• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS INVESTASI DAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN SYARI AH DIBANDINGKAN DENGAN PERBANKAN KONVENSIONAL ABDUL HAKIM PARAPAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS INVESTASI DAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN SYARI AH DIBANDINGKAN DENGAN PERBANKAN KONVENSIONAL ABDUL HAKIM PARAPAT"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

SYARI’AH DIBANDINGKAN DENGAN PERBANKAN

KONVENSIONAL

ABDUL HAKIM PARAPAT

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

(2)

i Keuangan Perbankan Syari’ah Dibandingkan dengan Perbankan Konvensional adalah karya Saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2010

Abdul Hakim Parapat

(3)

ii between Islamic Banks and Conventional Banks. Supervised by HERMANTO SIREGAR and MUHAMMAD FINDI A.

The effect of global financial crisis has influenced the performance of Indonesian economy sectors including national banking sector. Islamic Banks as part of National Banks have been getting a negative effect from that crisis. Beside that, Islamic Banks as a new financial institution in Indonesia must also compete with Conventional Banks in fulfilling the investment and financial performance demand. This case becomes more important because more sides have shown enthusiasm and hope of Islamic economic system. The general objective of this research was to compare ability of Islamic Banks and Conventional Banks in fulfilling of the investment and financial performance demand. The data were of monthly for two years (October 2007 - September 2009). Econometric models that were used consist of regressions estimated using the ordinary least square,

autoregressive conditional heterocedasticity (ARCH) method, structural change

analysis, and difference analysis of the mean between two population groups. Results of this research among others showed that (a) Islamic Bank was more profitable as an investment place than Conventional Bank (b) in general the Islamic Banks’ financial performance was better than Conventional Banks’ in all time, before and after crisis in Indonesia.

Keyword: Islamic bank, conventional bank, investment, financial performance, econometric models.

(4)

iii semua sektor ekonomi, termasuk industri perbankan nasional. Perbankan syari’ah sebagai bagian dari industri perbankan nasional juga mengalami pengaruh buruk krisis ekonomi tersebut. Selain menghadapi krisis ekonomi, perbankan syari’ah sebagai pendatang baru juga harus mampu berkompetisi dengan perbankan konvensional dalam menjawab tuntutan investasi dan kinerja keuangan. Hal ini semakin penting sebab semakin banyak pihak yang menaruh perhatian dan harapan terhadap sistem perekonomian syari’ah. Perbedaan mendasar antara bank syari’ah dengan bank konvensional secara umum terletak pada dua konsep yaitu konsep sistem perbankan dan konsep imbalan. Berdasarkan perbedaan prinsip-prinsip tersebut, dimungkinkan terjadi perbedaan kinerja keuangan antara perbankan syari’ah dan konvensional di Indonesia sebelum dan di saat krisis finansial global berlangsung.

Kehadiran perbankan syari’ah di Indonesia tidak menjamin peningkatan investasi masyarakat dalam bentuk tabungan. Ada dua hal yang harus dipenuhi perbankan syari’ah untuk menarik dana masyarakat dalam bentuk dana pihak ketiga (DPK), yakni analisis investasi dan analisis kinerja keuangan perbankan. Analisis investasi dilakukan dengan tiga cara yakni investment opportunity

utilization test, test of elasticity in financing/loan dan risk and solvency ratios test.

Sedangkan analisis kinerja keuangan dilakukan terhadap delapan variabel indikator kinerja keuangan industri perbankan. Kedelapan variabel tersebut adalah

return on asset (ROA), return of equity (ROE), income expense ratio (IER), net interest margin (NIM) atau non NIM, financing/loan deposit ratio (FDR/LDR), debt to total asset ratio (DTAR), non performing financing/loan (NPF/L) dan financing/loan to total asset ratio (FTA/CTA).

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu (time

series data) yang dipublikasikan Bank Indonesia (BI) setiap bulan mulai Oktober

2007 sampai September 2009 dan data inflasi bulanan Badan Pusat Statistik (BPS). Metode ekonometrika yang digunakan adalah analisis regresi dengan metode ordinary least square (OLS), autoregressive conditional heterocedasticity (ARCH), error correction model (ECM), analisis perubahan struktural dan analisis perbedan rata-rata populasi. Cakupan waktu penelitian dibagi menjadi dua, yakni masa sebelum krisis global terjadi (Oktober 2007 sampai September 2008) dan masa saat krisis global ter jadi (Oktober 2008 sampai September 2009).

Hasil analisis investasi dengan ketiga metode analisis investasi menunjukkan bahwa perbankan syari’ah merupakan tempat investasi yang lebih menguntungkan daripada perbankan konvensional. Selain lebih menguntungkan dari segi pendapatan (return), perbankan syari’ah juga memiliki kemampuan memenuhi kewajiban yang lebih baik dan resiko yang lebih kecil (more solvency

and less risky) dibandingkan perbankan konvensional. Namun dari segi

pemanfaatan penambahan aset, perbankan konvensional lebih elastis dalam menggunakan setiap rupiah penambahan asetnya untuk dipinjamkan dibandingkan perbankan syari’ah.

(5)

iv tidak adanya variabel kinerja keuangan yang mengalami perubahan struktural di saat krisis ekonomi terjadi. Hal ini diperkuat dengan hasil uji perbedaan rata-rata dua populasi yang juga memberikan simpulan yang sama. Namun hal yang berbeda dialami oleh perbankan konvensional. Baik analisis perubahan struktural maupun uji perbedaan rata-rata dua populasi memberikan hasil yang sama, yaitu tiga dari delapan indikator kinerja keuangan perbankan konvensional mengalami penurunan akibat krisis ekonomi yang terjadi. Ketiga variabel tersebut adalah

return on asset (ROE), income expense ratio (IER), dan net income margin

(NIM). Hal ini membuktikan bahwa perbankan konvensional sangat rentan terhadap krisis ekonomi yang melanda Indonesia.

Perbandingan secara langsung antara tingkat kinerja keuangan kedua industri perbankan dilakukan dengan menggunakan analisis perbedaan rata-rata dua populasi. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa baik perbankan syari’ah maupun konvensional memiliki keunggulan masing-masing dalam variabel kinerja keuangan. Perbankan syari’ah memiliki keunggulan pada variabel ROE, FTA, FDR dan IER. Perbankan konvensional memiliki keunggulan pada variabel ROA, NIM dan NPL. Sedangkan untuk variabel DTAR, baik perbankan syari’ah maupun konvensional memiliki nilai yang hampir sama dan tidak berbeda signifikan secara statistik. Berdasarkan hal tersebut, disimpulkan bahwa perbankan syari’ah akan mampu berkompetisi dengan industri perbankan konvesional tidak saja dimasa krisis namun juga dimasa-masa mendatang.

(6)

v

©Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2 Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh Karya

tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(7)

vi ABDUL HAKIM PARAPAT

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUTE PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

(8)

vii Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Noer Azam Achsani M.Si.

(9)

viii Judul Tesis : Analisis Investasi dan Kinerja Keuangan Perbankan

Syari’ah Dibandingkan dengan Perbankan Konvensional Nama : Abdul Hakim Parapat

NIM : H151080384

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Hermanto Siregar, M.Ec. Ketua

Dr. Muhammad Findi A, M. E. Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Ekonomi

Dr. Ir.Nunung Nuryartono, M.Si.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(10)

ix Penulis memanjatkan syukur ke hadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan semenjak bulan September 2009 sampai bulan Januari 2010 ini ialah perbankan, dengan judul Analisis Investasi dan Kinerja keuangan Keuangan Perbankan Syari’ah Dibandingkan dengan Perbankan Konvensional.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Hermanto Siregar, M.Ec. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Muhammad Findi A, M.E. selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam menyusun proposal penelitian ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, mulai dari Bapak Dr. Ir. D.S. Priyarsono, M.S hingga Bapak Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.S. selaku Ketua Program Studi dan Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Si. selaku sekretaris Program Studi.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Kepala Badan Pusat Statistik Republik Indonesia serta Kepala Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Megister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Terima kasih juga disampaikan kepada penguji Tesis yaitu Bapak Dr. Ir. Noer Azam Achsani M.Si. atas masukan-masukan nya serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu yang telah membantu penulis hingga dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulis juga tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Marzuki Parapat dan Ibunda Dewan Nasution atas bimbingan dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Suparta, Ibu Umamah Sulaiman, N.P. Widasari, Fatimah dan Ibu Sukaesih serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan moral dan kasih sayangnya kepada penulis.

(11)

x penelitian, dan secara khusus bagi pembangunan industri perbankan di Indonesia.

Bogor, 10 Januari 2010

(12)

xi Penulis dilahirkan di Binjai pada tanggal 23 Februari 1977 dari pasangan Marzuki Parapat dan Dewan Nasution. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 024868 Binjai pada tahun 1984 sampai dengan tahun 1990, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Binjai pada tahun 1990 sampai dengan tahun 1993, Sekolah Menengah Tingkat Atas Negeri 1 Binjai pada tahun 1993 sampai dengan tahun 1996, Akademi Ilmu Statistik Jakarta pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2000, dan Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2001. Penulis selanjutnya bekerja pada Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal semenjak tahun 2002 sampai 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Program S2 Penyelenggaraan Khusus BPS-IPB di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

(13)

xii

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN xviii

1 PENDAHULUAN ………... 1

1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Perumusan Masalah ……….……… 3

1.3 Tujuan Penelitian ………..………….. 5

1.4 Manfaat Penelitian ……….. 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ……..………... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA ……….. 6

2.1 Pengertian dan Sejarah Perbankan Konvensional ………….. 6

2.2 Pengertian dan Sejarah Perbankan Syari’ah ………..……... 9

2.3 Perbedaan Perbankan Syari’ah dan Perbankan Konvensional 13

2.4 Investasi dan Industri Perbankan Nasional ………. 15

2.4.1 Perbankan Konvensional Menyebabkan Terjadinya Bubble Growth ……… 17

2.4.2 Adanya Keraguan Masyarakat terhadap Bunga Bank 18 2.5 Teori-Teori Investasi ………... 18

2.5.1 Teori The Accelerator Hypothesis of Investment …… 19

2.5.2 Teori Net Present Value ………. 19

2.6 Analisis Investasi Industri Perbankan ………..………... 20

2.6.1 Investment Opportunity Utilization Test ………. 21

2.6.2 Test of Elasticity in Financing/Loan ….……….. 22

2.6.3 Risk and Solvency Ratios Test ……… 23

2.7 Tinjauan Teori Kinerja Keuangan Perbankan ………. 24

2.7.1 Rasio Profitabilit as ……….. 25

2.7.2 Rasio Liquiditas ……….. 26

2.7.3 Risk and Solvency Ratios ……… 27

2.8 Penelitian Terdahulu ………... 27

2.9 Teori Model Ekonometrika yang Digunakan ………... 30

2.9.1 Model ARCH ……….. 30

2.9.2 Analisis Error Correction Model (ECM) ……… 35

2.9.3 Analisis Perubahan Struktural ……… 37

2.9.4 Model Regresi Linier Sederhana dengan Metode OLS ………. 39 2.9.5 Analisis (Uji) Perbedaan Dua Koefisien Regresi …… 41

2.9.6 Analisis (Uji) Perbedaan Rata-rata Dua Populasi ….. 42

2.10 Kerangka Pemikiran ……… 46

(14)

xiii

3.2 Analisis Deskriftif ………... 54

3.3 Analisis Dengan Model ARCH ……….. 54

3.3.1 Investment Opportunity Utilization Test ………. 55

3.3.2 Risk and Solvency Ratios Test ……… 57

3.4 Analisis Perubahan Struktural ………..……….. 60

3.5 Model Regresi Linier Sederhana Dengan Metode OLS ……. 61

3.6 Analisis (Uji) Perbedaan Dua Koefisien Regresi ……… 62

3.7 Analisis (Uji) Perbedaan Rata-Rata Dua Populasi ………... 66

3.8 Sumber Data ……… 70

4 GAMBARAN UMUM INDUSTRI PERBANKAN NASIONAL 71 4.1 Jaringan Operasional ………..………. 71

4.1.1 Perbankan Syari’ah ………. 71

4.1.2 Perbankan Konvensional ……… 72

4.2 Jumlah Aset dan Dana Pihak Ketiga ………..………. 73

4.2.1 Perbankan Syari’ah ………. 73

4.2.2 Perbankan Konvensional ……… 74

4.3 Kinerja Penyaluran Dana ……… 76

4.3.1 Perbankan Syari’ah ………. 76

4.3.2 Perbankan Konvensional ……… 77

4.4 Pangsa Pasar ………...………. 78

4.4.1 Perbankan Syari’ah ………. 78

4.4.2 Perbankan Konvensional ……… 80

4.5 Masalah yang Dihadapi Perbankan Syari’ah ………... 81

5 ANALISIS INVESTASI INDUSTRI PERBANKAN NASIONAL 85 5.1 Investment Opportunity Utilization Test ………..…………... 85

5.1.1 Perbankan Syari’ah ………. 85

5.1.2 Perbankan Konvensional ……… 89

5.1.3 Perbandingan Perbankan Syari’ah dan Konvensional 93 5.2 Test of Elasticity in Financing/Loan ………... 96

5.3 Risk and Solvency Ratios Test ………. 99

5.3.1 Perbankan Syari’ah ………. 100

5.3.2 Perbankan Konvensional ……… 103 5.3.3 Perbandingan Perbankan Syari’ah dan Konvensional 107

(15)

xiv

6.1.1 Perbankan Syari’ah ………. 109

6.1.2 Perbankan Konvensional ……… 111

6.2 Analisis Perubahan Struktural ………..……….. 113

6.2.1 Income Expense Ratio (IER) ……….. 116

6.2.2 Return on Equity (ROE) ………. 117

6.2.3 Variabel Net Interest Margin (NIM) ……….. 119

6.3 Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Saat Krisis ……… 120

6.3.1 Perbankan Syari’ah ……… 120

6.3.2 Perbankan Konvensional ……… 122

6.4 Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Industri Perbankan Nasional ………..……… 124

6.4.1 Perbandingan Kinerja Keuangan Sebelum Krisis Ekonomi ………. 125

6.4.1.1 Analisis Deskriptif ……….. 125

6.4.1.2 Analisis Perbedaan Rata-rata Dua Populasi 126 6.4.2 Perbandingan Kinerja Keuangan di Saat Krisis Ekonomi ………. 130

6.4.2.1 Analisis Deskriptif ……….. 130

6.4.2.2 Analisis Perbedaan Rata-rata Dua Populasi 131 6.4.3 Perbandingan Kinerja Keuangan Secara Total …….. 133

6.4.3.1 Analisis Deskriptif ……….. 133

6.4.3.2 Analisis Perbedaan Rata-rata Dua Populasi 134 7 SIMPULAN dan SARAN ………..………. 137

7.1 Simpulan ………. 137

7.2 Implikasi Kebijakan ……… 138

7.3 Saran untuk Penelitian Lanjutan ………….……… 140

DAFTAR PUSTAKA 141

(16)

xv Halaman

1 Perbedaan konsep sistem perbankan dan konsep imbalan antara

bank syari’ah dan bank konvensional ………. 14 2 Variabel kinerja keuangan, satuan dan sumber data yang

digunakan dalam penelitian ……… 70 3 Perkembangan jaringan kantor perbankan syari’ah ……….... 71 4 Perkembangan jar ingan kantor perbankan konvensional ………... 72 5 Perkembangan pangsa pasar, jumlah rekening dan jumlah kantor

perbankan syari’ah ……….……. 79

6 Perkembangan jumlah dana dan kantor perbankan konvensional .. 81 7 Nilai koefisien model ARCH investment opportunity utilization

test bagi perbankan syari’ah dan nilai signifikansinya ... 86

8 Nilai koefisien model ARCH investment opportunity utilization

test bagi perbankan konvensional dan nilai signifikansinya ... 89

9 Analisis perbedaan dua koefisien regresi pada persamaan

investment opportunity utilization test ……….... 94

10 Nilai koefisien model ARCH elasticity in financing test bagi

perbankan syari’ah dan nilai signifikansinya ... 96 11 Nilai koefisien model ARCH elasticity in loan test bagi

perbankan konvensional dan nilai signifikansinya ... 97 12 Analisis perbedaan dua koefisien regresi pada persamaan test of

elasticity in financing/loan ……….. 99

13 Nilai koefisien model ECM risk and solvency ratios test bagi

perbankan syari’ah dan nilai signifikansinya ... 100 14 Nilai koefisien model persamaan jangka panjang risk and

solvency ratios test bagi perbankan syari’ah dan nilai

signifikansinya ... 103 15 Nilai koefisien model ARCH risk and solvency ratios test bagi

perbankan konvensional dan nilai signifikansinya ... 104 16 Perbandingan kinerja keuangan perbankan syari’ah sebelum dan

di saat krisis ……… 110

17 Perbandingan kinerja keuangan perbankan konvensional sebelum

dan di saat krisis ……….. 112 18 Hasil pengujian structural break terhadap kinerja keuangan

(17)

xvi 20 Nilai koefisien analisis regresi variabel IER bagi perbankan

konvensional dan nilai signifikansinya ... 116 21 Nilai koefisien analisis regresi variabel ROE bagi perbankan

konvensional dan nilai signifikansinya ... 118 22 Nilai koefisien analisis regresi variabel NIM bagi perbankan

konvensional dan nilai signifikansinya ... 119 23 Hasil analisis perbedaan rata-rata terhadap kinerja keuangan

perbankan syari’ah ……….……. 121

24 Hasil analisis perbedaan rata-rata terhadap kinerja keuangan

perbankan konvensional ……….……… 123 25 Hasil analisis perbedaan rata-rata terhadap kinerja keuangan

industri perbankan nasional sebelum krisis ekonomi ………. 127 26 Hasil analisis perbedaan rata-rata terhadap kinerja keuangan

industri perbankan nasional di saat krisis ekonomi ……… 132 27 Hasil analisis perbedaan rata-rata terhadap kinerja keuangan

(18)

xvii Halaman

1 Perkembangan proporsi pembiayaan dalam APBN ……… 16

2 Kerangka pemikiran ……… 49

3 Jumlah aset dan DPK perbankan syari’ah ……….. 73

4 Jumlah aset dan DPK perbankan konvensional ……….. 75

5 Perkembangan nilai FDR dan LDR industri perbankan nasional ... 76

6 Jumlah Pembiayaan dan NPF perbankan syari’ah ………. 77

7 Jumlah kredit dan NPL perbankan konvensional ………... 78

8 Pertumbuhan BI rate, kredit, dan DPK perbankan konvensional ... 90

9 Perkembangan nilai ROE perbankan konvensional …….……….. 91

10 Perkembangan nilai CTA perbankan konvensional ……… 113

11 Perkembangan nilai IER perbankan konvensional ………. 117

12 Perkembangan nilai ROE perbankan konvensional ……….... 118

13 Perkembangan nilai NIM perbankan konvensional ……….... 120

14 Pertumbuhan RBO dan RIO perbankan konvensional …………... 124

15 Perkembangan persentase pajak atas laba bersih industri perbankan 129 16 Perkembangan bagi hasil dan bunga industri perbankan …………. 130

(19)

xviii Halaman

1 Variabel kinerja keuangan industri perbankan dan formula

perhitungannya ……… 147

2 Data industri perbankan syari’ah ……… 150

3 Data industri perbankan konvensional ……… 151

4 Data industri perbankan nasional dan inflasi ……….. 152

(20)

1.1 Latar Belakang

Krisis finansial global yang melanda negara Amerika Serikat telah merambat keseluruh dunia. Hal ini ditandai dengan turunnya indeks saham di berbagai bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Rabu, 8 Oktober 2008. Bahkan pada pukul 11.00 WIB, Bursa Efek Jakarta terpaksa ditutup sementara setelah turun 10.3%1. Begitu pula Bursa Efek di Rusia dan Ukraina2. Menanggapi hal tersebut, Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional atau International

Monetary Fund (IMF) langsung memperingatkan, bahwa negara-negara

berkembang dapat menghadapi dampak serius krisis keuangan global tersebut. Hal ini disebabkan adanya pengetatan kredit berkepanjangan atau adanya kemunduran ekonomi global yang berkelanjutan3.

Para pemimpin Asia dan Eropa segera mengadakan pertemuan untuk menghadapi krisis finansial yang sedang melanda dunia tersebut. Pertemuan dilaksanakan pada Konfrensi Tingkat Tinggi ASEAN-Europe Meeting (KTT ASEM) di Beijing, China pada tangal 25 Oktober 2008. Hasilnya, para pemimpin Asia dan Eropa sepakat untuk segera melakukan perombakan sistem moneter dan finansial internasional secara menyeluruh dan efektif, agar krisis global yang sedang terjadi tidak terulang lagi. Hal ini dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam konfrensi pers ketika menyampaikan hasil KTT ke-7 pertemuan Asia- Eropa (ASEM) di Beijing4.

Krisis finansial yang sedang melanda dunia juga telah memengaruhi perekonomian Indonesia. Krisis keuangan dan ekonomi global yang mulai mendera Indonesia akhir tahun 2008 menggerus penerimaan negara sebesar 4.2 triliun rupiah. Realisasi penerimaan negara dan hibah tercatat hanya mencapai 866.8 triliun rupiah atau 0.5% di bawah target dalam APBN Perubahan 2009 yakni 871 triliun rupiah5.

1 Dalam tesis ini, lambang desimal menggunakan tanda titik 2 Koran Tempo 9 Oktober 2008: A1(kolom 1)

3

Harian Umum Sinar Harapan 13 Oktober 2008: 11 (kolom 4)

4

Harian Kompas 26 Oktober 2008: 1 (kolom 1)

(21)

Pemerintah menaikkan jumlah simpanan di bank yang dijamin pemerintah dalam menghadapi krisis di bidang perbankan, yakni dari 100 juta rupiah menjadi 2 miliar rupiah. Hal ini dilakukan untuk menjaga kepercayaan nasabah perbankan dalam negeri6. Selain itu, Bank Indonesia (BI) menurunkan giro wajib minimum (GWM) perbankan dari 9.08% menjadi 7.5%. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan likuiditas perbankan dalam rangka menghadapi krisis global7.

Berdasarkan hasil kajian McKinsey (2008) dalam Sanim (2009), total asset Bank Syari’ah di seluruh dunia pada tahun 2006 mencapai 0.75 miliar dolar AS. Hasil kajian juga menemukan bahwa tingkat pertumbuhan 100 Bank Syari’ah terbesar di dunia mencapai 27% pertahun dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan 100 Bank Konvensional terbesar yang hanya mencapai 19% pertahun. Sehingga diperkirakan pada tahun 2010 total aset Bank Syari’ah di seluruh dunia akan mencapai satu miliar dolar AS.

Dampak krisis keuangan global yang melanda dunia juga dirasakan perbankan syari’ah. Namun dampak tersebut tidak terlalu memengaruhi perbankan syari’ah. Daya tahan perbankan syari’ah terletak pada komitmen para pelaku perbankan dalam menjalankan prinsip-prinsip syari’ah sesuai Al-Quran dan Hadits. Sehingga perbankan syari’ah dunia tidak mengalami hal seburuk yang dialami Lehman Brothers, Bear Stearns Mortgage, Fredie Mac dan Merrill Lynch yang harus diakuisisi oleh Bank of America (Sanim 2009).

Dampak krisis keuangan global terhadap daya tahan sistem perbankan syari’ah di Indonesia hingga akhir tahun 2008 relatif minimal seiring dengan terbatasnya eksposur perbankan syari’ah terhadap keuangan dunia. Meskipun demikian, perbankan syari’ah diharapkan tetap akan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi pada tahun 2009. Proyeksi ini diambil dengan mempertimbangkan beberapa kondisi (Sanim 2009):

1 Kinerja permintaan domestik masih relatif tinggi di tengah-tengah ketidakpastian ekonomi global.

6

Warta Kota 15 Oktober 2008: 8 (kolom 2)

7

(22)

2 Industri perbankan syari’ah nasional masih dalam tahapan awal dan belum memiliki integrasi yang tinggi dengan sistem keuangan global dan tidak memiliki tingkat sofistikasi transaksi yang tinggi.

Dampak krisis keuangan global yang tidak terlalu memengaruhi daya tahan sistem perbankan syari’ah di Indonesia dibuktikan dengan hasil yang dicapai oleh Bank Muamalat pada tahun 2008. Bank Muamalat ( Bank Syari’ah pertama di Indonesia) mampu mencetak laba sebesar 300 miliar rupiah pada tahun 2008, meskipun krisis ekonomi telah melanda Indonesia. Nilai ini melampui target yang ditetapkan sebesar 277 miliar rupiah8. Sehingga cukup beralasan bila Deputi Gubernur BI, Muliaman D. Hadad mengatakan bahwa krisis ekonomi global yang melanda dunia justru membuka peluang besar perbankan syari’ah untuk terus melakukan ekspansi pasar, sebab perbankan syari’ah lebih bersahabat dengan sektor rill9.

1.2 Perumusan Masalah

Tabungan dan investasi merupakan dua indikator yang dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Di Indonesia, untuk membiayai pembangunan nasional yang mencakup investasi domestik, dana yang digunakan bersumber dari tabungan nasional dan pinjaman luar negeri. Namun, karena terbatasnya jumlah dana serta pinjaman yang diperoleh dari luar negeri, maka diperlukan tabungan nasional yang lebih tinggi sebagai sumber dana yang utama. Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah adalah meningkatkan tabungan dan investasi masyarakat melalui sektor perbankan syari’ah.

Kehadiran perbankan syari’ah di Indonesia tidak menjamin peningkatan investasi masyarakat dalam bentuk tabungan. Sebab ada banyak faktor yang akan memengaruhi keputusan seseorang untuk berinvestasi. Sehingga meskipun perbankan syari’ah menawarkan sebuah konsep baru dalam sistem perbankan, total aset Bank Syari’ah di Indonesia belum mampu mencapai proporsi 5% total aset perbankan nasional sampai dengan bulan September 2009 (BI 2009c). Padahal konsep syari’ah yang ditawarkan Bank Syari’ah diduga lebih mampu

8

Harian Bisnis Jakarta 13 Januari 2009: 7 (kolom 1)

9

(23)

bertahan dalam menghadapi krisis keuangan global. Oleh karena itu diperlukan sebuah analisis untuk mengetahui apakah benar sistem perbankan syari’ah di Indonesia belum mampu menjawab tuntutan nasabah dalam berinvestasi, sehingga masyarakat Indonesia enggan menabung di Bank Syari’ah. Selain itu diperlukan juga sebuah analisis yang akan membandingkan sistem perbankan syari’ah dan konvensional dalam memenuhi tuntutan nasabah dalam berinvestasi.

Krugman (1999) menyatakan bahwa sistem perekonomian dunia saat ini telah menyebabkan terjadinya pertumbuhan “tidak nyata” (bubble growth) sebab pertumbuhan sektor finansial tidak proporsional dibandingkan sektor riil. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya krisis finansial global yang berulang (Yusanto 2009). Oleh karena itu banyak kalangan yang ingin mengganti sistem ekonomi dan moneter yang ada saat ini. Salah satu sistem ekonomi dan moneter yang ditawarkan sebagai alternatif adalah sistem ekonomi dan moneter syari’ah. Sebab banyak kalangan berpendapat, sistem ekonomi dan moneter syari’ah lebih baik dan lebih tahan terhadap krisis keuangan global dibandingkan sistem ekonomi dan moneter konvensional (Sanim 2009).

Perbankan syari’ah sebagai bagian dari sistem moneter syari’ah diduga akan lebih tahan dalam menghadapi krisis keuangan global dibandingkan sistem perbankan konvensional. Untuk membuktikan dugaan tersebut, diperlukan sebuah analisis yang akan membandingkan kinerja keuangan perbankan syari’ah dan konvensional baik sebelum krisis maupun di saat krisis. Sehingga berdasarkan analisis kinerja keuangan tersebut dapat disimpulkan apakah perbankan syari’ah yang relatif masih baru di Indonesia akan mampu berkompetisi dengan perbankan konvensional yang telah berpengalaman berpuluh tahun di Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditentukan perumusan masalah sebagai berikut:

1 Apakah perbankan syari’ah, mampu menjawab tuntutan nasabah dalam berinvestasi?

2 Bagaimana kinerja keuangan perbankan syari’ah sebelum dan di saat krisis global melanda Indonesia ?

3 Bagaimana kinerja keuangan perbankan konvensional sebelum dan di saat krisis global melanda Indonesia?

(24)

4 Mampukah perbankan syari’ah berkompetisi dengan industri perbankan konvensional di masa krisis global (ditinjau dari kinerja keuangan keduanya sebelum dan di saat krisis global melanda Indonesia)?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut:

1 Mengidentifikasi kemampuan perbankan syari’ah dalam menjawab tuntutan nasabah dalam berinvestasi.

2 Menganalis is kinerja keuangan perbankan syari’ah sebelum dan di saat krisis global melanda Indonesia.

3 Menganalisis kinerja keuangan perbankan konvensional sebelum dan di saat krisis global melanda Indonesia.

4 Menganalisis kemampuan perbankan syari’ah dalam berkompetisi dengan industri perbankan konvensional (ditinjau dari kinerja keuangan keduanya sebelum dan di saat krisis global melanda Indonesia).

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah, para ekonom dan bankir di Indonesia dalam: (1) menentukan sistem perbankan yang dipilih dalam menghadapi krisis finansial global (2) memutuskan tindakan yang dapat dilakukan oleh para pangambil keputusan (decision maker) dalam rangka meningkatkan kinerja keuangan industri perbankan di Indonesia. Bagi pemerintah, menjadi masukan dalam menentukan kebijakan ekonomi makro yang akan diambil, khususnya dalam kebijakan moneter. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memperdalam ilmu di bidang perekonomian. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan bahan atau acuan untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup seluruh perbankan syari’ah dan perbankan konvensional yang ada di Indonesia. Perbankan syari’ah terdiri dari 5 institusi Bank Umum Syari’ah (BUS) dan 24 Unit Usaha Syari’ah (UUS) yang merupakan bagian dari perbankan konvensional. Perbankan konvensional mencakup 122

(25)

Bank Umum (BU). Sedangkan kiner ja keuangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan BPR Syari'ah (BPRS) tidak tercakup dalam penelitian ini. BPR dan BPRS tidak dicakup dalam penelitian ini sebab cakupan operasional BPR dan BPRS pada umumnya masih sangat kecil, bersifat lokal dan tidak mempunyai cabang. Sehingga kinerja investasi dan keuangan BPR atau BPRS sangat ditentukan oleh situasi ekonomi setempat/lokal. Oleh karena itu kata perbankan syari’ah dalam penelitian ini hanya mengacu kepada 5 BUS dan 24 UUS dan kata perbankan konvensional mengacu pada 122 BU yang eksis selama periode penelitian. Cakupan waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah Oktober 2007 sampai September 2009 yang dibedakan menjadi:

1 Masa sebelum krisis global terjadi (Oktober 2007 - September 2008) 2 Masa saat krisis terjadi (Oktober 2008 - September 2009)

(26)

2.1 Pengertian dan Sejarah Perbankan Konvensional

Pengertian bank menurut UU RI No. 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau dalam bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syari’ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Kegiatan dan sejarah perbankan mulai di kenal sejak zaman Babylonia, kemudian terus berkembang hingga zaman Yunani kuno dan Romawi. Selanjutnya kegiatan perbankan terus menyebar hingga ke daratan Eropa dan menjangkau Asia Barat melalui para pedagang Eropa. Hingga akhirnya kegiatan perbankan menyebar ke seluruh dunia, melalui daerah-daerah bekas jajahan bangsa-bangsa Eropa.

Pada awalnya kegiatan perbankan dimulai dari jasa yang paling sederhana, yakni penukaran uang. Sehingga dalam sejarah perbankan, bank diartikan sebagai meja tempat menukarkan uang. Penukaran uang tersebut dilakukan oleh para pedagang yang melakukan perdagangan antar kerajaan atau antar daerah. Kegiatan penukaran uang tersebut sekarang dikenal dengan perdagangan valuta asing (money changer).

Pada perkembangan selanjutnya kegiatan perbankan berkembang menjadi tempat penitipan uang, yang kini dikenal dengan kegiatan simpanan (saving). Kemudian kegiatan perbankan bertambah lagi sebagai tempat peminjaman uang. Kegiatan perbankan terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat, dimana bank tidak lagi sekedar sebagai tempat menukar uang atau tempat menyimpan dan meminjam uang. Hingga akhirnya keberadaan bank sangat memengaruhi perkembangan ekonomi masyarakat, hingga tingkat negara, dan bahkan sampai tingkat dunia.

(27)

Sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Hindia Belanda. Pada masa itu terdapat beberapa bank pemerintah yang memegang peranan penting di Hindia Belanda, di antaranya:

1 De Javasce NV. 2 De Post Poar Bank. 3 Hulp en Spaar Bank.

4 De Algemenevolks Crediet Bank. 5 Nederland Handles Maatscappi (NHM). 6 Nationale Handles Bank (NHB).

7 De Escompto Bank NV.

Di samping itu, terdapat pula bank-bank milik orang Indonesia dan orang asing seperti dari China, Jepang, dan Eropa. Bank-bank tersebut antara lain: 1 NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank.

2 Bank Nasional Indonesia. 3 Bank Abuan Saudagar. 4 NV. Bank Boemi.

5 The Chartered Bank of India. 6 The Yokohama Species Bank. 7 The Matsui Bank.

8 The Bank of China. 9 Batavia Bank.

Setelah kemerdekaan, perbankan di Indonesia bertambah maju dan berkembang lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia. Bank-bank yang ada di zaman awal kemerdekaan antara lain:

1 NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank (saat ini Bank OCBCNISP), didirikan 4 April 1941 dengan kantor pusat di Bandung.

2 Bank Negara Indonesia, yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 yang sekarang dikenal dengan BNI '46.

3 Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini berasal dari De Algemenevolks Crediet Bank atau Syomin Ginko.

4 Bank Surakarta Maskapai Adil Makmur (MAI) tahun 1945 di Solo. 5 Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.

(28)

6 Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.

7 Indonesian Banking Corporation tahun 1947 di Yogyakarta, kemudian menjadi Bank Amerta.

8 NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.

9 Bank Dagang Indonesia NV di Samarinda tahun 1950 kemudian merger dengan Bank Pasifik.

10 Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank Gemari, kemudian merger dengan Bank Central Asia (BCA) tahun 1949.

Saat ini di Indonesia, praktek perbankan sudah tersebar sampai ke pelosok pedesaan. Lembaga keuangan berbentuk bank di Indonesia berupa Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syari'ah, dan juga BPR Syari'ah (BPRS). Dimana masing-masing bentuk lembaga perbankan tersebut memiliki fungsi dan karakteristik yang berbeda satu dengan la innya (Sumber: http:// infoperbankan.blogspot.com).

Berdasarkan laporan Statistik Perbankan Indonsia (SPI) bulan September 2009, jumlah perbankan konvensional di Indonesia ada sebanyak 122 yang terdiri atas (BI 2009d) :

1 Bank Persero (state owned banks) sebanyak 5 buah.

2 Bank Umum Swasta Nasional Devisa (foreign exchange commercial banks) sebanyak 33 buah.

3 Bank Umum Swasta Nasional non Devisa (non-foreign exchange commercial

banks) sebanyak 32 buah.

4 Bank Pembangunan Daerah Regional (development banks) sebanyak 26 buah 5 Bank Campuran (joint ventura banks) sebanyak 16 buah.

6 Bank Asing (foreign owned banks) sebanyak 10 buah.

2.2 Pengertian dan Sejarah Perbankan Syari’ah

Bank Syari’ah secara etimologi dapat diartikan sebagai bank yang beroperasi sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Namun beberapa ahli ekonomi memberikan pengertian yang lebih luas tentang Bank Syari’ah. Beberapa diantaranya adalah:

(29)

1 Antonio dan Perwataatmadja (1997) menyatakan bahwa Bank Syari’ah adalah (1) bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam; (2) bank yang tatacara beroperasinya mengacu pada ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Hadits.

2 Kuncoro dan Suharjono (2002) mengatakan bahwa Bank Syari’ah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam, yaitu mengacu pada ketentuan-ketentuan yang ada dalam Al-Quran dan Hadits. Dengan mengacu kepada Al- Quran dan Hadits, maka diharapkan Bank Syari’ah dapat menghindari praktek-praktek yang mengandung unsur-unsur riba dan melakukan usaha dengan kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.

3 Muhammad (2004) memberikan tiga pengertian Bank Syari’ah. Yaitu, Bank Syari’ah adalah (1) bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga; (2) lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al- Quran dan Hadits Nabi SAW; (3) Lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syari’at Islam.

Istilah perbankan syari’ah atau kata Bank seperti yang dipraktekkan saat ini, belum dikenal pada masa awal Islam. Istilah tersebut baru dikenal dan menjadi perhatian dunia Islam pada akhir abad kedua puluh. Meskipun demikian, sebagian fungsi-fungsi perbankan seperti menerima simpanan, menyalurkan dana, transfer dan pengalihan dana sudah dijalankan oleh generasi awal Islam dalam bentuk yang masih sederhana.

Sejarah Islam mencatat, Nabi Muhammad SAW dikenal dengan sebutan

Al-Amin atau orang yang amat terpercaya bagi masyarakat Quraisy pada waktu itu.

Berdasarkan kepercayaan (trust) tersebut, Nabi Muhammad SAW menjalankan aktivitas ekonomi dengan kejujuran dan integritas moral yang tinggi. Terbukti bahwa ia menjadi pedagang yang sukses dan sekaligus merupakan orang yang dipercaya oleh masyarakat untuk menerima titipan harta dari orang-orang kaya yang ada di Mekah. Hal tersebut bahkan masih dilakukan menjelang hijrah Beliau ke Madinah.

(30)

Praktik fungsi perbankan juga sudah dilaksanakan oleh para sahabat Nabi, seperti Zubair bin Al- Awwam, Ibn Abbas dan Abdullah bin Zubair. Mereka biasa menerima pinjaman kemudian mengembalikan pinjaman tersebut, melakukan pengiriman uang ke Iran dan Irak. Umar bin Khattab pernah menggunakan alat tukar yang berfungsi semacam “cek” untuk membayar tunjangan (kafalah) kepada mereka yang berhak. Dengan alat tukar ini mereka mengambil gandum di Baitul Maal yang ketika itu diimpor dari Mesir.

Bank Syari’ah atau Bank Islam (Islamic Bank) sebagai institusi, pertama kali dipraktikkan pada tahun 1940-an, dalam bentuk pengelolaan dana haji secara non konvensional di Pakistan dan Malaysia. Sebagai tonggak (pioneer) dalam sejarah perkembangan sistem perbankan syari’ah adalah didirikannya Islamic Rural Bank di daerah Mit Ghamr di Kairo pada tahun 1963. Perintisnya, Ahmad El Najjar, berusaha menggabungkan gagasan dari German Saving Bank dengan prinsip-prinsip Rural Banking. Proyek Mit Ghamr menyediakan pelayanan dasar perbankan seperti saving account, investment account, dan zakat account. Namun

Islamic Rural Bank tidak berlangsung lama, karena pada tahun 1967 bank ini

terpaksa ditutup karena persoalan politik. Meskipun demikian pada tahun 1970-an, di Mesir telah berdiri setidaknya sembilan bank yang tidak memungut maupun menerima bunga. Sebagian besar bank tersebut berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk kerja sama (partnership) dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung (Nasution 2008).

Tonggak sejarah lainnya bagi perkembangan Bank Syari’ah adalah dengan didirikannya Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 di Jeddah yang diprakarsai oleh negara-negara anggota Organisasi Konfrensi Islam (OKI). OKI merupakan organisasi bagi negara-negara dengan penduduk mayoritas Islam yang didirikan pada tanggal 25 September 1969 di Rabbat, Maroko. IDB kemudian memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan dana bagi negara-negara Islam untuk pembangunan. IDB secara aktif memberi pinjaman bebas bunga untuk proyek infrastruktur dan pembiayaan kepada negara anggota berdasarkan partisipasi modal negara tersebut. Disamping itu, berdirinya IDB juga memotivasi banyak negara lain untuk mendirikan lembaga keuangan syari’ah. Maka, pada akhir dekade 1970- an dan awal dekade 1980-an, Bank-bank Syari’ah

(31)

bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh dan Turki.

Perkembangan industri keuangan syari’ah di Indonesia telah dimulai sebelum dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional perbankan syari’ah. Sebelumnya telah ada beberapa badan usaha pembiayaan non bank yang telah menetapkan sistem bagi hasil dalam kegiatan operasionalnya. Lokakarya Ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua (Bogor) pada 19-22 Agustus 1990 memberikan rekomendasi dan kesepakatan untuk mendirikan Bank Syari’ah yang bebas bunga. Untuk menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia yang menginginkan bank bebas bunga, pemerintah telah memasukkan kemungkinan tersebut dalam undang-undang yang baru, yakni Undang- Undang No. 7 tahun 1992 tetang perbankan. Undang-undang ini secara implisit telah membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki dasar operasional bagi hasil. Setelah itu, berdirilah Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tanggal 1 November 1992 (27 Syawal 1412 H), yang merupakan Bank Islam pertama beroperasi di Indonesia. Pembentukan BMI ini diikuti oleh berdirinya Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS). Namun lembaga ini masih sulit menjangkau masyarakat lapisan bawah secara langsung. Oleh karena itu dibangunlah lembaga-lembaga simpan pinjam yang disebut Bait al Maal wa Tamwil (BMT) atau Bait al

Qiradh menurut masyarakat Aceh (Nasution 2008).

Saat ini keberadaan Bank Syari’ah di Indonesia telah diatur dalam undang-undang yaitu UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah dan UU No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syari’ah Negara sebagai pengganti UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan Syari’ah. Sampai akhir September 2009, terdapat setidaknya 5 institusi Bank Umum Syari’ah (BUS) di Indonesia yaitu Bank Muamalat, Bank Syari’ah Mandiri, Bank Syari’ah Mega, Bank BRI Syari’ah dan Bank Syari’ah Bukopin. Sementara bank umum yang telah memiliki Unit Usaha Syari’ah (UUS) ada 24 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia ’46 (Persero) dan Bank Danamon (Persero). Sistem syari’ah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 137 BPR Syari’ah. Sedangkan total aset

(32)

perbankan syari’ah (BUS dan UUS) periode September 2009 sebesar 58.03 triliun rupiah ( BI 2009c).

2.3 Perbedaan Perbankan Konvensional dan Perbankan Syari’ah

Bank Islam di Indonesia lebih populer disebut dengan istilah Bank Syari’ah. Pengertian Bank Syari’ah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam atau bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Hadits. Pengertian syari’ah secara harfiah adalah jalan Allah SWT seperti yang ditunjukkan oleh Al-Quran dan As Sunnah/Hadits.

Prinsip-prinsip syari’ah Islam di dalam penelitian ini adalah prinsip-prinsip atau ketentuan mengenai hukum muamalat. Dalam ketentuan hukum muamalat, prinsip utama dalam kegiatan muamalat/ekonomi dan dalam sistem perbankan Islam adalah menghindarkan diri dan menjauhkan diri dari unsur-unsur riba dengan menggantinya dengan sistem bagi hasil dan pembiayaan perdagangan. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Al-Quran (BI 2007): Wahai orang-orang yang

beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung (Ali ‘Imran [3]: 130). Larangan tersebut juga

diperkuat dengan ayat lain dalam Al- Quran (BI 2007): Orang-orang yang makan

(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Al- Baqoroh [2]: 275). Selain itu pengharaman riba juga

diperkuat oleh Hadits Nabi Muhammad SAW (BI 2007): Dari Jabir r.a., ia

berkata: “Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, memberikan, menuliskan, dan dua orang yang menyaksikannya.” Ia berkata: “Mereka berstatus hukum sama.” (HR. Muslim). Selain itu keempat agama

terbesar di dunia, Budha, Kristen, Islam dan Hindu juga telah melarang riba yang telah melekat pada sistem keungan dunia lebih dari 2000 tahun yang lalu (Chapra 2007).

(33)

Tabel 1 Perbedaan konsep sistem perbankan dan konsep imbalan antara Bank Syari’ah dan Bank Konvensional

Bank Syari’ah Bank Konvensional

(1) (2)

v Berdasarkan margin keuntungan v Memakai perangkat bunga dan atau bagi hasil

v Profit dan falah oriented v Profit oriented v Hubungan dengan nasabah dalam

bentuk hubungan kemitraan

v Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitur – kreditur v Users of real funds v Creator of money suplly

v Melakukan investasi – investasi yang halal saja

v Investasi yang halal dan haram

v Pengerahan dan penyaluran dana harus sesuai dengan syari’ah Islam yang diawasi oleh Dewan Pengawas Syari’ah.

v Tidak terdapat Dewan Pengawas Syari’ah atau sejenisnya

v Imbalan berupa bagi hasil (profit

sharing)

v Imbalan berupa bunga (interest)

v Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.

v Penentuan bunga dibuat pada waktu akad tanpa berpedoman pada untung rugi.

v Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.

v Besarnya persentase bunga berdasarkan pada jumlah uang yang dipinjamkan.

v Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Sekiranya tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

v Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

v Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

v Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang ”booming”

v Tidak ada yang meragukan keabsahan keuntungan bagi hasil.

v Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam.

(34)

Riba secara bahasa berarti al-ziyadah yang berarti tambahan. Sedangkan menurut istilahnya, riba dalam pandangan Manan (2008) dalam bukunya ”Teori

dan Praktek Ekonomi Islam” adalah perpanjangan batas waktu dengan

penambahan jumlah pinjaman uang, sehingga pada akhir jangka waktu peminjaman, si peminjam akan mengembalikan kepada orang yang meminjamkan sejumlah dua kali lipat atau lebih dari jumlah pokok yang dipinjamkannya. Sedangkan menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang perjanjikan sebelumnya. Dan hal inilah yang disebut riba nasi’ah yakni riba menurut ketetapan Al-Quran dan As Sunnah/Hadits (BI 2007).

Perbedaan mendasar antara Bank Syari’ah dengan Bank Konvensional secara umum terletak pada dua konsep yaitu konsep sistem perbankan dan konsep imbalan. Perbedaan konsep sistem dan konsep imbalan antara Bank Syari’ah dan Bank Konvensional dapat dilihat dalam Tabel 1. Berdasarkan perbedaan prinsip-prinsip tersebut, dimungkinkan terjadi perbedaan kinerja keuangan antara perbankan syari’ah dan konvensional di Indonesia sebelum dan di saat krisis finansial global berlangsung.

2.4 Investasi dan Industri Perbankan Nasional

Tabungan dan investasi merupakan dua indikator yang dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang (developing countries) termasuk di dalamnya upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, memerlukan dana yang cukup besar. Oleh karena itu, pemerintah di setiap negara akan melakukan berbagai usaha agar mampu mengumpulkan dana yang akan digunakan untuk membiayai pembangunan di negara tersebut. Di Indonesia, untuk membiayai pembangunan nasional yang mencakup investasi domestik, dana yang digunakan bersumber dari tabungan nasional dan pinjaman luar negeri. Namun, karena terbatasnya jumlah dana serta pinjaman yang diperoleh dari luar negeri, maka diperlukan tabungan nasional yang lebih tinggi sebagai sumber dana yang utama.

(35)

Sumber: Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Gambar 1 Perkembangan proporsi pembiayaan dalam APBN.

Perlunya peningkatan tabungan nasional ini dibuktikan dengan adanya

saving-investment gap yang semakin melebar dari tahun ke tahun yang

menandakan bahwa pertumbuhan investasi domestik melebihi kemampuan dalam mengakumulasi tabungan nasional, sebagai sumber dananya. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan proporsi pembiayaan (penyeimbang untuk menutupi defisit dalam APBN) yang bersumber dari Bank yang semakin turun dari waktu kewaktu, sebagaimana ditampilkan pada Gambar 1. Secara umum, usaha pengerahan modal dari masyarakat (tabungan) dapat berupa pengerahan modal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pengklasifikasian ini didasarkan pada sumber modal yang dapat digunakan dalam pembangunan. Pengerahan modal yang bersumber dari dalam negeri berasal dari tiga sumber utama (Sukirno 1985) yaitu: tabungan sukarela masyarakat, tabungan pemerintah, dan ketiga tabungan paksa (forced

saving or involuntary saving). Sedangkan modal yang berasal dari luar negeri

diperoleh melalui pinjaman resmi pemerintah kepada lembaga-lembaga keuangan internasional seperti International Monetary Fund (IMF), Asian Development

Bank (ADB), World Bank, maupun pinjaman resmi bilateral dan multilateral, juga

melalui foreign direct investment (FDI).

Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi

saving-investment gap adalah meningkatkan tabungan dan investasi masyarakat melalui

sektor perbankan syari’ah. Hal ini dilakukan sebab jumlah investasi masyarakat

0% 20% 40% 60% 80% 100% 2005 2006 2007 2008 2009 Persen

(36)

dalam bentuk tabungan yang dikumpulkan oleh perbankan konvensional belum mampu memenuhi besaran dana yang diperlukan pemerintah, meskipun perbankan konvensional menguasai lebih dari 95% pangsa pasar industri perbankan di Indonesia. Hal ini terbukti dengan masih digunakannya instrumen pos pinjaman luar negeri untuk menutupi defisit anggaran pemerintah, sebagaimana telah disebutkan di atas.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan perbankan konvensional tidak mampu memenuhi kebutuhan pinjaman pemerintah dalam menutupi defisit anggaran, meskipun mampu mengumpulkan investasi masyarakat dalam bentuk tabungan. Diantaranya adalah perbankan konvensional menyebabkan terjadinya

bubble growth dan adanya keraguan masyarakat terhadap bunga bank.

2.4.1 Perbankan Konvensional Menyebabkan Terjadinya Bubble Growth Kruggman (1999) menyatakan bahwa saat ini terjadi pertumbuhan “tidak nyata” (bubble growth) karena sektor finansial tumbuh tidak proporsional dibandingkan sektor riil. Hal ini disebabkan perbankan konvensional cendrung menginvestasikan tabungan nasabah pada sektor finansial seperti perdagangan saham dan valuta asing. Sedangkan sektor riil cendrung ditinggalkan.

Yusanto (2009) mengatakan, perbankan konvensional turut menyebabkan

Bubble Growth sebab:

1 Penerapan sistem bunga (riba)

Perbankan konvensional memperlakukan uang tidak lagi sebagai alat tukar saja namun menjadikan uang sebagai komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan (interest) alias bunga atau riba dalam setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang. Akibatnya, peningkatan nilai mata uang (yang disebabkan adanya bunga) tidak diimbangi dengan peningkatan sektor riil yang menghasilkan barang dan jasa.

2 Melakukan spekulasi (judi)

Berkembangnya kegiatan ekonomi judi (maysir) dan penuh spekulasi (gharar) seperti dalam perdagangan saham dan produk keuangan derivatif. Sehingga masyarakat cendrung meninggalkan sektor riil dan menggunakan dana yang

(37)

dimilikinya untuk mencari keuntungan dengan melakukan investasi forto folio (membeli saham atau obligasi).

3 Adanya persoalan mata uang

Penggunaan uang kertas dan nilai mata uang suatu negara terikat dengan negara lain, tidak pada dirinya sendiri (nilai nominalnya tidak sama dengan nilai intrinsiknya), sehingga nilainya tidak pernah stabil. Akibatnya pertumbuhan ekonomi sebuah negara yang disebabkan oleh menguatnya nilai tukar mata uang negara tersebut, dapat langsung terhapus dengan turunnya nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap negara lain.

2.4.2 Adanya Keraguan Masyarakat terhadap Bunga Bank

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2004 menyatakan bunga bank haram bagi para pemeluk agama Islam. Hal ini tentu saja menyebabkan turunnya minat masyarakat untuk menabung di Bank Konvensional, sebab mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Sehingga masyarakat mengalihkan bentuk tabungannya ke dalam bentuk lain yakni dalam bentuk mas atau logam mulia lainnya, rumah, kendaraan atau barang konsumsi lainnya yang kurang produktif (BI 2007).

Kedua hal tersebut (bubble growth dan riba) menyebabkan kurangnya minat masyarakat untuk menabung di Bank Konvensional. Hal ini pada gilirannya akan menyebabkan perbankan konvensional tidak mampu memenuhi kebutuhan pinjaman pemerintah. Oleh karena itu pemerintah sangat berharap bahwa dengan kehadiran perbankan syari’ah di Indonesia dapat memberikan solusi bagi kedua permasalahan tersebut.

2.5 Teori- Teori Investasi

Kehadiran perbankan syari’ah di Indonesia tidak menjamin peningkatan investasi masyarakat dalam bentuk tabungan. Sebab ada banyak faktor yang akan memengaruhi keputusan seseorang untuk berinvestasi. Ada beberapa teori mengenai faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam berinvestasi. Diantaranya adalah teori the accelerator hypothesis of investment dan teori net

(38)

2.5.1 Teori The Accelerator Hypothesis of Investment

Teori the accelerator hypothesis of investment menyatakan bahwa tingkat investasi neto (net investment) tergantung kepada perubahan ekspektasi output. Langkah pertama dalam hipotesis ini adalah mengukur penjualan yang diharapkan (expected sales) atau Yte yang diestimasi berdasarkan revisi penjualan tahun sebelumnya (Yt-1e) oleh suatu proporsi (j) terhadap perbedaan antara penjualan tahun sebelumnya (Yt-1) dan hasil penjualan yang diharapkan (Yt-1e), sehingga didapat persamaan: Yt e = Yt-1 e +j (Yt-1 - Yt-1 e ) = j Yt-1 + (1-j) Yt-1e ……….. (2.1)

Langkah selanjutnya adalah asumsi dari teori ini bahwa persediaan modal, yaitu bangunan dan perlengkapan, yang dibutuhkan perusahaan (Kt*) adalah perkalian antara keinginan perusahaan untuk meningkatkan persediaan modalnya (?t*) dengan ekspektasi penjualannya (Yte):

Kt* = ?t*. (Yte) ……….. (2.2)

Investasi neto adalah perubahan pada persediaan modal (? K) yang terjadi setiap periode:

In = ?K = Kt* – Kt-1* ……….. (2.3)

Asumsi lain adalah bahwa perusahaan berkeinginann untuk meningkatkan persediaan modalnya dalam jumlah yang sama setiap periode:

In = Kt* – Kt-1*

= ?* (Yte - Yt-1e) = ?*. ? Ye ……….. (2.4) Jadi, jika terjadi akselerasi usaha dalam perusahaan dan ekspektasi output meningkat, investasi neto pun akan meningkat, tetapi jika akselerasinya negatif dan ekspektasi output menurun, investasi pun menurun (Gordon 2008).

2.5.2 Teori Net Present Value

Dornbusch (2004) menyebutkan beberapa hal yang menjadi pertimbangan seseorang dalam berinvestasi yakni:

1 Nilai Depresiasi

Yaitu besarnya penurunan nilai barang modal (capital) yang dijadikan barang investasi.

(39)

2 Net present value dari ekspektasi keuntungan

Ekspektasi present value adalah nilai discount dari ekspektasi keuntungan tahun depan ditambah dengan nilai discount dari ekspektasi keuntungan dua tahun ke depan (dengan memperhitungkan depresiasi mesin), dan seterusnya. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

. . . (2.5)

Keterangan:

V(Yte) = Ekspektasi present value

Yt+1, Yt+2, = Nilai keuntungan pada tahun pertama dan kedua

rt , rt+1 = Nilai bunga (interest) pada tahun pertama dan kedua

d = Tingkat depresiasi 3 Resiko yang kecil

Resiko dan keuntungan (profit) dalam dunia keuangan dan perbankan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, seperti dua sisi mata uang. Semakin besar resiko yang dihadapi biasanya diikuti dengan besarnya keuntungan yang akan dicapai. Hal ini tentu saja menjadi perhatian tersendiri bagi orang yang ingin berinvestasi.

Selain ketiga faktor di atas, Dornbusch (2004) mengatakan masih ada beberapa faktor lain yang menjadi pertimbangan nasabah untuk menabung yakni jumlah tabungan yang dijamin pemerintah, kesehatan industri perbankan, nilai inflasi dan lain-lain.

2.6 Analisis Investasi Industri Perbankan

Berdasarkan uraian di atas, perlu diadakan beberapa analisis untuk mengetahui kemampuan perbankan syari’ah dalam menjawab tuntutan nasabah dalam berinvestasi. Sarker (1999) menyebutkan beberapa analisis yang perlu dilakukan untuk menjawab tuntutan tersebut, dua diantaranya adalah investment

opportunity utilization test dan test of elasticity in financing/loan.

( )

(

)(

)(

1

)

....

1

1

1

1

1

2 1 1

+

+

+

+

+

+

=

+ + + te t t e t t e t

Y

r

r

Y

r

Y

V

δ

(40)

2.6.1 Investment Opportunity Utilization Test

Investment opportunity utilization adalah sebuah rasio yang menunjukkan

perbandingan antara jumlah uang nasabah yang berhasil dikumpulkan oleh industri perbankan dibagi dengan jumlah dana yang telah berhasil diinvestasikan oleh industri perbankan. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut (Sarker 1999):

? = ? .……….. (2.6)

µ

Keterangan:

? = Investment opportunity utilization

? = Jumlah dana yang telah diinvestasikan

µ = Jumlah dana nasabah yang berhasil dikumpulkan

Sarker (1999) menyatakan bahwa nilai investment opportunity utilization sebuah bank baik jika nilai ? = 1. Artinya semua dana nasabah berhasil diinvestasikan oleh pihak bank yang pada gilirannya akan meningkatkan keuntungan (profitibilitas) bagi pihak bank maupun nasabah.

Investment opportunity utilization test untuk kedua sistem perbankan

(syari’ah dan konvensional) dalam penelitian ini dilakukan dengan membuat model ekonometrika terhadap variabel return on equity (ROE) sebagai variabel tak bebas (dependent variable). Dipilihnya variabel ROE sebagai variabel tak bebas dalam model karena nilai ROE mampu mencerminkan efisiensi dan efektivitas industri perbankan dalam mendapatkan laba bersih berdasarkan modal yang tersedia (Nachrowi dan Usman 2006). Sedangkan variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model adalah variabel inflasi, FDR (financing deposit ratio) atau LDR (loan deposit ratio), dan variabel boneka (dummy variable).

Variabel inflasi dipilih sebagai salah satu variabel bebas dalam model sebab inflasi merupakan salah satu variabel makro ekonomi yang mampu memengaruhi distribusi pendapatan disemua sektor ekonomi, termasuk industri perbankan (Blanchard 2006). Variabel FDR atau LDR dipilih sebagai variabel tak bebas dalam model karena kedua variabel ini selain mencerminkan tingkat likuiditas perbankan juga merupakan salah satu perangkat untuk menghasilkan pendapatan (income) bagi industri perbankan (Samad dan Hassan 1999). Sedangkan dummy

(41)

variable digunakan untuk melihat ada tidaknya pengaruh krisis ekonomi terhadap

pendapatan industri perbankan.

Model ekonometrika yang digunakan adalah model ARCH atau

autoregressive conditional heterocedasticity. Pada model ARCH, tidak hanya

nilai variabel bebas (dependent variable) yang dipengaruhi oleh variabel intersep dan variabel-variabel bebas (independent variables) lainnya, akan tetapi nilai varian eror persamaan juga dipengaruhi oleh variabel-variabel tersebut. Dimana variabel bebas menggambarkan keuntungan (profit) dan variabel eror menggambarkan resiko (risk). Sehingga model ARCH sangat cocok digunakan dalam menganalisis fluktuasi keuntungan (profit) dan resiko (risk) yang terjadi di sektor keuangan (Firdaus 2006). Selanjutnya output atau hasil dari model ARCH pada investment opportunity utilization test akan mampu menunjukkan investasi mana yang lebih baik bagi seorang nasabah, apakah menabung di Bank Syari’ah atau Bank Konvensional.

2.6.2 Test of Elasticity in Financing/Loan

Industri perbankan pada prinsipnya mempunyai dua fungsi pokok yakni mengumpulkan dan menyalurkan dana masyarakat. Berdasarkan teori elastisitas, semakin besar dana yang dikumpulkan pihak bank dari masyarakat, maka semakin besar pula dana yang disalurkan pihak bank kembali ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan (financing) atau pinjaman (loan). Test of elasticity in

financing/loan digunakan untuk membandingkan elastisitas kedua industri

perbankan (konvensional dan syari’ah) dalam mengumpulkan dan menyalurkan kembali dana masyarakat.

Test of elasticity in financing/loan dilakukan dengan membuat fungsi regresi

linier sederhana antara nilai pembiayaan (financing) perbankan syari’ah dan pinjaman (loan) pada perbankan konvensional sebagai variabel tidak bebas (dependent variable) terhadap nilai aktiva bank sebagai variabel bebas atau

independent variable (Sarker 1999). Variabel-variabel tersebut telah dikonversi ke

dalam bentuk logaritma sebelum diregresikan. Setelah kedua model didapat, lakukan uji nilai koefisien kedua persamaan tersebut untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan yang signifikan atau tidak.

(42)

2.6.3 Risk and Solvency Ratios Test

Samad dan Hassan (1999) mengunakan tes ini untuk mengetahui apakah sebuah bank mampu memenuhi kewajibannya (solvent) atau tidak. Sebuah bank dikatakan solvent bila aset yang dimiliki lebih besar dari kewajiban bank tersebut. Jika tidak, maka bank tersebut dikatakan bangkrut (insolvent) dan investasi pada bank tersebut sangat beresiko. Sebagaimana telah diuraikan di atas, resiko (risk) dan keuntungan (profit) dalam dunia keuangan dan perbankan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, seperti dua sisi mata uang. Semakin besar resiko yang dihadapi biasanya diikuti dengan besarnya keuntungan yang akan dicapai. Resiko dan keuntungan juga merupakan faktor yang sangat memengaruhi keputusan seseorang untuk berinvestasi. Semakin besar resiko, biasanya akan membuat seseorang semakin enggan untuk berinvestasi.

Besaran resiko dalam industri perbankan dapat dilihat dari nilai capital

adequacy ratio (CAR). Perbankan syari’ah sebagai alternatif baru bagi

masyarakat untuk berinvestasi, harus mampu memberikan resiko yang lebih kecil atau setidaknya sama dengan kemungkinan resiko yang diberikan perbankan konvensional. Oleh karena itu analisis nilai CAR pada kedua industri perbankan perlu dilakukan untuk memberikan perbandingan resiko yang dihadapi oleh masyarakat yang ingin menabung atau berinvestasi di kedua jenis perbankan tersebut.

Risk and solvency ratios test seharusnya dilakukan dengan membuat model

ARCH pada nilai CAR kedua industri perbankan tersebut. Namun karena data nilai CAR perbankan syari’ah tidak tersedia, maka variabel tak bebas (dependent

variable) yang akan dibuatkan model ARCH nya adalah nilai debt to total asset ratio (DTAR). Sebab selain CAR, ukuran yang umum digunakan untuk

mengukur rasio risk and solvency adalah nilai DTAR. Sedangkan variabel bebas (independent variable) yang dimasukkan ke dalam model adalah variabel inflasi, varibel income expense ratio (IER), financing deposit ratio (FDR) atau loan

deposit ratio (LDR), dan variabel boneka (dummy variable).

IER merupakan indikator efisiensi biaya dalam menghasilkan pendapatan. Semakin tinggi IER semakin tinggi efisiensi biaya untuk menghasilkan pendapatan, yang berarti pula semakin tinggi kinerja keuangan bank tersebut.

(43)

Semakin tinggi kinerja keuangan industri perbankan, maka kemampuannya untuk memenuhi semua kewajibannya juga akan semakin meningkat (Samad dan Hassan 1999). Variabel FDR dan LDR dipilih sebab kedua variabel ini mampu mencerminkan resiko likuiditas industri perbankan. Semakin kecil FDR/LDR semakin baik likuiditas bank tersebut. Sedangkan alasan memilih variabel inflasi dan dummy variable sebagai bagian dari variabel bebas dalam model adalah untuk melihat pengaruh variabel makro dan krisis ekonomi terhadap kinerja keuangan industri perbankan.

Risk and solvency ratios test dilakukan dengan membandingkan nilai

koefisien kedua model ARCH yang terbentuk. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan yang signifikan pada kedua model industri perbankan tersebut. Sehingga hasilnya diharapkan akan mampu menunjukkan investasi mana yang lebih beresiko bagi seorang nasabah, apakah berinvestasi diperbankan syari’ah atau berinvestasi diperbankan konvensional.

Selain mampu menjawab tuntutan investasi, perbankan syari’ah juga diharapkan mampu menjawab tantangan krisis ekonomi yang tidak mampu dijawab oleh perbankan konvensional. Ketidakmampuan ini diisyaratkan dengan adanya keinginan untuk mengganti sistem ekonomi dan moneter yang ada pada saat ini sebagaimana yang dijelaskan pada subbab latar belakang. Oleh karena itu diperlukan sebuah analisis yang akan membandingkan kinerja keuangan perbankan syari’ah dan kinerja keuangan perbankan konvensional sebelum dan di saat krisis.

2.7 Tinjauan Teori Kinerja Keuangan Perbankan

Juanda (2009b) menyatakan bahwa definisi suatu konsep mungkin membutuhkan deskripsi bagaimana mengukur konsepnya, dan kadangkala ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam mengukur suatu konsep. Hal ini dilakukan sebab tidak semua konsep dapat diukur dengan jelas. Konsep yang jelas seperti umur, jenis kelamin, dan jumlah anak dapat diukur secara langsung. Namun konsep keberhasilan pembangunan, motivasi karyawan, dan loyalitas tidak dapat diukur secara langsung, sehingga perlu dibuatkan sebuah konsep operasional supaya dapat diukur.

(44)

Kinerja merupakan sebuah konsep yang sulit, baik dalam bentuk definisi maupun dalam pengukuran. Kinerja didefinisikan sebagai hasil akhir dari aktiv itas, dan ukuran yang tepat untuk menilai kinerja sebuah perusahaan bergantung pada sistem organisasi yang dievaluasi dan sasaran yang ingin dicapai melalui evaluasi itu (Hunger dan Wheelen 1997). Dengan demikian kinerja keuangan perbankan dapat didefinisikan sebagai hasil akhir dari aktivitas keuangan perbankan tersebut dalam kurun waktu tertentu.

Haron (1996) menggunakan tiga indikator untuk mengukur kinerja keuangan Bank Islam, yaitu total pendapatan yang diterima oleh bank (total

income per total asset atau TITA), total pendapatan pertotal asset (bank income per total asset atau BITA), dan net profit before tax (NPBT). Sarker (1999)

menggunakan banking efficiency model untuk mengevaluasi kinerja keuangan Bank Syari’ah di Bangladesh. Banking efficiency model menggunakan lima kriteria tes untuk mengukur efisiensi sistem perbankan Islam. Kelima kriteria tes tersebut adalah:

1 Investment opportunity utilization test. 2 Profit maximisation test.

3 Project efficacy test. 4 Loan recovery test.

5 Test of elasticity in financing/loan.

Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 tentang beber apa kriteria yang dapat dijadikan indikator kinerja keuangan perbankan, yakni rasio profitabilit as dan rasio liquiditas.

2.7.1 Rasio Profitabilitas

Rasio Profitabilitas diukur dengan menggunakan empat kriteria, yakni

return on asset (ROA), return of equity (ROE), income expense ratio (IER) dan net interest margin (NIM) untuk perbankan konvensional atau non net interest margin (NNIM) untuk perbankan syari’ah. ROA dan ROE merupakan indikator

pengukuran efisiensi manajerial (Samad 2004). ROA merupakan pendapatan bersih per unit asset. ROA menunjukkan bagaimana sebuah bank dapat melakukan konversi aset menjadi pendapatan bersih. Semakin tinggi rasio ROA

Gambar

Tabel 1  Perbedaan konsep sistem perbankan dan konsep imbalan antara  Bank  Syari’ah dan Bank Konvensional
Gambar 1 Perkembangan proporsi pembiayaan dalam APBN.
Gambar 2 Kerangka pemikiran
Gambar 4 Jumlah aset dan DPK  perbankan konvensional.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kajian teori dan penelitian yang relevan melalui kumpulan puisi Lalu Aku karya Radhar Panca Dahana, maka kerangka berpikir adalah sebagai berikut: (1)

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan melakukan penelitian yang berjudul : “ ANALISIS DESKRIPTIF INDUSTRI BATU ALAM (Studi Pada Pengusaha Batu Alam di

Apabila pada hari dan tanggal yang telah kami tentukan saudara tidak hadir atau tidak dapat memperlihatkan data - data tersebut diatas, maka perusahaan saudara dinyatakan

Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dalam penelitian adalah mengetahui pangsa pasar dari setiap merek printer inkjet dengan menggunakan metode rantai markov

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia- Nya kepada peneliti, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Pengaruh

[r]

Dari latar belakang tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul “ Meningkatkan Hasil Belajar Matematika

Analisis Unsur Fibonacci lagu Lingsir Wengi Setelah Aransemen Analisis ini digunakan untuk mengetahui adanya unsur Fibonacci yang terdapat pada not angka instrumen