• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 ANALISIS INVESTASI INDUSTRI PERBANKAN NASIONAL 8

5.1.3 Perbandingan Perbankan Syari’ah dan Konvensional 93

Uraian di atas menunjukkan terjadinya perbedaan yang mencolok antara perbankan syari’ah dan konvensional berdasarkan variabel-variabel yang memengaruhi nilai ROE. Pada perbankan syari’ah, variabel FDR dan inflasi berpengaruhi positif terhadap nilai ROE. Sedangkan pada perbankan konvensional, kedua variabel tersebut (LDR dan inflasi) berpengaruh negatif. Variabel krisis ekonomi yang diwakili variabel boneka (dummy variable), sama-sama berpengaruh negatif terhadap kedua industri perbankan. Bedanya, pada perbankan syari’ah, pengaruhnya cenderung tidak langsung dan hanya pada bulan tertentu saja (bulan Desember 2008 dan September 2009). Sedangkan pada perbankan konvensional, pengaruh krisis ekonomi cenderung bersifat langsung dan terjadi selam krisis ekonomi terjadi di Indonesia (Oktober 2008 sampai September 2009).

Tahapan analisis selanjutnya adalah melakukan perbandingan nilai koefisien variabel. Sebab meskipun nilai koefisien variabel yang memengaruhi nilai ROE kedua industri perbankan berbeda, belum tentu perbedaan tersebut nyata secara statistik. Untuk mengetahui apakah nilai koefisien tersebut berbeda nyata secara statistik, maka perlu diadakan analisis perbedaan nilai dua koefisien regresi. Hasil pengolahan data untuk analisis perbedaan nilai dua koefisien regresi bagi persamaan

investment opportunity utilization test kedua industri perbankan ditampilkan pada

Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9 Analisis perbedaan dua koefisien regresi pada persamaan investment

opportunity utilization test.

Variabel Koefisien Konstanta* Std. Error Nilai tobs Nilai ttabel (a = 5%) Keputusan 1. Syari’ah v FDR 0.986 -0.113 0.209 5.26 2.093 Beda v Inflasi 9.069 -0.079 0.895 10.22 2.093 Beda v Dummy2 -23.367 -0.978 1.841 -12.16 2.093 Beda v Eror 0.699 1.118 0.283 -1.48 2.080 Sama 2. Konvensional v LDR -0.113 0.986 0.007 -164.38 2.086 Beda v Inflasi -0.079 9.069 0.060 -153.51 2.086 Beda v Dummy -0.978 -23.367 0.067 332.08 2.086 Beda v Eror 1.118 0.699 0.927 0.45 2.074 Sama

*) Nilai konstanta adalah nilai koefisien persamaan tandingan

Tabel 9 menunjukkan bahwa variabel-variabel yang memengaruhi nilai ROE kedua industri perbankan tersebut berbeda signifikan secara statistik. Sedangkan untuk persamaan fluktuasi (volatility) nilai sisaan (eror), kedua koefisien persamaan tidak berbeda signifikan. Hal ini berarti nilai fluktuasi (volatility) ROE kedua industri perbankan adalah sama secara statistik berdasarkan data sampel yang dipergunakan. Artinya, jika dipandang dari segi resiko (risk) yang harus ditanggung oleh nasabah,

tidak ada perbedaan resiko yang cukup berarti pada kedua industri perbankan tersebut karena fluktuasi (volatility) nilai ROE keduanya adalah sama.

Berdasarkan analisis investment opportunity utilization test dapat disimpulkan bahwa perbankan syari’ah merupakan tempat investasi yang lebih menguntungkan daripada perbankan konvensional, sebab:

1 Ditinjau dari segi pendapatan (return), nilai return perbankan syari’ah lebih baik sebab variabel FDR dan inflasi berpengaruh positif terhadap nilai ROE. Sebaliknya, nilai LDR dan inflasi berpengaruh negatif terhadap nilai ROE perbankan konvensional.

2 Ditinjau dari segi resiko (risk), tidak ada perbedaan resiko yang cukup signifikan pada kedua industri perbankan tersebut sebab tidak ada perbedaan yang cukup signifikan pada fluktuasi nilai ROE kedua industri perbankan tersebut. Hal ini didasarkan pada persamaan nilai varian eror, keduanya mempunyai koefisien yang relatif sama.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Akkas (1995). Akkas berhasil membuktikan secara ekonomi dan matematis (dengan bantuan grafik), bahwa nilai

investment opportunity utilization perbankan syari’ah lebih baik dibandingkan dengan

perbankan konvensional. Namun hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian Samad (2004). Samad mengadakan penelitian terhadap kinerja keuangan perbankan syari’ah dan konvensional di Bahrain periode 1991 sampai 2001. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai ROE perbankan konvensional di Bahrain lebih besar daripada perbankan syari’ah, namun perbedaannya tidak signifikan. Begitu pula hasil penelitian Samad dan Hasan (1999) yang membandingkan kinerja keuangan perbankan syari’ah dan konvensional di Malaysia periode 1984 sampai 1997. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa nilai ROE dan ROA kedua industri perbankan tersebut berbeda namun tidak signifikan.

5.2 Test of Elasticity in Financing/Loan

Analisis investasi kedua yang akan dilakukan adalah analisis test of elasticity in

financing/loan. Analisis ini dilakukan dengan membuat fungsi regresi linier

sederhana antara nilai pembiayaan (financing) perbankan syari’ah atau pinjaman (loan) pada perbankan konvensional sebagai variabel tidak bebas (dependent

variable) terhadap nilai aktiva bank sebagai variabel bebas (independent variable).

Dan variabel-variabel tersebut telah dikonversikan terlebih dahulu ke dalam bentuk logaritma sebelum diregresikan. Setelah kedua model didapat, lakukan uji nilai koefisien kedua persamaan tersebut untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan yang signifikan atau tidak.

Hasil pengolahan data dengan menggunakan program Eviews 6.0, menghasilkan nilai koefisien dan standar deviasi variabel persamaan elasticity in financing bagi perbankan syari’ah seperti yang terdapat pada Tabel 10.

Tabel 10 Nilai koefisien model ARCH elasticity in financing test bagi perbankan syari’ah dan nilai signifikansinya

Variabel Bebas Koefisien Standar Eror Nilai t Signifikansi

Constant 0.299 0.434 0.689 0.491 ASSET2 0.948 0.040 23.462 0.000 Variance Equation Constant 0.001 0.000 2.234 0.026 RESID(-1)^2 0.501 0.551 0.909 0.363 R2 0.959 F Hitung 154.243

Adjusted R2 0.952 Signifikansi F Hitung 0.000 Berdasarkan Tabel 10, disusun model persamaan ekonometrika untuk elasticity in

financing bagi perbankan syari’ah sebagai berikut:

………. (5.5) ………. (5.6) Hasil pengolahan data dengan menggunakan program yang sama terhadap variabel-variabel industri perbankan konvensional ditampilkan pada Tabel 11 berikut ini.

t t Asset FIN =0.299+0.948 2 1 2 501 . 0 0005 . 0 ˆt = − εt σ

Tabel 11 Nilai koefisien model ARCH elasticity in loan test bagi perbankan konvensional dan nilai signifikansinya

Variabel Bebas Koefisien Standar Eror Nilai t Signifikansi

Constant -5.134 0.625 -8.216 0.000 ASSET1 1.311 0.043 30.601 0.000 Variance Equation Constant 0.000 0.000 1.041 0.298 RESID(-1)^2 1.184 0.767 1.544 0.123 R2 0.902 F Hitung 61.632

Adjusted R2 0.888 Signifikansi F Hitung 0.000 Sehingga model persamaan bagi perbankan konvensional didapat (berdasarkan data pada Tabel 11) :

………. (5.7) ………. (5.8) Berdasarkan persamaan 5.5 nilai pembiayaan (financing) perbankan syari’ah bergerak sejalan perubahan nilai aset yang dimiliki industri tersebut. Namun perubahan pembiayaan yang diberikan perbankan syari’ah tidak sebesar perubahan asetnya. Perubahan pembiayaan yang terjadi hanya sebesar 94.8% apabila total aset mengalami perubahan 100% dengan asumsi cateris paribus. Hal ini disebabkan nilai rata-rata rasio pembiayaan dengan total aset atau financing to total asets (FTA) perbankan syari’ah telah cukup tinggi yakni 79.45%. Sehingga perbankan syari’ah harus lebih berhati-hati dalam memberikan pembiayaan meskipun terjadi penambahan nilai aset. Sebab penambahan pembiayaan yang diberikan karena pertambahan aset akan sangat memengaruhi tingkat likuiditas perbankan, apalagi penambahan aset tersebut disebabkan oleh penambahan nilai DPK. Jika penambahan aset karena penambahan nilai DPK, maka sebagian nilai DPK tersebut (7.5%) harus disisihkan untuk memenuhi GWM.

Persamaan 5.7 menunjukkan perubahan nilai pinjaman (loan) yang dialami industri perbankan konvensional apabila nilai asetnya mengalami perubahan. Seperti

( )

t t Asset LOAN = −5.134 +1.311 2 1 2 184 . 1 0001 . 0 ˆt = + εt σ

halnya perbankan syari’ah, perubahan nilai aset perbankan konvensional membawa pengaruh positif terhadap perubahan nilai pinjaman yang diberikan. Bahkan persentase perubahan yang terjadi pada nilai pinjaman melebihi persentase perubahan aset yang terjadi. Berdasarkan persamaan 5.7 apabila nilai aset bertambah 100%, maka nilai pinjaman yang diberikan perbankan konvensional akan berubah 131.10%, dengan asumsi cateris paribus. Hal ini disebabkan nilai rata-rata rasio pinjaman dengan total aset atau credit to total asets (CTA) perbankan konvensional masih dalam batas yang wajar yakni 54.14%.

Berdasarkan persamaan 5.5 dan 5.7 perbankan syari’ah mempunyai elastisitas pembiayaan yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai elastisitas pinjaman. Hal ini terjadi karena perbankan syari’ah telah memiliki nilai FTA yang jauh lebih tinggi dari CTA. Nilai rata-rata FTA perbankan syari’ah selama 24 bulan penelitian mencapai 79.45%. Sedangkan nilai rata-rata CTA pada periode tersebut hanya sebesar 54.14 %. Namun untuk membuktikan bahwa nilai elastisitas kedua industri perbankan itu berbeda secara statistik, perlu dilakukan uji perbedaan koefisien regresi. Uji tersebut dilakukan baik pada koefisien persamaan elastisitas maupun pada koefisien persamaan fluktuasi. Hasil uji tersebut ditampilkan pada Tabel 12 di bawah.

Berdasarkan Tabel 12 tersebut terlihat bahwa nilai elastisitas pembiayaan dan pinjaman kedua industri perbankan tersebut berbeda signifikan secara statistik. Hal ini merupakan sebuah kewajaran berdasarkan penjelasan di atas. Sedangkan untuk persamaan fluktuasi nilai sisaan (eror), kedua koefisien persamaan tidak berbeda signifikan berdasarkan data sampel yang dipergunakan. Artinya, jika dipandang dari segi resiko (risk) yang harus ditanggung oleh pihak perbankan dalam mengalirkan dana kepada para debitur, tidak ada perbedaan resiko yang cukup berarti pada kedua industri perbankan tersebut.

Tabel 12 Analisis perbedaan dua koefisien regresi pada persamaan test of elasticity

in financing/loan

Variabel Koefisien Konstanta* Std. Error Nilai tobs Nilai ttabel (a = 5%) Keputusan 1. Syari’ah v Aset 0.948 1.311 0.040 -8.983 2.074 Beda v Eror 0.5011 1.184 0.5511 -1.238 2.074 Sama 2. Konvensional v Aset 1.311 0.948 0.043 8.472 2.074 Beda v Eror 1.184 0.5011 0.767 0.890 2.074 Sama

*) Nilai konstanta adalah nilai koefisien persamaan tandingan

Berdasarkan hasil analisis test of elasticity in financing/loan, perbankan konvensional lebih elastis dalam menggunakan setiap rupiah penambahan asetnya untuk dipinjamkan dibandingkan dengan perbankan syari’ah. Hal ini sejalan dengan penemuan Sarker (1999) saat melakukan penelitian perbankan syari’ah di Bangladesh. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mekanisme pembiayaan perbankan syari’ah cenderung kurang elastis disebabkan keterbatasan metode (lack of suitable modes) untuk menyalurkan dana sesuai dengan syari’ah Islam. Bukan hanya dalam menyalurkan dana kepada debitur, perbankan syari’ah di Bangladesh juga bermasalah dalam mencari model untuk peminjaman antar bank.

5.3 Risk and Solvency Ratios Test

Analisis investasi terakhir yang dilakukan adalah analisis risk and solvency

ratios test. Analisis ini seharusnya dilakukan dengan membuat model ARCH pada

nilai CAR kedua industri perbankan tersebut. Namun karena data nilai CAR perbankan syari’ah tidak tersedia, maka variabel tak bebas (dependent variable) yang akan dibuatkan model ARCH nya adalah nilai DTAR (debt to total asset ratio). Sedangkan variabel bebas (independent variable) yang dimasukkan ke dalam model adalah variabel inflasi, varibel IER (income expense ratio), FDR (financing deposit

5.3.1 Perbankan Syari’ah

Model persamaan ekonometrika untuk analisis risk and solvency ratios test bagi perbankan syari’ah seharusnya dibuat dalam bentuk persamaan ARCH. Namun karena pada persamaan regresi awal, nilai sisaan (error) bersifat homokedastisitas maka persamaan ARCH tidak dapat dibentuk. Nilai sisaan (error) bersifat homokedastisitas menunjukkan bahwa antara variabel DTAR, IER, FDR, inflasi dan

dummy variable membentuk keseimbangan jangka panjang. Artinya dalam jangka

panjang nilai dana pihak ketiga (deposit) yang diterima perbankan syari’ah dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut. Sehingga sebagai alternatif, model persamaan yang dibentuk adalah error correction model (ECM). Nilai koefisien dan standar eror variabel dari model ECM yang dibentuk ditampilkan pada Tabel 13 berikut ini.

Tabel 13 Nilai koefisien model ECM risk and solvency ratios test bagi perbankan syari’ah dan nilai signifikansinya

Variabel Bebas Koefisien Standar Eror Nilai t Signifikansi

Constant -0.009 0.128 -0.067 0.947 D(IER2) 0.047 0.097 0.490 0.630 D(FDR) -0.226 0.049 -4.632 0.000 D(Inflasi) 0.342 0.239 1.427 0.172 D(Dummy 3) 4.109 0.430 9.551 0.000 Eror(-1) -0.480 0.209 -2.296 0.035 R2 0.885 F Hitung 26.095

Adjusted R2 0.851 Signifikansi F Hitung 0.000 Berdasarkan Tabel 13 di atas, disusun model persamaan ekonometrika untuk model persamaan risk and solvency ratios test bagi perbankan syari’ah sebagai berikut:

………. (5.9)

( )

t t t t

t IER FDR Inflasi Dummy

DTAR = −0.009 +0.047∆ −0.226∆ +0.342∆ +4.109∆ 3 ∆ 1 480 . 0 Erort

Berdasarkan persamaan 5.9 di atas, pertambahan nilai DTAR dalam jangka pendek, dipengaruhi oleh perubahan nilai IER, FDR, inflasi, dummy variable dan nilai eror jangka panjang. Persamaan 5.9 menunjukkan bahwa variabel IER memberikan kontribusi yang paling kecil diantara variabel-variabel tersebut. Dimana setiap 1% perubahan nilai IER hanya akan menyebabkan perubahan nilai DTAR sebesar 0.047% (cateris paribus). Namun hal ini masih baik, sebab nilai koefisiennya masih positif. Koefisien variabel IER bernilai positif, artinya semakin baik kinerja keuangan operasional bank (yang dicerminkan oleh nilai IER) maka semakin tinggi pula tingkat kepercayaan nasabah. Tingkat kepercayaan nasabah yang meningkat diwujudkan dalam bentuk peningkatan nilai DPK yang diterima pihak bank. Nilai IER perbankan syari’ah selama 24 bulan penelitian sangat memuaskan yakni antara 194.39 sampai 205.25%. Sedangkan pertambahan DPK perbankan syari’ah selama 24 bulan penelitia n mencapai 78% atau rata-rata mengalami pertumbuhan 2.60% setiap bulannya.

Koefisien perubahan FDR (?FDR) bertanda negatif dengan nilai 0.226 menunjukkan bahwa apabila nilai FDR perbankan syari’ah mengalami perubahan 1% dan asumsi cateris paribus dipenuhi, akan menyebabkan nilai DTAR berubah 0.226%. Semakin besar nilai FDR (yang menunjukkan proporsi pembiayaan yang semakin meningkat) maka semakin besar resiko likuiditas yang dihadapi pihak bank. Sebab dana yang telah digunakan untuk pembiayaan, tidak dapat ditarik dengan cepat bila diperlukan sewaktu-waktu. Nilai DTAR menunjukkan kemampuan keuangan sebuah bank untuk membayar utangnya kepada pemberi utang. Semakin tinggi nilai DTAR semakin tinggi kemampuan suatu bank untuk melibatkan diri dalam resiko bisnis (Samad dan Hassan 1999). Sehingga antara variabel FDR dengan DTAR mempunyai korelasi yang negatif. Dan hal ini dibuktikan pada persamaan 5.10 dengan koefisien variabel FDR yang bertanda negatif.

Variabel inflasi pada persamaan 5.9 bernilai positif. Hal ini terjadi karena perbankan syari’ah menerapkan sistem bagi hasil yang cenderung dapat langsung disesuaikan dengan nilai inflasi. Artinya semakin tinggi nilai inflasi, maka semakin tinggi pula pendapatan debitur (penerima pembiayaan). Sehingga nilai bagi hasil

yang diterima pihak bank juga akan meningkat. Begitu pula sebaliknya, apabila terjadi deflasi maka penerimaan pihak bank juga akan menurun. Dari persamaan 5.9 di atas terlihat bahwa perubahan inflasi sebesar 1% akan menyebabkan nilai DTAR berubah 0.342%, dengan asumsi cateris paribus.

Tahun 2009 merupakan tahun penurunan SBI (BI rate) secara terus menerus. Setelah sempat mencapai nilai 9.50% pada bulan Oktober dan November 2008, nilai SBI perlahan-lahan turun dan bernilai 6.50% pada bulan September 2009 (BI 2009c). Penurunan SBI menyebabkan suku bunga tabungan perbankan konvensional juga turun. Penurunan suku bunga perbankan konvensional yang terus menerus pada triwulan pertama tahun 2009, menyebabkan sistem bagi hasil perbankan syari’ah semakin menarik perhatian masyarakat. Sehingga mulai triwulan kedua, nilai DPK perbankan syari’ah mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yakni meningkat rata-rata 2.99% perbulan. Padahal pada tiga bulan pertama tahun 2009, pertumbuhan rata-rata DPK hanya 1.09% perbulan. Bahkan pada bulan mei 2009, nilai DTAR mencapai nilai tertinggi dalam 24 bulan penelitian yakni 79.84%. Sehingga variabel

Dummy3 pada persamaan 5.9 didefinisikan bernilai 1 hanya pada bulan mei 2009.

Sedangkan pada 23 bulan lainnya bernilai 0. Koefisien variabel Dummy3 sebesar 4.109 mengandung arti jika nilai variabel lain tetap (cateris paribus) nilai DTAR perbankan syari’ah pada bulan Mei 2009 akan meningkat sebesar 4.109%.

Variabel terakhir yang ada pada persamaan 5.9 adala h variabel eror. Fungsi variabel ini adalah melakukan koreksi secara dinamis terhadap model untuk melakukan penyesuaian dalam jangka panjang. Koreksi tersebut dilakukan agar nilai ?DTAR proyeksi mendekati nilai faktualnya. Itulah sebabnya nilainya bertanda negatif. Besaran koefisien koreksi yang dilakukan pada setiap satuan waktu (bulan) adalah 0.480. Artinya nilai proyeksi ?DTAR (perubahan DTAR) pada bulan tertentu (?DTARt) dikoreksi oleh 48% nilai eror persamaan jangka panjang pada bulan sebelumnya (Erort-1). Besaran eror persamaan jangka panjang diperoleh dengan membuat model regresi variabel DTAR, IER, FDR, inflasi dan dummy variable pada data levelnya. Hasil pengolahan data dengan menggunakan program Eviews 6.0

menghasilkan nilai koefisien dan standar eror bagi variabel IER, FDR, inflasi dan

dummy variable sebagaimana ditampilkan pada Tabel 14.

Tabel 14 Nilai koefisien model persamaan jangka panjang risk and solvency

ratios test bagi perbankan syari’ah dan nilai signifikansinya

Variabel Bebas Koefisien Standar Eror Nilai t Signifikansi

Constant 55.864 12.763 4.377 0.000 IER2 0.213 0.057 3.769 0.001 FDR -0.225 0.036 -6.201 0.000 Inflasi 0.897 0.264 3.400 0.003 Dummy3 3.773 0.837 4.506 0.000 R2 0.861 F Hitung 29.515

Adjusted R2 0.832 Signifikansi F Hitung 0.000 Berdasarkan Tabel 14 di atas, persamaan keseimbangan jangka panjang yang dib entuk variabel DTAR, IER, FDR, inflasi dan dummy variable adalah:

(5.10) 5.3.2 Perbankan Konvensional

Model persamaan ekonometrika untuk analisis risk and solvency ratios test bagi perbankan konvensional dibuat dalam bentuk persamaan ARCH, sebab nilai sisaan (error) bersifat heterokedastisitas bersyarat sebagaimana ditunjukkan hasil output di bawah ini.

Heteroskedasticity Test: ARCH

F-statistic 2.631604 Prob. F(1,20) 0.1204

Obs*R-squared 2.558161 Prob. Chi-Square(1) 0.1097

Hasil pengolahan data dengan menggunakan program Eviews 6.0 menghasilkan nilai koefisien dan standar eror bagi variabel DTAR, LDR, inflasi dan dummy variable sebagaimana ditampilkan pada Tabel 15.

t t t

t t

t IER FDR Inflasi Dummy Eror

Berdasarkan Tabel 15 persamaan ARCH pada risk and solvency ratios test bagi perbankan konvensional adalah sebagai berikut:

………. (5.11) ………. (5.12) Variabel LDR pada perbankan konvensional memiliki hubungan negatif dengan variabel DTAR. Hal yang sama juga berlaku pada perbankan syari’ah, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Selain LDR, variabel lain yang juga memengaruhi nilai variabel DTAR perbankan konvensional adalah variabel inflasi dan dummy variable. Namun berbeda dengan perbankan syari’ah, variabel inflasi dan dummy variable memberikan pengaruh negatif terhadap nilai variabel DTAR perbankan konvensional.

Tabel 15 Nilai koefisien model ARCH risk and solvency ratios test bagi perbankan konvensional dan nilai signifikansinya

Variabel Bebas Koefisien Standar Eror Nilai t Signifikansi

Constant 91.811 2.789 32.921 0.000 LDR -0.212 0.037 -5.787 0.000 Inflasi -0.269 0.053 -5.041 0.000 Dummy 1A -0.616 0.067 -9.182 0.000 AR(1) 0.650 0.044 14.810 0.000 MA(1) 0.893 0.039 22.862 0.000 Variance Equation Constant 0.135 0.042 3.179 0.002 Resid(-1)^2 -0.293 0.146 -2.011 0.044 R2 0.834 F Hitung 10.781

Adjusted R2 0.757 Signifikansi F Hitung 0.000 Variabel LDR pada perbankan konvensional memiliki sifat yang sama dengan variabel FDR pada perbankan syari’ah, yakni mencerminkan tingkat likuiditas. Semakin besar LDR, makin tinggi resiko likuiditas yang dihadapi pihak bank. Sedangkan nilai variabel DTAR, sebagaimana dijelaskan di atas menunjukkan kemampuan keuangan sebuah bank untuk membayar utangnya kepada pemberi utang.

1 650 . 0 1 616 . 0 269 . 0 212 . 0 811 . 91 − − − + = t t t t

t LDR INFLASI DummyA DTAR

DTAR 2 1 2 293 . 0 135 . 0 ˆt = − εt σ 1 893 . 0 + εt

Sehingga pada perbankan konvensional, hubungan antara variabel LDR dan DTAR juga negatif. Pada persamaan 5.11 terlihat bahwa peningkatan nilai LDR sebesar 1% akan menurunkan nilai DTAR sebesar 0.212%, apabila nilai variabel lain tetap (cateris paribus). Artinya peningkatan pinjaman (loan) telah menurunkan kemampuan perbankan konvensional membayar utangnya.

Inflasi merupakan sebuah variabel makroekonomi yang paling sering mendapat perhatian pemerintah. Peningkatan inflasi yang tidak terkendali dapat menyebabkan guncangan pada perekonomian. Salah satu biaya sosial yang ditimbulkan inflasi adalah timbulnya inefisiensi mikroekonomi dalam alokasi sumber daya (Mankiw 2007). Selain itu peningkatan harga (inflasi) biasanya tidak langsung disertai dengan peningkatan harga faktor produksi. Akibatnya nilai riil pendapatan para pemilik faktor modal cenderung turun akibat inflasi. Sehingga dengan adanya inflasi, kemampuan masyarakat untuk menabung di bank akan turun dan pada gilirannya akan menyebabkan nilai DTAR industri perbankan akan turun. Apalagi jika nilai pendapatan (interest) yang diberikan pihak bank cenderung tetap, seperti yang diterapkan perbankan konvensional. Hal inilah yang menyebabkan variabel inflasi berpengaruh negatif terhadap nilai DTAR perbankan konvensional. Pada persamaan 5.11 variabel inflasi memiliki koefisien negatif sebesar 0.269. Jika nilai variabel lain tetap (cateris paribus) maka peningkatan inflasi sebesar 1% akan menyebabkan nilai DTAR perbankan konvensional mengalami penurunan sebesar 0.269 %.

Koefisien dummy variable yang mewakili variabel krisis ekonomi bernilai negatif pada persamaan 5.11. Namun sebagai catatan nilai dummy1A bernilai 1 untuk bulan November 2008. Sedangkan untuk bulan lainnya, dummy1A bernilai 0. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah menurunkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan ke IV tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi yang melambat pada gilirannya akan menurunkan tingkat saving masyarakat. Sehingga terjadi perlambatan pertumbuhan DPK yang berhasil dikumpulkan perbankan konvensional. Puncak perlambatan tersebut terjadi pada bulan November 2008 dimana nilai DTAR perbankan konvensional menyentuh level terendah dalam 24 bulan penelitian yakni 74.15%. Itulah sebabnya mengapa nilai dummy1A dibuat bernilai 1 hanya pada bulan

tersebut. Sehingga berdasarkan pada persamaan 5.11 krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia telah menyebabkan nilai DTAR perbankan konvensional mengalami penurunan 0.616 satuan (dalam hal ini persen) pada bulan November 2008 dengan asumsi cateris paribus.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada triwulan IV tahun 2008 dan triwulan I tahun 2009 memang sangat memengaruhi nilai DPK perbankan konvensional. Namun pertumbuhan nilai DPK tetap berlanjut pada kedua triwulan tersebut disebabkan peningkatan suku bunga tabungan yang dipicu oleh peningkatan

BI rate. Sebagai gambaran, rata-rata nilai DTAR industri perbankan konvensional

pada triwulan IV tahun 2008 adalah sebesar 74.99% dan pada triwulan I tahun 2009 adalah sebesar 75.76%. Sedangkan nilai rata-rata 24 bulan penelitian adalah sebesar 76.08%.

Nilai DTAR perbankan konvensional mengandung unsur autoregresif (autoregressive atau AR). Hal ini ditunjukkan dengan adanya variabel DTARt-1 pada persamaan 5.11. Artinya nilai DTAR perbankan konvensional sangat rawan goncangan. Apabila nilai DTAR pada suatu waktu turun, maka besar kemungkinan nilai DTAR bulan-bulan selanjutnya juga akan turun dan begitu pula sebaliknya. Berdasarkan persamaan 5.11 koefisien nilai DTAR periode sebelumnya (DTARt-1) adalah 0.65. Artinya, dengan asumsi cateris paribus, apabila nilai DTAR periode sebelumnya meningkat 1% maka nilai DTAR periode ini akan meningkat 0.65%.

Berdasarkan persamaan 5.11 selain mengandung unsur AR, nilai DTAR juga mengandung unsur rata-rata bergerak atau moving average (MA). Unsur MA pada persamaan 5.11 diwakili oleh variabel (et-1). Kegunaan variabel ini adalah untuk mengoreksi nilai ramalan DTAR agar semakin mendekati nilai riilnya. Nilai variabel MA yang positif mengandung arti bahwa variabel-variabel bebas yang terdapat di dalam model persamaan 5.11 cenderung underestimate dalam meramalkan nilai DTAR perbankan konvensional. Sehingga nilai DTAR pada suatu waktu (t) harus diberi tambahan 0.893 et-1 (nilai eror) periode sebelumnya.

Variabel terakhir yang memengaruhi nilai DTAR perbankan konvensional adalah persamaan nilai fluktuasi (volatilitas) erornya. Dari persamaan 5.13 terlihat

bahwa nilai varian eror persamaan 5.12 tidak hanya ditentukan oleh variabel-variabel bebasnya (independent variables), akan tetapi juga ditentukan oleh nilai kuadrat eror periode sebelumnya. Artinya nilai varian eror peramalan nilai DTAR pada periode (t) tidak ditentukan oleh variabel LDR, inflasi dan variabel bebas lainnya pada periode tersebut, tetapi ditentukan oleh nilai kuadrat eror sebelumnya atau (et-1)2. Dimana jika variabel lain bernilai tetap (cateris paribus), maka jika nilai eror periode sebelumnya (t-1) berubah 1 satuan (dalam hal ini adalah persen), maka nilai varian eror pada periode saat ini (t) akan berubah sebesar 0.293 satuan (%).

5.3.3 Perbandingan Perbankan Syari’ah dan Konvensional

Berdasarkan analisis risk and solvency ratios test, dalam jangka panjang perbankan syari’ah relatif lebih aman sebagai tempat berinvestasi dibandingkan perbankan konvensional sebab:

1 Nilai deposit perbankan syari’ah mempunyai keseimbangan jangka panjang dengan variabel FDR dan inflasi serta krisis ekonomi. Selain keseimbangan jangka panjang, variabel inflasi dan dummy variable juga memberi pengaruh

Dokumen terkait