• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM TENTANG PERCERAIAN, MEDIA SOSIAL DAN MASLAHAH MURSALAH

A. Pengertian Perceraian

Kata talaq berasal dari bahasa arab yang berarti melepaskan ikatan. Lafadz talaq adalah masdar dari kata tallaqa – yutalliqu – tatliqon. Kata ini semakna dengan kata thaliq yang bermakna al-irsal dan at-tarku yaitu melepaskan dan meninggalkan.1 Abu Zakariya dalam kitabnya Fathul Wahab mengatakan, thalaq adalah melepaskan ikatan nikah dengan menggunakan lapadz thalaq.2 Sedangkan di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) istilah thalaq diartikan sebagai ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusannya perkawinan dengan cara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 129, 130 dan 131.

Ikatan perkawinan harus dijaga dengan maksimal sekalipun sering terjadi percekcokan dalam rumahtangga. Perceraian memang tidak diharamkan dalam islam, hanya saja termasuk perbuatan halal namun dibenci. Apabila seorang suami dan seorang istri tidak dapat hidup bersama dengan bahagia dan bila perkawinan mereka tidak lagi membawakan kasih sayang, maka Allah tidak memaksakan suami maupun istri untuk tetap bertahan dalam suatu perkawinan yang kacau. Allah menganjurkan hendaknya ditunjuk seorang penengah (hakam) dari pihak suami isteri itu masih dapat melanjutkan ikatan perkawinan mereka, akan tetapi bila perundingan untuk merukunkan tidak berhasil dan bila mereka tidak mungkin hidup bersama kembali, maka barulah mereka boleh bercerai.3

Allah Swt berfirman dalam Al-Qur‟an surat An-Nisa ayat 4

الله قفوي احلاصا اديري نا اهلهأ نم امكحو هلهأ نم امكح اوثعباف امهنيب قاقش متفخ ناو اريبخ اميلع ناك الله نا امهنيب

1 Drajat, Zakiyah Ilmu Fiqih, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 60

2 Zakariya, Abu, Fathul Wahab (Jakarta: Tinta Mas, 1982). Juz II h. 72

3 Nakamura, Hisako, Perceraian Orang Jawa, Studi Tentang Pemutusan Perkawinan di Kalangan Orang Islam Jawa, Penerjemah H. Zaini Ahmad Noeh, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), h. 31.

15

Artinya: “ Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakamdari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. “ (QS. An Nisa 4:35)

1. Hukum Perceraian

Hidup dalam hubungan perkawinan itu merupakan sunnah Allah dan sunnah Rasul juga yang dikehendaki oleh agama islam. Tetapi, sebaliknya melepaskan diri dari ikatan perkawinan itu merupakan menyalahi aturan sunnah Allah dan sunnah Rasul juga menyalahi kehendak Allah yang menciptakan rumahtangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dalam fikih dijelaskan mengenai dasar hukum perceraian yang dibagi menjadi beberapa bagian:

a) Wajib

Perceraian dapat dihukumi wajib apabila perselisihan antara suami isteri, sedangkan kedua hakim yang mengurus perkaranya sudah memandang perlu keduanya bercerai (tidak dapat rukun kembali)4

b) Sunnah

Apabila suami tidak membayar nafkah dan melakukan kewajibannya, atau istri tidak menjaga kehormatan dirinya dan telah diberi nasehat tetapi tidak diacuhkannya.

c) Haram

Haram (Bid‟ah) dalam dua keadaan. Pertama, menjatuhkan thalaq sewaktu isteri dalam keadaan haid. Kedua, menjatuhkan thalaq dalam keadaan sewaktu suci yang telah dicampurinya dalam waktu suci itu.5

d) Makruh

Yakni jika tidak ada suatu alasan yang benar, sekaligus Nabi Saw menghalalkan thalaq. Karena thalaq seperti ini akan merusak perkawinan yang mengandung

4 Said, Ahmad Fuad, Perceraian Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1988), h. 40.

5 Yunus, Mahmud, Hukum Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta:PT. Hidakarya Agung, 1995), h. 113

16

kebaikan-kebaikan. Dikatakan makruh juga apabila dijatuhkan kepada isteri yang baik, jujur dan dapat dipercaya.

e) Mubah

Yaitu thalaq karena suatu sebab, misalnya sikap isteri buruk dan tidak dapat diharapkan adanya kebaikan.

2. Akibat Perceraian

Ketika pasangan suami istri sudah sangat sulit disatukan kembali atau sudah bulat untuk bercerai tentu tidak semudah dalam waktu singkat, membutuhkan pemikiran yang matang dan pemikiran yang panjang. Tidak hanya kedua belah pihak, tetapi juga majelis hakim ikut mengingatkan tentang segala konsekuensinya jika mereka benar-benar bercerai. Bahkan, pada dasarnya proses perceraian memang seharusnya dipersulit agar perceraian itu tetap tidak terjadi.6 Akibat putusnya perkawinan karena perceraian telah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 atau Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam dalam pasalnya yang berbunyi:

a. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974

Pada pasal 41 menyebutkan orang tua wajib memelihara dan mendidik anak untuk kepentingan anak tersebut. Ayah yang bertanggung jawab atas pemeliharaan dan pendidikan itu dan dapat juga ibu membantu apabila ayah tidak mampu dalam memelihara anak sebagaimana pada ayat 2. Mantan suami juga wajib memberikan biaya hidup atau menentukan suatu kewajiban bagi mantan istri seperti pada ayat 3.

b. Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Sementara Pasal 149 KHI memberikan perincian jika perkawinan putus karena thalaq, maka bekas suami wajib memberikan mut‟ah kecuali qobla dukhul kepada bekas isterinya baik berupa uang atau benda. Pada saat istri dalam masa iddah, suami memberi nafkah, makan atau pakaian, kecuali bekas isteri telah jatuh thalaq ba‟in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil. Suami juga harus melunasi mahar yang terhutang seluruhnya

6 Ramluyo, Muhammad Idris, Hukum Perkawinan Islam, Suatu Analisis dari UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI Edisi II (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), h. 99

17

dan separuh apabila Qobla al-Dukhul. Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.

Pasal 150 KHI menyebutkan mantan suami berhak melakukan ruju‟ isterinya yang masih dalam masa iddah. Dan istri yang dalam masa iddah wajib menjaga diri untuk tidak menerima pinangan orang lain seperti yang tertuang pada pasal 151 KHI. Namun, istri tidak berhak mendapatkan nafkah iddah ketika ia melakukan nusyuz. Terkait dengan Pasal 156 KHI menjelaskan anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya diganti oleh:

1. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibunya 2. Ayah

3. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah 4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan

5. Wanita-wanita dari kerabat sedarah garis samping dari ibu

6. Wanita-wanita dari kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah

Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayahatau ibunya. Pengadilan dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain apabila pemegang hadhanah tidak dapat menjamin kepentingan anak. Biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tangungan ayah sampai anak tersebut dewasa. Bialaman terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak. Dan Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.

3. Sebab-Sebab Perceraian

Suatu perceraian dapat terjadi karena sebab-sebab dan cukup alasan tertentu.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagaimana perubahan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa pasal 39 perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang setelah mediasi tidak berhasil serta harus ada alasan dalam gugatan dan permohonan cerai.

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 19 menyebutkan alasan-alasan perceraian yaitu, zina, pemabuk, penjudi, pemadat, meninggalkan pihak lain dua tahun tanpa alasan,

18

mendapat hukuman penjara lima tahun atau lebih, terjadi kekerasan, terjadi perselisihan, dan terdapat cacat badan (aib).

Merujuk pada Kompilasi Hukum Islam pasal 116 terdapat delapan macam alasan yang hampir sama dengan Peraturan Pemerintah di atas yaitu dengan perbedaan suami melanggar ta‟lik talak dan murtad (keluar dari agama islam).

Orang murtad yaitu orang yang keluar dari agam Islam, baik memeluk agama Yahudi, Nasrani atau yang lain atau sama sekali tidak beragama, haram bagi isterinya yang masih beragama Islam.7 Dalam KHI pasal 134 bahwa: “gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 116 huruf f, dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan Agama mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami isteri tersebut.

4. Macam-Macam Perceraian

Macam-macam perceraian dalam hukum islam, antar lain:

a.

Talak

Talak berarti melepas atau mengurai tali pengikat, seperti tali pengikat perkawinan.8 Talak ialah memutus ikatan perkawinan dengan suatu kalimat atau lafadz. Talak dilakukan oleh suami dengan perkataanna yang melepas atau meninggalkan kepada istri, baik secara jelas maupun sindiran.

b. Khulu‟

Khulu‟ ialah penyerahan harta yang dilakukan oleh istri untuk menebus dirinya dari ikatan suaminya.9 Menurut ulama fiqih, khulu‟ adalah istri memisahkan diri dari suaminya dengan ganti rugi kepadanya. Menurut para fuqaha, khulu kadang dimaksudkan makna yang umum, yakni perceraian dengan disertai sejumlah harta sebagai iwadh yang diberikan oleh isteri kepada suami untuk menebus diriagar terlepas dari ikatan perkawinan, baik dengan kata khulu‟, mubara‟ah maupun talak.

7 Tholib, Muhammad, 15 Perceraian dan Penanggulangannya, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1997), h.

179

8 Supriatna, Fatma Amilia, Yasin Baidi, Fiqh Munakahat II, (Yogyakarta: Akademik Uin Sunan Kalijaga, 2008), h. 19

9 Magniyah Jawwad, Muhammad, Fiqih Lima Madzhab (Jakarta: Lentera, 2010), h. 456

19 c. Ila‟

Ila‟ ialah sumpah seorang suami yang dapat melakukan persetubuhan untuk tidak menyetubuhi istrinya tanpa batas waktu atau selama empat bulan lebih. Seorang suami yang bersumpah untuk tidak menyentuh isterinya secara mutlak atau lebih dari empat bulan. Ditujukan untuk menyakiti isteri, menyakiti kehormatan isteri, dan merendahkan istri. Lebih dari itu juga berpisah tempat tidur, menaruh kebencian, dan tidak memberi hak-haknya sesuai yang disyaratkan.

d. Li‟an

Li‟an ialah sumpah dengan redaksi tertentu yang diucapkan suami bahwa isterinya telah berzina atau ia menolak bayi yang lahir dari isterinya sebagai anak kandungnya, dan kemudian sang isteri pun bersumpah bahwa tuduhan suaminya yang dialamatkan kepada dirinya itu bohong.10

e. Zhihar

Zhihar menurut etimologi berasal dari kata Zhahru yang berarti punggung.

Tindakan menyamakan dalam dhihar adalah dengan maksud untuk mengharamkan hubungan antara suami istri. Dhihar terjadi manakala seorang suami ingin mengharamkan istrinya dengan mengucapkan kalimat,"Kamu seperti punggung ibu saya". Maksudnya bahwa saya menyatakan bahwa istri saya itu haram bagi saya sebagaimana haramnya punggung ibu saya bagi saya. Dhihar adalah salah satu bentuk perceraian pada masa Arab jahiliyyah. Sebagaimana mana halnya dengan illa‟, maka dhihar dilakukan oleh suami yang tidak menyukai istrinya lagi, oleh karena suami tidak berani untuk mengatakan kata talak kepada istrinya.

f. Syiqaq

Syiqaq mengandung arti perselisihan, percekcokan atau keretakan. menurut istilah fiqih, syiqaq berarti perpecahan/perselisihan yang terjadi antara suami istri yang telah berlarut-larut sehingga dibutuhkan perhatian khusus terhadapnya. Syiqaq

10 Zaidan Abdul, Karim, Mufasꜙhal Fie Ahkami mar`ah Wa bait muslim Fi shari‟ah Al-islamiỹah (Muassasah Risalah Beirut), h. 320

20

adalah krisis memuncak yang terjadi antara suami istri sedemikian rupa, sehingga antara suami istri terjadi pertentangan pendapat dan pertengkaran, menjadi dua pihak yang tidak mungkin dipertemukan dan kedua pihak tidak dapat mengatasinya.11

g. Fasakh

Fasakh adalah rusak atau putusnya perkawinan di sebabkan sesuatu yang diketahui berupa kekurangan atau cacat tertentu pada pasanganya setelah akad perkawinan. Fasakh berarti mencabut atau menghapus, maksudnya ialah perceraiaan yang disebabkan oleh timbulnya hal-hal yang dianggap berat oleh suami atau isteri atau keduanya sehingga mereka tidak sanggup untuk melaksanakan kehidupan suami isteri dalam mencapai tujuannya.12

Apabila terdapat aib atau cacat yang membolehkan khiyar di antaranya:

Tiga berada dalam kedudukan suami istri yaitu: gila, penyakit kusta dan supak.

Dua cacat yang hanya terdapat dalam laki-laki yaitu: „unah (lemah tenaga persetubuhannya), impoten.

Tiga hal yang berasal dari perempuan yaitu tumbuh tulang dalam kemaluan yang menghalangi persetubuhan, tumbuh kemaluan dan tumbuh daging dalam kemaluan, atau terlalu basah yang mencederai hubungan suami istri.13

Dokumen terkait