• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM TENTANG PERCERAIAN, MEDIA SOSIAL DAN MASLAHAH MURSALAH

B. Analisis Perceraian Akibat Media Sosial Dalam Perspektif Teori Maslahah

14 Laurensius Arliman, S, Penegakan Hukum Dan Kesadaran Masyarakat, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2012), h. 128.

46

Maslahah secara etimologi, bentuk jamaknya ialah mashalih yaitu sesuatu yang baik, bermanfaat. Maslahah merupakan lawan dari keburukan dan kerusakan.

Maslahah disebut dengan istilah yang berarti mencari kebenaran. Maslahah memiliki esensi terciptanya kebaikan dan kesenangan serta terhindar dari hal-hal yang dapat merusak kehidupan umum.15

Maslahah menurut Imam As-Syatibi ialah:

ةلمجلا ىف عراشلا هربتعا سنج ىنعملا كلاذل دجوي نا وهو عرشلا تافرصت مئلاي نأ ةلسرملا حلاصملاب ىمسملا لسرملا للادتسلاا وهو نيعم ليلد ريغب

16

Artinya: “Maslahat itu (maslahat yang tidak ditunjukkan dalil khusus yang membenarkan atau membatalkan) sejalan dengan tindakan syara‟, artinya pada maslahat jenis tadi ada jenis yang dibenarkan oleh syara‟ dalam kasus lain tanpa dalil tertentu. Itulah istidlal mursal yang dinamakan maslahah mursalah”

Menurut Imam As-Syatibi, maslahat itu ada tiga bagian. Pertama, maslahat yang ditunjukkan oleh dalil syara‟ untuk diterima. Kedua, maslahat yang ditunjukkan oleh dalil syara‟ untuk ditolak. Ketiga, dibagi menjadi dua bagian. Pertama, maslahat yang tidak ditunjukkan oleh dalil khusus yang membenarkan atau membatalkan, tetapi ada nash yang sejalan dengan maslahat tersebut. Kedua, maslahat yang tidak ditunjukkan oleh dalil khusus yang membatalkan dan membenarkan dan maslahat tersebut sejalan dengan tindakan syara‟.

Maslahah menjadi 3 macam menurut prioritas penggunaannya, antara lain:

a) Daruriyyah

Daruriyyah adalah sesuatu yang harus ada demi tegaknya kebaikan dan kesejahteraan, baik menyangkut urusan dunawi maupun ukhrawi.

Mencakup upaya memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara keturunan, memelihara harta, memelihara akal budi.

b) Hajiyyah

15 H.M. Hasballah Thaib, Tajdid, Reaktualisasi dan Elastisitas Hukum Islam, (Medan: Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2003), h. 27.

16 Al-Syatibi, Al-I‟tisham, (Beirut: Dar Al-Ma‟rifah, 790 H), h. 115.

47

Hajiyyah adalah sesuatu yang dibutuhkan dari sisi kemampuannya mendatangkan kelapangan dan menghilangkan kesempitan yang biasanya membawa kepada kesukaran dan kesusahpayahan yang diiringi dengan luputnya tujuan.

c) Tahsiniyyah

Tahsiniyyah adalah sesuatu yang berkenaan dengan memperhatikan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan menghindari kebiasaan-kebiasaan yang buruk, berdasaekan pertimbangan akal sehat.

Ketiga maslahah di atas merupakan titik tolak penerapan prinsip maslahah mursalah. Sebab, sudah jelas bahwa setiap pembentukan hukum islam selalu mengandung unsur kemaslahatan bagi manusia. Daruriyah, hajiyah, dan tahsiniyah harus ada pada suatu masalah tertentu guna mendapatkan kesempurnaan pada maslahah mursalah. Daruriyah adalah yang paling esensial, tapi kesempurnaan diperlukan dari aspek Hajiyah dan Tahsiniyah. Namun, aspek Daruriyah adalah dasar dari kemaslahatan manusia.

Daruriya, Hajiyah, dan Tahsiniyah adalah pembagian yang dilakukan oleh Al-Syatibi yang merupakan titik tolak penerapan prinsip maslahah mursalah. Sebab, sudah jelas bahwa setiap pembentukan hukum islam selalu mengandung unsur kemaslahatan bagi manusia. Perlunya pembagian tersebut ialah agar dapat mengambil priotitas dalam mengambil suatu kemaslahatan. Kemaslahatan daruriyyah harus didahulukan daripada maslahat hajiyyah, dan maslahat hajiyyah harus didahulukan daripada maslahat tahsiniyyah. Artinya daruriyah mencakup hajiyah dan tahsiniyah.

Pada dasarnya perceraian itu dibolehkan. Menjalani hubungan rumahtangga tanpa ada tujuan penegakan kebaikan dan kesejahteraan secara dunia dan akhirat bagi suami istri merupakan langkah awal kerusakan hubungan. Tidak saling menghormati dan menyayangi adalah tindakan yang mengarah kepada perceraian, sehingga secara daruriyah sebagaimana menekankan kebahagiaan dunia dan akhirat tidak terpenuhi dan mengharuskan adanya perceraian. Namun dari perceraian tidak boleh membawa kemudharatan, yang membuat ada pihak-pihak yang merasa tersakiti dan merasa

48

sengsara yang terus-menerus.17 Maslahah melihat keadaan perceraian yang demikian untuk bisa memenuhi kebahagiaan dan kesenangan suami dan istri dengan pasangan baru yang dicintainya apabila menikah lagi.

Pada perkara yang penulis teliti ini, hajiyah merespon dari sisi yang dibutuhkan pasangan suami istri ketika terjadi kehilangan keharmonisan rumahtangga. Yang dibutuhkan adalah perdamaian kedua belah pihak agar tercipta ketentraman, ternyata untuk menyatukan suami istri tersebut tidak diindahkan. Artinya pokok kebutuhan suami istri pada dua perkara ini adalah perceraian dengan bertujuan menghilangkan kesempitan, menghilangkan perselisihan terus menerus, dan menghilangkah kebencian satu sama lain melalui perceraian.

Sementara Tahsiniyyah sesuatu yang berkenaan dengan memperhatikan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan menghindari kebiasaan-kebiasaan yang buruk, berdasarkan pertimbangan akal sehat untuk semua pihak dapat berpikir agar tidak terjadi kejadian serupa dalam bahtera rumahtangga serta terbebas dari belenggu rumahtangga yang sudah tidak harmonis. Menghilangkan kesempitan bagi semua pihak dari tekanan percekcokan dan perselisihan serta menghindari bahaya yang lebih besar seperti kekerasan rumahtangga bahkan tindakan kriminal. Maslahah mursalah menjadi jalan dalam perkara ini yaitu menyelamatkan jalan semua pihak yang berdasarkan maqashid syari‟ah.

Kaitannya dengan perkara pada kedua putusan ini, mendatangkan kemanfaatan dan menghindarkan kemudharatan. Daruriyah sebagai sesuatu yang harus ada demi tegaknya kebaikan dan kesejahteraan, baik menyangkut urusan dunawi maupun ukhrawi yaitu melepas ikatan perkawinan untuk dapat menjaga kelangsungan hidup, menjaga jiwa, akal, harta, agama, dan keturunan semua pihak.

Hajiyah sebagai sesuatu yang dibutuhkan dari sisi kemampuannya mendatangkan kelapangan semua pihak agar dapat membina rumahtangga baru yang baik dan menghilangkan kesempitan semua pihak agar terhindar dari bahaya yang lebih besar.

Tahsiniyah mengembalikan kebiasaan-kebiasaan baik dan kebahagiaan pasangan suami istri berdasarkan akal dan hati yang sehat.

17 Jamaluddin, “Teori Maslahat Dalam Perceraian: Studi Pasca Berlakunya Uu No. 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam,” Asy-Syir‟ah 46, no. 2 (2012):11.

49

Mempertahankan hubungan rumahtangga yang selalu tidak harmonis, maka mengakhiri hubungan rumahtangga itu lebih baik dengan cara yang lebih baik dan lebih terhormat. Mempertahankan rumah tangga dengan cara yang baik, atau (kalau terpaksa) melepaskannya dengan cara yang baik pula.18 Daruriyah, Hajiyah, dan Tahsiniyah bersesuaian mendukung suami istri pada kehidupan rumahtangga sesuai tujuan perkawinan. Menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan, serta menjaga harta benar-benar harus diperhatikan dalam lingkup rumahtangga, agar maqasid syari‟ah yang diciptakan untuk memberikan kemaslahatan hidup manusia dapat terwujud.

Dalam hal seseoramg ingin mempertahankan perkawinan atau memilih perceraian sebaiknya dilakukan secara baik-baik, sebagaimana yang disampaikan dalam Al-Qur‟an “maka rujuklah mereka dengan baik atau ceraikanlah mereka dengan cara yang baik pula”. Pendahuluan untuk melakukan ruju‟ karena dianggap sebagai sesuatu yang diutamakan untuk dapat mempertahankan hubungan perkawinan, namun bukan sebagai anjuran maupun perintah wajib. Mempertahankan hubungan perkawinan yang sudah tidak rukun dapat membawa seseorang ke arah kesengsaraan lahiriyah dan batiniyah. Segala perbuatan yang mengandung unsur dan membawa kerusakan pada manusia harus dihindari, sementara perbuatan yang dapat membawa kemanfaatan dan kebaikan haruslah didapatkan. Maslahah mursalah dapat dijadikan hujjah pada hal ini, karena mendatangkan manfaat dan menghilangkan kesengsaraan.

Allah Swt berfirman dalam A;-Qur‟an Surat Ar-Rum ayat 21:

ىف ىا توحرو ةدىه نكٌيب لعجو اهيلا اىٌكستل اجاوزأ نكسفًأ يه نكل قلخ ىأ هتايأ يهو ىوركفتي مىقل ثايلأ كلاذ

Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kebesarn-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sungguh yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir”.

18 Summa, M. A., Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Yogyakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h.

178.

50

Imam An-Nawawi Banten menafsirkan ayat tersebut bahwa diciptkannya manusia berpasang-pasangan agar mendapat ketentraman. Kata mawaddah diartikan sebagai mahabbah yaitu cinta dan kata rahmah berarti Syafaqoh yang berarti kasih sayang.19 Bahwasannya seorang suami yang tetap menjaga utuh hubungan dengan istrinya disebabkan karena rasa cinta dan rasa kasih sayang. Perselingkuhan dalam hubungan perkawinan merupakan tindakan pengkhianatan kepada pasangan atas ikrar cinta dan kasih sayang satu sama lain. Ketentraman dan kemurahan hati telah hancur oleh perselingkuhan, tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa cinta. Namun, bertahan pada keadaan sakit dan sengsara justru membawa keadaan semakin terpuruk. Oleh karena itu, perceraian sebagai jalan pertama menghilangkan perpecahan tersebut. Perkara perceraian pada putusan penelitian ini semua pihak telah kehilangan makna perkawinan, sehingga patut dibubarkan, karena berpotensi akan terjadi dampak yang lebih besar. Menolak kerusakan itu didahulukan sekalipun kemaslahatan didatangkan setelahnya.

Kerusakan-kerusakan yang dapat dihindari pada perkara ini oleh semua pihak antara lain:

1. Kemudharatn Dari Perbuatan Zina

Perzinahan merupakan perbuatan yang dilarang dalam hukum islam karena termasuk dosa besar. Prinsip dan ruh hukum islam ialah membawa kehidupan manusia ke arah kebaikan dan perdamaian. Menghindar perzinahan merupakan tindakan menolak kemafsdatan serta mengandung kemaslahatan bagi kehidupan manusia, sebagaimana kaidah ushul fikih menyebutkan:

حلاصملا بلج ىلع مدقم دسافملا ءرد

Artinya: “Menolak kemudaratan lebih didahulukan daripada memperoleh maslahat”.

Maslahah mursalah telah banyak terjadi perkembangan-perkembangan. Tak terlepas perkembangan dari sisi formulasi epistemologinya. Hukum selalu berubah-ubah sesuai dengan zamannya. Secara formulasi epistemologi baru maslahah mursalah terdapat tiga sumber maslahah mursalah yaitu akal dan nilai-nilai

19 Muhammad Nawawi Al-Jawi, Murah Labid, (Bandung: Syabkah Al-Ma‟arif), Juz 2, h. 164.

51

kemanusiaan.Akal dapat dijadikan pegangan tujuan manusia (maqsud mukallaf) dalam menetapkan hukum, yang pada awalnya penetapan hukum selalu berorientasi pada tujuan Tuhan.20 Akal manusia dapat menentukan kemaslahatan karena secara naluriyah manusia mengetahui perbuatan baik dan buruk. Namun, penggunaan akal tidak boleh mendominasi begitu saja, sebab akan berdampak pada penetapan hukum.

Sementara pada nilai-nilai kemanusiaan mengajak keluar dari kekakuan hukum, artinya nilai kemanusiaan harus dijunjung tinggi sebagaimana yang tersirat dalam nash seperti keadilan, perbuatan baik, larangan melakukan kekerasan, larangan melakukan keji, zina, larangan menyakiti jiwa.21

Pada perkara perselingkuhan yang disebabkan media sosial, akal dapat merespon sebagaimana naluriyah manusia dapat mempertimbangkan perbuatan baik dan buruk. Akal dianggap suatu senjata yang dapat membawa manusia ke arah yang baik selama manusia mampu memimpin dirinya dari hawa nafsu yang dapat merusak akal. Media sosial menjadi momok sebab penggunaan akal pada perkara pada penelitian ini tidak optimal, artinya penggunaan media sosial yang berlebihan, sibuk dengan dunia maya sampai tidak menghormati sekitar mengindikasikan bahwa akal seseorang tidak menjangkau perbuatan baik yang dapat menjaga keharmonisan rumahtangga, sehingga menurut semua pihak yang berperkara memilih jalan perceraian adalah suatu keniscayaan untuk dapat terhindar dari kemudaratan.

Sementara nilai kemanusiaan dapat dijadikan prinsip dalam rumahtangga dari sisi mendatangkan keadilan, kehormatan, dan tidak melakukan perbuatan perzinahan.

Hal ini dianggap sebagai jalan untuk kepentingan para pihak dalam menjaga kehormatannya.

Akal yang baik dapat meningkatkan pola pikir dan menghasilkan sifat selektif dalam penggunaan media sosial juga sangat diperlukan dan dianjurkan dalam islam, terlebih dalam rumah tangga. Masing-masing pasangan harus pintar beradaptasi ketika menjalin hubungan atau melakukan pertemuan secara langsung maupun secara visual dengan tidak menceritakan problematika rumah tangganya sendiri apalagi

20Dr. Muhammad Roy Purwanto, Reformasi Konsep Maslahah Sebagai Dasar dalam Ijtihad Istislahi, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2017), h. 48.

21Dr. Muhammad Roy Purwanto, Reformasi Konsep Maslahah Sebagai Dasar dalam Ijtihad Istislahi, h.53.

52

menonjolkan ketertarikan kepada teman bicaranya, sehingga dapat menutup ruang fitnah dalam rumah tangga. Seorang suami memiliki peran penting menjaga keharmonisan dan adab kepada istri seperti yang dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali yaitu berkomuniasi dengan baik, berbicara lembut, menunjukkan cinta dan kasih sayang, bersikap lapang ketika sendiri, dewasa terhadap persoalan, memaafkan jika istri melakukan kesalahan (accidental normally), menghindari perdebatan, menjaga harta, memberikan biaya hidup istri secara tidak pelit, memuliakan keluarga istri.22

Sementara istri juga sama pentingnya dalam menjaga keharmonisa dan adab kepada suami seperti selalu memiliki rasa malu, tidak banyak mendebat, taat terhadap perintah, diam serta mendengarkan ketika suami berbicara, menjaga kehormatan suami, jujur secara prinsip dan menjaga harta, menyenangkan suami dengan menggunakan wangi-wangian (berhias), bersih, menonjolkan sifat qanaa‟ah, bersyukur atas pendapatan suami, menampakkan rasa gembira riang.23

Perilaku akhlak di atas adalah jembatan untuk menjaga rumah tangga dan dapat mewujudkan tujuan-tujuan perkawinan sebagaimana amanat Undang-Undang Perkawinan dalam rangka menjaga jiwa, agama, akal, harta dan keturunan untuk dapat menjalankan kehidupannya dan menciptakan kebahagiaan duniawi maupun ukhrawi.

22 Al-Ghazali, Al-Adab Fi Al-Din, (Kairo: Al-Maktabah At-Taufiqiyyah), h. 442.

23 Al-Ghazali, Al-Adab Fi Al-Din, h. 442.

53 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Pada penelitian yang telah penulis lakukan di Pengadilan Agama Serang tentang Media Sosial sebagai Alasan Perceraian di Pengadilan Agama Serang, dengan menganalisis perkara nomor 2879/Pdt.G/2020/PA.Srg dan nomor 185/Pdr.G/2021/PA.Srg, maka dapat ditarik kesimpulan:

1. Perceraian yang menjadikan media sosial sebagai alasan perceraian, jika penggunaan media sosial secara salah yang berujung pada perselisihan dan pertengkaran maka hal tersebut bisa dijadikan sebagai alasan bagi seseorang untuk bercerai, karena perbuatan demikian termasuk kepada perbuatan syiqaq, yaitu perselisihan atau percekcokan terus menerus antara suami istri. Sehingga, hal demikian menjadi alasan kuat perceraian sebagaimana diatur pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan dan pasal 116 Kompilasi Hukum Islam.

2. Majelis Hakim berdasar pada pasal 39 Undang-undang No 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai dasar pertimbangan mengabulkan gugatan cerai atau permohonan talak, pertimbangan Majlis Hakim bukan hanya sekadar melihat dari penyebab awal perselisihan terjadi, namun Majlis Hakim mempertimbangkan fakta-fakta hokum seperti media sosial yang menyebabkan perselisihan dan menilai rumah tangga Penggugat dan Tergugat yang sudah tidak dapat disatukan kembali karena jika mempertahankan rumah tangga yang telah pecah maka akan sia-sia, dan bahkan apabila dipaksakan atau dibiarkan keadaannya seperti sekarang ini maka justru akan menimbulkan madharat dan penderitaan lahir batin yang berkepanjangan bagi kedua belah pihak, sehingga Majelis Hakim berpendapat untuk mengabulkan permohonan atau gugatan untuk cerai/talak.

54

3. Penulis melakukan analisis putusan nomor 2879/Pdt.G/2020/PA.Srg dan putusan nomor 185/Pdt.G/2021/PA.Srg melalui pendekatan maslahah mursalah. Maslahah merupakan suatu teori tentang mendatangkan manfaat dan menghilangkan mudharat.

Mempertahankan hubungan rumahtangga yang selalu tidak harmonis, maka mengakhiri hubungan rumahtangga itu lebih baik dengan cara yang lebih baik dan lebih terhormat. Daruriyah sebagai sesuatu yang harus ada demi tegaknya kebaikan dan kesejahteraan, baik menyangkut urusan dunawi maupun ukhrawi yaitu melepas ikatan perkawinan untuk dapat menjaga kelangsungan hidup, menjaga jiwa, akal, harta, agama, dan keturunan semua pihak. Hajiyah sebagai sesuatu yang dibutuhkan dari sisi kemampuannya mendatangkan kelapangan semua pihak agar dapat membina rumahtangga baru yang baik dan menghilangkan kesempitan semua pihak agar terhindar dari bahaya yang lebih besar. Tahsiniyah mengembalikan kebiasaan-kebiasaan baik dan kebahagiaan pasangan suami istri berdasarkan akal dan hati yang sehat.

B. Saran

Saran yang dapat penulis samapaikan setelah melakukan penelitian dan menganalisis putusan hakim dengan nomor perkara 2879/Pdt.G/2020/Pa.Srg dan putusan nomor 185/Pdt.G/2021/PA.Srg di Pengadilan Agama Serang sebagai bearikut:

1. Hendaknya hakim tetap mengingat asas mempersulit perceraian demi menjaga harmonisasi rumahtangga dan mencegah perceraian yang disebabkan oleh hal-hal yang bersifat remeh-temeh sebagaimana ditegaskan dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan angka 4 huruf (e) dengan mempertimbangkan permohonan pemohon atau gugatan Penggugat secara cermat dengan mengedepankan upaya mediasi secara sungguh-sungguh.

2. Masyarakat sebagai yang hidup dalam keluarga agar dapat menggunakan fasilitas seperti layanan komunikasi yang ada didalamnya untuk digunakan sebagaimana mestinya dan tidak menjadikan fasilitas tersebut sebagai celah untuk berbuat yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.

55

3. Pada penelitian ini sangat tentu memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu penulis menyarankan kepada seluruh kalangan khususnya akademisi umumnya masyarakat, untuk melakukan penelitian lanjutan yang lebih baik.

56

Dokumen terkait