• Tidak ada hasil yang ditemukan

Para hakim Peradilan Agama harus menyadari bahwa tugas pokok hakim adalah menegakkan hukum dan keadilan. Sehubungan dengan hal tersebut, setiap putusan yang hendak dijatuhkan oleh hakim dalam mengakhiri dan menyelesaikan suatu perkara, perlu diperhatikan tiga hal yang sangat esensial, yaitu keadilan (gerechtigheit), kemanfaatan (zwachmatigheit), dan kepastian (rechtsecherheit). Ketiga hal ini harus mendapatkan perhatian yang seimbang secara profesional, meskipun dalam praktik sangat sulit untuk mewujudkannya. Hakim harus berusaha semaksimal mungkin agar setiap putusan yang dijatuhkan itu mengandung asas tersebut di atas.6

Adapun putusan yang penulis analisis, terdapat di Pengadilan Agama Jakarta Utara yaitu perkara Nomor:0386/Pdt.G/2013/PAJU. Hal ini telah mengajukan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut: Pada tanggal 15 September 2006, MSR melangsungkan pernikahan dengan MNCH sebagai seorang istri setelah pernikahan

5

Abdul Qadir Djaelani, KeluargaSakinah (PT. Bina Ilmu, 1995), h. 316.

6

Abdul Manan, Penerapa Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama (Jakarta: Kencana, 2008), h. 291

ini mereka telah dikaruniai 1 orang anak. Namun sejak Mei tahun 2013 sampai perkara ini diajukan ke pengadilan pada tanggal Rabu 19 Maret 2014, Pemohon dengan Termohon mulai terjadi perselisihan dan percecokan yang terus-menerus dan sulit untuk didamaikan sehingga atas percekcokan tersebut, MSR sebagai suami dari satu anak untuk mengajukan gugatan cerai talak ke Pengadilan Agama Jakarta Utara yaitu dengan Nomor Perkara 0386/Pdt.G/2014 di Pengadilan Agama Jakarta Utara.

MSR sudah berusaha mempertahankan rumah tangga dengan memberi nasehat serta saran kepada Termohon agar ia dapat merubah sikapnya namun Termohon tetap tidak dapat berubah. Pihak keluarga pun sudah berusaha mendamaikan namun tidak dapat dirukunkan. Oleh karena itu Pemohon telah berketetapan hati untuk menceraikan Termohon sebagaimana alasan berikut: 1) Bahwa MNCH mengaku telah melakukan perselingkuhannya dengan laki-laki lain yang berinisial YY; 2) Termohon sering bersikap kasar kepada Pemohon bahkan karena orang tua Termohon juga pernah bersikap kasar seperti itu; 3) Termohon sering melawan ketika dinasehati oleh Pemohon.7 Berdasarkan alasan-alasan di atas dan alasan-alasan lain yang tidak sempat dipaparkan, gugatan Pemohon ini. Pada intinya memohon agar Pemohon dan Termohon dipanggil ke pengadilan untuk didengar, diperiksa dan diadili perkaranya dan pemohon memohon kepada pengadilan agar memberikan putusan yang pada pokoknya adalah memberikan ijin

7

kepada Pemohon (MSR) untuk menjatuhkan talak 1 (satu) raj'i terhadap Termohon (MNCH) di depan sidang Pengadilan Agama Jakarta Utara;8

Atas permohonan cerai talak yang diajukan di Pengadilan Agama Jakarta Utara bahwa Pemohon dan Termohon telah hadir sendiri, Hakim Mediator telah berusaha mendamaikan namun tidak berhasil, lalu pemeriksaan dilanjutkan dengan membacakan surat Permohonan a quo yang isinya tetap dipertahankan oleh Pemohon. Akan tetapi atas permohonan Pemohon tersebut, Termohon telah memberikan jawaban yang pada pokoknya, bahwa tuduhan perselingkuhan oleh Pemohon terhadap Termohon pada dasarnya tidak dibenarkan dan haruslah dibuktikan kepada Termohon dan Pengadilan secara akurat atas tuduhan tersebut. Apabila perceraian terjadi, Termohon meminta agar Pemohon memberikan hak masa

iddah Termohon berupa tempat tinggal dan uang sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) serta anak berada dalam asuhan dan didikan Termohon.9

Berdasarkan alasan tersebut, Termohon menyampaikan gugatan baliknya (rekonvensi) kepada Pemohon yang dalam hal ini Termohon disebut sebagai Penggugat dan Pemohon sebagai Tergugat. Adapun pokoknya yaitu: Selama Termohon masih menjadi istri Pemohon, maka tolong dikembalikan hak-hak Termohon mulai dari uang, tempat tinggal, kendaraan, serta biaya pengobatan karena Termohon pernah dijajikan oleh Pemohon bahwa ia tidak akan menelantarkan Termohon selama putusan pengadilan agama belum selesai. Atas ini pula, Termohon

8

Lihat Salinan Putusan Nomor 0386/Pdt.G/2014/PA.JU.

9

juga menuntut Pemohon ke kantor untuk dapat memberikan fasilitas dan kesejahteraan kantor yang bisa dinikmati dengan berdasarkan rincian hak-hak Termohon berupa; uang gaji diawal bulan, uang transport yang diberikan setiap 15 hari kerja/pertengahan bulan, uang intensif pada pertengkaran bulan/tanggal 15, uang THR pada waktu memasuki hari raya, dan uang bonus pada bulan Desember serta uang Tour yang diberikan saat memasuki anak-anak libur sekolah.10

Adapun dalam rekonpensi yang diajukan oleh istri bahwa selama anak dalam asuhan Termohon maka kewajiban yang harus Pemohon penuhi selaku ayahnya yaitu sebesar Rp. 2.140.000,- (dua juta seratus empat puluh ribu rupiah). Adanya hak kepada tergugat untuk melakukan rekonpensi (gugat balik) maka bisa diajukan bersama-sama dengan jawaban termasuk akibat talak, yang berupa nafkah iddah,

mut’ah dan hak asuh anak dengan nafkah anak sebagaimana yang terdapat dalam HIR

pasal 132 huruf a dan b maka secara formil dapat diterima gugat baliknya.11

Akan tetapi Pemohon dalam repliknya memberikan pernyataan bahwa berdasarkan kesanggupan Tergugat (Pemohon) maka hanya sanggup membiayai Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) setiap bulannya, dan untuk hari sidang yang dilakukan pemohon telah memberikan nafkah sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah). Dengan demikian, majelis hakim dalam memberikan pertimbangannya ialah memperhatikan substansi dari isi gugatan dengan melihat perkembangan jalannya persidangan baik jawab menjawab antara Penggugat rekonpensi dengan Tergugat

10

Lihat Salinan Sanggahan Gugatan Cerai perkara Nomor 0386/Pdt.G/2014/PA.JU.

11

rekonpensi. Apabila gugatan yang diajukan berhubungan erat dengan gugatan pokok, maka hakim boleh mempertimbangkan hal itu bisa dikabulkan mengenai isi itemnya, materinya dan selanjutnya apabila isi gugatan berbentuk nominal, maka majelis hakim akan mempertimbangkannya dengan kondisi kemampuan yang diminta. Hal ini tergantung kesanggupan suami, dan kepatutan suami. 12

Kemudian mengenai pemberian izin pemohon untuk melakukan ikrar talak satu raj’i terhadap Termohon maka majelis hakim Pengadilan Agama Jakarta Utara yang memeriksa perkara a quo dalam konpensinya menyatakan bahwa oleh karena dalil-dalil Pemohon dibantah oleh Termohon maka sesuai HIR pasal 163 kepada Pemohon dibebani untuk membuktikan dalil-dalilnya dan begitu pun Termohon.13 Kendati pun demikian, majelis hakim berdasarkan kesaksian saksi-saksi terdapat saling bersesuaian dan tidak saling bertentangan satu sama lainnya, dengan demikian keterangan para saksi a quo sesuai ketentuan pasal 171 dan 172 HIR patut dinilai telah memenuhi syarat kesaksian.

Gugat rekonvensi dalam jawabannya pada prinsipnya hanya bersedia memberikan nafkah anak sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) setiap bulannya dikarenakan kesanggupannya sebagai karyawan pabrik.14 Adapun mengenai pembiayaan yang belum diberikan kepada istri bahwa rekonvensi penggugat mengenai pengembalian uang, tempat tinggal, kendaraan serta biaya pengobatan dan

12

Harmala Harahap, Wawancara pribadi. Jakarta, 7 Mei 2015.

13

Lihat Salinan Putusan Nomor 0386/Pdt.G/2014/PA.JU.

14

bahkan tidak menelantarkan penggugat rekonvensi selama putusan pengadilan belum selesai.

Majelis hakim berpendapat bahwa mengenai penggugat rekonpensi tidak menyebutkan secara jelas dan rinci baik spesifik kendaraan maupun nominal uang yang dipatut, maka rekonpensi penggugat rekonpensi tersebut dipandang kabur (obscuur libel). Dengan demikian rekonpensi dapat dikatakan tidak dapat diterima. Perihal rekonpensi Penggugat pertama, biaya nafkah anak yaitu: uang makan sebesar Rp. 1.200.000,- (satu juta dua ratus ribu rupiah); kedua, uang SPP sebesar Rp. 200.000 ,- (dua ratus ribu rupiah); ketiga, uang les Rp. 150.000,- (seratus lima pulum ribu); keempat, uang transport Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah); kelima, uang saku Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah); keenam, uang ngaji Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah); ketujuh, uang tak terduga Rp. 500.000,-. Adapun tergugat rekonpensi dalam jawabannnya hanya dapat memberikan uang nakah sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta ribu rupiah). Perihal perkara ini sebagaimana Penggugat rekonpensi menjelaskan perincian tersebut dalam isi jawaban dan rekonpensinya, sehingga dalam Hukum Acara Perdata mengatakan siapa yang mendalilkan maka dia yang membuktikan. Istri dapat minta kepada suaminya berapa pun yang ia minta, apabila suaminya juga mempunyai penghasilan besar dan dia bisa buktikan sehingga majelis dapat mempertimbangkannya sebagai alat bukti penghasilan orang tua yang dapat dibuktikan.15 Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan minimum bagi anak dengan kepatutan yang diberikan untuk anak maka hakim dalam perkara ini

15

mengabulkan biaya nafkah tersebut untuk masa yang akan datang setiap bulan sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah).

Kemudian dalam hal ini kaidah hukum yang dirujuk di dalam putusan ini, ialah Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor: 534/K/Pdt/1996 tanggal 18 juni 1996 mengenai perceraian tidak perlu dilihat dari siapa penyebab percekcokan atau salah satu pihak telah meninggalkan pihak lain. Kemudian Majelis Hakim juga merujuk kepada Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 379.K/AG/1995 tanggal 26 maret 1997 mengenai mediasi.

Adapun argumentasi hukum yang dipakai oleh hakim ialah kaidah fikih dalam kitab al Asybah Wa Annazair, halaman 59:16

حاصما بلج نم ىوأ دسافما ءرد Artinya: “Menolak kemudharatan (keburukan) lebih diprioritaskan dari pada meraih

kemaslahatan (kebaikan)”.

Kemudian majelis hakim dalam pertimbangan sejalan dengan pasal 41 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 secara ex officio pengadilan mewajiban kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bekas suami sebagimana pasal 80 ayat 4 huruf (a) jo. pasal 149 huruf (a) dan (b) Kompilasi Hukum Islam serta firman Allah surat al-Baqarah [2]: 241 dan dalil fikih sebagai berikut:17

      ةرقبلا(

:

241/2 ) 16

Lihat Salinan Putusan Nomor 0386/Pdt.G/2014/PA.JU.

17

Artinya: “kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa”.

ةوسكلا و ةقفنلا و ىكسلا ةيعجرلا ةدتعملل Artinya: “Bagi perempuan yang menjalani masa iddah raj’I mempunyai hak tempat tinggal (maskan), nafkah dan pakaian (kiswah). (Al-Iqna’ Juz II halaman 46).”.

Demikian secara ringkas alasan-alasan di atas maka majelis hakim dalam putusan akhirnya menyatakan bahwa majelis hakim memberikan izin kepada pemohon untuk menjatuhkan anak 1 (satu) raj‟i terhadap pemohon kemudian dalam

rekonpensi yaitu mengabulkan rekonpensi penggugat untuk sebagaian, menghukum tergugat rekonpensi untuk membayar biaya nafkah anak penggugat rekonpensi dan tergugat rekonpensi yang bernama MR setiap bulan sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) terhitung sejak putusan ini dijatuhkan sampai anak-anak tersebut dewasa atau mandiri (21 tahun); dan menghukum tergugat rekonpensi untuk memberikan biaya iddah dan mut’ah kepada penggugat rekonpensi sebesar Rp. 10.000.000,- (seputuh juta rupiah).18