• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SWOT SLC

Dalam dokumen Gambar 3.1. Skenario Tindakan (Halaman 59-65)

Hari/Tanggal : Selasa, 29 Januari 2019 Waktu : 10.00 – 11.30

Tempat : STIAB Smaratungga Boyolali Moderator : Siti Mudrikah

Notulis : Ratna Dewi Susanti Peneliti : Maria Fransisca Andanti

Peserta : 1. Bhante Budi Utomo Ditthisampanno, Ph.D. selaku Ketua STIAB Smaratungga Boyolali 2. Bhikkuni Endang Sri Rejeki Sammodhana,

S.Ag., M.M., M.Pd.B. selaku Wakil Ketua STIAB Smaratungga Boyolali

3. Dra. Nur Cahyowati, M.Pd. selaku perwakilan dosen STIAB Smaratungga Boyolali

4. Mujiyanto, S.Pd. selaku perwakilan mahasiswa S2 Dharma Achariya

5. Yanita Sidhi Purnami selaku perwakilan mahasiswa S1 Dharma Achariya

Susunan acara FGD (Focus Group Discussion) Analisis SWOT SLC adalah sebagai berikut:

1. Pembukaan 2. Pemaparan 3. Diskusi 4. Lain-lain 5. Penutup

396

Hasil Diskusi

1. Pemaparan dua tahap penelitian tindakan dengan judul “Restrukturisasi Smaratungga Language Centre (SLC) Menggunakan Model ADDIE” meliputi:

a. Dua tahap penelitian tindakan yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut. Pertama, di dalam tahap Exploring (Mengeksplorasi), peneliti memilih topik pusat bahasa dan melakukan pengamatan dan kajian pustaka tentang pusat bahasa. SLC merupakan satu-satunya pusat bahasa di Perguruan Tinggi Buddhis. Satu STABN memiliki UPT, tetapi ketika peneliti mengkonfirmasi, UPT tersebut sedang tidak aktif.

b. Hasil kajian pustaka tentang pusat bahasa adalah sebagai berikut. Pertama, pusat bahasa merupakan lembaga yang bergerak dalam bidang pengembangan linguistik terapan, peningkatan pendidikan kebahasaan, dan penerapan (kadang pengembangan dan pengawasan) kebijakan bahasa di institusi, negara, atau daerah yang mereka layani” (Ingram, 2002: 173). Pusat bahasa boleh dan tidak mencakup pengajaran bahasa, tetapi tidak berfokus pada pengajaran bahasa. Justru yang paling penting di pusat bahasa adalah kegiatan penelitian dan pengembangan. Kedua, secara organisasi, pusat bahasa merupakan pemusatan seluruh sumber daya di dalam kebahasaan di lingkungan atau institusi yang dilayani, supaya pusat bahasa bisa menciptakan program bahasa yang bernilai jual tinggi ke luar. Harusnya pusat bahasa mampu menghasilkan pendapatan untuk institusi induk, minimal untuk membiayai kegiatan-kegiatan pusat bahasa itu sendiri. Ketiga, kepengurusan pusat bahasa mencakup Badan Pengawas, ada pula staf kebahasaan dan staf non-kebahasaan profesional dalam bidang keuangan, publikasi, dan teknologi informasi.

397

c. Hasil tahap kedua, Analyze yang terintegrasi dengan tahap Identifying dan Planning adalah sebagai berikut. Pertama, jika melihat pada keuangan SLC, dana operasinal yang tersedia tergolong terbatas, rata-rata mencapai Rp 14.000.000,00 setahun. Pelaksanaan program-program pun bergantung pada donatur-donatur Buddhis. SLC belum mampu membiayai program sendiri dan menyumbang ke institusi induk. Kedua, fasilitas yang dimiliki SLC juga masih terbatas. SLC hanya memiliki ruangan kantor dan Laboratorium Bahasa yang terbatas. Tidak semua komputer berfungsi dengan baik dan terkoneksi dengan internet. SLC tidak memiliki ruang-ruang pembelajaran, SAC, atau Mini Theatre. Ketiga, mayoritas program SLC dari tahun 2014-2018 adalah pada pengajaran bahasa, tidak ada penelitian dan pengembangan, dan belum melayani dua program studi. Bahkan, program bahasa yang lebih mendominasi adalah program Bahasa Inggris. Keempat, hanya terdapat satu staf profesional kebahasaan dan staf non-kebahasaan lain adalah mahasiswa yang direkrut sebagai tenaga honorer dan jelas mereka bukanlah tenaga profesional yang menguasai bagaimana membuat web atau mampu berhubungan dengan donatur dan sponsor-sponsor resmi di luar. Maka, belum ada pemusatan dan sinergi sumber daya kebahasaan di SLC sehingga SLC belum berjalan sebagai pusat bahasa, tetapi justru pusat pengajaran bahasa.

2. Dalam diskusi yang berlangsung, Ketua STIAB Smaratungga Boyolali menyatakan bahwa dari awal harapan pimpinan adalah pusat bahasa ini mampu menangani seluruh kegiatan kebahasaan di lingkungan institusi induk dan menjadi pusat bahasa. Pusat bahasa selanjutnya diharapkan mampu melayani program bahasa

398

lain yang dibutuhkan secara umum seperti Bahasa Mandarin dan bahasa-bahasa di lingkungan pendidikan Buddhis seperti Bahasa Pali dan Bahasa Sansekerta. Yang telah terjadi memang telah ada peningkatan dengan adanya short course ataupun kelas pelatihan yang telah dilaksanakan. Memang hal ini butuh dukungan dari semua pihak agar program bahasa yang lain selain Bahasa Inggris dapat dikembangkan dengan lebih konsisten. Secara operasional memang belumlah ideal, tetapi patut diapresi apa yang telah dilakukan dengan menggandeng berbagai pihak.

3. Perwakilan dosen menyatakan akan lebih baik jika SLC yang arahnya ke pusat bahasa mampu bekerja sama dengan lembaga lain di institusi induk seperti LPPM dalam penyelenggaraan program. Perkembangan selama 2014-2018 sudah berjalan dengan baik karena sekalipun STIAB Smaratungga merupakan institusi kecil tetapi memiliki program yang menthes. Pengembangan pusat bahasa merupakan hal yang baik tetapi harus diselaraskan dengan kondisi institusi induk.

4. Wakil Ketua STIAB Smaratungga Boyolali menambahkan bahwa minimnya pembiayaan diakibatkan oleh posisi institusi induk sebagai institusi swasta yang bergantung pada donatur-donatur.

5. Perwakilan dosen pun menambahkan bahwa seharusnya ada program-program yang menghasilkan pendapatan seperti les untuk anak SD, SMP, SMA, ataupun dosen. Jadi SLC dapat berperan ganda (melayani institusi induk dan masyarakat sekitar). Wakil Ketua STIAB Smaratungga menyebutkan hal itu pernah dilaksanakan namun animo belajar masyarakat Ampel sangat rendah.

399

6. Perwakilan dosen juga menyatakan pentingnya SK (Surat Keputusan) oleh Ketua yang tegas dan jelas tentang SLC sehingga tugas dapat dijalankan dengan baik.

7. Perwakilan mahasiswa S2 Dharma Achariya menyebutkan bahwa gambaran pusat bahasa adalah wadah yang digunakan mahasiswa untuk mendapatkan keterampilan berbahasa. Selama ini mahasiswa S1 yang mendominasi kesempatan itu dan berharap ada kerja sama dengan mahasiswa S2. Program bahasa dengan sertifikat sangat penting bagi mahasiswa karena dapat menunjang SKPI.

8. Perwakilan mahasiswa S1 Dharma Achariya mengatakan bahwa keberadaan pusat bahasa diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berbahasa mahasiswa (terutama Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional) melalui kursus-kursus.

9. Ketua STIAB Smaratungga juga menyepakati perlunya pembentukan Badan Pengawas karena selama ini SLC bertanggung jawab secara langsung kepada Ketua saja. Posisi SLC sebagai salah satu lembaga dapat digunakan oleh mahasiswa secara wajib untuk meningkatkan kemampuan berbahasa mereka.

10. Perwakilan dosen menyatakan SOP yang nanti dihasilkan untuk memandu jalannya pusat bahasa dapat disesuaikan dengan institusi induk.

11. Dalam diskusi Analisis SWOT SLC, seluruh peserta menyepakati tiga hal sebagai kekuatan SLC, yakni keunikan program bahasa, kreativitas dalam penyelenggaraan program, dan reputasi lembaga induk sebagai PTS Buddhis terbaik. Keunikan program bahasa dan kreativitas dalam penyelenggaraan mendapatkan bobot tertinggi 0,3 dan rating 3, namun menurut peserta, keunikan program bahasa lebih unggul. Sedangkan,

400

reputasi lembaga induk sebagai PTS Buddhis terbaik mendapatkan bobot 0,4 dan rating 4.

12. Seluruh peserta juga menyepakati enam hal yang menjadi kelemahan SLC, yaitu keterbatasan sumber daya bahasa dalam bidang bahasa dengan bobot 0,2 dan rating 2, pengalaman pertama dalam mengelola pusat bahasa dengan bobot 0,1 dan rating 3, sumber dana yang terbatas bobot 0,2 dan rating 3, fasilitas yang terbatas bobot 0,1 dan rating 2, budaya belajar bahasa yang masih terbatas bobot 0,1 dan rating 3, dan lokasi yang kurang strategis bobot 0,1 dan rating 4. Keterbatasan sumber daya bahasa menjadi kelemahan tertinggi dengan.

13. Seluruh peserta menyepakati empat hal sebagai peluang SLC, yakni kerja sama dengan institusi-institusi dan individu-individu terkat penyelenggaraan program bahasa dengan bobot 0,3 dan rating 4, dukungan donatur Buddhis dan donatur non-Buddhis dengan bobot 0,3 dan rating 3, dukungan Kementrian Agama dengan bobot 0,3 dan rating 3, dan dukungan stakeholder dengan bobot 0,1 dan rating 2. Namun, terdapat tiga ancaman terhadap SLC, yakni lembaga bahasa lain yang lebih mapan dengan bobot 0,3 dan rating 2, peminat program bahasa yang menurun dengan bobot 0,3 dan rating 3, dan pusat bahasa lain di perguruan tinggi yang sudah mapan dengan bobot 0,4 dan rating 1.

14. Keseluruhan bobot dan rating di tiap faktor internal dan eksternal SLC kemudian dijumlahkan. Total kekuatan dikurangi total kelemahan adalah 1,2 dan total peluang dikurangi total ancaman adalah 1,3. Hal ini berarti bahwa SLC berada di kuadran SO (Strength Opportunity). Seluruh peserta menyepakati pemanfaatan kekuatan dan peluang untuk mengembangkan SLC sebagai pusat bahasa.

401

LAMPIRAN 22

DAFTAR HADIR FGD

Dalam dokumen Gambar 3.1. Skenario Tindakan (Halaman 59-65)

Dokumen terkait