• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis sintaksis kata Rā‘inā dan Unzhurnā dalam Al-Qur’ān . 31

BAB III DERIVASI KATA RĀ‘INĀ DAN UNZHURNĀ

B. Analisis sintaksis kata Rā‘inā dan Unzhurnā dalam Al-Qur’ān . 31

31

َم ْس ُم َرْي َغ ْع َم ْسا َو ا ْوُلاَق ْمُه َّنَا ْو َ

ل َو ِۗنْي ِ دلا ىِف اًنْعَطَو ْمِهِتَن ِسْلَاِب ۢاًّيَل اَنِعاَرَّو ٍع

ُ ّٰاللّٰ ُمُهَنَعَّل ْن ِك ٰلَو َمَوْقَاَو ْمُهَّل اًرْيَخ َناَكَل اَنْرُظْناَو ْعَم ْساَو اَنْعَطَاَو اَنْعِم َس ًلَْي ِل َق َّلَِا َنْوُنِمْؤُي َلََف ْمِهِرْفُكِب

“Di antara orang-orang Yahudi ada yang mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata, “Kami mendengar, tetapi kami membangkang.” (Mereka mengatakan pula,) “Dengarkanlah,” sedangkan (engkau Nabi Muhammad sebenarnya) tidak mendengar apa pun.

(Mereka mengatakan,) rā‘inā dengan memutarbalikkan lidahnya dan mencela agama. Seandainya mereka mengatakan, “Kami mendengar dan patuh. Dengarkanlah dan perhatikanlah kami,” tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat. Akan tetapi, Allah melaknat mereka karena kekufurannya. Mereka tidak beriman, kecuali sedikit sekali”.82

B. Analisis sintaksis kata Rā‘inā dan Unzhurnā dalam Al-Qur’ān

32

Dalam bahasa Arab sintaksis disebut sebagai ilmu nahwu. Nahwu ialah ilmu pokok dalam bahasa Arab, dari ilmu nahwu tersebut dapat kita ketahui tentang Harakat (baris) akhir dari suatu kalimat baik secara I’rab atau Mabny. ilmu Nahwu ialah dalil-dalil yang memberitahukan bagaimana seharusnya keadaan akhir kata-kata tersebut setelah tersusun dalam kalimat, atau ilmu yang membahas kata-kata Arab dari I’rab dan Bina’.85

Adapun di sini mengenai surah al-Baqarah ayat 104 peneliti menarik kesimpulan analisis sintaksis dari surah tersebut yakni:

ٌبا َذَع َنْيِرِف ٰكْلِلَو اْوُعَم ْساَو اَنْرُظْنا اوُلْوُقَو اَنِعاَر اْوُلْوُقَت َلَ اْوُنَمٰا َنْيِذَّلا اَهُّيَآْٰي مْي ِل َا

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan,

“Rā‘inā” Akan tetapi, katakanlah, “Unẓurnā” dan dengarkanlah.

Orang-orang kafir akan mendapat azab yang pedih”

Kata

ا هُّي آٰٰي

yang memiliki arti “Hai orang-orang” terdiri dari kata

اي

ialah huruf Nidā’. huruf Nidā’ adalah huruf untuk memanggil seseorang, dan

َُّيا

adalah munadā (berarti yag dipanggil), Nakirah Maqshūdah Mabniy yaitu umum dimana baria tetapnya adalah dhammah. Dan huruf

اـه

di sana merupakan perintah.

Kata

َنْي ِذ َّلا

merupakan Isim Maushūl (kata sambung yang artinya

“yang”) sebagai Badal dari kata

اَه ُّيَآْٰي.

kata

ا ْوُن َمٰا

( orang-orang yang beriman) merupakan Fi‘il Mādhi dan huruf wau yang terdapat dalama kata

ا ْوُن َم

ini ialah Fā‘il dan Jumlah Shilah Mashdar

.

Kemudian kata

لَ َ

ا ْوُل ْو ُقَت ,

huruf

لَ َ

adalah

لَ َ

Nāhiyah Jāzim (larangan) dan

ا ْوُل ْو ُقَت

adalah

Fi‘il Mudhāri’ Majzūm yaitu baris mati dengan membuang huruf nun

85 Ibid., hlm. 135.

33

karena temasuk dari Fi‘il Khomsah dan huruf waw di sana merupakan Fā‘il.

Kata

اَن ِعاَر

merupakan Fi‘il Amr Mabniy (tetap) dengan membuang huruf Illat yaitu Ya . Fā‘il nya adalah Dhamīr Mustāthir yaitu (

تنا انعار

) dan huruf Nun adalah Maf’ūl bih. Kemudian kata dalam

اوُل ْوُق َو

yakni huruf waw disana ialah Huruf Āthaf dan

اوُل ْوُق

adalah Fi‘il amr mabny (tetap) dengan membuang huruf nun dan waw setelah

ل ْوُق

adalah Fā‘il dan kata ini disebut dengan Ma’tūf. Sedangkan kata

اَنْرُظْنا

merupakan Fi‘il amr (yang memiliki arti ‘perhatikanlah kami’) yang Fā’il nya adalah

تنا

.Dan huruf Nun yang terdapat pada kata tersebut adalah Maf’ūl bih nya.Kata

ا ْوُع َم ْسا َو

(dengarkanlah) adalah Fi‘il amr yang Maf’ūl nya terbuang dan merupakan Jumlah Ma’tūf. Kemudian

َنْيِرِف ٰكْلِلَو

ٌبا َذَع

huruf waw di sana ialah Waw Isti’nāfiyah . Kata

َنْيِرِف ٰكْل ل

merupakan Khobar Muqaddam yang kembali kepada

Mubtada’ Muakhkharnya yaitu

ٌبا َذَع.

Kata

اَن ِعاَر

yang terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 104 tersebut berasal dari akar kata

ٌةَياَعِر - اًي ْعَر - ىَعرَي - ىَعَر

yang memiliki arti menggembalakan. Dan kata

ا نِعا ر

tersebut dengan tambahan huruf Māzid Alif ditengah kata yaitu bentuk Fiil Amr dari kata

ىعاري - ىعار

yang memiliki makna memelihara. Sehingga bisa disimpulkan bahwa dalam Q.S al-Baqarah ayat 104 kata

ا نِعا ر

mengikuti bentuk kata

ىعار

,

yang di mana kata tersebut merupakan kata perintah. Mengapa dalam

34

Al-Qur’ān menggunakan kata

ا نِعا ر

(peliharalah kami) bukan kata yang lain, karena ayat tersebut dimaksudkan agar kaum muslimin tidak mengucapkan kata tersebut kepada Rasulullah. Kata tersebut merupakan suatu permintaan kaum Muslimin kepada Rasulullah agar beliau memelihara mereka, seperti yang diketahui, kata tersebut tidaklah pantas jika ditujukan kepada Rasulullah SAW, karena tugas Nabi ialah hanya sekedar menyampaikan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT, bukan untuk memelihara sampai akhir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kata

ا نِعا ر

tersebut bukanlah kata yang tepat, oleh karena itu Allah SWT memerintahkan agar kaum Muslimin mengganti kata

ا نِعا ر

tersebut dengan menggunakan kata yang lebih tepat dan lebih sopan namun memiliki makna yang sama.

Berbicara mengenai al-Qur’ān tak bisa dilepaskan dari makna.

Karena dalam al-Qur’ān itu sendiri mengandung banyak makna baik yang tersirat maupun tidak. Dalam memahami setiap isi kandungan yang terdapat dalam al-Qur’ān tersebut, sangat perlu untuk kita memahami sebuah kata atau kalimat yang digunakan dalam penyampain sebuah ajaran tersebut, mengingat al-Qur’ān yang diturunkan dengan berbahasa Arab. Oleh karena itu, sebelum mencoba mengimplemantasikan ajaran-ajaran yang terkandung didalamnya, sangat perlu untuk meamahami setiap makna kosa kata yang terkandung di dalamnya. Salah satu contohnya ialah banyak sekali ditemukan kosa kata yang beredaksi miripp namun memiliki makna yang berbeda, sehingga akan sulit memahami makna yang sebenarnya dari kata tersebut.

Dalam kitab al-Furūq al-Lughawiyah karya Abu Hilāl al Hasan Ibnu Yahya bin Mihran al-Askari terdapat bebrapa contoh kata yang memiliki redaksi yang mirip namun memiliki arti atau makna yang berbeda. Contohnya ialah, kata

عمسلا

dengan

ءاغص لَا

. Kata

عمسلا

memiliki makna mendengarkan, namun terkadang diartikan sebagai hanya sebatas mendengarkan, namun tidak direnungi. Sedangkan

لَا

35

ءاغص

memiliki makna “memperhatikan”, namun terkadang jugag

diartikan dengan memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Kemudian perbedaaan dari kata

عمسلا

dengan

عامتسالَا

. Kata

عامتسالَا

diartikan dengan “mendengarkan dengan mengambil manfaat dari apa yang didengarkan”, dengan cara mendengarkan dengan baik-baik, mendengarkan dengan memperhatikan agar memahami. Contoh lain juga yakni kata

ميلعلا

dengan

كارد الَا

. Kata

ميلعلا

cenderung

diartikan sebagai hanya sekedar mengetahui namun tidak secara mendalam. Sedangkan

كاردالَا

dimaknai dengan benar-benar memahami sesuatu secara khusus atau fokus pada satu tujuan secara mendalam. Juga pada kata

ميلعلا

dengan

ملاعلا

. Perbedaaanya di sini terletak pada yaitu kata

ملاعلا

dimaknai dengan “benar benar mengetahui’.86

86 Abu Hilal Al Hasan Ibnu Yahya bin Mihran Al Askari,”Al Furūq Al-Lughawiyah”,(Mesir: Dar Al-Kutub Ilmiyah, 1971), hlm. 88-89.

36 BAB IV

ANALISIS KATA RĀ ‘INĀ DAN UNZHURNĀ MENURUT TEORI SEMANTIK TOSHIHIKO IZUTSU

A. Analisis Makna Dasar dan Makna Relasional

Dokumen terkait