• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Analisis Struktur Biaya Usaha Tempe

6.1.1. Analisis Struktur Biaya Berdasarkan Keanggotaan

Struktur biaya usaha tempe diklasifikasikan berdasarkan komponen biaya tetap dan biaya variabel serta biaya tunai dan biaya tidak tunai mempunyai tujuan tertentu. Biaya tetap dan biaya variabel digunakan untuk analisis titik impas (break even point, BEP). Pada analisis titik impas (BEP) data yang digunakan dari struktur biaya adalah total biaya tetap dan biaya variabel rata-rata. Total biaya tetap adalah penjumlahan semua komponen biaya yang termasuk ke dalam biaya tetap. Biaya variabel rata-rata adalah hasil penjumlahan semua komponen biaya variabel kemudian dibagi dengan total kilogram tempe yang dihasilkan per hari, sehingga didapatkan nilai biaya variabel rata-rata.

Biaya tunai dan biaya tidak tunai digunakan untuk analisis pendapatan. Pada analisis pendapatan data yang digunakan dari struktur biaya adalah total biaya tunai dan total biaya secara keseluruhan. Total biaya tunai adalah penjumlahan semua komponen biaya yang langsung dibayar tunai, baik bersifat tetap maupun variabel. Total biaya secara keseluruhan adalah penjumlahan komponen biaya tunai ditambah biaya tidak tunai, yaitu biaya tenaga kerja dalam keluarga.

Analisis pendapatan menggunakan biaya tunai dan total biaya secara keseluruhan bertujuan agar nilai pendapatan yang didapatkan benar-benar menggambarkan pendapatan yang diperoleh pengrajin tempe dengan telah memperhitungkan biaya yang sering kali diabaikan, yaitu biaya tenaga kerja dalam keluarga. Jika menghitung pendapatan hanya menggunakan biaya tunai, maka pendapatan tersebut terlihat lebih besar dari pendapatan yang dihitung dengan dengan total biaya. Di sisi lain, pendapatan yang diperoleh tersebut masih terdapat biaya yang seharusnya dikeluarkan tiap kali berproduksi tempe.

Setiap pengrajin dalam memproduksi tempe dapat menggunakan input dan alat produksi yang berbeda-beda. Untuk input produksi yang digunakan, masih terdapat pengrajin yang menggunakan kayu bakar untuk merebus kedelai, namun

58

ada juga pengrajin yang sudah menggunakan gas dalam proses perebusan. Untuk alat produksi, terdapat pengrajin yang menggunakan drum logam, tetapi ada juga

pengrajin yang menggunakan drum stainless steel. Perbedaan itulah yang

menyebabkan perhitungan biaya pada usaha tempe ini tidak dapat dilakukan terhadap masing-masing alat dan bahan produksi yang digunakan. Jika dilakukan

seperti itu, maka akan menyebabkan perhitungan biaya menjadi double counting.

Oleh karena itu, perhitungan biaya pada usaha tempe ini dilakukan terhadap masing-masing pengrajin atas total biaya yang dikeluarkan. Struktur biaya pada usaha tempe seperti yang disajikan pada Tabel 6.2 didapat dari hasil perhitungan yang terdapat pada Lampiran 3, Lampiran 4, dan Lampiran 5.

Tabel 6.2 menyajikan hasil perhitungan biaya yang dikeluarkan per hari oleh masing-masing pengrajin dan dihitung secara rata-rata baik untuk biaya tetap dan biaya variabel maupun biaya tunai dan biaya tidak tunai. Perhitungan beberapa komponen biaya tersebut dibedakan berdasarkan keanggotaan pengrajin terhadap Primkopti Kota Bogor dan berdasarkan skala usaha. Pembagian skala usaha pada penelitian ini dibagi berdasarkan jumlah kebutuhan kedelai per proses produksi yang dilakukan setiap hari.

Tabel 6.2 Struktur biaya usaha tempe berdasarkan keanggotaan Primkopti dan skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (Rp/hari)

Komponen Biaya Anggota Non Anggota

Skala I Skala II Skala III Skala I Skala II Skala III A. Berdasarkan Biaya Tetap dan Biaya Variabel

1. Biaya Tetap 65 085 82 084 67 670 63 844 86 346 74 730 (13.3*) (9.7*) (5.8*) (13.2*) (8.8*) (4.2*) 2. Biaya Variabel 422 944 761 726 1 092 337 418 883 900 191 1 723 168 (86.7*) (90.3*) (94.2*) (86.8*) (91.2*) (95.8*) Total Biaya 488 029 843 810 1 160 007 482 727 986 537 1 797 898 (100*) (100*) (100*) (100*) (100*) (100*)

B. Berdasarkan Biaya Tunai dan Biaya Tidak Tunai

1. Biaya Tunai 434 696 777 143 1 110 007 429 394 917 787 1 747 898 (89.1*) (92.1*) (95.7*) (89*) (93*) (97.2*) 2. Biaya Tidak Tunai 53 333 66 667 50 000 53 333 68 750 50 000 (10.9*) (7.9*) (4.3*) (11*) (7*) (2.8*) Total Biaya 488 029 843 810 1 160 007 482 727 986 537 1 797 898 (100*) (100*) (100*) (100*) (100*) (100*) Keterangan: (*) Persentase terhadap total biaya

Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)

Berdasarkan Tabel 6.2, baik pada usaha tempe anggota maupun non anggota, biaya tidak tunai meningkat dari skala I ke skala II, karena pada skala II semakin banyak tenaga dalam keluarga yang digunakan. Skala II ke skala III

59

biaya tidak tunai menurun, karena pada skala III lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Secara keseluruhan selain biaya tidak tunai, semakin besar skala usaha maka semua komponen biaya semakin besar, kecuali biaya tidak tunai. Hal tersebut dikarenakan besaran biaya yang disajikan dihitung berdasarkan total biaya dari masing-masing komponen biaya yang dikeluarkan. Oleh karena itu, tidak terlihat usaha tempe manakah yang paling efisien dari segi biaya. Struktur biaya per unit output yang dihasilkan yang lebih menggambarkan usaha tempe mana yang memiliki total biaya terkecil atau yang paling efisien dari segi biaya. Struktur biaya per kilogram tempe yang dihasilkan didapatkan dari besaran masing-masing komponen biaya per pengrajin dibagi oleh jumlah kilogram tempe yang dihasilkan oleh masing-masing pengrajin tersebut kemudian dirata-ratakan. Oleh karena itu, didapatkan besaran biaya usaha tempe per kilogram tempe yang dihasilkan pada usaha tempe pengrajin anggota dan non anggota pada tiap skala usaha. Besaran biaya tersebut disajikan dalam Tabel 6.3.

Tabel 6.3 Struktur biaya usaha tempe per unit output berdasarkan keanggotaan Primkopti dan skala usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 (Rp/kg tempe)

Komponen Biaya Anggota Non Anggota

Skala I Skala II Skala III Skala I Skala II Skala III A. Berdasarkan Biaya Tetap dan Biaya Variabel

1. Biaya Tetap 1 015 715 447 1 028 650 333 (13.7*) (9.7*) (5.8*) (13.5*) (8.8*) (4.3*) 2. Biaya Variabel 6 396 6 652 7 209 6 581 6 775 7 452 (86.3*) (90.3*) (94.2*) (86.5*) (91.2*) (95.7*) Total Biaya 7 411 7 367 7 656 7 609 7 425 7 785 (100*) (100*) (100*) (100*) (100*) (100*) B. Berdasarkan Biaya Tunai dan Biaya Tidak Tunai

1. Biaya Tunai 6 581 6 789 7 326 6 753 6 909 7 560 (88.8*) (92.2*) (95.7*) (88.8*) (93.1*) (97.1*)

2. Biaya Tidak Tunai 830 578 330 856 516 225

(11.2*) (7.8*) (4.3*) (11.2*) (6.9*) (2.9*)

Total Biaya 7 411 7 367 7 656 7 609 7 425 7 785 (100*) (100*) (100*) (100*) (100*) (100*) Keterangan: (*) Persentase terhadap total biaya

Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)

Berdasarkan Tabel 6.3, baik untuk pengrajin anggota maupun non anggota Primkopti, semakin besar skala usaha maka semakin kecil biaya tetap yang harus dikeluarkan per kilogram tempe yang dihasilkan. Hal tersebut dikarenakan biaya yang bersifat tetap tersebut dapat digunakan untuk memproduksi tempe yang lebih banyak tanpa perlu menambah peralatan yang digunakan, seperti alat pemecah

60

kacang kedelai, dan pompa air. Semakin besar skala usaha juga tidak menambah biaya-biaya lain seperti biaya PBB atau sewa bangunan dan biaya pajak kendaraan atau sewa kendaraan.

Berbeda halnya dengan biaya tetap, semakin besar skala usaha, maka biaya variabel yang harus dikeluarkan cenderung semakin besar untuk per kilogram tempe yang dihasilkan. Hal tersebut jelas terlihat bahwa semakin banyak kedelai yang digunakan maka semakin banyak pula ragi, plastik, daun pisang, listrik, dan tenaga yang digunakan untuk menghasilkan tempe. Biaya tetap memiliki proporsi yang kecil terhadap total biaya. Hal tersebut dikarenakan komponen penyusun biaya tetap dikeluarkan per tahun. Selain itu sebagian peralatan yang digunakan untuk memproduksi tempe memiliki umur ekonomi yang panjang, seperti alat pemecah kacang, rak, keranjang, dan motor, sehingga jika dihitung biaya per hari akan menghasilkan biaya yang relatif kecil.

Biaya tidak tunai memiliki proporsi antara 2.9 persen hingga 11.2 persen terhadap total biaya, sementara biaya tunai memiliki proporsi antara 88.8 persen hingga 97.1 persen. Baik pengrajin anggota maupun non anggota, proporsi biaya tidak tunai terbesar terdapat pada skala I. Hal tersebut dikarenakan pada skala I tenaga kerja yang digunakan masih menggunakan tenaga kerja dalam keluarga agar tetap memperoleh pendapatan dari usaha tempe yang dijalankan, sementara proporsi biaya tunai terkecil dimiliki oleh pengrajin skala III. Hal tersebut dikarenakan pengrajin skala III menggunakan kedelai dalam jumlah banyak, sehingga perlu menggunakan tenaga kerja tambahan dan memiliki pendapatan yang cukup untuk membayar tenaga kerja dari luar keluarga.

Struktur biaya pada usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 baik berdasarkan biaya tetap dan biaya variabel maupun berdasarkan biaya tunai dan biaya tidak tunai menghasilkan total biaya yang sama. Secara keseluruhan, pengrajin anggota memiliki total biaya yang lebih kecil untuk setiap skala usaha baik skala I, II, dan III dibandingkan dengan pengrajin non anggota. Hal tersebut dikarenakan pengrajin anggota mendapatkan bahan baku kedelai dan ragi yang lebih murah dan mudah dibandingkan pengrajin non anggota.

Perbedaan besaran biaya saja tidak cukup dalam analisis struktur biaya ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji statistik yaitu uji beda dua sampel bebas dan

61

uji beda beberapa sampel bebas agar terlihat apakah perbedaan biaya antar keanggotaan dan antar skala usaha berbeda secara signifikan dengan

menggunakan taraf nyata (α) 5 persen.

6.1.2. Uji Beda Terhadap Struktur Biaya Usaha Tempe Berdasarkan