• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV METODE PENELITIAN

VII ANALISIS PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI ( System of Rice Intensification )

7.2 Analisis Saluran Pasar

Saluran pemasaran padi ramah lingkungan metode SRI dianalisis secara deskriptif untuk melihat pola saluran pemasaran yang terjadi. Penelusuran saluran pemasaran padi ramah lingkungan dilakukan dari level pemasaran paling rendah yaitu petani hingga ke pedagang pengecer yang berhubungan langsung dengan konsumen. Hal ini dilakukan untuk melihat biaya pemasaran yang dikeluarkan masing-masing lembaga pemasaran padi ramah lingkungan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden, dapat diketahui saluran pemasaran padi ramah lingkungan yang terbentuk terdiri dari tiga pola saluran pasar, yaitu :

1. petani-pengumpul-PPTD-grosir-pengecer-konsumen 2. petani-pengumpul-PPTD-pengecer-konsumen 3. petani-PPTD-pengecer-konsumen

Pola saluran pemasaran padi tersebut ditentukan pada kecenderungan lembaga pemasaran dalam menyalurkan hasil pertanian khususnya padi ramah lingkungan. Secara skematis pola saluran pemasaran padi ramah lingkungan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pola Saluran Pemasaran Padi Ramah Lingkungan Metode SRI di Desa Ponggang

Berdasarkan Gambar 3, pola saluran pemasaran I merupakan saluran pemasaran yang melibatkan lembaga pemasran paling banyak. Lembaga yang terlibat dimulai dari level paling rendah hingga pada level tinggi. Pemasaran gabah dilakukan pada level pemasaran yang paling rendah yaitu ditingkat petani

Pola III Pola I I Pola I Petani Padagang pengumpul PPTD Grosir Konsumen Pengecer

dan pedagang pengumpul lokal, selanjutnya gabah dijual kembali ke pedagang PPTD. Pada level pemasaran ini, gabah GKG mengalami pengolahan menjadi beras yang akan dijual kembali ke pedagang non lokal. Hal yang sama terjadi pada pola pemasaran II. Pedagang PPTD menjual langsung berasnya ke pedagang grosir, namun PPTD menerima harga yang lebih rendah dibandingkan bila menjualnya ke pedagang pengecer. Keuntungan yang diperoleh Pedagang PPTD bila menjual ke pedagang grosir yaitu dapat langsung menerima hasil penjualannya secara tunai. Kegiatan pemasaran beras ramah lingkungan dilanjutkan oleh pedagang grosir dengan menjualnya kembali ke pedagang pengecer. Tanpa memberikan perlakuan khusus, pedagang pengecer menjual beras langsung ke pedagang pengecer lain atau konsumen akhir.

Saluran pemasaran pada saluran II tidak berbeda dengan saluran I terutama saat pemasaran gabah. Namun pada saluran ini pedagang PPTD memilih menjual berasnya ke pedagang pengecer tanpa melalui grosir. Pedagang PPTD menerima harga jual yang lebih tinggi namun dengan resiko tidak memperoleh pembayaran tunai. Saluran pemasaran pada pola III tidak berbeda dengan pola II, hanya saja petani tidak menjual gabahnya kepada pedagang pengumpul tetapi langsung ke pedagang PPTD. Hal ini dilakukan karena lokasi petani dengan tempat penggilingan PPTD dekat, sehingga tidak memerlukan biaya transportasi yang berarti. Selain itu, petani menerima harga jual yang relatif lebih tinggi dibandingkan menjual ke pedagang pengumpul.

7.3 Margin Pemasaran dan Farmer’s share

Margin digunakan dalam analisis saluran pemasaran sebagai indikator dari efisiensi operasional yang mengukur produktivitas kegiatan pemasaran atau fungsi

pemasaran yang dijalankan masing-masing lembaga. Lebih lanjut margin merupakan penerimaan kotor dari setiap aktivitas pemasaran dimana didalamnya masih terdapat komponen biaya-biaya pemasaran (margin biaya total) dan keuntungan pemasaran (margin keuntungan). Dengan demikian, nilai margin yang besar pada saluran pemasaran belum dapat menggambarkan keuntungan yang besar bagi masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Sementara farmer’s share menggambarkan bagian yang diterima petani atas harga jual ditingkat pengecer. Semakin panjang rantai tataniaga menyebabkan bagian yang diterima petani akan semakin kecil, karena biaya-biaya operasional yang digunakan dalam menjalankan fungsi pemasaran akan semakin besar. Artinya saluran pemasaran tidak efisien.

Biaya operasional atau biaya tataniaga menunjukkan semua biaya yang digunakan oleh lembaga pemasaran dalam menjalankan fungsi pemasarannya, sehingga mencakup biaya pengolahan hingga biaya pemasaran seperti pengemasan, transportasi dan lain sebagainya. Tabel 22 memperlihatkan bahwa terdapata tiga saluran pemasaran yang menjadi alternatif bagi lembaga pemasaran dalam tataniaga padi ramah lingkungan metode SRI di Desa Ponggang. Lebih lanjut lembaga pemasaran yang paling banyak terlibat dalam rantai tataniaga padi ramah lingkungan terdapat pada saluran pemasaran I dan paling sedikit terdapat pada saluran III. Banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat pada saluran I menyebabkan biaya operasional lebih tinggi dibanding pada saluran lainnya, yaitu sebesar Rp 17.798,64/kg. Hal ini menunjukkan bahwa saluran pemasaran I memiliki aktivitas pemasaran yang lebih banyak sehingga biaya yang dibutuhkan

untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran tidak sedikit jumlahnya. Kemudian dilanjutkan oleh saluran pemasaran II dan saluran pemasaran III.

Tabel 22 Margin dan Farmer’s share yang diterima Masing-Masing Lembaga Pemasaran Padi Ramah Lingkungan di Desa Ponggang Bulan Februari Tahun 2008 (Rp/Kilogram)

Pola saluran pasar

I II III No Lembaga Rp/kg (%)* Rp/kg (%)* Rp/kg (%)* 1 Petani Biaya produksi (GKG) 1.542,55 1.542,55 1.542,55 Harga jual 2.468,28 2.468,28 2.600,003 Margin keuntungan 925,73 100,00 925,73 100,00 1.057,45 100,00

Margin biaya total 0,00 0,00 0,00

2 Pedagang pengumpul

• Harga beli 2.468,28 2.468,28

• Muat -bongkar 20 20

Harga jual 2.600,00 2.600,00

Margin keuntungan 111,72 85,00 111,72 85,00

Margin biaya total 20 20

3 PPTD • Harga beli1 3.822,00 3.822,00 3.822,00 • Ongkos angkut 20,00 20,00 0,00 • Penggilingan 150,00 150,00 150,00 • Tenaga kerja 45,00 45,00 45,00 • Pengadaan karung 44,00 44,00 44,00 • Muat beras 6,00 6,00 6,00 • Transportasi 57,14 57,14 57,14 • Bongkar beras 15,00 15,00 15,00 Harga jual 4.700,00 4.800,00 4.800,00 Margin keuntungan 540,86 82,00 640,86 84,00 660,86 84,00 Margin biaya total 122,14 122,14 122,14

4 Grosir • Harga beli 4.700,00 • Pengemasan 10,00 • Pengadaan karung 42,00 Harga jual 4.800,00 Margin keuntungan 48,00 48,00 Margin biaya total 52,00

5 Pengecer • Harga beli 4.800,00 4.800,00 4.800,00 • Kemasan 30,00 30,00 30,00 • Tenaga kerja 11,67 11,67 11,67 • Angkut beras 15,00 0,00 0,00 Harga jual 5.200,00 5.200,00 5.200,00 Margin keuntungan 343,33 86,00 358,33 90,00 358,33 90,00

Margin biaya total 56,67 41,67 41,67

4 Konsumen

Harga beli 5.200,00 5.200,00 5.200,00

Total biaya operasional 17.798,64 13.031,64 10.523,36 Total margin keuntungan 1.969,64 89,00 2.036,64 92,00 2.076,64 93,00 Margin biaya total 250,81 183,81 163,81

Konversi harga beras-gabah (1,47)2 3.903,37 3.903,37 4.097,00

Farmer’s share(%) 75,06 75,06 78,79

*persentase terhadap margin pemasaran 1 harga konversi 1,47 kg gabah-1 kg beras 2

harga 1 kg gabah setara 1 kg beras di tingkat konsumen akhir 3 harga beli GKG ditingkat PPTD

Petani sebagai produsen pada saluran I sama sekali tidak mengeluarkan biaya pemasaran, karena biaya kemasan dan penjemuran sudah termasuk kedalam biaya produksi GKG. Hal ini terlihat pada margin keuntungan yang diperolehnya mencapai 100 persen atau sebesar Rp 925,73/kg, sehingga petani merupakan lembaga pemasaran yang menerima keuntungan paling besar pada semua saluran pemasaran padi ramah lingkungan. Besarnya margin yang diperoleh petani dikarenakan biaya produksi gabah padi ramah lingkungan per kilogramnya relatif kecil bila dibandingkan dengan biaya produksi padi konvensional yang mencapai Rp 2.535,48/kg. Kebutuhan biaya pemasaran paling rendah terdapat pada pedagang pengumpul lokal karena hanya melakukan penimbangan dan pengumpulan. Biaya pemasaran paling besar ditemukan pada pedagang PPTD yaitu sebesar Rp 122,14/kg beras. Hal ini dikarenakan gabah pada pedagang PPTD mengalami proses pengolahan (susut gabah-beras sekitar 38 persen), pengemasan, bongkar-muat dan transportasi.

Margin biaya total pada pedagang grosir dan pengecer non lokal relatif sama yaitu sebesar Rp 52,00/kg dan Rp 56,67/kg beras. Beras pada pedagang non lokal hanya mengalami beberapa perlakuan seperti bongkar-muat dan pengemasan, sehingga memiliki margin biaya total yang rendah. Margin keuntungan paling tinggi pada saluran I berturut-turut diterima oleh petani (Rp 925,73/kg GKG), pedagang pengecer (Rp 343,33/kg beras), grosir (Rp 48,00/kg beras), pedagang pengumpul (Rp 111,72/kg GKG) dan PPTD (Rp 540,86/kg beras). Pedagang pengecer menerima margin keuntungan mencapai 86 persen terbesar kedua setelah margin keuntungan petani (100 %) karena menghadapi konsumen akhir dimana mark-up yang terjadi sebesar 8 persen, sementara

kegiatan pemasarannya relatif sedikit. Pedagang pengecer mengeluarkan biaya untuk kemasan, upah tenaga kerja dan biaya angkut karena membeli dari grosir. Rantai tataniaga pada saluran pemasaran II tidak jauh berbeda dengan saluran pemasaran I, hanya saja lembaga pemasaran yang terlibat lebih sedikit karena pedagang PPTD menjual berasnya ke pedagang pengecer non lokal (tidak melibatkan pedagang grosir).

Saluran pemasaran II cenderung lebih banyak dilakukan oleh PPTD karena dianggap lebih menguntungkan dengan menerima harga jual beras yang lebih tinggi. Selain itu, lebih banyak pilihan alternatif bagi PPTD dalam menetapkan calon pembeli (pedagang pengecer) dengan harga yang maksimal. Namun resiko yang dihadapi yaitu sistem pembayaran tidak tunai. Hal ini tidak menjadi masalah karena skala penjualan PPTD ke pedagang pengecer relatif tidak besar (1-3 ton beras). Margin keuntungan PPTD pada saluran ini lebih tinggi dibandingkan pada saluran I yaitu sebesar Rp 640,86/kg beras atau sekitar 84 persen. Hal yang sama terjadi pada pedagang pengecer yang memperoleh margin keuntungan Rp 358,33/kg beras (90%). Pedagang pengecer memperoleh keringanan biaya pemasaran terutama biaya angkut yang ditanggung oleh PPTD.

Keterlibatan lembaga pemasaran yang paling sedikit terdapat pada saluran pemasaran III. Pada saluran ini petani langsung menjual ke pedagang PPTD (tanpa melalui pedagang pengumpul lokal) karena alasan teknis yaitu dekat dengan penggilingan PPTD. Pedagang PPTD memperoleh keuntungan dari kegiatan pemasaran ini karena biaya angkut gabah ditanggung oleh petani. Petani menerima harga jual yang lebih tinggi dari saluran I dan II yaitu Rp 2.600,00/kg GKG sehingga memperoleh margin keuntungan yang lebih besar dibandingkan

pada saluran pemasaran lainnya (saluran I dan II). Margin keuntungan yang diterima petani dan PPTD lebih tinggi dari dua saluran lainnya yang masing- masing menerima sebesar Rp 1057,45/kg GKG dan Rp 660,86/kg beras. Lebih lanjut dapat diketahui bahwa margin biaya total pada saluran pemasaran III paling rendah diantara dua saluran pemasaran lainnya, terutama saluran pamasaran I.

Bila melihat total dari margin biaya yang dihasilkan masing-masing saluran pemasaran, terlihat saluran pemasaran III memiliki margin biaya total yang paling rendah diantara dua saluran lainnya. Artinya penggunaan biaya pemasaran dalam rantai tataniaga padi ramah lingkungan paling kecil, dengan demikian secara operasional dapat dikatakan paling efisien. Hal ini didukung dengan bagian petani (farmer’s share) yang dihasilkan pada saluran III paling besar yaitu 78,79 persen. Artinya harga yang diterima konsumen akhir ditingkat pengecer tidak berbeda jauh dengan bagian harga yang diterima petani.

Saluran pemasaran IV pada Lampiran 9 dapat dijadikan sebagai skenario alternatif pemasaran langsung yang dilakukan oleh petani sendiri ke pedagang pengecer. Secara aktual saluran pemasaran ini tidak banyak digunakan di Desa Ponggang namun dapat digunakan untuk mengkaji saluran pemasaran yang pendek dan paling sedikit melibatkan lembaga pemasaran. Teori menyebutkan bahwa efisiensi tidak ditentukan oleh panjang-pendeknya saluran pemasaran.

Kegiatan pemasaran pada saluran IV memerlukan total biaya pemasaran paling besar yaitu Rp 256,67/kg beras. Volume pemasaran yang kecil menyebabkan biaya pemasaran menjadi besar, terutama pada biaya transportasi (sewa pick up dengan kapasitas 1 ton beras). Biaya sewa kendaraan mencapai Rp 150,00/kg beras, sementara biaya transportasi yang dikeluarkan pedagang PPTD

hanya sebesar Rp 57,14/kg beras menggunakan mobil engkel (kapasitas 3,5 ton). Lebih lanjut bagian margin keuntungan yang diperoleh petani lebih kecil yaitu hanya 90,64 persen dan total margin keuntungan yang dihasilkan saluran IV sebesar 90,48 persen. Kelebihan dari saluran ini terdapat pada farmer’s share yang diterima petani paling besar diantara farmer’s share pada tiga saluran lainnya yaitu 92,31 persen. Hal ini dikarenakan jumlah lembaga pemasaran yang sedikit. Berdasarkan uraian tersebut, maka saluran pemasaran III tetap menjadi saluran pemasaran yang paling efisien secara operasional dalam tataniaga padi ramah lingkungan metode SRI di Desa Ponggang. Secara lengkap tabel margin pemasaran padi ramah lingkungan metode SRI dapat dilihat pada Lampiran 9.

VIII HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN TERHADAP

Dokumen terkait