• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Taksonomik Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat

VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KUALITAS KARET PERKEBUNAN RAKYAT

6.3. Analisis Taksonomik Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat

Teknik analisis domain yang telah dilakukan, hanya mampu memberikan hasil analisis yang luas dan umum mengenai hubungan antara faktor dan kualitas. Meski demikian, analisis domain diatas tetap perlu dilakukan karena hasil analisis domain merupakan input bagi analisis taksonomik. Dengan analisis taksonomik akan didapatkan gambaran lebih jelas mengenai pengaruh masing-masing faktor terhadap kualitas.

Lampiran 1 menunjukkan analisis taksonomik ke tujuh faktor yang memengaruhi kualitas. Tujuh faktor tersebut merupakan faktor yang diambil dari kelompok faktor pengaruh positif dan negatif, karena kedua kelompok faktor tersebut adalah domain yang superior yaitu domain yang amat penting dan mendominasi deskripsi tujuan penelitian (Bungin, 2003). Dalam penelitian ini, kesuperioran suatu domain dilihat dari konsistensi pengaruhnya terhadap kualitas. Suatau domain dikatakan superior jika memiliki pengaruh yang sama arahnya di kedua kelompok desa penelitian. Analisis taksonomik akan dilakukan terhadap domain yang superior karena dianggap memiliki pengaruh terhadap kualitas karet.

Tujuh faktor superior yang memengaruhi kualitas karet adalah penggunaan TSP, jumlah anggota keluarga, pengahasilan rumah tangga, luas lahan karet produksi, keanggotaan kelompok tani, partisipasi dalam kegiatan sosial, dan pendidikan. Enam dari tujuh faktor memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kualitas. Faktor tersebut hanya memberikan dorongan kepada petani untuk melakukan atau tidak melakukan aktivitas yang memengaruhi kualitas karet, baik pengaruh positif atau negatif. Hanya penggunaan pupuk TSP sebagai koagulan yang memberikan pengaruh langsung terhadap kualitas karet perkebunaan rakyat.

Data empiris menunjukkan bahwa petani pengguna pupuk TSP sebagai

koagulan memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan petani pengguna tawas. Pengaruh langsung penggunaan pupuk TSP sebagai koagulan terhadap kualitas koagulump adalah cepat membeku dan kenyal. Bagi petani, selain alasan tesebut, penggunaan pupuk TSP sebagai koagulan adalah mudah didapat. Bagi petani

98 pengguna tawas, digunakannya tawas sebagai bahan pembeku karena relatif murah dibandingkan pupuk TSP.

Lebih baiknya kualitas karena penggunaan pupuk TSP tidak menjadikan pupuk TSP menjadi koagulan terbaik dari koagulan yang ada. Penggunaan pupuk TSP menjadikan kualitas lebih baik hanya ditinjau dari pembanding yang ada dan digunakan petani di wilayah penelitian yakni tawas. Sehingga, hal ini tidak menyangkal adanya koagulan yang lebih baik dari pupuk TSP bahkan koagulan terbaik dari koagulan-koagulan yang ada. PupukTSP apabila digunakan sebagai koagulan memiliki dampak pada tingginya kadar abu bahan olah karet. Tingginya kadar abu menjadi parameter rendahnya kualitas karet berdasarkan parameter kualitas

karet yang dikemukakan oleh Waluyono (1981), dan Sawardin et al. (1995).

Enam dari tujuh faktor memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kualitas adalah jumlah anggota keluarga, keanggotaan kelompok tani, partisipasi dalam kegiatan sosial, penghasilan rumah tangga, luas lahan karet produksi, dan pendidikan. Jumlah anggota keluarga, keanggotaan kelompok tani, partisipasi dalam kegiatan sosial merupakan faktor yang berpengaruh positif terhadap kualitas karet perkebunan rakyat. Ketiga faktor tersebut memengaruhi kualitas karet secara positif melalui upaya peningkatan kualitas.

Ukuran keluarga yang lebih besar dan terdiri dari anggota keluarga yang mampu melakukan dan membantu penyelenggaraan usahatani, menjadikan keluarga petani tersebut mampu melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas dengan jumlah yang lebih banyak. Lebih banyaknya upaya peningkatan kualitas menjadikan lebih baiknya kualitas karet petani dengan jumlah anggota keluarga lebih banyak dibandingkan petani dengan jumlah keluarga lebih sedikit.

Keanggotaan kelompok tani dan partisipasi dalam kegiatan sosial

memengaruhi kualitas dengan mekanisme yang sama, yakni melalui peningkatan akses infomasi. Ketergabungan petani dalam suatu kelompok tani di daerah sekitar atau berpartisipasinya petani dalam kegiatan sosial masyarakat seperti pengajian, menjadi sarana bagi petani untuk mendapat informasi perkaretan. Kelompok tani dan kegiatan sosial dapat menjadi sarana petani untuk berinteraksi sesama petani karet

99 dan melakukan transfer informasi perkaretan. Salah satu informasi yang dapat ditransfer adalah informasi mengenai kualitas dan harga karet berdasarkan kualitas. Petani yang bergabung dalam kelompok tani dan kegiatan sosial lebih memungkinkan untuk mengetahui hal-hal atau kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas dan meningkatkan harga jual karet yang diproduksinya sehingga dapat melakukannya. Selain itu, petani juga lebih memungkinkan untuk mengetahui hal-hal yang dapat menurunkan kualitas dan menurunkan harga jual karet produksinya sehingga dapat menghindarinya. Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa petani karet yang bergabung dengan kelompok tani atau kegiatan sosial lebih memungkinkan mendapatkan informasi kualitas dari sesama anggota. Dengan didapatkan informasi kualitas, upaya peningkatan kualitas petani yang bergabung dengan kelompok tani atau kegiatan sosial dapat lebih banyak daripada petani yang tidak bergabung sehingga kualitas petani yang bergabung lebih tingi kualitasnya daripada petani yang tidak bergabung.

Berdasarkan pola hubungan semantik dan bagan analisis taksonomik pada lampiran 5 dan 6, penghasilan rumah tangga, luas lahan karet produksi, dan pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh negatif terhadap kualitas karet

perkebunan rakyat. Petani yang berpenghasilan rumah tangga lebih rendah atau

memiliki lahan lebih sempit memiliki keinginan lebih besar untuk meningkatkan penghasilan keluarga melalui jalur peningkatan kualitas. Hal ini memberikan dorongan bagi petani yang berpenghasilan lebih rendah atau berlahan sempit untuk melakukan upaya peningkatan lebih banyak yang berdampak pada lebih tinginya kualitas karet yang dimilikinya.

Untuk faktor pendidikan, pengaruh negatif pendidikan terhadap kualitas

dapat dikaitkan dengan prinsip rasionalitas petani yang berkeinginan meningkatkan pendapatan usahatani karetnya. Petani yang berpendidikan lebih tinggi lebih memiliki perhitungan yang lebih baik mengenai usaha peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan dapat diperoleh melalui peningkatan bobot karet yang diproduksinya atau peningkatan harga. Terdapat beberapa hal yang dapat meningkatan bobot karet tapi mengurangi kualitas sehingga bobot naik tetapi harga turun. Kegiatan semacam ini

100

misalnya pembuatan lump duduk9, dan penambahan koagulan aditif (gadung atau

mengkudu). Dan ada pula yang sebaliknya, terdapat kegiatan yang dapat meningkatkan harga tetapi menurunkan bobot misal menyimpanya lebih lama. Petani berpendidikan lebih tinggi lebih mampu membandingkan dan memperkirakan perubahan pendapatan antara penurunanan harga karena penurunan kualitas dengan peningkatan bobot karet yang mereka hasilkan. Selain itu pendidikan lebih tinggi memberikan dampak pada akses informasi lebih banyak dari pada petani berpendidikan lebih rendah. Hal tersebut memberikan kemungkinan yang lebih besar bagi petani berpendidikan lebih tinggi untuk melakukan upaya peningkatan pendapatan meskipun upaya peningkatan pendapatan tersebut dapat menurunkan kualitas karet yang diproduksinya.

6.4. Model Regresi Logistik Biner Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas