan memperoleh bunga dengan persentase tetap. Jadi dalam perbankan konvensional, nasabah tidak dapat mengetahui secara dini dan transparan kinerja keuangan bank (Nugraha 2009). Itulah sebabnya nilai IER perbankan syari’ah memiliki nilai rata-rata yang jauh lebih besar daripada IER perbankan konvensional.

Perbankan konvensional memiliki nilai ROA dan NIM yang lebih tinggi daripada perbankan syari’ah. Berbeda dengan nilai ROE, nilai ROA merupakan nilai laba (pendapatan) sebelum pajak dibagi dengan total aset. Perbankan konvensional memiliki keunggulan pada nilai ROA sebab nilai laba sebelum pajak perbankan konvensional melebihi laba perbankan syari’ah. Suku bunga pinjaman perbankan konvensional cukup tinggi dan relatif tetap yakni berkisar 12 sampai 15%. Sedangkan

bagi hasil pinjaman syari’ah cendrung berubah (sesuai) kesepakatan dan biasanya tidak melebihi suku bunga pinjaman Bank Konvensional. Selain itu perbankan syari’ah masih harus menanggung kerugian bersama. Sehingga laba sebelum pajak perbankan konvensional melebihi laba perbankan syari’ah. Meskipun demikian, ROE perbankan konvensional berada di bawah perbankan syari’ah. Sebab persentase pajak laba bersih pada perbankan konvensional lebih besar daripada perbankan syari’ah, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 15.

Sumber: Bank Indonesia, 2009.

Gambar 15 Perkembangan persentase pajak atas laba bersih industri perbankan.

Pajak penghasilan (laba) perbankan konvensional diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2001, Tgl. 01-02-2001. Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia dikenakan PPh final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto. Namun kegiatan usaha berbasis syari’ah tidak disebut sama sekali dalam keputusan tersebut (Dirjen pajak 2008). Itulah sebabnya persentase pajak laba bersih pada perbankan konvensional lebih besar daripada perbankan syari’ah.

Perbankan konvensional memiliki net interest margin (NIM) yang melebihi non

net interest margin (NNIM) perbankan konvensional. Sebagaimana disebutkan di

atas, suku bunga pinjaman perbankan konvensional cukup tinggi dan relatif tetap 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 Persen Konvensional Syariah

yakni berkisar 12 sampai 15%. Sedangkan bagi hasil pinjaman syari’ah cendrung berubah (sesuai) kesepakatan dan biasanya tidak melebihi suku bunga pinjaman Bank Konvensional. Selain itu Bank Syari’ah juga harus menanggung resiko kerugian dari investasi yang dilakukan. Meskipun demikian, nilai bagi hasil dan bunga yang diberikan pada nasabah cendrung sama diantara keduanya, yakni berkisar antara 2 sampai 3% (sebagaimana ditampilkan pada Gambar 16).

Sumber: Bank Indonesia, 2009.

Gambar 16 Perkembangan bagi hasil dan bunga industri perbankan nasional.

6.4.2 Perbandingan Kinerja Keuangan di Saat Krisis Ekonomi 6.4.2.1 Analisis Deskriptif

Indonesia benar-benar mengalami dampak buruk krisis ekonomi yang melanda dunia semenjak bulan Oktober 2008. Semenjak saat itu, perekonomian Indonesia pengalami penurunan, terutama pada triwulan ke IV tahun 2008. BPS menyatakan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada triwulan IV turun sebesar 3.6% bila dibandingkan dengan triwulan III tahun 2008 (BPS 2009b). Akibatnya, baik perbankan syari’ah maupun perbankan konvensional mengalami penurunan kinerja keuangan. Namun dampak buruk krisis ekonomi yang dialami Indonesia perlahan mulai berkurang setelah pada triwulan II tahun 2009, kondisi perekonomian dunia

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 persen Konvensional Syariah

mulai membaik dan pemerintah melakukan kebijakan fiskal untuk memacu pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.

Dampak buruk krisis ekonomi di Indonesia telah menyebabkan sebagian besar variabel kinerja keuangan industri perbankan nasional mengalami penurunan. Perbankan syari’ah mengalami penurunan kinerja keuangan, namun tidak sampai mengalami perubahan struktural pada semua variabel kinerja keuangannya. Sedangkan pada perbankan konvensional, krisis ekonomi telah membuat beberapa variabel kinerja keuangannya mengalami perubahan struktural, yaitu variabel ROE, IER, dan NIM. Namun meskipun demikian, perbandingan kinerja keuangan industri perbankan di saat krisis tetap perlu dilakukan. Hal ini penting untuk mengetahui apakah krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia telah membuat kinerja keuangan industri perbankan nasional semakin seragam (konvergen) atau semakin berbeda (divergen). Metode yang dilakukan juga sama yakni analisis perbedaan rata-rata dua populasi.

Dokumen terkait