BAB II SEMANTIK AL-QUR’ĀN TOSHIHIKO IZUTSU
A. Teori Semantik Toshihiko Izutsu
1. Biografi dan Karya Toshihiko Izutsu
Toshihiko Izutsu lahir di Tokyo pada tahun 4 Mei 1914 dan wafat pada 7 Januari 1993 di Kamakura, Jepang. Ia lahir dari keluarga yang kaya raya pemilik bisnis di Jepang. Karena dengan keadaan seperti itulah ia tidak lagi memikirkan hal-hal pemenuhan kebutuhan pokoknya, yang mana hal itu biasa akan menjadi dalih dan alasan di negara kita. Izutsu berasal dari keluarga yang taat, ia mengamalkan Zen Budhisme sejak kecil. Bahkan pengalaman kontemplasi dari amalan Zen sejak muda telah mempengaruhi cara berfikit dan pencariannya akan kedalam pemikiran filsafat dan mitisme.40
Sebagai seorang intelektual yang terkenal, Izutsu menguasai lebih dari 20 bahasa asing. Dengan hal tersebut ia mampu melakukan penelitian di berbagai kebudayaan dunia, dan menerangkan secara khas kandungan dari beraneka ragam sistem keagamaan dan filsafat melalui bahasa asalnya. 41
Pendidikan dasar hingga perguruan tingginya ia peroleh di negaranya sendiri, Jepang. Setelah menyelesaikan sekolah menengah atsa, Izutsu melanjutkan sekolahnya di fakultas ekonomi Keio Universuty, Tokyo. Lalu kemudian pindah ke jurusan sastra Inggris karena ia ingin dibimbing oleh Prof. Junazburo Nishiwaki.42 Pada tahun 1950 Toshihiko Izutsu mendpatkan gelas Profesor di Universitas yang sama.
Perjalanan intelektualnya pun berlanjut ke Kanada, atas permintaan Wilfred Cantwel Smith yaitu seorang direktur di Universitas MeGil Motrea Canada meminta Izutsu untuk menjadi
40Sahidah Rahem, Tuhan, Manusia, dan Alam dalam Al-Qur’ān; Pandangan Toshihiko Izutsu (Pulau Pinang, Universitas Sains Malaysia Press, 2014), hlm. 138.
41 Ibid., hlm 149.
42 Fathrurrahman, Al-Qur’ān dan Tafsirnya dalam Perspektif Toshihiko Izutsu (Tesis, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), hlm. 51.
17
Profesor tamu di Universitas tersebut. Disana ia menjadi dosen dan mengajar dari tahun 1962 sampai dengan tahun 1968. Setelah beberapa tahun menjadi dosen kemudian ia hijrah ke Iran dan menjadi dosen di Imperial Irannian Academy memenuhi undangan sahabtnya Sayyed Husein Nasr. Setelah dari Iran, selanjutnya ia kembali ke Jepang dan menjadi pengajar di Universitas Keio Jepang sampai akhir hayatnya. Toshihiko Izutsu meninggal di Kamamura pada tanggal 7 Januari 1993.43
Toshihiko Izutsu merupakan seorang ilmuan yang produktif, ia banyak melahirkan karya-karya yang berkaitan dengan hal yang di gelutinya, seperti filsafat, mistisme, terutana dalam bidang linguistik. Adapun karya-karyanya antara lain:44
Adapun karya Izutsu yang ditulis dalam bahasa Inggris di antaranya adalah:
1) God and Man in The Koran: Semantik of The Koranic Weltanschauung.
2) The Concept of Belief in Islamic Theology: Semantic Analysis of Iman and Islam.
3) Ethico Religious Consept in The Koran
4) The Structure of Ethical Terms in The Koran: A Study in Semantic
Karya-karya yang ditulisnya dalam bahasa Jepang adalah:
1) A History of Arabic Philoshopy 2) Russian Literature
3) Bazels of Wisdom
4) Methaphysics of Consciousness; Philoshophy of “ the Awakening of faith in the Mahayana.
5) Mystichal Aspect in Greek Phyloshopy
43 Ibid., hlm. 52.
44 M. A.B Sholahuddin Hudhor, Konsep Kidhb dalam Al-Qur’ān; Kajian Semantik Toshihiko Izutsu, (Skripsi, UIN Sunan Ampel,2019), hlm. 26.
18
Izutsu juga menerjemahkan beberapa buku ke dalam bahasa Jepang, buku-buku tersebut di antaranya:
1) Muhammad
2) History of Islamic Thoughts 3) Birth of Islam
4) Sufism and Taoism: A Comperative Study of Key Phylosphicial Concept
Bila diperhatikan dari berbagai karya Izutsu yang telah disebutkan diatas, bahwa melalui karya-karyanya tersebut ia mencoba menunjukkan keteguhannya mengenai pendekatan bahasa yang digunakan dalam menjelaskan teks, khususnya semantik.
Meskispun semantik dalam hal ini tidak dijadikan sebagai tujuan utama, melainkan sebagai sarana untuk mengungkapkan realitas yang ada dibaliknya.
2. Teori Semantik Toshihiko Izutsu
Izutsu mendefinisikan semantik sebagai sebuah kajian terhadap istilah-istilah kunci suatu bahasa dengan pandangan yang akhirnya akan sampai pada sebuah pengertian konseptual welthanschauung atau pandangan dunia masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, yang tidak hanya sebagai alat bicara dan berpikir, tetapi juga lebih penting dari itu,pengonsepan dan penafsiran dunia yang melingkupinya.45
Menurut Izutsu, pendapat tersebut sangat selaras dengan yang dinyatakan dalam ayat al-Qur’ān, bahwa segala sesuatu adalah ayat (tanda) Allah dan sifat simboliknya yang mengandung sebuah hidayah yang hanya mampu dipahami oleh orang yang berakal. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai pengkaji tidak hanya sebatas kepakaran dan kemampuan akal dan budi saja, namun juga kemampuan intuitif dalam menangkap suatu makna dalam suatu
45 Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik Terhadap Alquran, Terj. Agus Fahri Husein, dkk., (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1997), hlm.
12.
19
teks. Pemahaman seperti inilah yang digunakan Izutsu sebagai alat dalam memahami al-Qur’ān dengan semantik.46
Metodologi semantik Izutsu ialah meletakkan dasar konsep yang terstruktur, sistematis, dan mudah dimengerti. Untuk memahami bagaimana Izutsu menerapkan metode semantiknya, peneliti mengacu pada karya Izutsu yakni, God and Man in The Quran:
Semantic of The Qur’anic Welthanschauung (1964) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Tiara Wacana; ‘Relasi Tuhan dan Manusia (Pendekatan Semantik terhadap Al-Qur’ān)’. Dari karyanya tersebut Izutsu menjelaskan metode semantik nya, di antaranya:
a. Konsep-konsep indivual (Integration of Indivual Concepts) Konsep atau kata yang terdapat dalam al-Qur’ān itu tidaklah sederhana. Kedudukannya masing-masing terpisah, namun saling bergantungan satu sama lain dan menghasilkan makna yang konkret. Dengan kata lain, kata-kata tersebut membentuk suatu kelompok yang bevariasi, besar dan kecil, dan berhubungan satu sama lain dengan berbagai cara hingga akhirnya menghasilkan keteraturan yang menyeluruh, sangat kompleks dan rumit sebagai kerangka kerja gabungan konseptual dalam menganalisis konsep-konsep indivual yang ditemukan di dalam al-Qur’ān tidak boleh kehilangan wawasan hubungan ganda yang saling memberi muatan mengintegrasikan keseluruhan sistem konsep tersebut.47
b. Makna Dasar dan Makna Relasional (Basic Meaning and Relational Meaning)
Untuk memahami keterpaduan kata-kata indivual secara menyeluruh dalam al-Qur’ān, diperlukan adanya analisis antara pemahaman makna masing-masing kata pada pengertian makna dasar (Basic Meaning) dan makna relasional (Relational
46. A.B Sholahuddin Hudhor, Konsep Kidhb dalam Al-Qur’ān; Kajian Semantik Toshihiko Izutsu..., hlm. 28-29
47Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia…, hlm. 4.
20
Meaning), karena seperti yang diketahui kata-kata yang terdapat dalam al-Qur’ān tersebut tidak berdiri sendiri dan bergantung satu sama lain. Makna dasar ialah suatu kata yang melekat pada kata itu sendiri dan selalu ada dimanapun kata tersebut diletakkan. Walaupaun kata tersebut diambil dari konteks ayat al-Qur’ān secara terpisah namun ia tetap mempertahankan konsep dasar makna fundementalnya. Dalam hal ini, Izutsu memberikan contoh pada kata “kitab:, dimanapun kata tersebut ditemukan, kandungan unsur semantik ini selalu ada pada kata dimanapun ia diletakkan dan bagaimanapun ia digunakan.48
Sedangkan makna relasional ialah makna konotatif yang ditambahkan pada makna yang sudah ada dengan meletakkan kata tersbeut pada posisi khusus dalam bidang tertentu. Dalam hal ini, untuk mengetahui makna relasional suatu kata dalam bahsaa tertentu diperlukan sebuah metode analisis sintagmatik dan pragmatik. Analisis intagmatik adalah suatu analisis yang berusaha mencari makna dalam suatu kata dengan melihat kata yang ada di depan atau dibelakang kata tersebut. Analisis Pragmatik pencarian makna melalui perbandingan konsep kata yang sama (sinonim) atau yang berbeda (antonim).
c. Makna Historis (Historical Meaning)
Pada tahap ini, Izutsu melakukan kajian dengan menelusuri sejarah makna dari fokus kata yang akan diteliti, dalam istilah linguistik disebut dengan kajian makna historis. Analisis makna historis ini terbagi menjadi dua yakni, analisis sinkronik dan diakronik. Analisis sinkronik merupakan suatu sistem analisis kata secara statis (tetap) yang dibatasi oleh konteks tertentu dan dalam kurun waktu yang terbatas. Sedangkan analisis diakronik jika menurut pengertian etimologinya ialah pandangan terhadap bahasa yang pada prinsipnya menitikberatkan pada unsur waktu.
Secara diakronik, kosa kata adalah sekumpulan kosa kata yang masing-masing tumbuh dan berubah secara bebas dengan
48 Ibid., hlm. 11.
21
caranya sendiri dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian, bisa diambil sebuah pengertian bahwa analisis diakronik ialah suatu sistem analisis kata secara bebas dan dalam waktu yang tidak terbatas.49
Penelusuran makna historis ini bertujuan dalam memperoleh weltanschauung al-Qur’ān. Dalam hal ini, Izutsu membagi analisis diakronik ini ke dalam tiga waktu yakni;
pertama, Pra-Qur’anik (sebelum di turunkannya al-Qur’ān atau pda masa jahiliyah), kedua, Qur’anik (masa turunnya al-Qur’ān), dan ketiga, Pasca Qur’anik ( setelah turunnya al-Qur’ān).50 d. Weltanschauung
Kajian akhir semantik Izutsu ialah untuk menemukan istilah-istilah kunci dalam suatu bahasa dalam hal ini bahasa al-Qur’ān dalam memahami pandangan dunia al-al-Qur’ān yang tidak hanya sebagai alat bicara dan berfikir saja, namun juga hal yang terpenting mengenai bagaimana pengonsepan penafsira dunia al-Qur’ān yang akan memberikan pengaruh terhadap masyarakat yang menggunakanya.
Analisis weltanschaung membutuhkan analisis semantik istilah-istilah kunci yang berada pada sebuah sistem konsep dan menentukan kedudukannya antara satu dengan yang lainnya.
Namun dalam hal ini, kosa kata yang dimaksud bukanlah semata-mata jumlah total kata-kata, bukan juga kumpulan acak sejumlah kata-kata yang dikumpulkan tanpa aturan prinsip, yang masing-masing tetap memiliki hubungan esensial masing-masing-masing-masing.51