• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pendapatan dan margin pemasaran padi ramah lingkungan metode SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: desa Ponggang kecamatan Sagalaherang kabupaten Subang, Jawa-Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pendapatan dan margin pemasaran padi ramah lingkungan metode SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: desa Ponggang kecamatan Sagalaherang kabupaten Subang, Jawa-Barat)"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI

RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

(

System of Rice Intensification

)

(

Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat)

Oleh :

MUHAMMAD UBAYDILLAH A 14105569

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

MUHAMMAD UBAYDILLAH. Analisis Pendapatan dan Margin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan Metode SRI (System of Rice Intensification) Kasus Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat. (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA)

Penggunaan faktor produksi pertanian yang menekankan pada input kimia turut andil dalam penurunan kualitas hidup dan lingkungan karena pencemaran residu bahan kimia berbahaya. Berawal dari usaha untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk, pemerintah menerapkan sistem intensif penggunaan input yang semasa itu dikenal sebagai revolusi hijau. Tahun 1984 merupakan kesuksesan pemerintah dalam berswasembada pangan nasional tanpa bergantung pada pangan impor. Bagi Indonesia, pangan identik dengan beras karena sebagian besar penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pangan pokok. Kesuksesan swasembada beras tidak bertahan lama karena selang beberapa tahun Indonesia kembali mengimpor beras. Bukan hanya itu, ternyata berubahnya teknik budidaya dari pertanian tradisional menjadi pertanian yang modern dengan menggunakan input anorganik membawa dampak negatif, salah-satunya adalah pencemaran residu kimia pada lingkungan termasuk pada komoditi pangan.

Kerusakan lingkungan terus berlanjut karena penggunaan bahan kimia dalam budidaya pertanian sulit dihindari oleh petani. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan terhadap pendapatan yang diterima petani karena petani semakin tidak mandiri dalam mencukupi input usahataninya. Sementara disisi lain, harga input cenderung terus naik akibat kondisi ekonomi nasional yang tidak mendukung sejak krisis moneter tahun 1997 yang disusul kebijakan pemerintah menaikan harga eceran tertinggi (HET) pupuk. Sebagai upaya untuk mengurangi dampak negatif dan ketergantungan petani dari penggunaan input anorganik dalam usahataninya khususnya pada komoditi padi, saat ini muncul berbagai format pertanian alternatif salah satunya yaitu padi ramah lingkungan metode SRI (System of Rice Intensification).

(3)

konvensional terhadap pendapatan petani di Desa Ponggang? Bagaimana pemasaran hasil produksi padi ramah lingkungan yang dikembangkan di Desa Ponggang dan bagaimana persepsi petani terhadap kelebihan dan kekurangan padi ramah lingkungan metode SRI? Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1) Menganalisis usahatani padi ramah lingkungan dan usahatani padi konvensional, 2) menganalisis saluran dan lembaga pemasaran, 3) Menganalisis margin masing-masing pelaku pasar dan farmer’s share pada pemasaran padi ramah lingkungan, 4) Menganalisis hubungan karakteristik responden dengan persepasinya mengenai kelebihan dan kekurangan usahatani padi ramah lingkungan metode SRI.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani padi ramah lingkungan metode SRI lebih menguntungkan dibandingkan usahatani padi konvensional meskipun membutuhkan biaya usahatani yang lebih besar. Petani padi ramah lingkungan metode SRI menerima pendapatan kotor sebesar Rp 16.452.414,47/ha dan sekitar 62 persen bagian penerimaan tersebut digunakan untuk membayar biaya total usahatani sehingga pendapatan bersih yang diterima petani padi ramah lingkungan sebesar Rp 6.237.060,47/ha. Petani padi konvensional menerima pendapatan bersih hanya Rp 1.890.098,03/ha dari total pendapatan kotor sebesar Rp 9.968.755,2/ha karena sekitar 81,04 persen penerimaan petani digunakan untuk membayar biaya total usahatani. Pendapatan petani padi konvensional relatif kecil bila dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh petani padi ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan produksi GKP tanaman padi konvensional hanya sebesar 4.625,53 kg/ha (3.931,70 kg GKG). Sementara produktivitas tanaman padi ramah lingkungan metode SRI mencapai 7.837,89 kg/ha atau sebesar 6.665,54 kg GKG (susut 15 %). Berdasarkan tingkat pendapatan petani terhadap biaya total input produksi yang digunakan dapat diketahui efisiensi dari kedua usahatani tersebut yang terlihat pada nilai R/C ratio atas biaya total masing-masing yaitu 1,61 untuk usahatani padi ramah lingkungan metode SRI dan 1,23 untuk nilai R/C ratio usahatani padi konvensional. Secara aktual R/C ratio masing-masing usahatani sebesar 3,08 dan 1,72.

(4)

menghilangkan peranan pedagang perantara pada pola IV menjadikan kegiatan pemasaran langsung oleh petani tidak efisien secara operasional. Dengan demikian keberadaan pedagang perantara seperti PPTD pada kasus pemasaran di Desa Ponggang sangat diperlukan.

(5)

(

System of Rice Intensification

)

(

Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat)

Oleh :

MUHAMMAD UBAYDILLAH A 14105569

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(6)

Subang, Jawa-Barat) Nama : Muhammad Ubaydillah NRP : A 14105569

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS NIP : 131 685 542

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr

NIP : 131 124 019

(7)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Mei 2008

(8)

Penulis lahir di Karawang pada tanggal 10 Juni 1983, sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Putra dari pasangan Bapak Piyan dan Ibu Umroh.

Penulis memulai pendidikannya di Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Mathla’ul Anwar Segaran I pada tahun 1990 dan lulus pada tahun 1996. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya di Madrasah Tsanawiyah Mathla’ul Anwar Segaran hingga tahun 1999. Sekolah Menengah Umum ditempuh penulis di Sekolah Menengah Umum Negeri I Rengasdengklok sejak tahun 1999 hingga tahun 2002 dan pada tahun yang sama penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan program diploma III di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Program Studi Teknologi Benih, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Selepas menempuh program diploma III, penulis melanjutkan studi pada pendidikan strata satu (S1) Program Ekstensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2005 hingga tahun 2008.

(9)

Puji dan syukur selalu tercurahkan kepada sang khalik pencipta alam beserta isinya, Allah SWT atas kebesaran dan limpahan rahmat serta hidayah-Nya, shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas terselesaikannya penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Margin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan Metode SRI (System of Rice Intensification), (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat)”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan sarjana pertanian pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Upaya memberikan yang terbaik telah dilakukan secara optimal dalam penyusunan skripsi ini, namun seperti pepatah bilang “tak ada gading yang tak retak”. Akhirnya penulis hanya berharap semoga skripsi ini menjadi karya yang bermanfaat bagi penelitian selanjutnya dan bagi pembaca pada umumnya. Wassalamu’alaikum.

Bogor, Mei 2008

(10)

Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, diawali dengan ucapan syukur kepada Allah SWT penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Kedua orang tua, Bapak dan Ibu tercinta yang senantiasa mendoakan dan mendukung penulis dengan kasih sayang dan ridhonya.

2. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS. Selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, dukungan, saran dan perhatiannya yang sangat berarti bagi penulis hingga penyusunan skripsi ini selesai.

3. Muhammad Firdaus Ph.D. Selaku dosen penguji utama yang telah memberikan banyak masukan yang berarti bagi penyempurnaan skripsi ini. 4. Tanti Novianty, SP, Msi. Selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang

telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Keluarga besar Bapak Agan Dedi (Ibu, Emi, Abah serta adik kecilku Santi dan Yopi) yang telah memberikan dukungan moril dan materil selama pengumpulan data di tempat penelitian.

(11)

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI

RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

(

System of Rice Intensification

)

(

Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat)

Oleh :

MUHAMMAD UBAYDILLAH A 14105569

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

MUHAMMAD UBAYDILLAH. Analisis Pendapatan dan Margin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan Metode SRI (System of Rice Intensification) Kasus Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat. (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA)

Penggunaan faktor produksi pertanian yang menekankan pada input kimia turut andil dalam penurunan kualitas hidup dan lingkungan karena pencemaran residu bahan kimia berbahaya. Berawal dari usaha untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk, pemerintah menerapkan sistem intensif penggunaan input yang semasa itu dikenal sebagai revolusi hijau. Tahun 1984 merupakan kesuksesan pemerintah dalam berswasembada pangan nasional tanpa bergantung pada pangan impor. Bagi Indonesia, pangan identik dengan beras karena sebagian besar penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pangan pokok. Kesuksesan swasembada beras tidak bertahan lama karena selang beberapa tahun Indonesia kembali mengimpor beras. Bukan hanya itu, ternyata berubahnya teknik budidaya dari pertanian tradisional menjadi pertanian yang modern dengan menggunakan input anorganik membawa dampak negatif, salah-satunya adalah pencemaran residu kimia pada lingkungan termasuk pada komoditi pangan.

Kerusakan lingkungan terus berlanjut karena penggunaan bahan kimia dalam budidaya pertanian sulit dihindari oleh petani. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan terhadap pendapatan yang diterima petani karena petani semakin tidak mandiri dalam mencukupi input usahataninya. Sementara disisi lain, harga input cenderung terus naik akibat kondisi ekonomi nasional yang tidak mendukung sejak krisis moneter tahun 1997 yang disusul kebijakan pemerintah menaikan harga eceran tertinggi (HET) pupuk. Sebagai upaya untuk mengurangi dampak negatif dan ketergantungan petani dari penggunaan input anorganik dalam usahataninya khususnya pada komoditi padi, saat ini muncul berbagai format pertanian alternatif salah satunya yaitu padi ramah lingkungan metode SRI (System of Rice Intensification).

(13)

konvensional terhadap pendapatan petani di Desa Ponggang? Bagaimana pemasaran hasil produksi padi ramah lingkungan yang dikembangkan di Desa Ponggang dan bagaimana persepsi petani terhadap kelebihan dan kekurangan padi ramah lingkungan metode SRI? Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1) Menganalisis usahatani padi ramah lingkungan dan usahatani padi konvensional, 2) menganalisis saluran dan lembaga pemasaran, 3) Menganalisis margin masing-masing pelaku pasar dan farmer’s share pada pemasaran padi ramah lingkungan, 4) Menganalisis hubungan karakteristik responden dengan persepasinya mengenai kelebihan dan kekurangan usahatani padi ramah lingkungan metode SRI.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani padi ramah lingkungan metode SRI lebih menguntungkan dibandingkan usahatani padi konvensional meskipun membutuhkan biaya usahatani yang lebih besar. Petani padi ramah lingkungan metode SRI menerima pendapatan kotor sebesar Rp 16.452.414,47/ha dan sekitar 62 persen bagian penerimaan tersebut digunakan untuk membayar biaya total usahatani sehingga pendapatan bersih yang diterima petani padi ramah lingkungan sebesar Rp 6.237.060,47/ha. Petani padi konvensional menerima pendapatan bersih hanya Rp 1.890.098,03/ha dari total pendapatan kotor sebesar Rp 9.968.755,2/ha karena sekitar 81,04 persen penerimaan petani digunakan untuk membayar biaya total usahatani. Pendapatan petani padi konvensional relatif kecil bila dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh petani padi ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan produksi GKP tanaman padi konvensional hanya sebesar 4.625,53 kg/ha (3.931,70 kg GKG). Sementara produktivitas tanaman padi ramah lingkungan metode SRI mencapai 7.837,89 kg/ha atau sebesar 6.665,54 kg GKG (susut 15 %). Berdasarkan tingkat pendapatan petani terhadap biaya total input produksi yang digunakan dapat diketahui efisiensi dari kedua usahatani tersebut yang terlihat pada nilai R/C ratio atas biaya total masing-masing yaitu 1,61 untuk usahatani padi ramah lingkungan metode SRI dan 1,23 untuk nilai R/C ratio usahatani padi konvensional. Secara aktual R/C ratio masing-masing usahatani sebesar 3,08 dan 1,72.

(14)

menghilangkan peranan pedagang perantara pada pola IV menjadikan kegiatan pemasaran langsung oleh petani tidak efisien secara operasional. Dengan demikian keberadaan pedagang perantara seperti PPTD pada kasus pemasaran di Desa Ponggang sangat diperlukan.

(15)

(

System of Rice Intensification

)

(

Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat)

Oleh :

MUHAMMAD UBAYDILLAH A 14105569

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(16)

Subang, Jawa-Barat) Nama : Muhammad Ubaydillah NRP : A 14105569

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS NIP : 131 685 542

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr

NIP : 131 124 019

(17)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Mei 2008

(18)

Penulis lahir di Karawang pada tanggal 10 Juni 1983, sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Putra dari pasangan Bapak Piyan dan Ibu Umroh.

Penulis memulai pendidikannya di Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Mathla’ul Anwar Segaran I pada tahun 1990 dan lulus pada tahun 1996. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya di Madrasah Tsanawiyah Mathla’ul Anwar Segaran hingga tahun 1999. Sekolah Menengah Umum ditempuh penulis di Sekolah Menengah Umum Negeri I Rengasdengklok sejak tahun 1999 hingga tahun 2002 dan pada tahun yang sama penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan program diploma III di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Program Studi Teknologi Benih, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Selepas menempuh program diploma III, penulis melanjutkan studi pada pendidikan strata satu (S1) Program Ekstensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2005 hingga tahun 2008.

(19)

Puji dan syukur selalu tercurahkan kepada sang khalik pencipta alam beserta isinya, Allah SWT atas kebesaran dan limpahan rahmat serta hidayah-Nya, shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas terselesaikannya penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Margin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan Metode SRI (System of Rice Intensification), (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat)”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan sarjana pertanian pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Upaya memberikan yang terbaik telah dilakukan secara optimal dalam penyusunan skripsi ini, namun seperti pepatah bilang “tak ada gading yang tak retak”. Akhirnya penulis hanya berharap semoga skripsi ini menjadi karya yang bermanfaat bagi penelitian selanjutnya dan bagi pembaca pada umumnya. Wassalamu’alaikum.

Bogor, Mei 2008

(20)

Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, diawali dengan ucapan syukur kepada Allah SWT penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Kedua orang tua, Bapak dan Ibu tercinta yang senantiasa mendoakan dan mendukung penulis dengan kasih sayang dan ridhonya.

2. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS. Selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, dukungan, saran dan perhatiannya yang sangat berarti bagi penulis hingga penyusunan skripsi ini selesai.

3. Muhammad Firdaus Ph.D. Selaku dosen penguji utama yang telah memberikan banyak masukan yang berarti bagi penyempurnaan skripsi ini. 4. Tanti Novianty, SP, Msi. Selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang

telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Keluarga besar Bapak Agan Dedi (Ibu, Emi, Abah serta adik kecilku Santi dan Yopi) yang telah memberikan dukungan moril dan materil selama pengumpulan data di tempat penelitian.

(21)

serta membantu penyediaan informasi penelitian.

8. Teman-teman satu pembimbing : Avnita (terimakasih atas dukungan moril dan motivasinya), Siska, Timbul dan Eda (terimakasih atas kepedulian dan perhatiannya).

9. Bona, Baim dan Sudarlin yang menyediakan failitas komputer serta masukan yang sangat berarti.

10.Teman-teman kost Pioneer Arief (personal advisor), fajar (computer programe consultant) atas pinjaman laptopnya, Jam’an (sangat membantu dalam persiapan slide), Sudarsono, Wawan, Aris, dan Rian.

11.Teman-teman Veteran Tekben : Restu dan Keluarga (terimakasih buat kekeluargaannya serta dukungan materi dan moril), Ole (Ali), Ncep, Maria, Timbul, Riki, Sari (Iie), Nci dan Heda, khususnya Rizki yang bersedia menjadi pembahas seminar. Perjalanan dan perjuangan ini tidak akan memiliki warna dan arti tanpa kalian semua.

12.Teman-teman Ekstensi’13 khususnya Baban (Cimande), mba Endah dan kang Agung (business inspirator), Mrs. Inggit dan Mr. RER yang telah memberikan arti”ketawa itu penting” Nde, Dewi, Iil, Ida, dan temen-temen lainnya.

Semoga segala amal kebaikan yang telah dilakukan menjadi hitungan ibadah dan hanya Allah SWT yang dapat menilai dan membalas semuanya, Amin.

Bogor, Mei 2008

(22)

Halaman 1.4 Ruang Lingkup Penelitian... 9 1.5 Kegunaan Penelitian ... 10

II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Pertanian Berkelanjutan ... 11 2.2 High External Input Agriculture (HEIA)... 12 2.3 Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA)... 12 2.4 Pertanian Organik... 13 2.5 Tinjauan Empiris Tentang Usahatani Padi Organik... 14

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 17 3.1.1 Konsep Usahatani ... 17 3.1.1.1 Ukuran Pendapatan dan Keuntungan Usahatani ... 21 3.1.1.2 Pengeluaran Usahatani ... 22 3.1.1.3 Penerimaan Petani... 23 3.1.1.4 Pendapatan Usahatani ... 23 3.I.2 Konsep Pemasaran... 24 3.1.2.1 Fungsi-Fungsi Pemasaran ... 25 3.1.2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran... 26 3.1.2.3 Efisiensi Pemasaran ... 28 3.1.2.4 Margin Pemasaran dan Farmer’s Share ... 28 3.I.3 Hubungan Karakteristik Responden Terhadap

Manfaat Padi SRI ... 31 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 32

IV METODE PENELITIAN ... 36

(23)

4.5.2Analisis Pendapatan Usahatani ... 38 4.6Analisis Pemasaran ... 40 4.6.1 Analisis Margin Pemasaran ... 40 4.6.2 Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran ... 41 4.7 Uji Chi-square (X2test)... 41 4.8 Definisi Operasional ... 45

V GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN ... 49

5.1 Wilayah dan Topografi ... 49 5.2 Sosial Ekonomi Masyarakat... 57 5.3 Gambaran Umum Usahatani ... 53 5.4 Budidaya Padi Ramah Lingkungan Metode SRI ... 55 5.4.1 Pengolahan tanah ... 55 5.4.2 Pembibitan ... 57

5.4.2.1 Persiapan Lahan Pembibitan ... 57 5.4.2.2 Perlakuan Benih Sebelum Sebar ... 57 5.4.8 Pemeliharaan Pematang Sawah... 67 5.4.9 Panen ... 67 5.4.10 Kegiatan pasca panen... 68 5.5 Karakteristik Responden ... 69

VI ANALSISIS SISTEM USAHATANI PADI RAMAH

LINGKUNGAN METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL 71

6.1 Penggunaan Input... 71 6.3.1 Penerimaan Usahatani... 84 6.3.2 Biaya Usahatani ... 85 6.3.3 Pendapatan Usahatani ... 89

VII ANALISIS PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN

METODE SRI (System of Rice Intensification)... 92

(24)

7.3Margin Pemasaran dan Farmr’s Share... 100

VIII HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

TERHADAP MANFAAT USAHATANI PADI RAMAH

LINGKUNGAN METODE SRI ... 107

IX KESIMPULAN DAN SARAN ... 112

9.1Kesimpulan ... 112 9.2 Saran ... 113

(25)

Nomor Halaman 1. Perhitungan Analisis Pendapatan dan Analisis R/C Ratio... 39 2. Luas Tanah Sawah Berdasarkan Sistem Irigasi di Desa Ponggang

(Hektar) ... 51 3. Pemilikan Lahan Pertanian Tanaman Pangan di Desa Ponggang

Tahun 2007 (Hektar) ... 52 4. Beberapa Jenis Ternak yang dikembangkan Penduduk di Desa

Ponggang... 54 5. Kandungan Unsur Hara Paad Beberapa Kotoran Hewan ... 61 6. Serangan Beberapa Jenis Hama Pada Usahatani Padi di Desa

Ponggang Musim Tanam Ke III (Periode Agustus-November 2007) 65 7. Sistem Pengairan pada Lahan Padi Ramah Lingkungan Metode

SRI (HST) ... 66 8. Kebijakan pada Bagi Hasil Sistem Nyeblokan dan Sistem

Ngawesi yang digunakan di Desa Ponggang ... 68 9. Karakteristik Petani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI dan Padi

Konvensional ... 69 10.Varietas Benih yang digunakan Petani Responden di Desa Ponggang

(Perode Tanam Agustus-November) Tahun 2007 ... 73 11.Penggunaan Pupuk Urea, TSP dan Ponska dalam Usahatani Padi

Konvensional Periode Tanam Agustus-November Tahun 2007

(kg/ha) ... 76 12.Penggunaan Pupuk Daun pada Usahatani Padi Ramah Lingkungan

Metode SRI Musim Tanam (MT) Periode Agustus-

November 2007 (ml/ha) ... 77 13.Merek dagang dan Jenis Pupuk Daun pada Usahatani Padi

Konvensional Musim Tanam (MT) Periode Agustus-

November 2007 (Hektar) ... 78 14.Jenis Obat-Obatan Pada Usahatani Padi Konvensional Musim

(26)

15.Perbandingan Kebutuhan Tenaga Kerja pada Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI dan Usahatani Padi Konvensional Musim Tanam (MT) Periode Agustus-November 2007 (HOK/Ha) ... 81 16.Produktivitas Padi Ramah Lingkungan Metode SRI dan Padi

Konvensional Pada Musim Tanam Periode Aguastus-November

Tahun 2007 ... 84 17.Penerimaan Petani Padi Ramah Lingkungan Dan Petani Padi

Konvensional Musim Tanam Peride Agustus-November

Tahun 2007 (hektar)... 85 18.Biaya Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI

Pada Musim Tanam (MT) Periode Agustus-November

Tahun 2007 (Rp/Ha) ... 86 19.Pengeluaran Usahatani Padi Konvensional Musim Tanam (MT)

Periode Agustus-November Tahun 2007 (Rp/Ha)... 88 20.Analisis Pendapatan Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI

dan Usahatani Padi Konvensional Pada Musim Tanam Agustus-

November Tahun 2007 di Desa Ponggang (Rp/Ha) ... 91 21.Fungsi Pemasaran Padi Ramah Lingkungan pada Pedagang

Pengumpul Tingkat Daerah di Desa Ponggang Tahun 2008 ... 96 22.Margin dan Farmer’s share yang diterima Masing-Masing Lembaga

Pemasaran Padi Ramah Lingkungan di Desa Ponggang Bulan

Februari Tahun 2008 (Rp/Kilogram) ... 102 23.Pendapat Petani Responden Terhadap Kelebihan dan Kekurangan

Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI Berdasarkan

(27)

Nomor Halaman 1. Kurva Permintaan Asal dan Turunan ... 29 2. Kerangka Operasional Penelitian... 35 3. Pola Saluran Pemasaran Padi Ramah Lingkungan Metode

(28)

Nomor Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian ... 118 2. Seleksi Benih Padi Ramah lingkungan dengan Perlakuan Larutan

Garam... 119 3. Pembuatan Pupuk Bokashi ... 120 4. Pembuatan Mikro Organisme Lokal (MOL)/Pestisida Nabati ... 122 5. Penggunaan Biaya Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode

SRI Pada Musim Tanam (MT) Periode Agustus – November 2007 (Hektar) ... 123 6. Penggunaan Biaya Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode

SRI Pada Luas Rata-Rata 0,29 Ha Musim Tanam (MT) Periode

Agustus – November 2007... 124 7. Rincian Penggunaan Biaya dalam Usahatani Padi Konvensional

di Desa Ponggang Pada Musim Tanam (MT) Periode Agustus-

November Tahun 2007 (Hektar) ... 125 8. Penggunaan Biaya Usahatani Padi Konvensional Pada Luas Rata-

Rata 0,42 Ha Musim Tanam (MT) Periode Agustus –

November 2007... 126 9. Tabel Analisis Margin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan

Metode SRI di Desa Ponggang (Bulan Februari 2008) ... 127 10.Hubungan Umur dengan Penilaian Responden Terhadap Manfaat

Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI ... 128 11.Hubungan Lamanya Pendidikan Formal dengan Penilaian

Responden Terhadap Manfaat Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI ... 129 12.Hubungan Tingkat Pendapatan Usahatani dengan Penilaian

Responden Terhadap Manfaat Usahatani Padi Ramah

Lingkungan Metode SRI ... 130 13.Hubungan Luas Lahan dengan Penilaian Responden Terhadap

(29)

14.Hubungan Lama Bertani dengan Penilaian Responden Terhadap

Manfaat Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI ... 132 15.Kebutuhan Tenaga Kerja Pada Usahatani Padi Ramah Lingkungan

Metode SRI (HOK/Ha) ... 133 16.Kebutuhan Tenaga Kerja Pada Usahatani Padi Konvensional

(HOK/Ha)... 136 17.Karakteristik Petani Responden Padi Ramah Lingkungan

(30)

1.1 Latar Belakang

Swasembada beras tahun 1984 merupakan keberhasilan Indonesia dalam mencukupi kebutuhan pangannya sendiri. Swasembada beras mampu merubah posisi Indonesia dari negara pengimpor menjadi negara pengekspor beras (Krisnamurthi, 2001). Tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan tingginya tingkat inflasi. Kenaikan harga secara umum berdampak pada kenaikan harga input usahatani padi, seingga petani tidak mampu membeli pupuk dan pestisida dalam jumlah yang cukup untuk usahataninya sehingga berdampak pada penurunan produksi beras nasional. Gema keberhasilan swasembada beras tidak dirasakan lagi hingga saat ini, bahkan pemerintah harus mengimpor beras untuk mencukupi kebutuhan konsumsi penduduk.

Sementara itu laju pertumbuhan penduduk terus meningkat yang tentunya diikuti pula oleh peningkatan konsumsi pangan penduduk. Tahun 2001 tingkat konsumsi penduduk Indonesia sebesar 27.427.000 ton beras dengan jumlah penduduk sebesar 209.372.000 jiwa.1 Saat ini penduduk Indonesia sebesar 210 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,6 persen membutuhkan sekitar 54 juta ton GKG pertahun atau setara dengan 35 juta ton beras dengan laju kebutuhan 2-3 persen pertahun. Keadaan di lapang menunjukkan produktivitas padi rata-rata 4,7 ton/ha. Sementara dari luasan lahan yang ada sekitar 11 juta ha, produktivitas padi rata-rata harus mencapai diatas 4,9 ton/ha agar ketahanan pangan tercapai.2

1

http://www.euromonitor.com.2007/20/07. 2

(31)

Melihat kondisi demikian, pemerintah melakukan percepatan peningkatan produksi dengan menetapkan sasaran peningkatan produksi beras nasional dua juta ton tahun 2007. Salah satu usaha yang ditempuh pemerintah yaitu melalui pengembangan padi hibrida varietas unggul. Potensi genetik varietas unggul padi hibrida tersebut dapat diaktualisasikan dengan dukungan input produksi yang relatif tinggi seperti penggunaan pupuk anorganik dan racun pestisida. Sementara di sisi lain, kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari penggunaan bahan-bahan kimia terutama yang bersumber dari residu kimia pertanian telah banyak dirasakan dampak negatifnya.

Residu bahan kimia tidak hanya mencemari lingkungan seperti air dan tanah, tetapi juga banyak residu pestisida yang tertinggal pada produk tanaman pangan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat akan bahaya yang ditimbulkan bila mengkonsumsi bahan pangan tersebut. Penelitian Maastricht Ageing Belanda menyimpulkan bahwa unsur kimia dan pestisida yang terkandung dalam makanan konsumsi sehari-hari dapat menyebabkan gangguan kesadaran (cognitive dysfunction) seperti sulit mengeja, membaca, menulis, membedakan warna, termasuk berbicara (830 responden, 629 orang terpapar pestisida). Lebih berbahaya lagi, resiko terhadap gangguan fisik otak akan semakin besar. Bagi wanita, pestisida menjadi salah satu penyebab kanker payudara (sangat rawan).3

Pertanian alternatif banyak berkembang saat ini sebagai dalam usaha mengalihkan konsekuensi-konsekuensi negatif pertanian konvensional, beberapa format sistem pertanian berkelanjutan telah direkomendasikan sebagai pertanian

3

(32)

alternatif untuk mencapai tujuan sistem produksi pertanian yang dapat menguntungkan secara ekonomi dan aman secara lingkungan. Selain itu, berkembangnya slogan Back to Nature di berbagai negara dan meningkatnya kesadaran akan pentingnya hidup sehat, merubah gaya hidup sebagian masyarakat modern termasuk pola konsumsi yang mensyaratkan pangan aman dikonsumsi dan bergizi tinggi. Akibatnya permintaan produk-produk pangan yang bebas penggunaan bahan kimia dalam produksinya atau dikenal sebagai produk organik meningkat termasuk komoditi beras. Situasi pasar dunia produk organik di negara-negara Eropa cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Tahun 1997 meningkat kurang lebih 1.5 persen, dan kenaikan pangsa pasar produk organik 3 persen sampai 10 persen cukup realistik (Thimm, 1991 dalam Sutanto 2006). Sementara perdagangan produk organik di Amerika Serikat meningkat lebih dari 20 persen dengan potensi segmen konsumen baru sebesar 25 sampai 35 persen dan pangsa pasar mencapai dua persen (Sutanto, 2006). Pertumbuhan pasar beras organik Indonesia sendiri sekitar 22 persen per tahun dan pada tahun 2005 pasar beras organik mencapai Rp 28 milyar.

Melihat potensi yang besar dari pasar beras organik, pemerintah bertekad untuk menjadi produsen terbesar dunia produk pertanian organik melalui program “Go Organic 2010”. Untuk melaksanakan program tersebut, Subdit Pengelolaan Lingkungan, Direktorat Pengambangan Usaha, Departemen Pertanian melakukan kegiatan sebagai berikut:

(33)

2. Memfasilitasi percepatan penguasaan, penerapan, pengembangan dan penyebarluasan teknologi pertanian.

3. Memberdayakan potensi dan kekuatan masyarakat untuk mengembangkan infrastruktur pendukung pertanian organik.

4. Merumuskan kebijakan, norma, standar teknis, sistem dan prosedur yang kondusif untuk pengembangan pertanian organik.

Berkembangnya pertanian yang berbasis pada bahan-bahan organik dalam penggunaan input produksi menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Pihak yang mendukung pengembangan pertanian organik bertolak pada keperihatinannya terhadap keamanan pangan, kondisi lingkungan pertanian, dan kesejahteraan petani secara mikro. Sementara kelompok yang kontra diwakili para peneliti padi di berbagai negara bertitik tolak dari kekhawatirannya terhadap keberlanjutan ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan petani sacara menyeluruh. Pandangan dari golongan kontra menyatakan bahwa secara teknis sistem organik tidak mampu mendorong produktivitas dan bahkan cenderung menurun. Hal ini tidak relevan dengan keberlanjutan ketahanan pangan. Sistem pertanian organik akan lebih menguntungkan bila diterapkan pada komoditas bernilai ekonomi tinggi.4

Konsep padi organik sebenarnya sudah sejak lama dikenal oleh petani sebagai sistem pertanian tradisional, hingga pemerintah mengenalkan paket teknologi pertanian yang mengutamakan penggunaan input produksi anorganik sebagai upaya peningkatan produktivitas pangan nasional. Penerapan pertanian organik mengacu pada standar organik yang berlaku seperti standar pangan

4

(34)

organik SNI 01-6729-2002, sementara ditingkat internasional standar yang digunakan yaitu IFOAM Basic Standard (IBS) atau Codex Alimentarius Commission (CAC) (CAC/GL-32-1999). Proses produksi pertanian organik mengacu pada dua standar tersebut agar produk yang dihasilkan dapat diklaim sebagai produk organik. Sistem pertanian organik murni sulit diupayakan dalam budidaya tanaman padi karena pada umumnya ditanam pada hamparan lahan yang luas dengan sumber irigasi yang sama. Mengacu pada istilah yang digunakan dalam standar nasional SNI tentang pangan organik, sistem pertanian yang belum sepenuhnya menghilangkan residu kimia dalam proses produksinya lebih tepat menggunakan istilah pertanian ramah lingkungan.

1.2 Perumusan Masalah

(35)

73.218,68 perbulan menjadi Rp 63.193,05 perbulan dari luas lahan rata-rata 0.3 ha.5

Saat ini banyak dikembangkan format pertanian alternatif yang menerapkan konsep pertanian organik di berbagai daerah. Konsep pertanian organik dianggap mampu meningkatkan kemandirian petani dalam usahataninya karena memanfaatkan input produksi dari lingkungan (berbasis pada kearifan lokal). Salah satunya adalah konsep pertanian yang diusahakan oleh sebagian petani khususnya kelompok tani Ponggang Jaya di Desa Ponggang, kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang. Format pertanian yang dikembangkan di Desa Ponggang sudah mengarah pada pertanian organik yang hanya menggunakan bahan-bahan organik sebagai input produksinya. Namun, residu bahan kimia belum sepenuhnya bisa hindari karena masih satu areal dengan pengusahaan padi konvensional termasuk penggunaan saluran irigasi. Oleh karena itu, penggunaan istilah yang sesuai dengan format pertanian yang di usahakan Kelompok Tani Ponggang Jaya menggunakan istilah pertanian ramah lingkungan dan teknik budidayanya dikenal sebagai metode SRI (System of Rice Intensification).

Usahatani padi ramah lingkungan metode SRI menjadi pertanian alternatif yang mampu mengakomodasi permasalahan petani kecil dalam usahataninya khususnya masalah pengadaan input produksi. Permasalahan muncul ketika penggunaan bahan-bahan organik di daerah pengembangan pertanian ramah lingkungan meningkat, sementara upaya meningkatkan ketersediaan bahan-bahan organik melalui pengadaan sarana dan fasilitas belum optimal. Peningkatan biaya tidak dapat dihindari ketika ketersediaan input produksi mulai terbatas. Lebih

5

(36)

lanjut, belum adanya pasar yang menerima padi ramah lingkungan dengan harga layak sesuai dengan kualitas produk sehat dan aman dikonsumsi membuat pengusahaan padi ramah lingkungan menjadi sangat rentan terhadap rendahnya pendapatan yang diterima petani. Disisi lain biaya usahatani yang dibutuhkan pada pengusahaan padi ramah lingkungan relatif lebih besar dari usahatani padi konvensional, terutama saat awal pengembangan. Masalah-masalah tersebut merupakan gambaran permasalahan dalam usahatani dan pemasaran hasil produksi yang dihadapi petani padi ramah lingkungan khususnya petani padi di Desa Ponggang.

Beberapa masalah lain yang ditemukan dalam usahatani padi ramah lingkungan sebagai berikut6:

1. persepsi tentang produktivitas padi ramah lingkungan yang lebih rendah 2. kendala pada fasilitas seperti akses jalan bagi lahan yang luas untuk

mengangkut bahan organik.

3. kebutuhan tenaga kerja yang lebih banyak dan jumlah bahan organik yang besar.

4. kebutuhan modal usahatani yang lebih besar terutama diawal pengembangan.

5. kompetisi memperoleh bahan-bahan organik semakin tinggi, baik untuk usahatani maupun usaha lainnya.

Sejak awal dikembangkan pada tahun 2005, usahatani padi ramah lingkungan metode SRI masih dilakukan oleh petani di Desa Ponggang hingga

6

(37)

saat ini. Hal ini menunjukkan usahatani padi ramah lingkungan metode SRI mampu memberikan insentif bagi petani untuk terus bertahan pada pertanian ramah lingkungan metode SRI daalam mengusahakan lahan sawahnya. Meskipun demikian, pro-kontra tentang kelebihan dan kekurangan dari usahatani padi ramah lingkungan metode SRI tetap ada. Oleh karena itu, penelitian tentang padi ramah lingkungan di Desa Ponggang penting dilakukan sebagai format pertanian alternatif dari pengusahan padi konvensional yang ada. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pengusahaan padi ramah lingkungan dan padi konvensional terhadap pendapatan petani ?

2. Bagaimana pemasaran hasil produksi padi ramah lingkungan yang dikembangkan di Desa Ponggang ?

3. Bagaimana persepsi petani terhadap kelebihan dan kekurangan padi ramah lingkungan metode SRI?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis usahatani padi ramah lingkungan dan usahatani padi konvensional.

2. Menganalisis saluran dan lembaga pemasaran padi ramah lingkungan. 3. Menganalisis margin masing-masing pelaku pasar dan farmer’s share pada

pemasaran padi ramah lingkungan.

(38)

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada hal-hal berikut :

ƒ Penggunaan istilah pertanian ramah lingkungan dalam penelitian mengacu pada definisi yang digunakan dalam standar SNI 01-6729-2002 sebagai pertanian yang mengarah pada pertanian organik namun belum sepenuhnya menghilangkan residu kimia.

ƒ Penggunaan data usahatani padi konvensional digunakan sebagai bahan perbandingan dalam analisis pendapatan usahatani padi ramah lingkungan metode SRI.

ƒ Efisiensi pemasaran didasarkan pada efisiensi operasional dimana pemasaran akan efisien bila penggunaan biaya pemasaran rendah dan petani memliliki bagian (share) paling besar terhadap harga yang diterima konsumen akhir. Analisis menggunakan pendekatan margin pemasaran dan farmer’s share.

ƒ Harga-harga yang digunakan dalam analisis pendapatan maupun pemasaran adalah harga yang berlaku saat penelitian dilakukan.

(39)

1.5 Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan referensi bagi pihak yang memerlukan informasi tentang usahatani padi khususnya padi ramah lingkungan.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dan institusi terkait dalam menetapkan kebijakan pertanian khususnya padi ramah lingkungan.

3. Sebagai sumber informasi bagi petani dalam pengambilan keputusan usahatani, baik usahatani padi ramah lingkungan maupun usahatani padi konvensional.

(40)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertanian Berkelanjutan

Reijntjes, dkk (2004) mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai pengelolaan sumberdaya pertanian untuk memenuhi perubahan kebutuhan manusia sambil mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam.

Model pertanian berkelanjutan terus berkembang saat ini. Menurut Fahmi, dkk (2004) penerapan model pertanian berkelanjutan berkembang dengan berbagai variasi sebutan seperti pertanian selaras alam, pertanian ramah lingkungan, Pertanian Pengendalian Hama Terpadu (PPHT), pertanian organik dan berbagai sebutan lainnya. Gagasan model pertanian berkelanjutan sendiri dikembangkan dalam rangka membangun kembali sistem pertanian yang mampu menjaga, memelihara dan melindungi keberlanjutan alam serta dalam rangka menegakkan kembali kedaulatan petani yang telah dihancurkan oleh pertanian modern (revolusi hijau). Sach (1987) dalam Reijntjes, dkk (2004) menambahkan ada dua kekeliruan penilaian yang telah dilakukan sebelum pengenalan revolusi hijau sebagai berikut :

(41)

• Tidak terduganya ketergantungan yang semakin meningkat terhadap pestisida dan pupuk buatan. Input tersebut telah mencemari sungai dan air tanah dalam tingkat yang membahayakan manumur.

2.2 High External Input Agriculture (HEIA)

HEIA merupakan sistem pertanian modern yang menggunakan input anorganik dengan jumlah tinggi atau sistem pertanian konvensional. Sistem ini mengkonsumsi sumber-sumber yang tidak dapat diperbaharui, seperti minyak bumi dan posfat dalam tingkat yang membahayakan. Sistem pertanian ini berorientasi pada pasar dan membutuhkan modal besar (Reijntjes, dkk., 2004).

2.3 Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA)

(42)

2.4 Pertanian Organik

Berkembangnya berbagai macam istilah dari pertanian berkelanjutan terkadang menimbulkan persepsi yang salah dalam mendefinisikannya. Oleh karena itu penerapan pertanian berkelanjutan diberbagai daerah memiliki pengertian yang berbeda. Istilah dalam pertanian berkelanjutan ini harus dipahami dengan baik. Saat ini dimasyarakat sering mengistilahkan pertanian organik adalah pertanian alami. Pengertian dari dua istilah ini berbeda. Pertanian alami adalah model pertanian yan terbebas dari penggunaan pupuk kimia atau bahan agrokimia yang lain. Sistem ini berkembang dengan mengandalkan kekuatan alam yang terdiri atas sumberdaya matahari, air, bahan tanaman untuk kompos. Sehingga pertanian alami bersifat harmonis dengan kondisi ekologi.

Fukuoka dalam Fahmi, dkk. (2004) mengartikan pertanian organik sebagai praktek bertani secara alami tanpa pupuk buatan dan pestisida. Sedikit mungkin mengolah tanah namun hasilnya sama besar jika dibandingkan dengan pemakaian zat-zat kimia sintetik. IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movement) mendefinisikan pertanian organik sebagai:

1. Memproduksi pangan dalam jumlah yang mencukupi. 2. Mengupayakan sistem budidaya yang alami.

3. Mempertahankan siklus biologis tanaman.

4. Mengupayakan penggunaan sumberdaya yang dapat diperbaharui, serta 5. Memungkinkan produsen memperoleh pengembalian yang cukup dalam

(43)

2.5 Tinjauan Empiris Tentang Usahatani Padi Ramah Lingkungan

Penelitian sebelumnya banyak yang menggunakan istilah pertanian organik dalam penelitian mereka. Beberapa diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Rohmani (2000), Nainggolan (2001), Kusumah (2004) dan Fitriadi (2005). Informasi yang diperoleh dari penelitian terdahulu bila ditinjau secara empiris pada umumnya memberikan kesimpulan yang sama. Informasi dari penelitian yang dilakukan ditempat yang berbeda tersebut menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya total usahatani padi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan atas biaya total yang diperoleh dari usahatani padi konvensional, sementara pendapatan atas biaya tunai padi organik lebih rendah.

Menurut Kusumah (2004) dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis Perbandingan Usahatani dan Pemasaran antara Padi Organik dan Padi Anorganik (Kasus: Kelurahan Mulyahrja, Kecamatan Bogor Selatan) hal tersebut disebabkan karena dalam usahatani padi organik penggunaan tenaga kerja dalam keluarga lebih besar dibandingkan penggunaan tenaga kerja luar keluarga, sehingga biaya yang dikeluarkan kecil. Lain halnya dengan usahatani padi anorganik atau konvensional yang banyak menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga, petani harus membayar upah dari penggunaan tenaga kerja tersebut yang berdampak besarnya total biaya yang dikeluarkan. Namun dari hasil uji z yang dilakukan Kusumah (2004) menyimpulkan perubahan sistem usahatani dari usahatani anorganik ke uahatani padi organik yang dilakukan oleh petani Mulyaharja tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan mereka.

(44)

yang dilakukan oleh Rohmani (2000) yang berjudul ” Analisis Sistem Usahatani Padi Organik. Suatu studi perbandingan kasus Desa Segaran, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah” menunjukkan bahwa produktivitas padi organik lebih rendah dibandingkan padi yang diusahaakan secara anorganik. Hasil yang sama ditemukan pada penelitian Kusumah (2004), dimana rata-rata hasil produksi petani padi organik dikelurahan Mulyaharja sebesar 4.006,03 kg sementara padi anorganik memperoleh hasil 4.854,20 kg.

Berbeda halnya dengan hasil yang diperolah Fitriadi (2005) dalam penelitiannya yang berjudul ” Analisis Pendapatan dan Margin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan (Kasus di Desa Sukagalih, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya)”. Produksi padi organik mampu melebihi produksi padi yang diusahakan secara anorganik atau konvensional dengan produksi rata-rata 7.415,91 kg sementara rata-rata produksi padi anorganik hanya sebesar 3408,30 kg. Hal serupa diungkapkan pula dalam penelitian Nainggolan (2001) yang berjudul ”Analisis Usahatani Padi Organik dan Anorganik di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat”.

(45)

Berdasarkan hasil produksi pada penelitian sebelumnya, sistem usahatani konvensional yang dilakukan oleh petani di kecamatan Tempuran dan Desa Sukagalih sudah tidak lagi efisien. Artinya penggunaan input kimia seperti pestisida, pupuk urea, KCl dan TSP serta pupuk anorganik lainnya tidak lagi memberikan tambahan hasil yang optimal bagi produktivitas tanaman padi sementara harga input tersebut cenderung terus meningkat. Meskipun produktivitas padi organik di kelurahan Mulyaharja dan Desa Segaran lebih rendah dari produktivitas padi anorganik, petani padi organik tetap memperoleh pendapatan yang lebih tinggi seperti halnya yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal ini didukung dengan nilai R/C ratio usahatani padi organik yang diperoleh dari penelitian tersebut semuanya menunujukkan hasil yang positif.

(46)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Usahatani

Usahatani bukanlah sekedar kumpulan tanaman dan hewan, dimana orang bisa memberikan input atau apa saja dan kemudian mengharapkan hasil langsung. Namun, usahatani merupakan suatu jalinan yang kompleks yang terdiri dari tanah, tumbuhan, hewan, peralatan, tenaga kerja, input dan pengaruh-pengaruh lingkungan yang dikelola oleh seseorang yang disebut petani sesuai dengan kemampuannya dan aspirasinya (Reintjntjes, dkk. 2004). Sementara Suratiyah (2006) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahaakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin.

(47)

(2006) faktor-faktor yang bekerja dalam usahatani adalah faktor alam, tenaga dan modal. Faktor alam dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya seperti ketersediaan air, suhu dan lain-lain.

a. Faktor Iklim

Faktor iklim sangat penting terkait dengan komoditas yang diusahakan dalam usahatani. Tiap daerah memiliki iklim yang berbeda sehingga komoditas yang ditanam harus disesuaikan dengan iklim dimana komoditas tersebut akan ditanam. Hal ini dilakukan agar komoditas yang ditanam memiliki produktivitas tinggi serta memberikan manfaat lebih baik bagi manusia. Iklim juga berpengaruh pada cara mengusahakan serta teknologi yang cocok dengan iklim tersebut.

b. Faktor Tanah

Tanah merupakan faktor produksi yang penting karena tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman, ternak dan usahatani secara keseluruhannya. Tanah punya sifat istimewa antara lain bukan merupakan barang produksi, tidak dapat diperbanyak, dan tidak dapat dipindah-pindah. Oleh karena itu, tanah dalam usahatani memiliki nilai terbesar.

c. Tenaga Kerja

(48)

memiliki karakteristik yang berbeda dengan tenaga kerja dibidang yang lain. Menurut Tohir (1983) dalam Suratiyah (2006) karakteristik tenaga kerja dalam uahatanai sebagai berikut.

1) Keperluan akan tenaga kerja dalam usahatani tidak kontinyu dan tidak merata.

2) Penyerapan tenaga kerja dalam usahatani sangat terbatas. 3) Tidak mudah distandarkan, dirasionalkan, dan dispesialisasikan.

4) Beraneka ragam coraknya dan kadangkala tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Tenaga kerja dalam usahatani dibedakan menjadi tenaga kerja keluarga dan luar keluarga. Tenaga kerja keluarga adalah tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga petani yang melakukan usahatani, sehingga dalam perhitungan usahatani, biayanya digolongkan menjadi biaya diperhitungkan. Sementara tenaga kerja luar keluarga adalah tenaga kerja yang digunakan untuk mencukupi kekurangan tenaga kerja keluarga.

(49)

seluruh usahatani. Dengan demikian petani dapat menentukan apakah menggunakan tenaga kerja keluarga saja atau mengambil dari luar keluarga dengan sistem pembayaran yang disepakati. Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja adalah HKO (hari kerja orang). Kelemahan dari pemakaian HKO adalah masing-masing daerah memiliki HKO yang berbeda, sehingga perlu disesuaikan lagi HKO yang berlaku.

d. Modal

Menurut Suratiyah (2006) tanah serta alam sekitarnya dan tenaga kerja adalah faktor produksi asli, sedangkan modal dan peralatan merupakan substitusi faktor produksi tanah dan tenaga kerja. Dengan modal dan peralatan, faktor produksi tanah dan tenaga kerja dapat memberikan manfaat yang jauh lebih baik bagi manusia serta dapat menghemat penggunaan dari dua faktor produksi tersebut. Oleh karena itu modal dibagi menjadi dua, yaitu land capital saving dan labour capital saving.

(50)

pada proses tersebut, biasanya diperhitungkan nilai penyusutannya. Hernanto (1991) dalam Kusumah (2004) mengelompokkan alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman dan ternak termasuk dalam modal tidak tetap. Sementara tanah dan bangunan termasuk dalam modal tetap.

3.1.1.1 Ukuran Pendapatan dan Keuntungan Usahatani

Istilah yang digunakan dalam melihat ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani bermacam-macam, sehingga perlu dilakukan penyeragaman istilah agar tidak membingungkan. Oleh karena itu dibawah ini diuraikan beberapa istilah yang digunakan untuk ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani (Soekartawi, 1986 ).

1. Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain dari pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani. 2. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari

penjualan produk usahatani. Pendapatan kotor tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi.

3. Pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi, digunakan untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan digudang dan menerima pembayaran dalam bentuk benda.

(51)

tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai.

5. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala keluaran utuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai.

6. Pengeluaran tidak tunai adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang. Contoh keluaran ini adalah nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit.

7. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi.

8. Penampilan usahatani kecil dinilai dengan mengukur penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini diperoleh dari hasil pengurangan antara pendapatan bersih dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan.

3.1.1.2 Pengeluaran Usahatani

Menurut Rahim dan Hastuti (2007) pengeluaran usahatani sama artinya dengan biaya usahatani. Biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan, dan peternak) dalam mengelola usahanya untuk memperoleh hasil yang maksimal.

(52)

biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun output yang diperoleh banyak atau sedikit. Menurut Soekartawi (1986) biaya tetap adalah biaya yang tidak ada kaitannya dengan jumlah barang yang diproduksi, petani harus membayarnya berapapun jumlah komoditas yang dihasilkan usahataninya. Sementara biaya tidak tetap atau variable cost merupakan biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas pertanian yang diperoleh atau terganutng pada input yang digunakan dalam produksi. Penentuan biaya tetap dengan biaya tidak tetap tergantung pada sifat dan waktu pengambilan keputusan tersebut. Misalnya keputusan untuk menyewa lahan adalah biaya variabel atau biaya tidak tetap terkait dengan keputusan petani menyewa tambahan lahan, namun lahan yang telah disewa adalah biaya tetap.

3.1.1.3 Penerimaan Petani

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Menurut Suratiyah (2006) penerimaan atau pendapatan kotor adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan atau penaksiran kembali (Rp).

Pendapatan kotor = jumlah produksi (Y) x harga per satuan (Py)

3.1.1.4 Pendapatan Usahatani

Menurut Rahim dan Hastuti (2007) pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain pendapatan usahatani meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih.

Pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut. Pd = TR – TC

(53)

TC = FC + VC dimana :

Pd : pendapatan usahatani

TR : total penerimaan (total revenue) TC : total biaya (total cost)

FC : biaya tetap (fixed cost) VC : biaya variable (variable cost)

Y : produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py : harga Y

3.I.2 Konsep Pemasaran

Pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan pada memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses pertukaran (Radiosunu, 1983 dalam Rahim dan Hastuti 2007). Kotler (1997 ) dalam Fitriadi (2005) menambahkan adanya kebutuhan dan keinginan manusia menimbulkan permintaan terhadap produk tertentu yang didukukung oleh kemampuan membeli. Produk tersebut diciptakan untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan manusia sehingga timbul proses pertukaran untuk memperoleh produk yang diinginkan atau dibutuhkan dengan menawarkan sesuatu sebagai gantinya.

(54)

tantgan konsumen. Ditinjau dari segi ekonomis, kegiatan pemasaran bersifat produktif karena memberikan nilai tambah dari kegiatan suatu barang.

Pemasaran komoditas pertanian dikenal pula dengan istilah tataniaga pertanian. Menurut Dahl and Hammond (1977) tataniaga petanian merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam mengalirkan barang atau jasa dari petani produsen (tingkat usahatani) sampai ke pengguna akhir. Tataniaga menjembatani gap antara petani produsen dengan konsumen akhir. Sementara Rahim dan Hastuti (2007) mendefinisikan tataniaga pertanian saebagai proses aliran komoditas yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu (time utility), guna tempat (place utillity), dan guna bentuk (form utility) yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan salah satu atau lebih fungsi-fungsi pemasaran.

3.1.2.1 Fungsi-Fungsi Pemasaran

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) dalam Fitriadi (2004) fungsi pemasaran merupakan kegiatan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa dari titik produsen ke titik konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran komoditas pertanian yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemasaran pada prinsipnya terdapat tiga fungsi pemasaran, yaitu fungsi pertukaran, fungsi pengadaan fisik, dan fungsi fasilitas atau pelancar (Dahl and Hammond, 1977). 1) Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi pembelian, penjualan, dan fungsi

pengumpulan.

(55)

3) Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standardisasi, fungsi keuangan, fungsi penanggungan resiko dan fungsi intelijen pemasaran (informasi pasar).

3.1.2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran

Menurut Rahim dan Hastuti (2007) lembaga pemasaran merupakan badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditas dari produsen kepada konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditas sesuai waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran berupa margin pemasaran.

(56)

1) Pedagang, yaitu perantara yang membeli, memiliki dan menjual barang tersebut. Lembaga yang termasuk dalam pedagang seperti pedagang besar dan pengecer.

2) Agen, yaitu mencari pelanggan dan mungkin melakukan negosiasi atas nama produsen tetapi memiliki barang tersebut. Contohnya adalah pialang, perwakilan produsen dan agen penjualan.

3) Fasilitator yaitu lembaga yang membantu dalam proses distribusi, tetapi tidak memiliki barangnya dan juga tidak melakukan negosiasi pembelian atau penjualan. Contohnya seperti perusahaan angkutan, pergudangan independen, bank dan agen iklan.

(57)

3.1.2.3 Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran komoditas pertanian merupakan rasio yang mengukur keluaran suatu sistem/produksi komoditas pertanian atau proses untuk setiap unit masukan untuk membandingkan sumberdaya yang digunakan terhadap keluaran (output) yang dihasilkan selama berlangsungnya proses pemasaran (Rahim dan Hastuti, 2007). Rahim dan Hastuti (2007) menambahkan efisiensi pemasaran didefinisikan sebagai peningkatan rasio output-input yang dapat dicapai dengan cara sebagai berikut: pertama, output tetap konstan sedangkan input mengecil; kedua, output meningkat sedangkan input tetap konstan; ketiga, output meningkat dalam kadar yang lebih tinggi daripada peningkatan input; dan keempat, output menurun dalam kadar yang lebih rendah ketimbang penurunan input.

Menurut Rahim dan Hastuti (2007) pemasaran yang efisien diperoleh dari efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional dianalisis dengan menggunakan pendekatan margin pemasaran dan farmer’s share sementara untuk efisiensi harga menggunakan pendekatan integrasi pasar dan elastisitas transmisi harga. Analisis efisiensi pemasaran dalam penelitian ini hanya menggunakan pendekatan efisiensi dimana pemasaran akan efisien bila memiliki biaya pemasaran yang rendah dan masing-masing lembaga pemasaran tidak dirugikan (mendapat keuntungan yang layak)

3.1.2.4 Margin Pemasaran dan Farmer’s share

(58)

(petani) maupun konsumen, namun kenyataan di lapang tidak demikian. Banyak kendala yang dihadapi pelaku pasar untuk bertemu langsung dalam melakukan transaksi, sehingga diperlukan perantara yang menyampaikan produk dari produsen ke konsumen akhir. Dengan demikian, harga produk ditingkat produsen atau petani akan berbeda dengan harga yang diterima oleh pengguna akhir. Dahl and Hammond (1977) mendefinisikan margin pemasaran sebagai perbedaan antara harga di tingkat yang berbeda dalam sistem pemasaran. Margin pemasaran adalah perbedaan antara harga di tingkat petani (Pf) dan harga di tingkat pengecer (Pr). Secara grafis margin tataniaga dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kurva Permintaan Asal dan Turunan

Sumber: Hammond dan Dahl, 1977 Keterangan:

Pr : harga ditingkat pengecer Sr : penawaran ditingkat pengecer Dr : permintaan ditingkat pengecer Pf : harga ditingkat petani

Sf : penawaran ditingkat petani Df : penawaran ditingkat petani

Qrf : jumlah keseimbangan ditingkat petani dan pengecer

Sudiyono ( 2001) dalam Rahim dan Hastuti (2007) mengemukakan bahwa terdapat dua cara dalam mendefinisikan margin pemasaran. Pertama, margin

(59)

pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani. Kedua, margin pemasaran merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa pemasaran. Dengan demikian, efisiensi pemasaran dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan margin pemasaran.

Margin pemasaran diperoleh dari selisih harga jual ditingkat produsen (petani) dengan harga jual ditingkat konsumen. Margin yang diterima lembaga pemasaran masih mengandung biaya-biaya pemasaran (margin biaya total) dan keuntungan pemasaran (margin keuntungan). Sementara besarnya bagian yang diterima petani akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan farmer’s share.

Secara matematis margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut (Rahim dan Hastuti, 2007) :

M =

Cij : biaya pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j

Πij : keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran ke-j m : jumlah jenis biaya pemasaran

n : jumlah lembaga pemasaran

Secara operasional, margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut : MP = Pr – Pf

dimana :

MP : margin pemasaran (Rp) Pr : harga di tingkat pengecer (Rp) Pf : harga di tingkat produsen/petani (Rp)

(60)

dengan jumlah produk yang ditransaksikan dikenal sebagai nilai margin pemasaran (VMP) dimana dapat dirumuskan sebagai berikut :

VMP = (Pr – Pf)*Q dimana :

VMP : Value of Marketing Margin (nilai margin pemasaran) Pr : harga di tingkat pengecer (Rp)

Pf : harga di tingkat produsen/petani (Rp) Q : jumlah yang diproduksi

3.1.3 Hubungan Karakteristik Responden Terhadap Manfaat Padi SRI

Uji chi-square digunakan untuk beberapa penelitian sosial ekonomi yang menggunakan data berkategori nominal untuk mengukur atribut-atribut dari fenomena tertentu. Secara umum, uji chi-square digunakan dalam penelitian untuk mencari kecocokan ataupun menguji ketidakadaan hubungan antara beberapa populasi (Nazir, M.,2003). Oleh karena itu, penulis menggunakan uji chi-square sebagai alat dalam menganalisis hubungan manfaat usahatani padi SRI yang dirasakan petani dengan karakteristik petani responden. Menurut Waluyo (2001) uji X2test menentukan pada apakah suatu populasi punya suatu sebaran teoritis tertentu. Uji ini didasarkan pada derajat kebebasan antara frekuensi hasil pengamatan dengan frekuensi harapan yang didasarkan pada sebaran teoritis yang dihipotesiskan.

(61)

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Pertanian organik sebagai konsep pertanian yang berkelanjutan menjadi solusi alternatif dari masalah-masalah yang dihadapai saat ini, khususnya masalah kerusakan lingkungan dan ketergantungan petani terhadap input kimia yang tinggi. Masalah kerusakan lingkungan akibat residu kimia termasuk yang terdapat pada produk-produk hasil pertanian, menjadi isu global sebagai dasar dari meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan. Oleh karena itu diperlukan konsep pertanian yang mampu menekan kerusakan lingkungan akibat penggunaan input pertanian serta tidak meninggalkan residu racun berbahaya pada produk pertanian. Dengan demikian, kelestarian ekologi lingkungan dapat terjaga dan pangan dari produk pertanian aman dikonsumsi. Konsep pertanian organik yang berkembang saat ini mampu mengakomodasi dari kedua kepentingan tersebut. Salah satu sistem usahatani yang dilakukan secara organik yaitu System of Rice Intensification (SRI).

(62)

sumberdaya dimana keluaran output diharapkan melebihi semua input produksi yang telah dikeluarkan. Efisiensi usahatani dapat diketahui dengan melihat rasio R/C yang menunjukkan berapa penerimaan yang diperoleh petani dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Informasi lain yang dapat diperolah dari hasil analisis R/C ratio yaitu untuk melihat apakah usahatani yang dilakukan petani menguntungkan secara ekonomi. Semakin besar nilai R/C ratio maka usahatani yang dilakukan akan semakin menguntungkan.

(63)
(64)

Keterangan :

: ruang lingkup penelitian

Gambar 2. Kerangka Operasional Penelitian

Usahatani padi konvensional

Analisis sistem usahatani : 1.Penggunaan input-output 2.Analisis pendapatan

ƒ Penerimaan

ƒ Biaya

3. Efisiensi (R/C ratio) Permasalahan padi ramah lingkungan :

• Biaya produksi ramah lingkungan yang tinggi • Ketersediaan input bahan organik yang mulai

terbatas

• Harga jual output usahatani ramah lingkungan yang sama dengan output usahatani konvensional

(65)

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Desa Ponggang kecamatan Sagalaherang, kabupaten Subang, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Berdasarkan informasi yang diperoleh, Desa Ponggang merupakan daerah yang pertama kali mengembangkan usahatani padi ramah lingkungan metode SRI di Kabupaten Subang. Pertanian ramah lingkungan metode SRI ini kemudian dikembangkan ke wilayah lainnya di Kabupaten Subang. Pengusahaan padi ramah lingkungan metode SRI hingga saat ini masih tetap konsisten dilakukan petani padi di Desa Ponggang khususnya anggota Kelompok Tani Ponggnag Jaya. Oleh karena itu, penelitian difokuskan pada kelompok tani Ponggang Jaya. Pengumpulan data responden dilakukan pada bulan Januari 2008 hingga Februari 2008.

4.7 Jenis dan Sumber Data

(66)

4.8 Metode Pengambilan Sampel

Data primer dikumpulkan dari hasil wawancara yang dipandu kuesioner terhadap 19 petani padi ramah lingkungan metode SRI dan 19 petani padi konvensional. Penetapan responden dilakukan secara sengaja (purpossive sampling). Responden padi ramah lingkungan merupakan seluruh anggota Kelompok Tani Ponggang Jaya yang masih melakukan usahatani padi ramah lingkungan metode SRI (sensus) sementara responden padi konvensional ditetapkan secara sengaja sebanyak 19 orang sebagai data pembanding dalam analisis usahatani. Data pemasaran dikumpulkan dengan cara mengikuti alur pemasaran yang ada berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden sebelumnya (Snowball sampling). Responden yang diwawancara sebanyak empat orang pedagang.

4.9 Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan untuk melihat perbandingan gambaran umum proses produksi padi ramah lingkungan SRI dengan padi konvensional yang dilakukan oleh di tempat penelitian. Selain itu, digunakan untuk mendeskripsikan pemasaran padi ramah lingkungan SRI.

(67)

4.10 Analisis Usahatani

4.10.1 Analisis Sistem Usahatani

Analisis sistem usahatani dilakukan secara deskriptif untuk membandingkan usahatani padi ramah lingkungan SRI dan padi konvensional. Dalam hal ini perbandingan usahatani dilakukan pada penggunaan input serta hasil produksi (output) dari kedua sistem usahatani tersebut.

4.10.2 Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani diperoleh dari semua penerimaan (revenue) setelah dikurangi biaya-biaya (cost) yang dikeluarkan selama periode usahatani. Sementara untuk melihat berapa penerimaan yang diperoleh petani dari setiap rupiah yang telah dikeluarkan untuk usahataninya dilakukan analisis B/C ratio. Adapun rumus R/C ratio sebagai berikut :

R/C ratio = jumlah penerimaan (Rp) Jumlah biaya (Rp)

Kriteria keputusan yang digunakan untuk melihat hasil analisis R/C ratio sebagai berikut :

R/C ratio > 1 : usahatani menguntungkan R/C ratio < 1 : usahatani rugi

R/C ratio = 1 : usahatani impas

(68)

Tabel 1 Perhitungan Analisis Pendapatan dan Analisis R/C Ratio

A Pen. Tunai Harga x hasil panen (kg)

Tunai (X) Diperhitungkan (Y) B

• Tenaga kerja luar keluarga (TKLK)

• Tenaga kerja dalam keluarga (TKDK)

Keterangan : Pen. = penerimaan, Pend. = Pendapatan *diperhitungkan atas penggunaan milik sendiri

Pendapatan dalam perhitungan di atas dibagi menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai atau pendapatan kotor adalah pendapatan yang diperoleh dari penerimaan total setelah dikurangi oleh biaya-biaya yang dibayar dengan uang (biaya input, upah tenaga kerja luar keluarga, sewa alat dan pajak). Sementara pendapatan atas biaya total atau pendapatan bersih adalah pendapatan yang diperoleh dari penerimaan total setelah dikurangi biaya-biaya usahatani yang telah dikeluarkan termasuk biaya yang diperhitungkan. R/C ratio diperoleh dari hasil bagi penerimaan dengan biaya tunai dan penerimaa dibagi dengan biaya total (biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan). R/C ratio biaya tunai merupakan efisiensi usahatani yang aktual terjadi dalam usahatani.

Gambar

Gambar 1. Kurva Permintaan Asal dan Turunan
Gambar 2.  Kerangka Operasional Penelitian
Tabel 1 Perhitungan Analisis Pendapatan dan Analisis R/C Ratio
Tabel 9 Karakteristik Petani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI dan Padi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pelaksanaan sistem tanam SRI (System of Rice Intensification) pada Petani Padi Sawah Terhadap Pendapatan Usaha Tani, (2)

BEBERAPA VARIETAS PADI (Oryza sativa L) DENGAN METODE SRI (the System of Rice Intensification )” dari mata kuliah Budidaya Tanaman Pangan ini dapat diselesaikan,

Tujuan penelitian untuk (1) mengetahui pelaksanaan sistem tanam SRI (System of Rice Intensification) pada Petani Padi Sawah Terhadap Pendapatan Usaha Tani, (2) Untuk

dilakukan oleh petani dalam budidaya adalah dengan mengganti metode konvensional yang selama ini dipakai oleh petani dengan memakai metode SRI, dimana dalam metode SRI

Tujuan dari penelitian adalah (1) Untuk medeskripsikan metode budidaya padi sawah metode SRI di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi, (2) Membandingkan struktur biaya

Produktivitas padi yang ditanam dengan metode SRI di Desa Kwangko Kecamatan Manggelewa Kabupaten Dompu NTB lebih tinggi 52,1 % dari produktivitas padi yang

Tujuan dari penelitian adalah (1) Untuk medeskripsikan metode budidaya padi sawah metode SRI di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi, (2) Membandingkan struktur biaya

Program Kemitraan Masyarakat PK M penerapan budidaya padi metode SRI dengan teknologi bioorganik plus dilakukan pada K elompok Tani K.T Sakinah dan K elompok Tani K.T Sejahtera di