• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pendapatan dan marjin pemasaran padi ramah lingkungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pendapatan dan marjin pemasaran padi ramah lingkungan"

Copied!
211
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARJIN PEMASARAN

PADI RAMAH LINGKUNGAN

(Kasus di Desa Sukagalih, Kecamatan Sukaratu,

Kabupaten Tasikmalaya)

Oleh:

FARID FITRIADI

A 14102675

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

FARID FITRIADI. Analisis Pendapatan dan Marjin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan (Kasus di Desa Sukagalih, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya) Dibawah bimbingan RITA NURMALINA

Sistem pertanian yang berkelanjutan menjadi tuntutan globalisasi yang mensyaratkan produk – produk pertanian harus ramah lingkungan dan bebas residu bahan kimia. Gerakan kembali ke alam yang dilandasi kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan dan kelestarian lingkungan hidup, telah menjadi tren masyarakat dunia yang telah dilembagakan secara internasional melalui regulasi atau peraturan perdagangan global yang mensyaratkan bahwa produk pertanian harus mempunyai atribut: aman dikonsumsi, ramah lingkungan, dan mengandung nutrisi tinggi.

Pada tingkat nasional terdapat Standar Nasional Indonesia (SNI), sementara di tingkat internasional terdapat International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) atau lebih dikenal dengan IFOAM Basic Standard (IBS) atau Codex Alimentarius Commission (CAC). Standar ini berisi prinsip – prinsip mendasar pertanian organik dan hal – hal umum yang sebaiknya dilakukan dan dihindari dalam bertani organik. Pemerintah telah menerbitkan SNI 01-6729-2002 tentang Sistem Pangan Organik yang dapat menjadi acuan bagi para pelaku terkait pengembangan pertanian organik.

Apabila lahan yang digunakan berasal dari lahan bekas budidaya pertanian konvensional (menggunakan pupuk dan pestisida kimia), lebih dahulu perlu dilakukan konversi lahan. Lamanya konversi tergantung dari intensitas pemakaian input kimiawi dan jenis tanaman sebelumnya (sayuran atau padi). Masa konversi dapat diperpanjang atau diperpendek tergantung pada sejarah lahan tersebut. Bila masa konversi telah lewat, lahan tersebut merupakan lahan organik. Bila kurang dari itu, maka lahan tersebut masih merupakan lahan konversi menuju organik.

Beras yang dihasilkan dari tanaman padi merupakan makanan pokok penduduk Indonesia yang diusahakan oleh petani, tetapi petani sering dirugikan akibat rendahnya harga gabah dan tingginya biaya produksi. Hal tersebut menjadi alasan penelitian ini difokuskan pada tanaman padi, terutama padi ramah lingkungan dengan metode SRI (System of Rice Intensification) yang sekarang dapat menjadi pilihan alternatif bagi petani untuk mengusahakan lahannya.

Desa Sukagalih, Kecamatan Sukaratu merupakan daerah pertama di Kabupaten Tasikmalaya yang mendapatkan pelatihan PET dan SRI. Jumlah petani yang mengikuti pelatihan PET dan SRI yang berasal dari Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 21 orang, tetapi sampai bulan Februari 2005 yang bertahan melaksanakan padi ramah lingkungan metode SRI tinggal tujuh orang petani yang telah mengusahakannya lebih dari dua tahun.

(3)

Responden usahatai padi ramah lingkungan metode SRI adalah individu sebagai petani yang menanam padi ramah lingkungan dengan menggunakan metode SRI yang diambil secara sensus (complate enumeration) yang berjumlah tujuh orang, sedangkan untuk petani konvensional adalah petani yang belum pernah mengusahakan usahatani padi dengan menggunakan metode SRI yang berjumlah tujuh orang sebagai pembanding dari jumlah petani padi dengan menggunakan metode SRI, yang diambil secara sengaja sesuai dengan petunjuk kelompok tani dari Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya. Penarikan sampel dalam analisis marjin dilakukan dengan mengikuti alur rantai tataniaga mulai dari tempat produksi (petani padi ramah lingkungan) sampai ke tingkat konsumen akhir. Responden untuk persepsi petani terhadap padi ramah lingkungan metode SRI adalah individu sebagai petani yang sedang atau pernah menanam padi ramah lingkungan metode SRI yang diambil seluruhnya dari jumlah petani yang pernah mengikuti pelatihan program PET dan SRI yang diadakan di Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya yang seluruh petaninya berdomisili di Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya.

Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang usahatani padi ramah lingkungan metode SRI di Desa Sukagalih. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan, analisis R/C ratio, analisis marjin dan analisis chi – square.

Sebagian besar penduduk Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya berpendidikan SD yaitu sebanyak 2.189 orang (87,6%) dari keseluruhan penduduk yang mengenyam pendidikan formal dengan mata pencaharian yang paling utama adalah sebagai petani sebanyak 558 orang (16,5%) dan untuk buruh tani sebanyak 1107 orang (32,8%).

R/C ratio yang diperoleh atas biaya total menunjukkan behwa petani ramah lingkungan memiliki R/C ratio lebih besar dibandingkan dengan petani konvensional, R/C ratio yang diperoleh oleh petani pemilik sebesar 3,39, sedangkan untuk petani penyakap R/C rationya adalah 1,16 dan untuk petani konvensional R/C ratio yang diperoleh oleh petani pemilik sebesar 1,86, sedangkan untuk petani penyakap R/C rationya adalah 1,23. R/C ratio petani pemilik penggarap lebih besar dibandingkan dengan petani penyakap, disebabkan oleh biaya total penggarapan lebih besar karena adanya bagi hasil yang harus dilakukan kepada pemilik lahan.

Lembaga – lembaga pemasaran yang terdapat dalam saluran pemasaran yang dihasilkan dari usahatani padi ramah lingkungan metode SRI adalah petani, Pedagan Pengumpul Tingkat Daerh (PPTD), Pedagang Besar Luar Daerah (PBLD), dan Pengecer. Stuktur pasar yang dihadapi oleh lembaga – lembaga yang terkait dalam pemasaran untuk petani adalah monopsoni, PPTD adalah oligopsoni, PBLD adalah oligopsoni, sedangkan untuk pengecer pasar yang dihadapi adalah pasar persaingan.

(4)

sedangkan untuk saluran pemasaran yang melalui swalayan adalah 62,96 persen, 3) Saluran 3 yaitu petani, PPTD, PBLD dan konsumen dengan marjin pemasarannya adalah 64,29 persen, dan 4) Saluran 4 yaitu petani, PPTD, PBLD, pengecer dan konsumen, besar marjin pemasaran untuk saluran 4 yang melaui toko adalah sebesar 69,70 persen, sedangkan untuk saluran pemasaran yang melalui swalayan adalah 67,74 persen.

Saluran yang paling efisiensi dari segi efisiensi oprasional maka PPTD yang lebih efisien, dilihat dari keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan lembaga – lembaga yang lain dan penggunaan teknologi. Saluran 3 menunjukkan saluran yang efisien dengan pertimbangan bahwa beras yang diperjual belikan relatif lebih banyak disalurkan pada saluran 3 dan mempunyai peluang untuk dikembangkan lebih lanjut dibandingkan dengan saluran lainya.

Persepsi petani mengenai manfaat yang dirasakan setelah adanya metode SRI dalam usahatani padi dibedakan mejadi dua kategori yaitu bermanfaat dan tidak bermanfaat, adapun yang menyatakan bermanfaat sebesar 61,90 persen dan untuk petani yang menyatakan tidak bermanfaat sebesar 38,10 persen. Dengan

hasil ÷2-test menunjukan karakteristik umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan lama bertani tidak ada hubungannya dengan manfaat yang dirasakan oleh petani, sedangkan untuk jumlah tanggungan keluarga dan status penguasaan lahan ada hubungannya dengan manfaat yang dirasakannya.

Persepsi petani mengenai keuntungan yang dirasakan setelah melakukan usahatani metode SRI menggunakan dua kategori yaitu menguntungkan setelah melakukan usahatani metode SRI dan tidak menguntungkan, adapun yang menyatakan menguntungkan sebesar 42,86 persen dan yang tidak menguntungkan sebesar 57,14 persen. Dengan hasil ÷2-test menunjukan karakteristik umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan status penguasaan lahan tidak ada hubungannya dengan keuntungan yang dirasakan oleh petani, sedangkan untuk tingkat pendapatan dan lama bertani ada hubungannya dengan keuntungan yang dirasakannya.

Persepsi petani mengenai masalah kemudahan dalam melakukan usahatani padi metode SRI dikelompokkan mejadi dua kategori yaitu mudah dalam melakukan usahatani metode SRI dan tidak mudah dalam melakukan budidaya padi dengan menggunakan metode SRI, adapun yang menyatakan mudah dalam melakuakan usahatani sebesar 33,33 persen dan yang tidak mudah dalam melakukan usahatani metode SRI adalah sebesar 66,67 persen. Dengan hasil ÷2

(5)

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARJIN PEMASARAN

PADI RAMAH LINGKUNGAN

(Kasus di Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu,

Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

Oleh

FARID FITRIADI

A14102675

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(6)

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan skripsi yang ditulis oleh: Nama : Farid Fitriadi

NRP : A 14102675

Program Studi : Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Petanian

Judul : Analisis Pendapatan dan Marjin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan (Kasus di Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan Sarjana Pertanian

Menyetujui Dosen Pembimbing

Ir. Rita Nurmalina Suryana, MS NIP : 131 685 542

Mengetahui Ketua Departemen

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP : 130 422 698

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS PENDAPATAN DAN MARJIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN’ BENAR – BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, Oktober 2005

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 4

Agustus 1981. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan

H. Soso Warsono dan Hj. Tuti Hutoah.

Pada tahun 1993 penulis lulus dari SDN Nusawangi I Cisayong

Tasikmalaya, lalu melanjutkan ke MTs Muawanah Tasikmalaya yang lulus pada

tahun 1996. Setelah lulus dari SMUN 2 Tasikmalaya pada tahun 1999, penulis

melanjutkan pendidikan ke Program Diploma III Manajemen Agribisnis Fakultas

Pertanian Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke Program Sarjana

Ekstensi Manajemen Agribisnis Pertanian dan akhirnya memperoleh Gelar

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT, Tuhan semesta

alam, tiada Tuhan selain Alloh, atas rahmat, karunia, izin dan ridho-Nya, maka

penulis dapat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Sarjana Ekstensi

Manajemen Agribisnis Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis Sadar bahwa

dalam menyelesaikan pendidikan dibutuhkan bantun dari berbagai pihak, oleh

karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kesih kepada:

1. Mamah dan bapa atas perhatian yang tulus dan kasih sayang serta dorongan

moral terutama do’a – do’anya dan materil selama ini. Serta A Rijal, A Irwan,

Teh Tanti, Teh Nensi, adikku Farida dan Kang Acep, serta keponakanku

Akmal, Azhar, Auli dan Azki terima kasih atas semua dukungan yang

diberikan selama ini.

2. Ir. Rita Nurmalina Suryana, MS selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, menuntun, mengarahkan, dan membimbing penulis

dengan sabar sejak awal hingga selesainya penulisan skripsi ini.

3. Ir. Netti Tinaprilla, MS selaku dosen evaluator kolokium dan tim layak uji

yang telah meluangkan waktu, memberikan koreksi, masukan, dan saran bagi

penulis.

4. Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto M.Ec selaku dosen penguji utama, atas masukan

dan sarannya dalam perbaikan skripsi ini.

5. Dra. Yusalina, MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan atas masukan dan

(10)

6. Dinas Pertanian Tasikmalaya, Kepala Desa Sukagalih dan staf, Ketua KTNA

Tasikmalaya dan Staf, dan seluruh petani yang terlibat didalam penulisan ini,

terima kasih atas bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skipsi ini.

7. Keluarga besar K.H Mama Chudori yang telah memberikan dukungan, serta

do’anya.

8. Sahabat seperjuangan Sarah, Ayu, Qq, Yayank, Dian, Aep, Hendra, Maul,

Doly, Indra, Medy, Ferry, Kosim, Akner, dan teman – teman Ekstensi

Angkatan 7, 8, dan 9, terima kasih atas dukungan yang diberikan selama ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil tulisan ini jauh dari

kesempurnaan, dan masih banyak kekurangan, penulis berharap semoga tulisan

ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Oktober 2005

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Peremusan Masalah... 6

1.3. Tujuan Penelitian... 9

1.4. Kegunaan Penelitian... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Pertanian Berkelanjutan... 10

2.2. Usahatani ... 13

2.2.1. Biaya Usahatani... 14

2.2.2. Penerimaan Usahatani ... 14

2.2.3. Pendapatan Usahatani... 14

2.3. Metode System of Rice Intensification (SRI) ... 15

2.3.1. Varietas dan Benih ... 16

2.3.2. Pengolahan Lahan ... 17

2.3.3. Penanaman ... 18

2.3.4. Perawatan Tanaman... 18

2.3.5. Pemasukan dan Pengeluaran Air... 19

2.3.6. Pemupukan... 20

2.3.7. Pengendalian Hama dan Penyakit ... 21

2.3.8. Panen ... 25

2.3.9. Pasca Panen... 26

2.4. Pemasaran ... 27

2.4.1. Fungsi Pemasaran... 28

2.4.2. Lembaga dan Saluran Pemasaran... 28

2.4.3. Struktur Pasar ... 29

2.4.4. Marjin Pemasaran... 31

2.4.5. Efisiensi Pemasaran... 33

2.5. Persepsi ... 35

2.5.1. Pengertian Persepsi... 35

2.5.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 36

2.5. Penelitian Terdahulu... 39

(12)

IV. METODE PENELITIAN ... 53

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 53

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 53

4.3. Metode Penarikan Data ... 53

4.4. Metode Analisis ... 55

4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani ... 55

4.4.2. R/C Ratio (R/C)... 57

4.4.3. Analisis Marjin Pemasaran dan Efisiensi Pemasaran... 58

4.4.4. Analisis Uji Chi – Square dan Koefisien Kontingensi ... 59

4.5. Devinisi Oprasional... 63

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 69

5.1. Gambaran Daerah Penelitian ... 69

5.1.1. Wilayah dan Topografi ... 69

5.1.2. Keadaan Sosial Ekonomi ... 70

5.1.3. Sarana dan Prasarana ... 72

5.1.4. Kondisi Pertanian Desa Sukagalih ... 73

5.2. Karakteristik Responden... 74

5.2.1. Karakteristik Responden Petani Padi Ramah LingkunganMetode SRI ... 74

5.2.2. Karakteristik Responden Petani Konvensional... 78

5.2.3. Karakteristik Responden Petani Terhadap Persepsi Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI... 80

VI. ANALISIS SISTEM USAHATANI PADI METODE SRI DAN KONVENSIONAL... 82

6.1. Proses Budidaya ... 83

6.1.1. Pengolahan Lahan ... 83

6.1.2. Penyemaian ... 84

6.1.3. Penanaman ... 85

6.1.4. Penyulaman... 86

6.1.5. Penyiangan ... 87

6.1.6. Pemupukan... 87

6.1.7. Pengendalian Hama dan Penyakit ... 88

6.1.8. Panen ... 89

6.2. Penggunaan Sumberdaya... 90

6.2.1. Benih... 90

6.2.2. Mikro Organisme Lokal ... 91

6.2.3. Pupuk ... 92

6.2.4. Pestisida ... 93

6.2.5. Tenaga Kerja ... 94

6.3. Analisis Usahatani... 95

6.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Ramah LingkunganMetode SRI... 95

6.3.2. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Konvensional ... 99

(13)

VII. ANALISIS PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN... 105

7.1. Saluran dan Lembaga Pemasaran... 105

7.2. Analisis Fungsi – Fungsi Pemasaran... 109

7.2.1. Fungsi Pertukaran... 110

7.2.2. Fungsi Fisik... 111

7.2.3. Fungsi Fasilitas... 114

7.3. Struktur Pasar... 117

7.3.1. Petani ... 117

7.3.2. Pedagang Pengumpul Tingkat Daerag (PPTD) ... 117

7.3.3. Pedagang Besar Luar Daerah (PBLD) ... 118

7.3.4. Pengecer... 118

7.4. Analisis Marjin... 119

7.4.1. Biaya, Keuntungan, dan Marjin Pemasaran... 120

7.4.2. Efisiensi Saluran Pemasaran ... 130

VIII. PERSEPSI PETANI DESA SUKAGALIH TERHADAP USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI. 132 8.1. Persepsi Petani Mengenai Manfaat ... 132

8.2. Persepsi Petani Mengenai Keuntungan ... 139

8.3. Persepsi Petani Mengenai Kemudahan ... 144

IX. KESIMPULAN DAN SARAN ... 151

9.1. Kesimpulan ... 151

9.2. Saran ... 155

DAFTAR PUSTAKA ... 156

(14)

DAFTAR TABEL

Teks

No Halaman

1. Besarnya Pasar Pangan Organik di Asia Pasifik ... 4

2. Luas Areal Pola Tanaman Sistem Intensifikasi Padi Ramah Lingkungan melalui Program Pengenalan Ekologi Tanah (PET) dan System of Rice Intensification (SRI) di Kabupaten

Tasikmalaya sampai dengan Mei 2004 ... 7

3. Jumlah Responden dan Kegunaan dalam Penelitian... 54

4. Luas Wilayah Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Kabupaten

Tasikmalaya Menurut Penggunaannya Tahun 2004 ... 70

5. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Sukagalih Kecamatan

Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2004 ... 71

6. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Sukagalih Kecamatan

Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2004 ... 72

7. Sarana Umum di Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2004 ... 73

8. Penggolongan Petani Responden Padi Ramah Lingkungan

Berdasarkan Usia ... 75

9. Penggolongan Petani Responden Padi Ranah Lingkungan

Metode SRI Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 75

10. Jumlah Petani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI Menurut

Status Kepemilikan Lahan... 76

11. Penggolongan Responden Petani Ramah Lingkungan Metode SRI Berdasarkan Luas Lahan Garapan ... 77

12. Penggolongan Responden Petani Padi Ramah Lingkungan Metode

SRI Berdasarkan Status Usahanya... 78

13. Karaktristik Responden Petani Padi Konvensional ... 79

14. Karakteristik Petani Terhadap Persepsi Usahatani Padi dengan Menggunakan Metode SRI... 80

15. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metede SRI antara Petani Pemilik dan Petani Penggarap

(15)

16. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Konvensional antara Petani Pemilik dan Petani Penyakap dalam 1 Ha per Musim Tanam

Tahun 2005 ... 101

17. Tabel Ringkasan Hasil Usahatani Padi Ramah Lingkungan

Metode SRI dengan Padi Konvensional... 103

18. Fungsi – Fungsi Pemasaran yang Dilaksanakan oleh Lembaga–

Lembaga Pemasaran Beras Ramah Lingkungan dari Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya ... 110

19. Rincian Harga Jual, Biaya, Keuntungan dan Marjin Pemasaran

pada Saluran I ... 121

20. Rincian Harga Jual, Biaya, Keuntungan dan Marjin Pemasaran

pada Saluran 2 (Toko) ... 123

21. Rincian Harga Jual, Biaya, Keuntungan dan Marjin Pemasaran

pada Saluran 2 (Swalayan) ... 124

22. Rincian harga Jual, Biaya, Keuntungan dan Marjim Pemasaran

pada Saluran 3... 126

23. Rincian harga Jual, Biaya, Keuntungan dan Marjin Pemasaran

pada saluran 4 (Toko)... 128

24. Rincian harga Jual, Biaya, Keuntungan dan Marjin Pemasaran

pada Saluran 4 (Swalayan) ... 129

25. Nilai Persentase Total Marjin dan Farmer Share... 131

26. Karakteristik Responden dan Persepsi Mengenai Apakah Ada Manfaatyang Dirasakan Setelah Adanya Usahatani Padi Metode

SRI ... 133

27. Opini Responden Mengengai Keberlanjutan Pelatihan Terhadap

Usahatani Padi Metode SRI... 138

28. Karakteristik Responden dan Persepsi Mengenai Keuntungan yang

Dirasakan Setelah Adanya Usahatani Padi Metode SRI... 139

29. Opini Responden Mengengai Biaya yang Dirasakan Terhadap

Usahatani Padi Metode SRI... 143

30. Karakteristik Responden dan Persepsi Mengenai Kemudahan

yang Dirasakan setelah adanya Usahatani Padi Metode SRI ... 145

31. Opini Responden Mengengai Pemahaman dan Pelaksanaan yang

(16)

DAFTAR GAMBAR

Teks

No Halaman

1. Kerva Permintaan dan Turunan ... 32

2. Kerangka Pemikiran... 52

3. Foto Persemaian Metode SRI ... 84

4. Penanaman Padi dengan Menggunakan Metode SRI ... 85

5. Penanaman Padi dengan Metode Konvensional... 86

6. Cara Pemberian Pupuk dan Pengendalian Hama dan Penyakit... 89

7. Bahan – Bahan Pupuk Organik Padat ... 93

8. Pola Pemasaran Padi Ramah Lingkungan dari Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya ... 108

9. Pola Pemasaran Beras melalui Pengecer... 109

10. Saluran Pemasaran IPadi Ramah Lingkungan dari Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya ... 120

11. Saluran Pemasaran 2 Padi Ramah Lingkungan dari Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya ... 120

12. Saluran Pemasaran 3 Padi Ramah Lingkungan dari Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya ... 123

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Peta Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya... 158

2. Peta Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya. 159

3. Karakteristik Responden yang Mengusahakan Padi Ramah

Lingkungan dengan Metode SRI ... 160

4. Karakteristik Responden yang Mengusahakan Padi Konvensional... 160

5. Karakteristik Responden terhadap Persepsi Usahatani Padi Ramah

Lingkungan Metode SRI ... 161

6. Perbedaan Budidaya Padi Ramah Lingkungan Metode SRI dengan

Konvensional ... 162

7. Mikro Organisme Lokal (MOL) yang Digunakan Oleh Petani... 164

8. Penerimaan Petani Ramah Lingkungan Metode SRI... 166

9. Komponen Penggunaan Tenaga Kerja dalam Usahatani Padi

Ramah Lingkungan Metode SRI ... 167

10. Penggunaan Bahan – Bahan Pupuk ... 168

11. Jumlah Benih dalam Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode

SRI... 169

12. Jumlah Benih dalam Usahatani Padi Konvensional ... 169

13. Jumlah Pupuk Kimia yang Digunakan dalam Usahatani Padi

Konvensional ... 170

14. Jumlah Tenaga Kerja Petani Pemilik dan Penyakap Padi

Konvensional ... 171

15. Jenis Umur dan Persepsi Responden Mengenai Manfaat ... 172

16. Jenis Tingkat Pendidikan dan Persepsi Responden Mengenai

Manfaat... 173

17. Jenis Tingkat Pendapatan dan Persepsi Responden Mengenai

Manfaat... 174

18. Jenis Tanggungan Keluarga dan Persepsi Responden Mengenai

(18)

19. Jenis Status Penguasaan Lahan dan Persepsi Responden Mengenai

Manfaat... 176

20. Jenis Lama Bertani dan Persepsi Responden Mengenai Manfaat ... 177

21. Jenis Umur dan Persepsi Responden Mengenai Keuntungan ... 178

22. Jenis Tingkat Pendidikan dan Persepsi Responden Mengenai

Keuntungan... 179

23. Jenis Tingkat Pendapatan dan Persepsi Responden Mengenai

Keuntungan... 180

24. Jenis Tanggungan Keluarga dan Persepsi Responden Mengenai

Keuntungan... 181

25. Jenis Status Penguasaan Lahan dan Persepsi Responden Mengenai

Keuntungan... 182

26. Jenis Lama Bertani dan Persepsi Responden Mengenai

Keuntungan... 183

27. Jenis Umur dan Persepsi Responden Mengenai Kemudahan... 184

28. Jenis Tingkat Pendidikan dan Persepsi Responden Mengenai

Kemudahan... 185

29. Jenis Tingkat Pendapatan dan Persepsi Responden Mengenai

Kemudahan ... 186

30. Jenis Tanggungan Keluarga dan Persepsi Responden Mengenai

Kemudahan... 187

31. Jenis Status Penguasaan Lahan dan Persepsi Responden Mengenai

Kemudahan... 188

32. Jenis Lama Bertani dan Persepsi Responden Mengenai

Kemudahan... 189

33. Kuisioner Analisis Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode

SRI ... 190

34. Kuisioner Analisis Usahatani Padi Konvensional ... 195

35. Kuisioner Marjin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan ... 200

36. Kuisioner Persepsi Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem pertanian yang berkelanjutan menjadi tuntutan globalisasi yang

mensyaratkan produk – produk pertanian harus ramah lingkungan dan bebas

residu bahan kimia. Pada hakekatnya sistem pertanian yang bekelanjutan adalah

back to nature yaitu sistem pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi,

selaras, dan seimbang dengan lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk

pada kaidah – kaidah alamiah. Di Indonesia, pembangunan berwawasan

lingkungan merupakan implementasi dari konsep pembangunan yang

berkelanjutan (sustainable development) yang bertujuan untuk meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan masyarakat tani secara luas, melalui peningkatan

produksi pertanian, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas, dengan tetap

memperhatikan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan (Salikin, 2003).

Gerakan kembali ke alam yang dilandasi kesadaran akan pentingnya

menjaga kesehatan dan kelestarian lingkungan hidup telah menjadi tren

masyarakat dunia yang telah dilembagakan secara internasional, melalui regulasi

atau peraturan perdagangan global yang mensyaratkan bahwa produk pertanian

harus mempunyai atribut: aman dikonsumsi, ramah lingkungan, dan mengandung

nutrisi tinggi. Hal itulah yang menjadi pendorong utama berkembangnya

pertanian organik.

Pertanian organik di Indonesia menemukan momentumnya pada waktu

krisis ekonomi tahun 1997, saat itu harga sarana produksi pertanian anorganik

(20)

sedikit semakin menurun. Sebagian petani mulai beralih pada pertanian organik

dengan memanfaatkan bahan – bahan di sekitarnya. Departemen Pertanian pun

telah menjalankan program Go Organic 2010 yang menargetkan Indonesia

menjadi salah satu produsen pangan organik terbesar dunia (Andoko, 2002).

Tren keamanan pangan (food safety) menjadi isu sensitif dalam industri

pangan, karena adanya berbagai kasus keracunan pangan yang terjadi, baik yang

berasal dari kontaminasi bahan kimia maupun mikrobiologi, seperti muntah –

muntah, diare, keracunan, dan sebagainya. Faktor kesehatan menjadi salah satu

alasan mengapa konsumen mengkonsumsi pangan organik. Keamanan pangan dan

bahan pangan yang segar serta alami menjadi tuntutan konsumen saat ini.

Perbaikan mutu kehidupan dan gaya hidup sehat, telah mendorong masyarakat di

berbagai negara untuk melaksanakan gerakan gaya hidup sehat dengan tema

“Kembali ke Alam (Back to Nature)”. Gerakan ini didasari bahwa apa yang

berasal dari alam adalah baik dan berguna, dan segalanya yang baik di alam itu

selalu dalam keadaan keseimbangan. Pangan organik telah menjadi pilihan utama

untuk memenuhi gaya hidup sehat (Surono, 2004).

Setiap tahun, kira – kira 67.000 manusia terkena racun pestisida dan

(21)

pestisida, yang paling banyak dijumpai pada petani. Misalnya dari jenis pestisida

Dibromokloropropan (DBCP) menyebabkan tidak berfungsinya testis dan

kemandulan para pekerja. Masalah gangguan kesehatan yang kronis seperti

meningkatnya pensterilan pada manusia dan hewan terutama yang jantan dan

terganggu sistem syaraf, merupakan isu serius akibat keracunan pestisida dan

bahan kimia yang akut. Bahkan World Human Organization (WHO) tahun 1999,

melaporkan bahwa lebih dari tiga milyar manusia keracunan pestisida parah di

dunia setiap tahunnya, dan diperkirakan 220 ribu mengalami kematian. Masalah

kesehatan yang kronis tersebut merupakan isu kesehatan masyarakat, karena

setiap orang dimana saja dihadapkan pada masalah residu pestisida, misalnya pada

makanan, minuman, dan udara yang dihirup. Disemua negara pemakai pestisida,

tingkat tertinggi yang terkena dampak buruk pestisida terjadi pada pekerja

pestisida, petani, dan mereka yang hidup tergantung pada lahan pertanian, bahkan

anak – anak dapat terkontaminasi oleh pestisida setiap harinya melalui makanan

yang dikonsumsi, baik di rumah maupun di masyarakat dimana dia hidup

(Pangaribuan, 2004).

Permintaan masyarakat dunia akan produk pertanian organik atau pangan

yang berbahan baku hasil pertanian organik menunjukkan peningkatan yang pesat

terlihat dari peningkatan jumlah konsumen organik dunia yang mencapai 20

persen per tahun (Syariefa, 2004). Pasar pangan organik di negara – negara Eropa,

Oseania, Amerika Serikat, dan Kanada diperkirakan akan tumbuh rata – rata

sekitar 12,5 persen per tahun sampai dengan tahun 2005. Pada tahun 2003

mencapai $ 23 – $ 25 milyar dan menjadi $ 29 – $ 31 milyar pada tahun 2005

(22)

Jepang, Australia, dan Selandia Baru, seperti terlihat pada Tabel 1. Peluang pasar

yang sangat besar ini membuka peluang bagi negara – negara berkembang yang

mempunyai potensi alam pertanian seperti Indonesia untuk memproduksi pangan

organik.

Tabel 1. Besarnya Pasar Pangan Organik di Asia Pasifik Tahun 2003

No Negara Nilai (US $) Persentasi (%)

1 Jepang 250 juta 53,20

2 Australia 165 juta 35,10

3 Selandia Baru 36 juta 7,70

4 Lainnya (Asia) 19 juta 4,00

Jumlah 470 juta 100,00

Sumber: Organic Monitor (2002) dalam Simbolon, 2003

Dalam pengembangan pertanian organik diperlukan adanya standar yang

menjadi acuan dalam pencapaian kualitas yang diharapkan oleh produsen dan

konsumen. Standar tersebut berisi hal – hal umum mengenai proses produksi dan

pengolahan yang diperkenankan dan yang tidak diperkenankan dalam budidaya

pertanian organik dan hal – hal yang terkait dengan prinsip dan nilai – nilai dari

pertanian organik itu sendiri. Pada tingkat nasional terdapat Standar Nasional

Indonesia (SNI), sementara di tingkat internasional terdapat International

Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) atau lebih dikenal

dengan IFOAM Basic Standard (IBS) atau Codex Alimentarius Commission

(CAC). Standar lokal dan nasional sebaiknya harmonis dengan standar

internasional. Petani pertanian organik sebaiknya menganut standardisasi dalam

usahataninya. Standar ini berisi prinsip – prinsip mendasar pertanian organik dan

(23)

Pemerintah telah menerbitkan SNI 01-6729-2002 tentang Sistem Pangan Organik

yang dapat menjadi acuan bagi para pelaku terkait pengembangan pertanian

organik (Surono, 2004).

Apabila lahan yang digunakan berasal dari lahan bekas budidaya pertanian

anorganik (menggunakan pupuk dan pestisida kimia), lebih dahulu perlu

dilakukan konversi lahan. Konversi lahan adalah upaya yang bertujuan untuk

meminimalkan kandungan sisa – sisa bahan kimia yang terdapat dalam tanah dan

memulihkan unsur fauna dan mikroorganisme tanah. Lamanya konversi

tergantung dari intensitas pemakaian input kimiawi dan jenis tanaman sebelumnya

(sayuran atau padi). Dengan demikian, konversi dapat diperpanjang atau

diperpendek tergantung pada sejarah lahan tersebut. Apabila masa konversi telah

lewat, lahan tersebut merupakan lahan organik. Apabila kurang dari itu, maka

lahan tersebut masih merupakan lahan konversi menuju organik (Surono, 2004).

Beras yang dihasilkan dari tanaman padi merupakan makanan pokok

penduduk Indonesia yang diusahakan oleh petani, tetapi petani sering dirugikan

akibat rendahnya harga gabah dan tingginya biaya produksi. Hal tersebut menjadi

alasan penelitian ini difokuskan pada tanaman padi, terutama padi ramah

lingkungan dengan metode SRI (System of Rice Intensification) yang sekarang

dapat menjadi pilihan alternatif bagi petani untuk mengusahakan lahannya.

Beberapa daerah di Indonesia khususnya Pulau Jawa telah menerapkan metode

SRI (System of Rice Intensification) untuk usahatani padi ramah lingkungan.

System of Rice Intensification (SRI) atau Sistem Rancang Intensif adalah

suatu metode untuk meningkatkan produktivitas padi dengan mengubah

(24)

kontribusi terhadap kesehatan tanah, tanaman, dan memelihara mikroba tanah

yang beraneka ragam melalui masukan bahan organik, tanpa pupuk kimia dan

tanpa pestisida kimia serta dapat menghemat penggunaan air hingga 50 persen

(Saina, 2004).

Padi organik yang berkembang saat ini merupakan alternatif bagi petani

dalam mengusahakan lahannya, namun dalam masa konversi petani tidak dapat

menggunakan istilah padi organik terhadap hasil budidayanya karena terdapat

standar (SNI 01–6729–2002) yang menjadi acuan bagi petani dan konsumen. Padi

yang dihasilkan petani hanya dapat dikatakan dengan istilah padi ramah

lingkungan.

1.2. Perumusan Masalah

Pada Pekan Nasional XI Kontak Tani Nelayan Andalan (PENAS XI

KTNA) 2004 di Mindanau Sulawesi Selatan, bupati Tasikmalaya mendapat

penghargaan Satya Lencana dari Presiden RI di bidang pertanian, karena telah

mengembangkan padi yang ramah lingkungan secara terpadu melalui program

pelatihan Pengenalan Ekologi Tanah (PET) dan System of Rice Intensification

(SRI) dengan pendekatan partisipatif kepada petaninya sejak awal tahun 2003.

Secara teknis kegiatan ini dilaksanakan oleh Kontak Tani Nelayan Andalan

(KTNA) Kabupaten Tasikmalaya dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan

Hortikultura Kabupaten Tasikmalaya. Luas areal padi ramah lingkungan metode

SRI sampai dengan Mei 2004 telah mencapai 46,24 Ha yang tersebar di 22

kecamatan seperti terlihat pada Tabel 2.

Desa Sukagalih, Kecamatan Sukaratu merupakan daerah pertama di

(25)

awal tahun 2003, tetapi ada petani yang secara tradisional telah mengusahakan

padinya secara ramah lingkungan sejak lama. Desa tersebut berpotensi untuk

dikembangkan menjadi daerah penghasil padi ramah lingkungan karena tersedia

sarana pengairan yang baik dari tiga sungai, sarana transportasi yang memadai,

serta terdapat peternakan kambing, kerbau, dan domba untuk bahan pupuk

kandang. Produktivitasnya pun paling tinggi dibanding daerah lain yang bisa

mencapai 14 ton per ha seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Areal Pola Tanaman Sistem Intensifikasi Padi Ramah Lingkungan melalui Program Pengenalan Ekologi Tanah (PET) dan System of Rice Intensification (SRI) di Kabupaten Tasikmalaya sampai dengan Mei 2004

No Kecamatan Luas Areal Tanam (Ha)

Produktivitas (Ton/Ha)

Varietas Musim ke 1. Cisayong 5,00 9,08 Sintanur

2. Sukaratu 5,00 14,10 Sintanur, Widas, Pandanwangi

2 – 8

3. Padakembang 1,50 7,15 IR-64 4. Leuwisari 1,40 7,10 Sintanur 5. Sariwangi 0,60 7,56 IR-64

6. Salawu 5,50 9,10 Ciherang, Sintanur 4 7. Singaparna 3,60 7,80 Ciherang

8. Puspahiang 3,20 8,75 Ciherang

9. Sukarame 2,35 8,95 Ciherang, Sintanur 3 10. Cibalong 4,00 7,56 Ciherang, Sintanur 11. Parungponteng 3,50 11,50 Cisadane, Ciherang 5 12. Cipatujah 2,00 7,80 Cisadane

13. Pancatengah 0,50 6,95 Ciherang 14. Salopa 2,00 9,85 Ciherang 15. Cikatomas 0,20 7,05 IR-64 16. Jatiwaras 2,45 7,58 Ciherang 17. Karangjaya 0,20 9,75 Ciherang 18. Cineam 0,60 8,60 Ciherang 19. Jamanis 0,50 11,90 Widas 20. Kadipaten 0,50 8,65 Ciherang 21. Sukaresik 1,00 11,00 Ciherang

22. Mangunreja 0,64 Belum panen Sintanur 1 T O T A L 46,24 8 – 9

(26)

Sebagian besar peserta pelatihan PET dan SRI di Desa Sukagalih

Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya yang terdiri dari tiga kelompok tani

pada awalnya mengikuti usahatani padi ramah lingkungan metode SRI, ketiga

kelompok tani ini berasal dari desa Sukagalih dan dari desa sekitarnya. Jumlah

petani yang mengikuti pelatihan PET dan SRI yang berasal dari Desa Sukagalih

Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 21 orang, tetapi sampai

bulan Februari 2005 yang bertahan melaksanakan padi ramah lingkungan metode

SRI tinggal tujuh orang petani yang telah mengusahakannya lebih dari dua tahun.

Berdasarkan survei awal diduga bertahannya ke tujuh orang petani tersebut

disebabkan oleh produksi yang diperoleh cukup tinggi, dan selama ini pemasaran

padi ramah lingkungan yang ada melalui KTNA yang dirasakan oleh petani tidak

terlalu menguntungkan, disebabkan petani tidak mengetahui informasi pasar yang

harus dituju. Keberadaan KTNA dirasakan oleh petani dapat mengurangi

pendapatan, karena dalam saluran tataniaga KTNA memotong jalur antara petani

dengan pengecer atau petani dengan konsumen akhir.

Masuknya suatu inovasi terhadap cara budidaya padi tentu akan

menghasilkan persepsi bagi petani, begitu juga dengan usahatani padi ramah

lingkungan metode SRI, dimana dalam hal pembentukan persepsi bisa saja setiap

petani memiliki persepsi yang berbeda – beda terhadap objek yang sama.

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka masalah yang dapat

diidentifikasi adalah:

1. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani padi ramah lingkungan dan

konvensional?

(27)

3. Bagaimana distribusi marjin pemasaran dan efisiensi pemasaran pada saluran

pemasaran padi ramah lingkungan?

4. Bagaimana persepsi petani terhadap padi ramah lingkungan dan apakah

karakteristik personal mempengaruhi persepsi petani terhadap padi ramah

lingkungan metode SRI?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani padi ramah lingkungan dan

konvensional.

2. Menganalisis saluran dan struktur pasar padi ramah lingkungan.

3. Menganalisis marjin pemasaran dan efisiensi pemasaran pada saluran pasar

padi ramah lingkungan.

4. Mengkaji persepsi petani dan karakteristik individu yang berkaitan dengan

persepsi terhadap keberadaan padi ramah lingkungan metode SRI.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna bagi:

1. Petani, sebagai tambahan informasi dalam mengembangkan usahataninya.

2. Pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan

pengembangan pertanian

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertanian Berkelanjutan

Dikalangan para pakar ilmu tanah atau agronomi (Salikin, 2003), istilah

sistem pertanian berkelanjutan lebih dikenal dengan istilah LEISA (Low External

Input Sustainable Agriculture) atau LISA (Low Input Sustainable Agriculture)

yaitu sistem pertanian yang berupaya meminimalkan penggunaan input (benih,

pupuk kimia, pestisida, dan bahan bakar) dari luar ekosistem, yang dalam jangka

panjang dapat membahayakan kelangsungan hidup sistem pertanian.

Menurut Food Agriculture Organization (FAO) dalam Surya (2002)

pertanian berkelanjutan merupakan suatu praktek pertanian yang melibatkan

pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia, bersama

dengan upaya mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan, dan

mengkonservasi sumberdaya alam. Secara lebih luas pertanian berkelanjutan

dapat didefinisikan sebagai upaya pengelolaan dan konservasi sumberdaya

pertanian (lahan, air, udara, dan genetik), melalui orientasi perubahan teknologi

dan kelembagaan sedemikian rupa sehingga menjamin tercapainya kebutuhan

yang diperlukan secara berkesinambungan baik dari waktu ke waktu maupun

antar generasi. Sedangkan Reintjes, C. et al, (1999) dalam Salikin (2003)

pertanian berkelanjutan merupakan pengelolaan sumberdaya pertanian untuk

memenuhi perubahan kebutuhan manusia sambil mempertahankan atau

meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam.

Nasution dalam Salikin (2003) menyatakan bahwa pertanian berkelanjutan

adalah kegiatan pertanian yang berupaya untuk memaksimalkan manfaat sosial

(29)

dan efisiensi produksi komoditas pertanian, memelihara kualitas lingkungan

hidup, dan produktivitas sumberdaya sepanjang masa.

Nasution dalam Salikin (2003) memberikan azas – azas yang harus

diperhatikan dalam pertanian berkelanjutan, antara lain:

1. Sumber daya biologis harus dimanfaatkan atau dikelola sesuai dengan

kemampuan dan kodrat alamiahnya. Jika suatu sumber daya biologis terpaksa

dimanfaatkan melalui batas kemampuan alamiahnya, dapat dilakukan

introduksi teknologi untuk mengoperasikan kekurangan tersebut, asalkan tidak

menimbulkan masalah – masalah baru yang lebih serius.

2. Kualitas lingkungan hidup dan produktivitas sumberdaya alam yang

diwariskan oleh suatu generasi kepada generasi selanjutnya sekurang –

kurangnya harus sama dengan kualitas lingkungan hidup dan produktivitas

sumber daya alam dari generasi sebelumnya.

3. Penggunaan sumberdaya biologis yang dapat diperbaharui lebih

diprioritaskan. Tingkat penggunaan sumber daya biologi yang dapat

diperbaharui tersebut harus sama dengan tingkat pembentukan alamiahnya.

4. Teknologi dan manajemen pertanian yang ditetapkan tidak mengurangi

keragaman alamiah yang ada.

5. Pemanfaatan material harus dalam rantai alamiah sepanjang mungkin. Dengan

perkataan lain, pengelolaan usahatani harus berupaya memperpanjang siklus

ekologis.

(30)

7. Usahatani tidak menimbulkan limbah, ataupun jika menimbulkan limbah,

limbah tersebut masih dalam batas kemampuan atau daya asimilatif

lingkungan dan dapat dikendalikan.

8. Kuantitas dan kualitas produksi pertanian harus melampaui kuantitas dan

kualitas produk – produk buatan.

9. Kuantitas dan kualitas komoditas pertanian yang dihasilkan harus dapat

memenuhi kebutuhan minimal manusia yang jumlah dan permintaannya

neningkat.

Secara umum pertanian berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan

kualitas kehidupan (quality of life). Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan

paling tidak tujuh macam kegiatan (Manguiat dalam Salikin, 2003), yaitu:

meningkatkan pembangunan ekonomi, memprioritaskan kecukupan pangan,

meningkatkan pengembangan sumberdaya manusia, meningkatkan harga diri,

memberdayakan dan memerdekakan petani, menjaga stabilitas lingkungan (aman,

bersih, seimbang, diperbaharui), dan memfokuskan tujuan produktivitas untuk

jangka panjang. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan suatu pendekatan

pertanian berkelanjutan yang bersifat produktif, berdasarkan pengalaman, dan

partisipatif.

Pertanian Berkelanjutan yang mengandung makna bahwa pertanian perlu

memperhatikan aspek – aspek lingkungan seperti memperhatikan unsur air, tanah,

udara, tanaman yang diupayakan, manusia yang mengupayakan serta unsur –

unsur lain yang terdapat didalam lahan petanian. Sehingga dalam pertanian

(31)

yang telah diatur secara alami dan selalu mengedepankan keuntungan dari

dampak aliran dan siklus pertanian yang ada.

2.2. Usahatani

Usahatani adalah organisasi produksi di lapangan pertanian dimana

terdapat unsur lahan yang mewakili alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada

anggota keluarga tani, unsur modal, dan unsur pengelolaan atau manajemen yang

perannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani (Tjakrawilaksana dan

Soriatmadja dalam Nainggolan, 2001).

Menurut Bahtiar Rivai dalam Susanto (2004) usahatani adalah sebagai

organisasi alam, kerja, modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaanya berdiri sendiri dan diusahakan oleh

seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik terikat secara geologis,

politis, maupun teritorial sebagai pengelolanya.

Keberhasilan suatu usahatani tidak terlepas dari faktor – faktor lingkungan

yang mempengaruhi yang bisa dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor intern

dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor – faktor produksi yang

pengaruhnya dapat dikendalikan oleh petani seperti penggunaan lahan, tenaga

kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani mengalokasikan penerimaan

keluarga, dan jumlah keluarga petani. Sedangkan faktor ekstern adalah faktor –

faktor produksi yang tidak dapat dikontrol dan diluar jangkauan petani seperti

(32)

2.2.1. Biaya Usahatani

Biaya dalam usahatani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya

yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani merupakan pengeluaran tunai yang

dikeluarkan oleh petani. Biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran yang

secara tidak tunai dikeluarkan oleh petani, biaya ini dapat berupa faktor produksi

yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti sewa lahan yang

diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga,

penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan sarana produksi.

2.2.2. Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka

waktu tertentu. Penerimaan ini mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi

rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit, dan kredit atau

pinjaman dari pihak luar. Penerimaan ini dinilai berdasarkan perkalian antara total

produksi dengan harga pasar yang berlaku (Soekarwati dkk,1986).

2.2.3. Pendapatan Usahatani

Tingkat keberhasilan dalam mengelola usahatani dapat diukur melalui

besarnya pendapatan yang diterima dari usahataninya. Pendapatan usahatani

merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dari kegiatan usahatani dan

biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani (Soeharjo dan Patong, 1977).

Pendapatan bersih merupakan ukuran bagi imbalan yang diperoleh petani dari

penggunaan faktor – faktor produksi, kerja, pengelolaan dan modal sendiri

maupun modal pinjaman yang diinvestasikan dalam usahataninya (Soekarwati

(33)

Untuk mengukur tingkat pendapatan petani dapat digunakan konsep

pendapatan kotor petani (Gross Farm Income) dan pendapatan bersih petani (Net

Farm Income). Pendapatan kotor petani diperoleh sebagai hasil pengurangan

biaya tunai dari produksi. Sedangkan pendapatan bersih sebagai hasil

pengurangan biaya yang diperhitungkan dari pendapatan kotor petani (Herdt

dalam Nainggolan, 2001).

Besarnya pendapatan petani yang diterima petani dalam satu tahun

berbeda antar petani. Perbedaan pendapatan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Faktor – faktor tersebut ada yang masih dapat diubah dalam batasan kemampuan

petani dan ada faktor yang tidak bisa diubah yaitu iklim dan jenis tanah.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan dan upaya peningkatan

usahatani yang masih dalam batasan kemampuan petani adalah luas usahatani, dan

efisiensi produksi. Luas rata – rata usahatani di Indonesia yang kecil merupakan

salahsatu faktor hambatan dalam perubahan pemilihan jenis tanaman yang akan

diusahakan (Soeharjo dan Patong, 1977).

Analisis pendapatan berguna bagi petani sebagai pemilik faktor – faktor

produksi dan pengelola usahatani. Tujuan analisis pendapatan usahatani adalah

untuk menggambarkan tingkat keberhasilan kegiatan usahatani dan melihat

prospek usahatani tersebut dimasa yang akan datang.

2.3. Metode System of Rice Intensification (SRI)

System of Rice Intensification (SRI) adalah suatu metode untuk

meningkatkan produktivitas padi dengan mengubah pengaturan tanaman, tanah,

air, dan nutrisinya. SRI adalah cara atau sistem penanaman padi dengan intensif,

(34)

aliran energi dan siklus nutrisi yang berawal terjadi pada tanah, potensi tumbuh

dan berkembangnya tanaman serta pengelolaan peranan atau fungsi air dalam

mendukung dan memperkuat berjalannya kehidupan alamiah di ekosistem

pertanian (Saina, 2004). Metode tersebut memberikan kontribusi terhadap

kesehatan tanah dan tanaman dengan dukungan akar yang kuat dan memelihara

mikroba tanah yang melimpah dan beraneka ragam melalui masukan bahan

organik, tanpa pupuk kimia konvensioal (Urea, TSP, KCl dan Za) dan pestisida

kimia. Produksi tanaman padi diharapkan hingga mencapai 8 ton per ha, bahkan

diantaranya ada yang mampu mencapai 10 – 15 ton per ha. SRI tidak

mensyaratkan benih unggul atau pemupukan intensif, tetapi lebih menekankan

pada perlakuan bibit, jarak tanam, dan waktu pengairan yang tepat berdasarkan

pengamatan terhadap perilaku dan kehidupan tanaman padi (Surono, 2004).

Cara bertanam padi ramah lingkungan metode SRI pada dasarnya tidak

berbeda dengan padi konvensioal, usahatani padi ramah lingkungan metode SRI

diberikan masukan bahan organik baik pupuk dan pestisidanya, sedangkan

usahatani padi konvensioal masukannya berupa bahan kimia konvensioal. Cara

bertanam padi ramah lingkungan SRI sedikit berbeda dengan padi organik biasa,

yaitu pada teknik persemaian, pengolahan tanah, penanaman, dan pengaturan air,

seperti uraian berikut.

2.3.1. Varietas dan Benih

Varietas padi yang cocok ditanam pada padi ramah lingkungan metode

SRI adalah varietas lokal atau alami. Padi hibrida kurang cocok karena umumnya

padi hibrida hanya dapat tumbuh dan berproduksi optimal bila disertai dengan

(35)

Benih bermutu merupakan syarat untuk mendapatkan hasil panen yang

maksimal. Umumnya benih dikatakan bermutu bila jenisnya murni (lokal), beras

nasional (bernas), kering, sehat, bebas dari penyakit, bebas dari campuran biji

rerumputan yang tidak dikehendaki, dan daya kecambahnya paling tidak

mencapai 90 persen (Andoko, 2002). Cara mengecambahkan benih adalah benih

direndam dalam air bersih sekitar dua hari sehingga menyerap air, benih yang

hampa akan mengapung di permukaan air, setelah direndam, benih diangkat dan

diperam sekitar dua hari agar berkecambah dengan cara dihamparkan diatas lantai

kemudian ditutup karung goni basah. Benih yang sudah berkecambah disebar

merata dan tidak tumpang tindih. Jumlah ideal bibit yang disebarkan sekitar 50 –

60 gr per m2.

Persemaian metode SRI memakai semacam nampan atau pepiti yang diisi

media tanam yaitu campuran tanah dan pupuk organik dengan perbandingan 1 : 1,

kemudian benih ditaburkan secara merata tidak terlalu padat dan tidak terlalu

jarang, tanah agar selalu dijaga lembab. Banyaknya benih bermutu 0,7 – 1 kg per

seratus bata atau 4,9 – 7 kg per ha.

2.3.2. Pengolahan Lahan

Prinsip pengolahan tanah adalah pemecahan bongkahan – bongkahan

tanah sawah sedemikian rupa hingga menjadi lumpur lunak dan sangat halus yang

disebut koloid. Menurut metode SRI, pengolahan tanah pertama, yaitu tanah

dibajak dengan cangkul atau traktor, benamkan pupuk organik (pupuk kompos

sebanyak 5 ton per ha), air macak – macak supaya pupuk tidak hanyut.

(36)

diratakan, air tetap macak – macak atau tidak diairi, endapkan semalam supaya

mudah untuk digarit.

2.3.3. Penanaman

Penanaman dilakukan pada saat umur bibit 5 – 10 hari setelah semai

dengan jumlah bibit satu buah per rumpun dengan dalam penanaman 0,5 – 1 cm

(tanam dangkal) jarak tanam sekitar 25 x 25 cm, 27 x 27 cm atau 30 x 30 cm,

dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah anakan produktif karena persingan

oksigen, energi matahari, dan nutrisi semakin berkurang.

Berbeda dengan cara konvensioal biasanya bibit yang baik untuk

dipindahkan ke lahan penanaman adalah tinggi sekitar 25 cm, memiliki 5 – 6 helai

daun, batang bawah besar dan keras, bebas dari hama penyakit, dan jenisnya

seragam. Varietas genjah dengan lama penanaman 100 – 115 hari dan umur bibit

dipindahkan 18 – 21 hari, Varietas sedang dengan lama penanaman 130 hari dan

umur bibit dipindahkan 21 – 25 hari, dan Varietas dalam dengan lama penanaman

150 hari dan umur bibit dipindahkan 30 – 45 hari. Jarak tanam 30 cm x 30 cm.

Jumlah bibit 4 – 6 per rumpun dan dibenamkan tidak terlalu dalam sekitar 5 cm.

2.3.4. Perawatan Tanaman

Penyulaman dilakukan maksimal dua minggu setelah tanam. Sekitar 20

hari setelah tanam dilakukan pengolahan tanah ringan dengan menggunakan

sorok, airnya dikeluarkan agar terjadi pertukaran udara. Kemudian dilakukan

penyiangan agar tanaman padi dapat tumbuh sempurna sehingga produktivitasnya

(37)

Penyiangan pertama saat tanaman berumur empat minggu, kedua umur 35

hari dan ketiga umur 55 hari. Ada beberapa jenis gulma pada tanaman padi, yaitu

jajagoan (echinochloa crusgalli), sunduk gangsir (digitaria ciliaris), rumput teki

(cyperus rotundus), dan eceng.

2.3.5. Pemasukan dan Pengeluaran Air

Pengaturan air dengan metode SRI, ketika umur padi 1 – 8 hari setelah

tanam (hst) air sawah macak – macak, umur padi 9 – 10 hari setelah tanam

digenangi 2 – 3 cm (untuk memudahkan penyiangan I), setelah dinyiangi

dikeringkan sampai umur 18 hari, saat umur 19 – 20 hari setelah tanam, sawah

digenangi untuk memudahkan penyiangan II, kemudian dikeringkan lagi, jika

perlu penyiangan III digenangi selama dua hari dan seterusnya dikeringkan

sampai tanaman berbunga, pada saat berbunga tanaman diairi atau digenangi

sampai padi masak susu, jika padi sudah masak susu pengairan dihentikan atau

dikeringkan sampai menjelang panen.

Dengan cara konvensioal penggenangan sawah dilakukan agar

produktivitas tanaman dan pertumbuhan tanaman menjadi baik tetapi tidak

dilakukan secara sembarangan. Setelah bibit ditanam sawah digenangi, setinggi 2

– 5 cm selama 15 hari saat tanaman mulai membentuk anakan agar struktur tanah

dapat dipertahankan dan menghambat pertumbuhan gulma. Fase pembentukkan

anakan air dipertahankan antara 3 – 5 cm hingga tanaman bunting. Masa bunting

tinggi air sekitar 10 cm, kekurangan air dapat berakibat gabah menjadi hampa.

Fase pembungaan ketinggian air antara 5 – 10 cm, bila tampak keluar bunga maka

(38)

muncul serentak air dimasukkan kembali 5 – 10 cm. Saat seluruh bulir padi mulai

menguning pengeringan dilakukan hingga saat panen tiba.

2.3.6. Pemupukan

Seluruh pupuk yang digunakan sepenuhnya berupa pupuk organik mulai

pemupukan awal atau dasar hingga pemupukan susulan dapat berbentuk padat

yang diaplikasikan lewat akar maupun cair yang diaplikasikan lewat daun. Pupuk

dasar berupa pupuk kandang atau kompos matang sebanyak 8 – 10 ton per ha

yang diberikan bersamaan dengan pembajakan, bisa juga diberikan pupuk

fermentasi atau bokashi cukup 1,5 – 2 ton per ha.

Pemupukan susulan pertama dilakukan saat tanaman berumur 15 hari

berupa pupuk kandang 1 ton per ha atau kompos fermentasi (bokasi) 0,5 ton per

ha dengan disebarkan disela – sela padi. Pemupukan susulan kedua saat umur

tanaman 25 – 60 hari dengan frekuensi seminggu sekali berupa pupuk organik cair

buatan sendiri yang kandungan unsur N-nya tinggi, dosisnya sebanyak satu liter

pupuk dilarutkan dalam 17 liter air dan disemprotkan pada daun tanaman.

Pemupukan susulan ketiga saat tanaman memasuki fase generatif atau

pembentukan buah yaitu setelah tanaman berumur 60 hari berupa pupuk organik

cair (POC) buatan sendiri yang terbuat dari tulang – tulang ikan, buah – buahan,

air beras, dan lain – lain yang difermentasikan terlebih dahulu dengan air nira atau

air kelapa selama 15 hari, mengandung unsur P dan K tinggi, dosisnya 2 – 3

sendok makan pupuk P dicampur satu tangki kecil pupuk K, pupuk tersebut

(39)

Pada pertanian non organik dosis pemupukan kimia semakin meningkat

dari tahun ke tahun, berbeda dengan penggunaan pupuk organik yang cenderung

semakin menurun karena sifat pupuk organik antara lain (Andoko, 2002):

a. Memperbaiki struktur tanah, dari berlempung liat menjadi ringan atau remah

b. Memperbaiki daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak terurai

c. Memperbaiki daya ikat air pada tanah

d. Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah

e. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara

f. Mengandung unsur hara lengkap

g. Membantu proses pelapukan bahan mineral

h. Menyediakan makanan bagi mikroba

i. Menurunkan aktivitas mikroorganisme merugikan.

2.3.7. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pemberantasan hama dan penyakit padi organik dilakukan secara terpadu

antara teknik budidaya, biologis, fisik (perangkap atau umpan), dan pestisida

organik. Berikut beberapa hama dalam usahatani padi dan cara pengendaliannya.

a. Wereng

Berupa serangga kecil ordo homoptera, antara lain wereng coklat

(nilaparvata lugens), wereng hijau (nephotettix virescens), wereng zig – zag

(deltocephalus dorsalis), dan wereng putih (cofana spectra). Imago betina

bertelur 100 – 200 butir diletakkan dalam jaringan daun tanaman. Stadium

(40)

atau imago dan nimfanya mengisap cairan pangkal batang dan bulir padi yang

masih lunak, tanaman menjadi layu, menguning dan mati.

Pengendalian hama dengan teknik budi daya antara lain dengan rotasi

tanaman agar siklus terputus dengan tanaman palawija seperti kacang hijau

atau kedelai, jarak tanaman jangan terlalu rapat. Secara biologis dengan

membiarkan predator alami hama wereng seperti laba – laba hidup di

persawahan dan menyemprotkan larutan spora cendawan entomopatogen

beauveria bassiana untuk menginfeksi wereng. Secara fisik dengan

perangkap, karena wereng sangat tertarik cahaya lampu pada malam hari,

lampu ditengah disekelilingnya air atau lem sehingga wereng jatuh ke air atau

ke lem. Secara kimia dengan ramuan bio pestisida buatan sendiri dan

disemprotkan ke tanaman.

b. Walang sangit (leptocorisa oratorius)

Bertubuh ramping dan antena memanjang dan bila terganggu, imago

akan mengeluarkan bau menyengat. Imago betina menghasilkan 200 – 300

telur. Setelah 5 – 8 hari, telur menetas menjadi nimfa, nimfa menjadi walang

sangit setelah 17 – 27 hari. Walang sangit menghisap bulir padi yang baru

diisap sehingga berwarna kecoklatan dan hampa.

Pengendalian teknik budidaya dengan cara rotasi tanaman dengan

tanaman kacang hijau atau kedelai. Secara biologis dengan penyemprotan

cendawan entomopatogen metarhizium anisopliae. Secara fisik dengan

perangkap bangkai ketam sawah. Secara kimia dengan ramuan bio pestisida.

(41)

Beberapa jenis penggerek batang, yaitu penggerek batang bergaris

(chilo supressalis), penggerek batang kuning (tryporyza incertulas), dan

penggerek batang merah jambu (sesamia inferens). Imago (ngengat) hidup 3 –

5 hari, panjang 13 mm, bertelur 200 – 300 butir diletakkan dipermukaan

bawah daun utama, menetas menjadi larva setelah 5 – 6 hari. Larva masuk ke

pelepah batang dan menggerek jaringan tanaman padi. Serangan saat tanaman

muda disebut "sundep" dengan ciri daun termuda mengering dan mudah

dicabut, serangan saat tanaman pada fase bunting atau berbunga disebut

"beluk" dengan ciri malai padi menjadi kering karena pangkalnya terpotong.

Pengendalian teknik budidaya dengan cara tunggul jerami padi

dipotong tepat pada permukaan tanah, lalu dibenamkan pada saat pengolahan

tanah agar penggereknya mati, penyiangan gulma terhadap rumput inang

hama. Secara biologis dengan penyemprotan larutan campuran cendawan

entomopatogen beauveria bassiana dan metarhizium anisopliae. Secara fisik

dengan perangkap seperti pada wereng. Secara kimia dengan bio pestisida

buatan sendiri.

d. Ganjur

Imago ganjur (orseolia oryzae) seperti nyamuk warna kemerahan.

Imago betina bertelur 100 – 250 butir. Telur menetas menjadi nimfa setelah 3

– 4 hari, penetasan dibantu titik – titik embun, masa hidup nimfa 14 – 17 hari.

Nimfa memakan bagian dasar titik tumbuh dan pucuk tanaman.

Pengendalian teknik budidaya dengan cara rumput sekitar persawahan

yang merupakan tanaman inang dibersihkan. Secara biologis dengan predator

(42)

Secara kimia dengan penyemprotan bio pestisida seperti pestisida untuk

walang sangit.

e. Tikus (rattus argentiventer)

Tikus bersifat jera hama, yaitu tidak akan memakan umpan beracun

lagi bila pernah memakannya. Perkembangbiakannya sangat cepat dalam

setahun sepasang tikus dapat beranak 1.270 ekor. Tikus menyerang tanaman

padi disemua bagian baik daun, batang, maupun biji padi. Pengendalian teknik

budidaya dengan serentak menanam padi. Secara biologis dengan predator

alami seperti ular sawah dan burung hantu. Secara fisik membuat perangkap

dengan umpan gadung, jengkol, atau mengkudu. Secara mekanis dengan

membongkar sarang tikus dan pengasapan.

f. Burung pemakan biji – bijian

Pipit tudung putih (lonchura leucogastroides), pipit haji (lonchura

raffles), pipit jawa (lonchura leucogastroides orsfield), gelatik (padda

oryzivora), perkutut (geopeli striata), dan derkuku (streptopelia chinensis).

Burung – burung ini memakan biji padi. Belum ada cara khusus untuk

mengendalikannya, masih cara tradisional yaitu menakutinya dengan orang –

orangan.

Penyakit merupakan suatu kondisi tidak normal yang menyebabkan fungsi

tanaman terganggu. Beberapa jenis penyakit tanaman padi, yaitu:

a. Bercak cokelat

Disebabkan oleh cendawan helminthosporium oryzae yang menyerang

tanah kurang subur dan tanah beririgasi kurang baik. Gejalanya timbul bercak

(43)

kehilangan hasil 50 persen dengan kualitas biji rendah. Pengendalian dengan

memperbaiki kesuburan tanah yaitu dengan pupuk kandang atau kompos, bisa

juga dengan membuat fungisida organik sendiri.

b. Blast

Bersifat kosmopolit, artinya menyerang tanaman padi diseluruh dunia

oleh cendawan pyricularia oryzae. Pemicunya adalah pemupukan N terlalu

tinggi dengan gejala bercak seperti mata pada daun padi. Pengendaliannya

dengan menghindari penggunaan pupuk N terlalu tinggi dan penyemprotan

fungisida organik buatan sendiri.

c. Tungro

Disebabkan oleh virus tungro yang dibawa oleh wereng. Tanaman

menjadi kerdil dan daun berwarna kuning atau oranye saat tanaman masih

muda umur 10 – 20 hari. Kehilangan hasilnya sangat besar sekitar 67 persen,

sementara serangan pada saat tanaman fase akhir, kehilangan hasil sekitar 10

– 20 persen. Pengendaliannya dengan memberantas berbagai jenis rumput liar

diantaranya jajagoan dan sunduk gangsir yang merupakan tanaman inang

wereng, dapat juga dengan menggunakan laba – laba untuk memberantas

wereng.

2.3.8. Panen

Sepuluh hari sebelum panen, sawah dikeringkan agar masaknya padi

serentak dan memudahkan pemanenan. Pemanenan padi harus dilakukan pada

saat yang tepat, pemanenan yang terlalu cepat dapat menyebabkan kualitas gabah

(44)

Untuk memastikan padi siap panen adalah dengan cara menekan butir gabah, bila

butirannya sudah keras maka saat itu paling tepat untuk dipanen.

Secara tradisional padi dipanen dengan ketam tetapi kurang efisien karena

lambat dan perlu banyak tenaga kerja, untuk lahan 2.500 m2 diperlukan sepuluh

tenaga kerja dalam waktu dua hari. Agar panen berlangsung cepat, alat yang

digunakan adalah sabit karena dengan empat tenaga kerja lahan 2.500 m2 sudah

dipanen dalam waktu setengah hari. Setelah panen, gabah dirontokkan dari

malainya dengan mesin atau tenaga manusia dengan dipukul – pukulkan dan

diberi alas terpal agar terkumpul.

2.3.9. Pasca Panen

Gabah hasil panen tersebut dikeringkan dengan cara dijemur di bawah

sinar matahari dengan alas anyaman bambu, tikar, terpal atau lantai semen. Bila

cuaca cerah lama penjemuran sekitar tiga hari, tetapi bila terkadang mendung bisa

sampai satu minggu. Untuk memastikan padi telah kering adalah dengan cara

menggigitnya, bila digigit tidak patah maka gabah sudah kering sehingga dapat

disimpan atau digiling menjadi beras.

Penggilingan merupakan kegiatan pemisahan beras dari kulitnya. Ada dua

cara yaitu secara tradisional dan modern. Cara tradisional yaitu gabah ditumbuk

dengan menggunakan lesung dan alu yang akan menghasilkan beras dan kulit

tetapi berasnya kecoklatan karena masih terbalut bekatul yang disebut beras pecah

kulit, nasi dari beras pecah kulit ini sangat baik gizinya karena tingginya

kandungan vitamin B. Untuk mendapatkan beras putih bersih, beras pecah kulit

harus ditumbuk ulang atau disosoh. Cara tradisional ini pengerjaannya sangat

(45)

Penggilingan dengan cara modern dengan menggunakan mesin huller. Hasil yang

diperolehnya sama hanya pengerjaannya lebih cepat, tahap pertama diperoleh

beras pecah kulit dan tahap kedua akan menjadi putih bersih. Maka beras ini dapat

di simpan di tempat kering atau dipasarkan langsung ke konsumen.

2.4. Pemasaran

Adanya kebutuhan dan keinginan manusia menimbulkan permintaan

terhadap produk tertentu yang didukung oleh kemampuan membeli. Produk

tersebut diciptakan untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan manusia sehingga

timbul proses pertukaran untuk memperoleh produk yang diinginkan atau

dibutuhkan dengan menawarkan sesuatu sebagai gantinya (Kotler, 1997).

Pemasaran menurut Kotler (1997) adalah suatu proses sosial dan

manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang

mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan

mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Sedangkan definisi

pemasaran menurut Limbong dan Sitorus (1987) adalah segala usaha kegiatan

yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari hasil pertanian

dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen.

Ditinjau dari segi ekonomis, kegiatan pemasaran bersifat produktif karena

memberikan nilai tambah dari kegiatan suatu barang.

Konsep yang melandasi pemasaran adalah pertukaran (Kotler,1997).

Terjadinya pertukaran harus dipenuhi lima kondisi sebagai berikut:

(46)

2. Masing – masing pihak mempunyai sesuatu yang mungkin bernilai bagi orang

lain.

3. Masing – masing pihak mampu berkomunikasi dan melakukan penyerahan.

4. Masing – masing pihak bebas menolak atau menerima tawaran.

5. Masing – masing pihak yakin bahwa berunding dengan pihak lain adalah

layak dan bermanfaat.

2.4.1. Fungsi Pemasaran

Proses penyampaian barang dari titik produsen ke titik konsumen

memerlukan berbagai kegiatan atau tindakan. Kegiatan – kegiatan tersebut

dinamakan sebagai fungsi pemasaran. Menurut Limbong dan Sitorus (1987),

fungsi pemasaran merupakan kegiatan yang dapat memperlancar proses

penyampaian barang atau jasa dari titik produsen ke titik konsumen.

Menurut Kotler (1997), tiga fungsi pokok pemasaran yairu:

1. Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang meperlancar perpindahan hak milik

dari barang dan jasa yang dipasarkan yang terdiri dari fungsi pembelian dan

fungsi penjualan.

2. Fungsi fisik, merupakan semua kegiatan yang langsung berhubungan dengan

barang atau jasa sehingga menimbulkan kepuasan tempat, bentuk dan waktu.

Kegiatan yang termasuk kedalam fungsi fisik adalah kegiatan penyimpanan

pengolahan dan pengangkutan.

3. Fungsi fasilitas, merupakan semua kegiatan yang bertujuan untuk

memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan

(47)

2.4.2. Lembaga dan Saluran Pemasaran

Lembaga pemasarana (Sudiyono, 2002) adalah badan usaha atau individu

yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen

kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau

individu lainnya. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi – fungsi

pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen

memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran berupa merjin pemasaran.

Saluran pemasaran adalah usaha yang dilakukan untuk menyampaikan

barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen yang didalamnya terlibat

beberapa lembaga pemasaran yang menjalankan fungsi – fungsi pemasaran

(Limbong dan Sitorus, 1987). Sedangkan menurut Kotler (1997) saluran

pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling bergantung serta terlibat

dalam proses menjadikan produk atau jasa siap digunakan atau dikonsumsi.

Semua saluran pemasaran melaksanakan tugas memindahkan barang dari

produsen ke konsumen. Hal itu mengatasi kesenjangan waktu, tempat, dan

kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari orang – orang yang

membutuhkannya atau menginginkanya.

2.4.3. Struktur Pasar

Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan

keputusan perusahaan, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi

perusahaan, jenis – jenis dan diferensiasi produk serta syarat – syarat masuk

(Limbong dan Sitorus, 1987). Struktur pasar menunjukkan secara deskriptif

jumlah perusahaan, dominan atau tidaknya perusahaan – perusahaan, sifat produk

(48)

atau strategi pemasaran yang akan dipakai, kebijaksanaan harga dan lain – lain.

Struktur pasar dicirikan oleh : (1) konsentrasi pasar, (2) diferensiasi produk, dan

(3) kebebasan keluar masuk pasar.

Struktur pasar sangat penting dalam analisis pemasaran karena melalui

analisis struktur pasar secara otomatis akan dapat dijelaskan bagaimana perilaku

partisipan yang terlibat dan menunjukkan keragaan yang terjadi akibat dari

struktur dan perilaku pasar yang ada dalam sistem pemasaran tersebut.

Menurut Sudiyono (2002) ada empat karakteristik pasar yang perlu

dipertimbangkan d

Gambar

Gambar 1.  Kurva Permintaan Asal dan Turunan  Sumber: Hammond dan Dahl, 1977
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Tabel 3. Jumlah Responden dan Kegunaan dalam Penelitian
Tabel 5.  Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2004
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rekomendasi umum terhadap penetapan peraturan dan standar cemaran mikroba di Indonesia adalah (1) menetapkan tujuan standar cemaran mikrobiologi, (2) mengelompokkan

Melalui pendekatan public relations terkait konsep Mar- keting Public Relations, pemasaran tidak lagi diartikan dalam pengertian yang sempit yaitu hanya berupaya untuk

Dari Gambar 2., terlihat bahwa pertumbuhan ganggang halus laut dengan menggunakan pupuk soil extract memiliki umur pertumbuhan yang lebih pendek dibandingkan dengan menggunakan

Bangunan Rumah Sakit Umum Daerah Kubu Raya Tipe C memiliki konsep zonasi ruang yang terbagi menjadi tiga zona besar yaitu zona medis, zona penunjang medis, dan zona

Sedangkan, pada operasi perkalian matriks syarat yang harus dipenuhi adalah kolom matriks pertama harus sama dengan baris matriks kedua. Jika pemakai tidak memenuhi syarat,

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah yang mengalami fluktuatif akibat dari fluktuasi pendapatan daerah,

Berdasarkan hasil analisis dapat diambil kesimpulan bahwa gaya kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap kinerja, motivasi berpengaruh terhadap kinerja, budaya organisasi

BMT (Baitul Mal Wat-tamwil) Amal Mulia merupakan satu dari 15 koperasi yang lahir di kabupaten semarang, koperasi ini lahir melalui program P3T (Penanggulangan