• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Putusan Nafkah Anak Nomor 0386/Pdt.G/2014/PJU Putusan akhir dalam sengketa yang diputus oleh majelis hakim dalam Putusan akhir dalam sengketa yang diputus oleh majelis hakim dalam

TENTANG NAFKAH ANAK

A. Pelaksanaan Putusan Nafkah Anak Nomor 0386/Pdt.G/2014/PJU Putusan akhir dalam sengketa yang diputus oleh majelis hakim dalam Putusan akhir dalam sengketa yang diputus oleh majelis hakim dalam

memeriksa dan mengadili semua jenis perkara merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai pemenuhan prestasi1 bagi para pihak. Adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hubungan hukum antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya, tentulah memiliki fungsi untuk mencegah dan mengatasi timbulnya permasalahan yang ada dalam masyarakat.

Putusan pengadilan agama merupakan salah satu produk hukum yang dibuat oleh hakim agama sebagai nilai kepastian hukum bagi para pencari keadilan dan dituangkan dalam bentuk surat putusan pengadilan serta sebagai kekuatan yang terikat bagi para pihak. Oleh karenanya, para pihak harus tuduk menaati isi putusan yang dibebankan kepadanya.2

Perihal pelaksanaan putusan nafkah anak di Pengadilan Agama Jakarta Utara dan pada umumnya pengadilan agama yang lainnya, menjadi kendala disetiap pelaksanaannya. Dua faktor yang mempengaruhi putusan itu dilaksanakan atau tidak, yaitu: internal dan eksternal. Adapun yang dimaksud dengan faktor internal ialah

1

Prestasi ialah sesuatu yang dapat dituntut. Diantaranya terdiri dari: prestasi untuk menyerahkan sesuatu, prestasi melakukan/berbuat sesuatu, dan prestasi untuk tidak berbuat sesuatu. Lihat C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, Kamus Istilah Aneka Hukum (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), h. 184.

2

M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU No. 7 tahun 1989, cet.V, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 310.

faktor yang disebabkan karena dari putusannya itu sendiri. Sedangkan faktor

eksternal ialah faktor yang terjadi karena para pihak yang menjalankannya.

Hal ini selaras dengan konsep the law yang diartikan sebagai struktur-struktur dan aturan-aturan dalam fenomena hukum. Pertama, terdapat ketentuan-ketentuan sosial dan hukum yang didalamnya terdapat beberapa cara yaitu menekan di dalam

dan membuat “the law”. “The law” terdiri dari struktur-struktur dan aturan-aturan.

Kedua, ada pengaruh hukum terhadap perilaku yang ada di dunia luar.3 Oleh karena itu, perkara Nomor 0386/Pdt.G/2014/PA.JU sebagaimana konsep-konsep di atas masuk ke dalam klasifikasi sifat hukum dalam putusan. Sifat putusan tersebut, terdiri dari:

1. Putusan declaratoir; yaitu putusan yang hanya sekedar menerangkan atau menyatakan suatu keadaan saja sehingga tidak perlu dieksekusi.

2. Putusan constitutief, yaitu menciptakan atau menghapuskan suatu keadaan, tidak perlu dilaksanakan.

3. Putusan condemnatoir, yaitu putusan yang bisa dilaksanakan, sebagaimana di dalamnya berisikan penghukuman bagi pihak yang kalah maka dihukum untuk melakukan sesuatu.4

Perkara Nomor 0386/Pdt.G/2014/PA.JU memiliki unsur yang terikat sebagai penghukuman (condemnatoir) kepada mantan suami untuk memberikan nafkah anak

3

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), cet.VI, (Jakarta: Kencana, 2015), h. 208.

4Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama/Mahkamah Syar’iyah, Buku II

pasca putusan peradilan. Pembebanan nafkah anak yang diberikan oleh majelis hakim dalam putusan sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) dibebankan kepada suami.5 Kemudian dari faktor internal yang terdapat di dalam putusan sangatlah berkaitan dengan aturan hukum yang berlaku atau sebagai hukum positif. Perihal aturan hukum yang tidak secara tegas dikatakan di dalam putusan majelis hakim, seharusnya majelis hakim sebagaimana melihat posita (peristiwa hukum) yang terjadi dalam putusan tidak lah hanya tertuju pada pisahnya kedua pihak yang ingin bercerai akan tetapi lebih kepada akibat hukum yang akan terjadi pasca perceraian.

Penghukuman yang diberikan untuk mantan suami tidak lain demi menjamin kesejahteraan anak sampai ia dewasa sehingga pasca putusnya perceraian antara suami dan istri tetap memiliki tanggung jawab kepada anak. Ayah bertanggung jawab terhadap nafkah anak sebagai pemenuhan hak anak sebagaimana pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.6 Pemenuhan kewajiban atas pihak yang dibebankan merupakan pemenuhan prestasi atas dirinya sehingga patutlah seorang itu telah melaksanakan putusan pengadilan agama. Pemberian nafkah anak oleh mantan suami (ayah) sebagai akibat hukum dari putusnya hubungan suami istri akan mempererat hubungan ayah kepada anaknya sehingga setelah anak itu dewasa maka tetap menjalin hubungan komunikasi kepada orang tua.

5

Lihat Salinan Putusan Nomor 0386/Pdt.G/2014/PA.JU.

6

Nafkah anak yang diberikan oleh seorang ayah setiap bulan merupakan hasil pertimbangan majelis hakim terkait dengan pemenuhan hak yang diberikan kepada anak sehingga putusan majelis hakim memiliki sifat pembebanan (condemnatoir) bagi ayah. Adanya kewajiban bagi mantan suami setelah putusnya perceraian menunjukkan bahwa hubungan kewajiban antara orang tua dengan anak memiliki ikatan kuat terlebih lagi jika anak tersebut masih belum dapat berdiri sendiri.

Kewajiban orang tua baik seorang ibu atau ayah pun merupakan pokok yang harus diperhatikan walaupun hubungan antara ibu dan ayah telah berpisah. Nafkah anak merupakan salah satu pemenuhan hak seorang anak yang diberikan oleh orang tua sebagai bentuk kewajiban dari kedua orang tua, baik dari ibu yang memiliki kewajiban memelihara, mengasuh anak tersebut maupun seorang ayah yang memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah anak sampai anak itu dewasa/berdiri sendiri.

Perihal batasan bagi seorang anak yang telah dewasa/berdiri sendiri menerangkan bahwa perumusan dalam pelbagai Undang-Undang tentang anak tidak memberikan pengertian akan kondisi anak, melainkan perumusan tersebut merupakan pembatasan untuk suatu perbuatan tertentu, kepentingan tertentu dan tujuan tertentu. Misalnya dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak pasal

1 (2) merumuskan: “Anak adalah seorang yang belum mencapai usia 21 (dua puluh

satu tahun) dan belum pernah kawin.”

Adapun penjelasannya mengenai pasal di atas, menyebutkan: Batas usia 21 (dua puluh satu) tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan sosial, tahap kematangan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental seorang anak

yang dicapai pada usia tersebut. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa: “Batas usia 21

(dua puluh satu) tahun tidak mengurangi ketentuan batas usia dalam peraturan perundang-undangan lainnya, dan tidak pula mengurangi kemungkinan anak melakukan perbuatan sejauh ia mempunyai kemampuan untuk itu berdasarkan hukum

yang berlaku.”7

Pemberian nafkah anak pada perkara Nomor 0386/Pdt.G/2014/PA.JU, pelaksanaan kewajiban nafkah anak oleh suami telah diberikan dengan lancar pada setiap bulannya, akan tetapi pemberian tersebut tidak sesuai dengan isi putusan yang diberikan majelis hakim sehingga terkadang tidak mencukupi pemberian nafkah anak dengan biaya-biaya sekolah untuk anaknya.8 Pemberian nafkah untuk seorang anak sebagai bentuk pemenuhan atas hak-hak anak karena disamping anak memiliki kewajiban berbakti kepada kedua orang tuanya, anak juga memiliki hak yang harus dipenuhi oleh orang tuanya. Hal ini sejalan dengan prinsip dalam pembahasan ilmu hukum mengenai pelaksanaan putusan Hakim yaitu sebagai berikut: Secara sukarela, adalah para pihak yang kalah dengan sukarela mentaati putusan tanpa pihak yang menang harus meminta bantuan pengadilan untuk mengeksekusi putusan tersebut.9

Oleh karena itu, dalam perkara di atas dapatlah dikatakan masih memiliki

i’tikad baik yang dilakukan secara sukarela dalam memberikan nafkah anak

7

Agung Wahyono dan Ny. Siti Rahayu, Tinjauan tentang Peradilan Anak di Indonesia

(Jakarta: Sinar Grafika, 1993), h. 19.

8

Mei Nurrahmah, Wawancara pribadi. Jakarta, 3 April 2015.

9

walaupun masih belum sesuai dengan yang dibebankan kepada mantan suami sebagaimana isi putusan majelis hakim.