• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

i

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KUALITAS

KARET PERKEBUNAN RAKYAT

Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung

SKRIPSI

WIYANTO H34051738

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii ABSTRACT

This research compared rubber quality between smallholder rubber farmers in rubber development program village and non-program village. The objectives of the research were to describe the socioeconomic characteristics of the farmers, describe the rubber farm conditions, identify cause of low-quality rubber, identify farmer’s efforts to increase rubber quality, to describe and to test relationship between socioeconomic characteristics of the farmers, technical factors, and rubber quality among them, and to analyze the net increase of farmer income after use of rubber quality improvement technology.

Data for the research were generated from 64 respondents randomly (stratified cluster sampling) from three villages; one village was rubber development program village and two else were non-program villages. Descriptive statistics, qualitative analysis and binary logistic regression model were used in analysing the data.

The empirical data showed that majority of farmers were over 40 years: 54.69 percent were middle age (40-60 years) and 31.25 percent were old age (over 60 years). Findings revealed that majority of farmers (93.75 percent) cultivated their rubber plantation by intercropping system. The result of analysis showed that smallholder rubber farmers in rubber development program village produced lower grade rubber (average 6.13) than rubber farmers in non-program village (average 6.98). The cause of that was the use of additive coagulant such as extract of Gadung tuber (Dioscorea hispida Dennst). The identification result suggest that the causes of low-quality rubber were the use of coagulant other than formic acid and existence of contaminants such as wood shavings (tatal), leafs and black dry rubber in coagulump.

The empirical result revealed that majority of farmers did efforts to increase rubber quality such as cleaning of collecting pans periodic (57,81 percent), keeping of coagulump from contaminants (57,81 percent), but just a little farmer used trained tappers (32,81 percent), cleaning of collecting cups before tapping(28,12 percent ), dissociating types of coagulump (9,38 percent). There were no farmers using of formic acid as coagulant.

(3)

iii RINGKASAN

WIYANTO. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah Bimbingan NUNUNG KUSNADI)

Penelitian ini membandingkan kualitas karet antara desa program pengembangan karet dan desa non program pengembangan karet. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan karakteristik usahatani dan sosial ekonomi petani karet, mengidentifikasi penyebab rendahnya kualitas karet di tingkat petani, mengidentifikasi usaha-usaha yang dilakukan petani untuk meningkatkan kualitas karet yang diproduksinya, menganalisis hubungan antara karakteristik sosial ekonomi, faktor teknis dan kualitas karet, serta menganalisis peningkatan keuntungan usahatani karet karena adanya upaya peningkatan kualitas karet khususnya penggunaan asam semut sebagai pembeku lateks.

Penelitian ini dilaksanakan di tiga desa di Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang, Lampung. Data primer dikumpulkan dari 64 responden petani karet yang dipilih secara random (stratified cluster sampling). Waktu pengambilan data primer dilaksakan pada bulan April hingga Mei 2009. Statistik deskriptif, analisis kualitatif berupa teknik analisis domain dan teknik analisis taksonomik, serta model regresi logistik biner digunakan dalam menganalisis data penitian ini.

Data empiris menunjukan bahwa mayoritas petani karet di daerah penelitian berusia lebih dari 40 tahun. Sebannyak 54.69 persen petani termasuk dalam usia dewasa madya (40-60 tahun) dan 31.25 persen termasuk dewasa lanjut (lebih dari 60 tahun). Dari sisi usahataninya, petani karet di daerah penelitian mayoritas (93.75 persen) melakukan penanaman karetnya dengan sistem tumpang sari. Tanaman tumpang sari yang banyak digunakan adalah singkong. Perbandingan kualitas menunjukan bahwa kualitas karet yang diproduksi petani di desa program lebih rendah dibandingkan kualitas karet di desa non program. Salah satu penyebab lebih rendahnya kualitas karet petani di desa program adalah penggunaan pembeku tambahan di samping pembeku utama yaitu air ekstrak umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst). Secara umum, penyebab rendahnya kualitas karet di tingkat petani adalah penggunaan pembeku selain pembeku terbaik dan dianjurkan lembaga penelitian karet yakni asam semut. Petani karet di daerah penelitian menggunakan pupuk TSP dan tawas sebagai pembeku getah. Selain pembeku, penyebab rendahnya kualitas karet di tingkat petani adalah tercampurnya koagulump dengan kotoran seperti tatal, daun dan karet kering yang berwarna hitam.

(4)

iv yang menggunakan asam semut sebagai pembeku, padahal asam semut merupakan pembeku karet terbaik.

(5)

v

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KUALITAS

KARET PERKEBUNAN RAKYAT

Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung

WIYANTO H34051738

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

vi Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung)

Nama : Wiyanto

NIM : H34051738

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

(7)

vii PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2009

(8)

viii RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tulang Bawang, Lampung pada tanggal 26 September 1987. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Sudarsono dan Ibunda Yatinah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Mulyakencana pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Negeri 3 Tulang Bawang Tengah. Pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Tumijajar pada tahun 2005.

Penulis diterima pada Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen dengan kurikulum Mayor-Minor.

(9)

ix KATA PENGANTAR

Segala puji kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi berjudul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung)” dapat diselesaikan dengan baik setelah melalui proses belajar, bimbingan, dan diskusi dalam waktu yang tidak sebentar. Penyusunan skripsi ini merupakan sarana proses pembelajaran bidang usahatani dan non usahatani seperti pembelajaran mengenai statistika, analisis kualitatif, dan psikologi.

Fokus kajian dalam skripsi ini adalah kualitas karet di tingkat petani. Di dalamnya dibahas mengenai usahatani karet, faktor kualitas, serta simulasi perubahan pendapatan akibat adanya upaya peningkatan kualitas. Selain data lapang, skripsi ini juga memuat teori, konsep, dan hasil penelitian dari para penulis sebelumnya. Penyebutan referensi yang dikutip dalam skripsi ini diharapkan mampu menambah nilai keilmiahannya, dan tak lupa ucapan terimakasih kepada pemilik karya yang dikutip dalam skripsi ini.

Skripsi ini telah diupayakan untuk ditulis dengan sebaik mungkin, namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat kekurangan. Meskipun demikian, mudah-mudahan skripsi ini ada manfaatnya bagi kita dan bagi pengembangan usahatani karet perkebunan rakyat serta memberikan manfaat bagi peneliti dan penelitian usahatani selanjutnya.

(10)

x UCAPAN TERIMAKASIH

Setelah mengucapkan puji syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala penulis mengucapkan terimakasih atas terselesaikannya skripsi ini kepada:

1) Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS atas bimbingan materi maupun non materi skripsi, motivasi, dan manajemennya. Saya mendapatkan lebih dari yang saya perkirakan sebelumnya.

2) Kedua orang tuaku tercinta atas do’a, motivasi, keteladanan dan pembelajarannya tentang hidup. I love You so Much.

3) Ibu Ir. Dwi Rachmina, MSi. selaku dosen penguji utama atas koreksi, saran dan diskusinya.

4) Mas Yeka Hendra Fantika, SP selaku dosen penguji akademik atas koreksi dan sarannya.

5) Adik-adikku, Daryanti Sudarsono, Syaiful Iskandar Sudarsono, Widyana Sudarsono, atas motivasi, sindiran, dan keceriannya. Be kind people.

6) Eno, Mama Eno, Mas Yoppy, Mas Eko, Mbak Erry, Aliya cute, and The Little Aisha, for memories, kindliness, home, Thank for All. Jazakumullohu khoiron.

7) Mbak Iya yang telah menjadi motivator sekaligus pesaing dalam perlombaan “cepat lulus”. (Selamat Bu Bidan telah memenangkan perlombaan).

8) Bapak Sarju, Staf Balai Kampung, Ketua Kelompok Tani, warga dan petani karet Kampung Pulung Kencana, atas keramahan dan bantuannya.

9) Bapak Efen Efendi, Bapak Anizar, warga dan petani karet Kampung Bandar Dewa atas keramahan dan bantuanya.

10) Bapak Samidi, Staf Balai Kampung, Ketua RK, warga dan petani karet Kampung Tirta Kencana, atas keramahan dan bantuannya.

11) Bapak Saryono, Bapak Suradi, Ibu Sariyati, Ibu Sulastri dan Staf PPL di BP4K Kecamatan Tulang Bawang Tengah, atas data, diskusi, informasi dan bantuannya.

12) Bapak Haidirsyah, dan Staf Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tulang Bawang atas informasi, diskusi dan datanya.

(11)

i

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KUALITAS

KARET PERKEBUNAN RAKYAT

Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung

SKRIPSI

WIYANTO H34051738

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ii ABSTRACT

This research compared rubber quality between smallholder rubber farmers in rubber development program village and non-program village. The objectives of the research were to describe the socioeconomic characteristics of the farmers, describe the rubber farm conditions, identify cause of low-quality rubber, identify farmer’s efforts to increase rubber quality, to describe and to test relationship between socioeconomic characteristics of the farmers, technical factors, and rubber quality among them, and to analyze the net increase of farmer income after use of rubber quality improvement technology.

Data for the research were generated from 64 respondents randomly (stratified cluster sampling) from three villages; one village was rubber development program village and two else were non-program villages. Descriptive statistics, qualitative analysis and binary logistic regression model were used in analysing the data.

The empirical data showed that majority of farmers were over 40 years: 54.69 percent were middle age (40-60 years) and 31.25 percent were old age (over 60 years). Findings revealed that majority of farmers (93.75 percent) cultivated their rubber plantation by intercropping system. The result of analysis showed that smallholder rubber farmers in rubber development program village produced lower grade rubber (average 6.13) than rubber farmers in non-program village (average 6.98). The cause of that was the use of additive coagulant such as extract of Gadung tuber (Dioscorea hispida Dennst). The identification result suggest that the causes of low-quality rubber were the use of coagulant other than formic acid and existence of contaminants such as wood shavings (tatal), leafs and black dry rubber in coagulump.

The empirical result revealed that majority of farmers did efforts to increase rubber quality such as cleaning of collecting pans periodic (57,81 percent), keeping of coagulump from contaminants (57,81 percent), but just a little farmer used trained tappers (32,81 percent), cleaning of collecting cups before tapping(28,12 percent ), dissociating types of coagulump (9,38 percent). There were no farmers using of formic acid as coagulant.

(13)

iii RINGKASAN

WIYANTO. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah Bimbingan NUNUNG KUSNADI)

Penelitian ini membandingkan kualitas karet antara desa program pengembangan karet dan desa non program pengembangan karet. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan karakteristik usahatani dan sosial ekonomi petani karet, mengidentifikasi penyebab rendahnya kualitas karet di tingkat petani, mengidentifikasi usaha-usaha yang dilakukan petani untuk meningkatkan kualitas karet yang diproduksinya, menganalisis hubungan antara karakteristik sosial ekonomi, faktor teknis dan kualitas karet, serta menganalisis peningkatan keuntungan usahatani karet karena adanya upaya peningkatan kualitas karet khususnya penggunaan asam semut sebagai pembeku lateks.

Penelitian ini dilaksanakan di tiga desa di Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang, Lampung. Data primer dikumpulkan dari 64 responden petani karet yang dipilih secara random (stratified cluster sampling). Waktu pengambilan data primer dilaksakan pada bulan April hingga Mei 2009. Statistik deskriptif, analisis kualitatif berupa teknik analisis domain dan teknik analisis taksonomik, serta model regresi logistik biner digunakan dalam menganalisis data penitian ini.

Data empiris menunjukan bahwa mayoritas petani karet di daerah penelitian berusia lebih dari 40 tahun. Sebannyak 54.69 persen petani termasuk dalam usia dewasa madya (40-60 tahun) dan 31.25 persen termasuk dewasa lanjut (lebih dari 60 tahun). Dari sisi usahataninya, petani karet di daerah penelitian mayoritas (93.75 persen) melakukan penanaman karetnya dengan sistem tumpang sari. Tanaman tumpang sari yang banyak digunakan adalah singkong. Perbandingan kualitas menunjukan bahwa kualitas karet yang diproduksi petani di desa program lebih rendah dibandingkan kualitas karet di desa non program. Salah satu penyebab lebih rendahnya kualitas karet petani di desa program adalah penggunaan pembeku tambahan di samping pembeku utama yaitu air ekstrak umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst). Secara umum, penyebab rendahnya kualitas karet di tingkat petani adalah penggunaan pembeku selain pembeku terbaik dan dianjurkan lembaga penelitian karet yakni asam semut. Petani karet di daerah penelitian menggunakan pupuk TSP dan tawas sebagai pembeku getah. Selain pembeku, penyebab rendahnya kualitas karet di tingkat petani adalah tercampurnya koagulump dengan kotoran seperti tatal, daun dan karet kering yang berwarna hitam.

(14)

iv yang menggunakan asam semut sebagai pembeku, padahal asam semut merupakan pembeku karet terbaik.

(15)

v

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KUALITAS

KARET PERKEBUNAN RAKYAT

Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung

WIYANTO H34051738

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

vi Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung)

Nama : Wiyanto

NIM : H34051738

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

(17)

vii PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2009

(18)

viii RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tulang Bawang, Lampung pada tanggal 26 September 1987. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Sudarsono dan Ibunda Yatinah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Mulyakencana pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Negeri 3 Tulang Bawang Tengah. Pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Tumijajar pada tahun 2005.

Penulis diterima pada Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen dengan kurikulum Mayor-Minor.

(19)

ix KATA PENGANTAR

Segala puji kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi berjudul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung)” dapat diselesaikan dengan baik setelah melalui proses belajar, bimbingan, dan diskusi dalam waktu yang tidak sebentar. Penyusunan skripsi ini merupakan sarana proses pembelajaran bidang usahatani dan non usahatani seperti pembelajaran mengenai statistika, analisis kualitatif, dan psikologi.

Fokus kajian dalam skripsi ini adalah kualitas karet di tingkat petani. Di dalamnya dibahas mengenai usahatani karet, faktor kualitas, serta simulasi perubahan pendapatan akibat adanya upaya peningkatan kualitas. Selain data lapang, skripsi ini juga memuat teori, konsep, dan hasil penelitian dari para penulis sebelumnya. Penyebutan referensi yang dikutip dalam skripsi ini diharapkan mampu menambah nilai keilmiahannya, dan tak lupa ucapan terimakasih kepada pemilik karya yang dikutip dalam skripsi ini.

Skripsi ini telah diupayakan untuk ditulis dengan sebaik mungkin, namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat kekurangan. Meskipun demikian, mudah-mudahan skripsi ini ada manfaatnya bagi kita dan bagi pengembangan usahatani karet perkebunan rakyat serta memberikan manfaat bagi peneliti dan penelitian usahatani selanjutnya.

(20)

x UCAPAN TERIMAKASIH

Setelah mengucapkan puji syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala penulis mengucapkan terimakasih atas terselesaikannya skripsi ini kepada:

1) Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS atas bimbingan materi maupun non materi skripsi, motivasi, dan manajemennya. Saya mendapatkan lebih dari yang saya perkirakan sebelumnya.

2) Kedua orang tuaku tercinta atas do’a, motivasi, keteladanan dan pembelajarannya tentang hidup. I love You so Much.

3) Ibu Ir. Dwi Rachmina, MSi. selaku dosen penguji utama atas koreksi, saran dan diskusinya.

4) Mas Yeka Hendra Fantika, SP selaku dosen penguji akademik atas koreksi dan sarannya.

5) Adik-adikku, Daryanti Sudarsono, Syaiful Iskandar Sudarsono, Widyana Sudarsono, atas motivasi, sindiran, dan keceriannya. Be kind people.

6) Eno, Mama Eno, Mas Yoppy, Mas Eko, Mbak Erry, Aliya cute, and The Little Aisha, for memories, kindliness, home, Thank for All. Jazakumullohu khoiron.

7) Mbak Iya yang telah menjadi motivator sekaligus pesaing dalam perlombaan “cepat lulus”. (Selamat Bu Bidan telah memenangkan perlombaan).

8) Bapak Sarju, Staf Balai Kampung, Ketua Kelompok Tani, warga dan petani karet Kampung Pulung Kencana, atas keramahan dan bantuannya.

9) Bapak Efen Efendi, Bapak Anizar, warga dan petani karet Kampung Bandar Dewa atas keramahan dan bantuanya.

10) Bapak Samidi, Staf Balai Kampung, Ketua RK, warga dan petani karet Kampung Tirta Kencana, atas keramahan dan bantuannya.

11) Bapak Saryono, Bapak Suradi, Ibu Sariyati, Ibu Sulastri dan Staf PPL di BP4K Kecamatan Tulang Bawang Tengah, atas data, diskusi, informasi dan bantuannya.

12) Bapak Haidirsyah, dan Staf Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tulang Bawang atas informasi, diskusi dan datanya.

(21)

xi 14) Mbak Dian dan Bu Ida di sekretariat palayanan akademik AGB atas

keramahan dan bantuannya.

15) Adriyanto Pratama atas bantuannya dalam pengambilan data primer.

16) Teman-Teman AGB 42, Mada Pradana, Teguh Purwadi, Abu Ayyub Bayu Kristianto, M. Faisal, Muhammad Reza Bachmid, Doni Zepriana, dan teman-teman yang sering berdiskusi selama penyelesaian tugas akhir.

17) Teman-teman kubu Nawi (Pondok Iwan) dan yang sering berkunjung kesana yang sibuk dengan skripsinya masing-masing, serta Kubu Dani dan yang sering berkunjung kesana yang sedang sibuk menghilangkan status “pengangguran”.

18) Mbak Fitri atas bantuan dan dukungannya selama ini (kapan kau selesaikan skipsimu?).

19) Teman-teman 42 di MT Al-Furqon atas Ukhuwah Islamiyyahnya, Mas-Mas 40: Mas Anri, Mas Bayu, Mas Fandy, Mas Muji, Mas Tri dua-duanya, Mas Daus GMSK 41, dan special Thank to guru-guru Bahasa Arabku: Mas Sugeng (MSG), Mas Kemal (afwan ndak pernah dimuroja’ah).

20) And thanks for all of memories and anything good in my life, my mind and my heart.

(22)

xii 3.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi

Kualitas Karet Rakyat ... 15 4.6. Metode Pengukuran Kualitas Karet

Perkebunan Rakyat ... 34 4.7.5. Analisis Keuntungan Parsial Upaya

(23)

xiii 4.9. Jadwal Kegiatan ... 50

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 52 5.1. Gambaran Umum Lokasi penelitian ... 52 5.2. Karakteristik Sosial Ekonomi Petani ... 56 5.3. Penyelenggaran Usahatani karet ... 66 5.4. Perbandingan Kualitas Karet ... 83 VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

KARET PERKEBUANAN RAKYAT ... 84 6.1. Tabulasi Faktor ... 84 6.2. Analisi Domain Faktor-Faktor yang

Memengaruhi Kualitas Karet ... 93 6.3. Analisis Taksonomik Faktor-Faktor yang

Memengaruhi Kualitas Karet ... 97 6.4 Model Regresi Logistik Biner Faktor-Faktor

yang Memengaruhi Kualitas Karet ... 100 6.5. Perbandingan Analisis Kualitatif dan

Analisis Kuantitatif ... 112 6.6. Upaya-Upaya Peningkatan Kualitas Karet Rakyat ... 114 6.7. Analisis Anggaran Parsial Upaya

(24)

xiv DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Gross Ekspor Karet Alam Tahun 2005-2008 ... 1 2. Produksi Karet Alam Dunia Tahun 2005-2007 ... 3 3. Ekspor Karet Alam Indonesia Berdasarkan Tipe dan Grade .. 4 4. Luas Areal dan Produksi Karet Alam

Menurut Pengusahaannya ... 5 5. Jumlah Responden Berdasarkan Cluster

di Masing-Masing Desa Penelitian ... 32 6. Pola Hubungan Semantik ... 39 7. Betuk Tabulasi Anggaran Parsial ... 48 8. Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan

Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 Berdasarkan Usia ... 57 9. Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan

Tulang Bawang Tengah Tahun 2009

Berdasarkan Pendidikan Formal ... 58 10. Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan

Tulang Bawang Tengah Tahun 2009

Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga... 59 11. Sebaran Responden Penelitian di

Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009

Berdasarkan Pendapatan Rumah Tangga... 68 12. Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan

Tulang Bawang Tengah Tahun 2009

Berdasarkan Luas Lahan Kebun yang Dimiliki ... 69 13. Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan

Tulang Bawang Tengah Tahun 2009

Berdasarkan pengalaman yang Dimiliki ... 62 14. Sebaran Responden Penelitian di

Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009

Berdasarkan penggunaan Informasi ... 63 15. Tanaman Asal, Kelompok Desa dan Alasan Petani

Mengalihfungsikan Lahan Menjadi Perkebunan Karet ... 67 16. Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan Tulang

Bawang Tengah Tahun 2009 Berdasarkan

Berdasarkan Tanaman Tumpangsari yang Ditanam ... 68 17. Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan Tulang

Bawang Tengah Tahun 2009 Berdasarkan

(25)

xv 18. Sebaran Responden Penelitian di

Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009

Berdasarkan Frekuensi Pemupukan ... 72 19. Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan Tulang

Bawang Tengah Tahun 2009 Berdasarkan

Penggunaan Kriteria Matang Sadap ... 75 20. Kondisi Tenaga Kerja Penyadap di

Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 ... 76 21. Penggunaan Bahan Mangkuk Penampung Lateks oleh

Responden Penelitian di Kecamatan Tulang

Bawang Tengah Tahun 2009 ... 78 22. Frekuensi Penyadapan Petani Karet di

Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 ... 79 23. Waktu Penyadapan Petani di Kecamatan Tulang

Bawang Tengah Tahun 2009 ... 80 24. Sebaran Responden Penelitian di Kecamatan

Tulang Bawang Tengah Tahun 2009

Berdasarkan Bahan oleh Karet yang Diproduksinya ... 81 25. Penggunaan Koagulan Lateks oleh Responden Penelitian

di Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 ... 82 26. Perbandingan Kualitas Karet

Desa program dan Non Program ... 83 27. Perbandingan Kualitas Karet Berdasarkan Usia Petani

di Kecamatan Tulang bawang Tengah Tahun 2009 ... 85 28. Perbandingan Kualitas Karet Berdasarkan

Pendidikan Formal Petani di Kecamatan

Tulang bawang Tengah Tahun 2009 ... 86 29. Perbandingan Kualitas Karet Berdasarkan Jumlah

Angggota Keluarga Petani di Kecamatan

Tulang bawang Tengah Tahun 2009 ... 87 30. Perbandingan Kualitas Karet Berdasarkan

Pendapatan Rumah Tangga Petani di Kecamatan

Tulang bawang Tengah Tahun 2009 ... 88 31. Perbandingan Kualitas Karet Berdasarkan

Pengalaman Petani di Kecamatan

Tulang bawang Tengah Tahun 2009 ... 89 32.Kualitas Karet yang Diproduksi Petani Responden

di Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009

(26)

xvi 33. Perbandingan Kualitas Karet Petani di Kecamatan

Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 Berdasarkan

Ketergabungannya dengan Kegiatan Sosial ... 91 34. Perbandingan Kualitas Karet Petani di Kecamatan

Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 Berdasarkan

Luas kebun Karet yang Dimiliki ... 91 35. Perbandingan Kualitas Karet Petani di Kecamatan

Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 Berdasarkan

Frekuensi Pemupukan ... 92 36. Perbandingan Kualitas Karet Petani di Kecamatan

Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 Berdasarkan

Penggunaan Koagulan ... 93 37. Pola Hubungan Semantik Faktor-Faktor

yang Memengaruhi Kualitas Karet ... 96 38. Hasil Pendugaan Model Regresi Logistik Biner

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet

Perkebunan rakyat ... 103 39. Perbandingan Analisis Kualitatif (Teknik Taksonomik)

dan Analisis Kuantitatif (Model Regresi Logistik Biner) ... 113 40. Upaya-Upaya Peningkatan Beserta

Jumlah Petani yang Melakukannya ... 115 41. Biaya Koagulan Sebelum dan Sesudah

Upaya Peningkatan Kualitas Karet Seluar Satu Kektar ... 118 42. Penerimaan Usahatani Sebelum dan Setelah

Upaya Peningkatan Kualitas Karet Seluas Satu Hektar ... 119 43. Biaya Penyadapan Sebelum dan Sesudah

Upaya Peningkatan Kualitas Karet Seluas Satu Hektar ... 120 44. Anggaran Parsial Upaya Peningkatan Kualitas

Karet Seluas Satu Hektar Petani Kecamatan

(27)

xvii DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Perkembangan Eksor Karet Alam Thailand, Indonesia

dan Malaysia Tahun 2006, 2007, 2008 ... 2 2. Diagram Alur Pemikiran ... 28 3. Bahan Olah Karet Kualitas 10 dengan

(28)

xviii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Bagan Analisis Taksonomik Faktor-Faktor

yang Memengaruhi Kalitas Karet ... 128 2. Tranformasi Kualitas Menjadi Skala Biner dan Data

Faktor-Faktor yang Diduga Memengaruhi Kualitas ... 130 3. Output Minitab 14 dari Model Regressi Logistik Biner

(29)

1 I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karet alam (Hevea brasiliensis) merupakan komoditas yang banyak dikembangkan di dunia terutama oleh Thailand, Indonesia dan Malaysia. Tujuan utama pengembangan karet alam adalah memroduksi lateks dan bekuannya. Lateks dan bekuannya merupakan bahan baku utama bagi industri berbasis pertanian untuk memroduksi produk berbahan dasar karet seperti ban, sepatu karet, sarung tangan karet, balon dan produk-produk karet lainnya (Nazaruddin dan Paimin 1992).

Semua negara di dunia membutuhkan produk-produk berbahan baku karet, namun tidak semua negara mampu memroduksi lateks dan bekuannya. Hal ini menjadikan karet alam sebagai komoditas yang diperdagangkan secara internasional. Perdagangan karet internasional akan mendatangkan penghasilan bagi negara produsen dan membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk desa di negara tersebut.

Selain mendatangkan pendapatan bagi negara, perdagangan karet internasional juga akan memunculkan persaingan antarnegara produsen karet alam. Persaingan ini dapat memengaruhi perkembangan agribisnis karet di masing-masing negara produsen. Persaingan antarnegara produsen karet alam terlihat dari ekspor masing-masing negara (Tabel 1).

Tabel 1. Gross Ekspor Karet Alam Tahun 2005-2008 (000 ton)

No Negara 2005 2006 2007 2008

1 Thailand 2632 2772 2704 2675

2 Indonesia 2024 2287 2407 2296

3 Malaysia 1128 1134 1018 917

4 Vietnam 566,5 673,4 681,9 619

5 India 60 71 29 77

Sumber: ANRPC Monthly Bulletin of Rubber Statistics June 2009

(30)

2 Khusus untuk tahun 2008, semua negara mengalami penurunan ekspor karet alamnya. Penurunan volume ekspor disebabkan karena terjadinya krisis ekonomi dunia pada kwartal terakhir tahun 2008 yang menyebabkan permintaan karet alam menurun. (Gambar 1).

Gambar 1. Perkembangan Eksor Karet Alam Thailand, Indonesia dan Malaysia Tahun 2006, 2007, 2008

Sumber: ANRPC Monthly Bulletin of Rubber Statistics June 2009, IRSG (2009)

Penurunan ekspor Malaysia memang telah dimulai sejak tahun 1990 yang disebabkan oleh perubahan struktur ekonomi dalam negeri yang ditunjukkan dengan meningkatnya konsumsi karet domestik dan perkembangan industri manufaktur yang berbasis karet. Malaysia mengurangi ekspor dengan meningkatkan nilai tambah dari produk barang jadi karet, terutama produk sarung tangan dan produk lateks pekat lainnya. Thailand dan Vietnam meningkatkan produksi dan ekspor karet alamnya dengan memasuki pasar yang ditinggalkan Malaysia. Sementara itu, Indonesia belum dapat memanfaatkan peluang tersebut dan industri karet dalam negeri kurang didorong untuk berkembang dengan baik (Anwar 2003).

Tabel 1 juga menunjukkan kenyataan mengenai daya saing karet alam Indonesia. Indonesia selalu menduduki peringkat kedua setelah Thailand dalam gross ekspor, padahal luas lahan karet Indonesia (baik luas lahan total maupun yang disadap) lebih luas daripada Thailand. Selain ekspor, jumlah produksi

(31)

3 Indonesia juga selalu dibawah Thailand (Tabel 2). Hal ini menunjukkan Indonesia masih relatif lebih rendah dalam hal produksi, produktivitas dan daya saing dibandingkan negara produsen karet lainnya terutama Thailand.

Tabel 2. Produksi Karet Alam Dunia Tahun 2005-2007

No Negara 2005 2006 2007

Source: IRSG Rubber Statistical Bulletin Vol 62 No.8/ Vol 62 No.9, May/June 2008 dihimpun oleh www.anrpc.org

Untuk dapat berkembang di pasar internasional, komoditas karet Indonesia harus memiliki dayasaing yang kuat. Dayasaing yang kuat dapat dicapai dengan pemenuhan keinginan pasar terkait dengan karakteristik karet. Keinginan pasar dapat dipenuhi dengan peningkatan kualitas karet alam yang dihasilkan oleh Indonesia, mengingat persyaratan kualitas yang diterapkan negara importir karet alam semakin ketat. Menurut Porter (1990) untuk dapat memelihara atau meningkatkan dayasaing, berbagai faktor produksi dan infrastruktur harus ditingkatkan kualitasnya. Perbaikan faktor produksi meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan ilmu pengetahuan. Dengan meningkatnya kualitas faktor produksi dan infrastruktur karet alam, diharapkan kualitas karet alam yang diproduksi Indonesia akan meningkat.

1.2. Perumusan Masalah

(32)

4

bahwa produksi karet Indonesia banyak didukung oleh perkebunan rakyat,

sehingga karet memiliki arti yang penting sebagai sumber devisa, penyerap tenaga kerja, dan sebagai sumber pendapatan petani. Untuk itu, dalam pengembangan agribisnis karet indonesia, strategi di tingkat off-farm adalah : (a) peningkatan kualitas bahan olah karet rakyat berdasarkan SNI; (b) peningkatan efisiensi

pemasaran untuk meningkatkan marjin harga petani; (c) penyediaan kredit untuk

peremajaan, pengolahan dan pemasaran bersama; (d) pengembangan infrastruktur;

(e) peningkatan nilai tambah melalui pengembangan industri hilir; dan (f)

peningkatan pendapatan petani melalui perbaikan sistem pemasaran.

Tabel 3. Ekspor Karet Alam Indonesia Berdasarkan Tipe dan Grade Type and Grade 2003

Rubber (SIR) 1.589.387 1.684.959 1.674.721 1.952.268

2.121.863 (88,15%)

SIR 3L 8.352

SIR 3 CV 74.451 116.145 64.880 50.726 4.287

SIR 10 59.809 32.248 3.381 - 33.792

SIR 20 1.332.270 1.524.435 1.605.956 1.897.205 2.063.306 Other SIR* 122.857 12.131 504 4.337 12.126 Other types of Natural

Rubber *) 12.842 31.652 10.921 3 1.786

Grand Total 1.660.920 1.874.261 2.023.781 2.285.998 2.406.756

Sumber : Central Bureau of Statistics of Indonesia Compiled by Gapkindo (2008)

(33)

5 berbentuk SIR (Standard Indonesian Rubber) dalam ekspor karet Indonesia pada tahun 2007 yakni sebesar 88,15 persen dari total ekspor karet alam Indonesia (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar bahan olah karet rakyat diolah menjadi karet remah. Bahan baku karet remah biasanya merupakan koagulump lateks yang bermutu rendah (Nazaruddin dan Paimin 1992). Dampak dari pengolahan bahan olah karet bermutu rendah menjadi karet remah adalah biaya pengolahan yang tinggi. Tingginya biaya pengolahan akan berdampak pada rendahnya farmer share yang diterima petani.

Agar peningkatan kualitas karet produksi Indonesia terlihat nyata, peningkatan kualitas karet harus dimulai dari tingkat petani. Hal tersebut dikarenakan 78,9 persen produksi karet nasional dilakukan oleh perkebunan rakyat, dan 84,66 persen lahan karet Indonesia merupakan perkebunan rakyat (Tabel 4). Selain dimulai dari petani, peningkatan kualitas karet harus dirasakan dampaknya oleh petani berupa keuntungan tambahan dengan meningkatnya kualitas bokar yang diproduksinya.

Tabel 4. Luas Areal dan Produksi Karet Alam Menurut Pengusahaannya

Tahun Luas Areal (000 Ha) Produksi (000 ton)

PR PBN PBS Jumlah PR PBN PBS Jumlah

2000 2.882,8 212,6 277,0 3.372,4 1.125,2 169,9 206,4 1.501,5 2001 2.838,4 221,9 284,5 3.344,8 1.209,3 182,6 215,6 1.607,5 2002 2.825,5 221,2 271,7 3.318,4 1.226,6 186,5 217,2 1.630,3 2003 2.772,5 241,6 276,0 3.290,1 1.396,2 191,7 204,4 1.792,3 2004 2.747,9 239,1 275,2 3.262,2 1.662,0 196,1 207,7 2.065,8 2005 2.767,0 237,6 274,8 3.279,4 1.838,7 209,8 222,4 2.270,9 2006 2.833,0 238,0 275,4 3.346,4 2.082,6 265,8 288,8 2.637,2 2007* 2.899,7 238,2 275,8 3.413,7 2.186,2 277,2 301,3 2.764,7 2008** 3.000,5 239,5 276,8 3.516,8 2.241,8 285,9 311,0 2.838,7

Keterangan: *) Angka sementara **) Angka Estimasi

(34)

6 Dari uraian diatas, beberapa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Mengapa kualitas karet di tingkat usahatani rendah?

2. Faktor-faktor apa yang memengaruhi kualitas karet di tingkat usahatani? 3. Upaya apa yang telah dilakukan/diusahakan oleh petani karet untuk

meningkatkan kualitas karet?

4. Apakah peningkatan kualitas menguntungkan bagi petani karet? 1.3. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kualitas karet di tingkat usahatani.

2. Mengidentifikasi upaya-upaya yang telah dilakukan oleh petani dalam rangka meningkatkan kualitas karet alam yang diproduksinya.

3. Menganalisis keuntungan yang diterima oleh petani akibat upaya peningkatan kualitas karet.

1.4. Manfaat

Manfaat yang dimiliki penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis, penelitian ini sebagai wahana penerapan ilmu yang telah diterima di bangku kuliah.

2. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian terkait selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup

(35)

7 II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penilaian Kualitas Produk

Neilson et al. (2006) mendefinisikan kualitas setelah melakukan penelitian mengenai alasan penurunan harga teh sebagai apapun yang dipersepsikan oleh konsumen. Definisi ini memberikan pengertian bahwa suatu produk dengan kondisi yang sama dapat berubah kualitasnya jika konsumen memersepsikan dengan berbeda. Produsen mungkin mencoba untuk merespon persepsi konsumen ini, sehingga jika produsen sukses dalam menetapkan kualitas berdasarkan karakteristik produk yang penting bagi konsumen, produsen dapat bertahan di pasar. Respon yang diberikan produsen atau pengolah adalah dengan memroduksi produk sesuai dengan keinginan konsumen terutama aspek-aspek penting di dalam produk tersebut. Aspek-aspek penting ini akan menentukan kualitas suatu produk. Aspek-aspek penilaian kualitas dapat berbeda antara satu produk dengan produk lainnya. Neilson et al. (2006) sendiri dalam penelitiannya menilai kondisi teh yang baik adalah teh yang terdiri dua daun dalam satu pucuk teh.

Leonel dan Philippe (2007) telah melakukan penelitian mengenai kualitas kopi dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Dalam penilitian tersebut, kualitas kopi dinilai dengan menggunakan tiga aspek penilaian yaitu karakteristik fisik, komposisi biokimia, dan organolepik. Karakteristik fisik kopi atau kualitas fisik terdiri dari ukuran, persentase kerusakan, dan bobot dari 100 biji kopi. Komposisi biokimia yang diukur adalah kandungan asam chlorogenic, trigoelline, lemak, kafein, dan gula. Sedangkan aspek organoleptik yang inilah adalah aroma, rasa (flavor), keasaman, bentuk, kepahitan, dan peferensi umum. Aspek organoleptik di ukur dengan skala 1 hingga 10, dimana 1= dapat diabaikan atau tidak dapat diterima sedangkan 10 = sangat kuat atau baik sekali (excellent).

(36)

8 (2) tingginya jumlah bakteri; (3) tingginya tingkat zat antibiotik terkait dengan kurangnya pengetahuan peternak. Hal ini memberikan pengertian bahwa aspek penilaian kualitas susu dapat terkait dengan masalah yang ada adalah tingkat protein, jumlah bakteri dan tingkat zat anti biotik di dalam susu.

Khusus untuk komoditas karet, menurut Waluyono (1981) yang diacu dalam Erwan (1994) standardisasi dalam penentuan kualitas bahan olah karet meliputi beberapa spesifikasi antara lain kadar karet kering, kadar kotoran, kadar air, kadar abu, nilai PRI (Plastysity Ratention Index), sifat-sifat fisika lain, berat, tebal, dan ukuran lainnya serta pengemasan. Sawardin et al. (1995) juga telah melakukan penelitian kualitas bahan olah karet khususnya spesifikasi karet remah (SIR). Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa parameter terpenting mengenai karakteristik mutunya adalah kadar kotoran, kadar abu, kadar bahan menguap, dan indeks katahanan plastisitas (PRI).

Sedangkan analisis kualitas yang telah dilakukan oleh Haris et al. (1995) dengan menggunakan parameter kadar karet kering, plastisitas awal (P0), indeks katahanan plastisitas (PRI), kadar kotoran, viskositas mooney (VR) memperlihatkan bahwa untuk semua jenis bahan olah karet yang sama (dalam hal ini bekuan atau koagulan) hasil produksi KUD (village cooperatif) memiliki kualitas yang lebih baik dari pedagang dan petani (farmer). Keunggulan kualitas hasil produksi KUD ini meliputi semua parameter penelitian.

Hasil penelitian-penelitian diatas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan aspek penilaian kualitas berdasarkan produk yang diuji. Secara umum, aspek penilaian kualitas produk pertanian dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu karakteristik fisik, kimia dan biologi. Khusus untuk karet alam, aspek yang dapat dilihat adalah karakteristik fisik dan kimia. Karakteristik kimia karet hanya dapat diteliti di dalam laboratorium, sehingga untuk tingkat petani karakteristik kualitas yang dipakai hanyalah karakteristik fisik. Karakteristik fisik yang dapat digunakan adalah kadar kotoran, kadar air, dan kekenyalan yang dilihat secara visual saja. 2.2. Manfaat Peningkatan Kualitas

(37)

9 enam peran penting kualitas bagi perusahaan, yaitu: (1) meningkatkan reputasi perusahaan, (2) menurunkan biaya, (3) meningkatkan pangsa pasar, (4) dampak internasional (5) adanya pertanggungjawaban produk, (6) mewujudkan kualitas yang dirasakan penting. Usahatani atau suatu sentra produk agribisnis yang mampu menghasilkan produk yang berkualitas akan mendapatkan predikat sebagai usahatani yang mengutamakan kualitas. Predikat ini akan berpengaruh terhadap reputasi negara tempat produk tersebut dihasilkan. Demikian pula sebaliknya, jika suatu proses produksi hanya mampu menghasilkan produk dengan kualitas buruk. Selain reputasi yang baik, peningkatan kualitas juga dapat menurunkan biaya. Menurut Ariani (2002) penurunan biaya ini disebabkan perusahaan berorientasi pada customer satisfaction, yaitu dengan mendasarkan jenis, tipe waktu, dan jumlah produk yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Dengan demikian tidak ada pemborosan yang harus dibayar mahal. Peningkatan kualitas juga akan meningkatkan pangsa pasar sebagai dampak dari penurunan biaya. Bahkan, bila mampu menawarkan produk yang yang berkualitas, produk tersebut akan dikenal dan diterima di pasar internasional.

Jika dikaitkan dengan adanya diferensiasi harga, Tomek dan Robinson (1972) menyatakan bahwa banyak produk pertanian tertentu berbeda dalam hal atribut seperti ukuran, warna, tingkat kelembaban, kadar protein, dan proporsi kerusakan atau kotoran, sehingga harga seringkali berbeda tergantung grade, kelas dan varietas. Diferensiasi harga berdasarkan kualitas terkadang dibedakan dengan harga premi (lebih tinggi) atau diskon (lebih rendah). Peningkatan kualitas diharapkan mampu memberikan tambahan pendapatan bagi produsen akibat adanya kenaikan harga. Namun sebaliknya, ketidamampuan mempertahankan, meningkatkan kualitas atau memenuhi persyaratan kualitas perbedaan harga berdasarkan kualitas memberi dampak penurunan pendapatan karena perolehan harga yang lebih rendah, terlebih lagi bagi produk yang diproduksi untuk ekspor.

(38)

10 benar yang menyebabkan penurunan kualitas produksi di lapang dapat merusak harga dan kekokohan harga diskon dipasar. Pernyataan Neilson et al. (2006) ini di dukung oleh pernyataan Leonel dan Philippe (2007) mengenai kualitas untuk produk kopi. Ia menyatakan bahwa kualitas kopi merupakan karakteristik yang paling dihargai di dalam perdagangan kopi internasional.

Peningkatan kualitas memerlukan suatu proses yang terus menerus dan menyeluruh baik produk maupun prosesnya. Hal ini berlaku untuk semua produk termasuk bahan olah karet. Karena itu Haris et al. (1995) menyatakan bahwa perbaikan kualitas bahan olah karet seharusnya dimulai dari tingkat paling awal yaitu pada tingkat petani. Perbaikan kualitas baru akan berhasil apabila petani dapat merasakan dampak positif berupa keuntungan tambahan dengan meningkatnya kualitas bahan olah karet. Selain manfaat-manfaat di atas, peningkatan kualitas juga akan meningkatkan dayasaing produk. Suwardin et al. (1995) mengungkapkan bahwa untuk meningkatkan dayasaing diperlukan penerapan pengendalian jaminan kualitas terpadu, yaitu suatu sistem dimana kualitas produk dan jasa yang dihasilkan secara ekonomis memenuhi persyaratan pembeli berdasarkan good manufacturing practice. Hal ini berbeda dengan masa lalu dimana peningkatan kualitas produk lebih banyak ditekankan pada produk akhir. Jaminan kualitas harus dilakukan secara penuh dengan cara membentuk keterkaitan antara petani karet dengan pabrik ban, yaitu sejak lateks keluar dari pohon sampai menjadi ban atau from tree to tyre.

Penjelasan di atas memberikan gambaran mengenai manfaat peningkatan kualitas karet bagi petani. Manfaat yang dapat diraih dengan adanya peningkatan kualitas anata lain peningkatan harga jual atau mempertahankan harga produk tetap tinggi sehingga pendapatan petani dapat lebih tinggi, dan mempertahankan dayasaing produk petani sehingga petani dapat berthaan di pasar produk karet. 2.3. Faktor yang Memengaruhi Kualitas Berbagai Macam Produk

(39)

11 Neilson et al. (2006) menyatakan bahwa dalam kebanyakan standar kualitas industri, kualitas di pengaruhi oleh sejumlah variabel termasuk agro ekologi, iklim, susunan gen tanaman (varietas), praktek agronomi (teknik budidaya), dan metrode pemrosesan dalam pabrik. Lebih khusus lagi dalam penelitiannya tentang teh, ia menyebutkan bahwa yang terpenting adalah pemetikan daun teh yang hanya dilakukan dengan tangan. Sedangkan mengenai faktor penyebab buruknya kualitas teh ia menyatakan bahwa akar dari masalah kualitas adalah ketidakmampuan memisahkan teh yangbagus dan yang buruk, dan tidak adanya penghargaan terhadap produsen penghasil teh bermutu bagus.

Untuk komoditas kopi, Leonel dan Philippe (2007) menyatakan bahwa dalam hasil penelitiannya ketinggian lahan memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap ketiga aspek kualitas kopi yaitu karakteristik fisik, komposisi biokimia, dan organolepik. Besarnya naungan berpengruh sigifikan pada aspek karakteristik fisik dan komposisi biokimia dari biji kopi. Besarnya naungan hanya memengaruhi kulitas (organoleptik) pada ketinggian tanah tertentu (950-1255 meter). Pupuk dan banyaknya panen (produktivitas) memengaruhi kualitas secara positif dalam aspek karakteristik fisik dan komposisi biokimia. Aspek organoleptik hanya dipengaruhi oleh pemupukan tetapi tidak pada jumlah panen. Komposisi biokimia menunjukkan hubungan yang kuat dengan karakteristik organoleptik.

Faktor yang memengaruhi kualitas komoditas pertanian lainnya seperti anggur, penelitian yang dilakukan Morris (1985) menunjukkan bahwa pemangkasan tangkai, jumlah tangkai, sistem budidaya, dan penempatan angjang-anjang (penyangga tanaman yang merambat) memengaruhi kualitas anggur. Penilian ini dilakukan dengan menerapkan perlakukan yang berbeda untuk masing-masing faktor.

Neilson et.al (2005) berhasil mengidentifikasi tiga faktor yang dipertimbangkan memiliki kontribusi utama dalam krisis kualitas dalam kakao Sulawesi sekarang ini:

(40)

12 b) ketidakmampuan petugas yang relevan di Indonesia untuk menjalankan

stardar-standar ekspor yang berarti bahwa kakao bermutu rendah akan masuk ke pasar global danakan memengaruhi reputasi internasional dari kakao Sulawesi.

c) meskipun beroperasi secara relatif efisien, struktur rantai tataniaga sekarang ini tidak memberikan petunjuk harga yang jelas bagi petani untuk meroduksi kakao dengan kualitas yang lebih baik. Tidak ada perbedaan harga yang baik antara kakao berkualitas bagus dan kakao berkualitas buruk yang ada ditingkat petani.

Faktor lembaga informsi juga dapat memengaruhi peningkatan kualitas. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Shigetomi (1995) mengenai penyaluran informasi dalam kaitanya dengan peningkatan kualitas karet di Thailand. Penelitian ini telah memperlihatkan bahwa sebuah sistem untuk menyalurkan informasi mengenai kualitas menyatu dengan lembaga transaksi untuk produk (karet) primer, dan ketika dilakukan penilaian terhadap lembaga transaksi , akurasi penyaluran informasi kualitas juga menjadi ukuran yang penting.

Lebih khusus tentang karet alam, Team Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (1965) menjelaskan bahwa kuantitas dan kualitas produksi serta pendapatan petani karet rakyat dipengaruhi oleh faktor-faktor (1) kultur teknik, (2) pengolahan, (3) sosial ekonomi, dan (4) kebijakan dan campur tangan pemerintah. Faktor kultur teknik meliputi keadaan kebun, dan luas areal. Sedangkan dari hasil penelitian tentang pengolahan, didapatkan bahwa alat-alat yang digunakan petani produsen masih sederhana sekali. Alat-alat itu dibuat dari bahan yang murah dan mudah didapat. Meskipun sulit menghitung pengaruh penggunaan alat-alat ini terhadap kualitas dan kuantitas karet, namun secara kualitatif dapat ditetapkan bahwa ia berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produksi. Faktor sosial ekonomi yang dikemukakan dari hasil penelitian ini adalah tenaga kerja, hubungan antarpetani, dan tataniaga karet rakyat.

(41)

13 perlakuan yang diberikan. Konsistensi kualitas bahan olah karet (seperti sheet angin) dipengaruhi oleh cara pengolahannya (kesesuaian terhadap standar) terutama menyangkut bahan penggumpal (koagulan), ketebalan, cara pengeringan dan kadar karet kering.

Sebagian besar penelitian mengenai kualitas karet, terfokus pada aspek teknis dan parameter kualitas. Parameter kualitas yang dipakai hanya dapat diketahui dengan menggunakan teknik yang rumit yang pada umumnya dilakukan di laboratorium. Di tingkat petani, parameter kualitas ini sulit diidentifikasi. Kualitas di tingkat petani diidentifikasi hanya melalui teknik visual yang meliputi warna, bau, dan kotoran yang terdapat di dalam bahan olah karet.

(42)

14 III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kualitas Karet alam

Usahatani sekarang ini telah mengalami perkembangan yang cepat. Keberhasilan usahatani tidak hanya diukur dari tingkat produksi per satuan luas lahan atau per satuan faktor produksi lainnya. Usahatani harus lebih memperhatikan kualitas di samping produktivitas. Kualitas telah menjadi bagian dari persaingan komoditi pertanian di pasar domestik maupun di pasar internasional. Karena itu, perhatian terhadap kualitas di tingkat usahatani akan memengaruhi dayasaing komoditi.

Kualitas merupakan suatu istilah yang selalu menjadi perhatian di dalam bisnis termasuk di dalam agribisnis. Dalam sistem agribisnis, kualitas tidak hanya berada di ujung sistem (hilir), namun harus diperhatikan sejak di on farm (tingkat usahatani) bahkan dalam pemilihan dan penggunaan input harus telah memerhatikan kualitas. Ariani (2002) menyatakan bahwa terdapat banyak pengertian mengenai kualitas, pengertian mengenai kualitas menurut beberapa ahli. Ia telah mengutip definisi kualitas menurut beberapa ahli antara lain Juran, Elliot, dan Badan Standardisasi Nasional. Menurut Juran, kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya. Menurut Elliot, kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan tujuan. Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia (SNI 19-8402-1991), kualitas adalah keseluruhan ciri dan karaktiristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar. Definisi kualitas lebih lengkap dikemukakan oleh Feigenbaum (1996) yang menyatakan bahwa kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance, dimana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.

(43)

15 ciri dan karakteristik karet alam telah diberikan Giroh et al.(2006) dengan menyatakan bahwa kualitas produk-produk berbahan dasar karet alam tergantung pada kemurnian lateks (getah karet) atau koagulump yang diperoleh dari pohon karet. Kehadiran berbagai bentuk benda-benda asing dalam lateks atau koagulump dapat berdampak jelek pada produk akhirnya. Hal ini sangat penting mengingat lateks kebun diperoleh dengan cara penyadapan, pengumpulan, dan koagulasi (pembekuan) yang sebaiknya bahan-bahan yang digunakan untuk kegitan-kegiatan tersebut bersih dari kontaminan dan kotoran.

3.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Rakyat

Pembahasan mengenai kualitas produk pertanian termasuk karet alam, erat kaitannya dengan teknologi yang umumnya dimiliki oleh petani. Peningkatan kualitas karet berarti peningkatan teknologi yang dimiliki oleh petani. Teknologi yang dimiliki dan kemudian ditingkatkan dapat berupa penggunaan bahan dan alat yang sebelumnya tidak digunakan, melakukan suatu teknik atau aktivitas yang sebelumnya tidak dilakukan, maupun menambah pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui. Perubahan teknologi ini biasanya disebut sebagai inovasi. Dengan adanya inovasi dalam pengelolaan perkebunan karet rakyat, diharapkan kualitas karet petani dapat menjadi lebih baik.

(44)

16 Terkait dengan kualitas karet alam, inovasi yang tepat guna dalam peningkatan kualitas karet alam tergambar dalam upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas karet alam. Upaya-upaya peningkatan kualitas yang dilakukan petani akan memengaruhi kualitas karet alam yang diproduksinya. Upaya peningkatan kualitas merupakan faktor yang dapat dimasukan kedalam kelompok faktor teknis yang memengaruhi kualitas karet alam. Selain faktor teknis, kualitas karet alam juga dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi petani karet.

Faktor sosial ekonomi yang diduga memengaruhi kualitas karet alam terdiri dari karakteristik petani dan keluarga, harga output, dan faktor pendukung berupa sumber informasi yang digunakan oleh petani untuk mengetahui hal-hal tentang perkaretan. Sedangkan faktor teknis terdiri dari faktor usahatani termasuk alat dan bahan yang digunakan, dan upaya-upaya atau inovasi yang dilakukan oleh petani untuk meningkatkan kualitas karet alam yang diproduksinya.

3.2.1. Faktor Sosial Ekonomi

3.2.1.1. Karakteristik Petani dan Keluarga

Faktor sosial ekonomi yang pertama adalah karakteristik petani dan keluarganya. Diantara karakteristik petani dan keluarganya yang memengaruhi kualitas karet alam adalah usia, jumlah anggota keluarga, pendidikan, dan pendapatan keluarga.

1) Usia

(45)

17 yang usianya lebih muda lebih besar kemungkinannya untuk melakukan upaya peningkatan kualitas yang lebih banyak dan beragam. Sehingga diduga petani yang berumur lebih muda memiliki kualitas produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang berusia lebih tua, meskipun Rogers (1983) menyatakan “earlier adopters are not different from later adopters in age”. Menurutnya terdapat bukti yang tidak konsisten mengenai hubungan usia dan keinovativan, yakni separuh dari 228 studi mengenai hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan, 19 persen menunjukkan bahwa usia yang lebih muda lebih cepat mengadopsi dan 33 persen mengindikasikan sebaliknya. Untuk itu, penting kiranya diadakan suatu kajian mengenai hubungan antara usia petani karet dan kualitas bahan olah karet yang di hasilkannya.

2) Jumlah Anggota Keluarga

Tentang faktor jumlah anggota keluarga, Giroh et al. (2006) menjelaskan bahwa ukuran (jumlah anggota) keluarga yang besar dapat dijadikan sebagai sumber tenaga kerja pertanian. Sehingga semakin besar jumlah anggota keluarga lebih memungkinkan untuk melakukan upaya peningkatan kualitas yang lebih banyak dan beragam. Karena itu, perlu diadakan kajian apakah petani karet yang jumlah anggota keluarganya lebih banyak memiliki kulitas produk yang lebih baik?

3) Tingkat Pendidikan petani

Tentang pendidikan petani, Korelasi positif antara pendidikan dan adopsi inovasi baru telah ditemukan oleh van den Ban and Hawkins. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa dengan adanya petani yang berpendidikan dalam jumlah yang besar, diharapkan petani akan dapat mengadopsi perubahan (inovasi) kualitas karet dengan mudah (Giroh et al, 2006). Dan pada akhirnya kualitas karet alam dapat ditingkatkan seiring dengan diadopsinya upaya-upaya peningkatan kualitas karet. Hal tersebut memberikan dugaan bahwa petani dengan tinggkat pendidikan lebih tinggi akan memroduksi bahan olah karet berkualitas lebih tinggi dibandingkan dengan petani berpendidikan lebih rendah.

4) Pendapatan keluarga

(46)

18 lebih besar untuk menjangkau upaya-upaya peningkatan kualitas karet. Misalnya penggunaan zat antikuagulan berupa amonia atau zat koagulan berupa asam semut. Namun, dugaan ini perlu dikaji lebih dalam, apakah pendapatan keluarga petani berpengaruh terhadap kualitas karet yang diproduksinya.

3.2.1.2. Harga produk dan Biaya Usahatani

Sebelum membuat keputusan tentang perkebunannya, para petani mempertimbangkan sejumlah pemikiran terutama harga produk dan biaya produksi. Sehingga, harga produk setelah adanya inovasi dan biaya yang dikeluarkan karena adanya inovasi turut memengaruhi proses adopsi. Subejo (2000) mengungkapkan bahwa pertimbangan utama dalam proses adopsi adalah

harga produk pertanian dan biaya produksi. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian

besar petani memperhitungkan nilai input dan output pertanian yang diusahakannya.

Dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas karet, upaya peningkatan

kualitas akan berhasil apabila terdapat perbedaan harga bahan olah karet berdasarkan

kualitas. Perbedaan harga ini diharapkan akan meningkatkan penerimaan petani yang

lebih besar daripada kenaikan biaya produksinya. Apabila hal ini yang terjadi diduga

harga dan biaya usahatani akan memengaruhi kualitas karet rakyat.

3.2.1.3. Faktor pendukung

Dalam usahatani karet, faktor pendukung tergambar sebagai faktor yang memberikan dukungan informasi bagi petani untuk meningkatkan kualitas karet alam yang diproduksinya. Dukungan informasi ini dapat diperoleh dari sumber-sumber informasi yang mampu dijangkau oleh petani. Giroh et al. (2006) telah mencatat berbagai hasil penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan sumber-sumber informasi memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku adopsi para petani, karenanya penggunaan sumber informasi efektif pada tiap tahap proses adopsi. Hal ini mendukung pernyataan Rogers (1983) bahwa orang yang memiliki partisipasi sosial lebih banyak, hubungan luar yang luas, lebih sering berhubungan dengan PPL, mengakses media masa, dan memiliki pengetahuan tentang inovasi yang lebih luas akan lebih cepat mengadopsi suatu inovasi.

(47)

19 tetangga, pegawai pemerintah (PPL), Radio atau TV, perusahaan ban dan pengolahan karet dan lembaga riset nasional dalam bidang perkaretan. Oleh karena itu, petani yang memiliki sumber informasi lebih banyak, interaksi yang lebih luas dengan sumber informasi diduga memiliki kualitas karet yang lebih baik dibandingkan dengan petani yang sumberinformasi dan interaksinya lebih sedikit.

3.2.2. Faktor Teknis

Selain kelompok faktor sosial ekonomi petani, kelompok faktor berupa faktor teknis diduga juga memengaruhi kualitas karet alam yang diproduksi petani karet. Faktor teknis yang dimaksud terdiri dari faktor usahatani termasuk alat dan bahan yang digunakan, dan upaya-upaya atau inovasi yang dilakukan oleh petani untuk meningkatkan kualitas karet alam yang diproduksinya.

3.2.2.1. Karakteristik Usahatani

Faktor pertama yang termasuk kelompok faktor teknis adalah karakteristik usahatani. Diantara karakteristik ushatani yang memengaruhi kualitas karet alam adalah luas lahan perkebuann karet, dosis dan frekuensi pemupukan, frekuensi penyadapan, aktivitas terhadap produk sebelum penjualan dan peralatan yang digunakan dalam usahatani karet. Pada penelitian ini, faktor penerimaan dan biaya usahtani dimasukkan ke dalam kelompok faktor sosial ekonomi petani. Hal itu karena penerimaan dan biaya usahatani merupakan bagian dari ekonomi keluarga petani. Karakteristik usahatani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah karakteristik usahatani yang terkait dengan teknis penyelenggaraan usahatani di areal pertanian.

1) Luas lahan

(48)

20 menghasilkan, belum menghasilkan maupun kemiringannya tidak signifikan di dalam model. Karena itu, berkaitan dengan kualitas karet perlu dikaji hubungan antara luas lahan dan kualitas karet.

2) Pemupukan

Bagi tanaman perkebunan lainnya, pemupukan berkorelasi positif terhadap kualitas hasil. Leonale dan Philippe (2007) telah melakukan studi mengenai hubungan antara pemupukan dan kualitas kopi arabika. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa penggunaan pupuk memiliki dampak yang positif terhadap ukuran dan berat biji yang merupakan aspek penilaian kualitas biji kopi.penggunaan pupuk juga dapat mengurangi kecacatan pada biji. Selain berpengaruh pada ukuran dan berat biji, pemupukan juga berpengaruh terhadap aroma dan rasa kopi.

Diduga pemupukan juga berpengaruh terhadap kualitas karet alam. Karet dengan pemupukan pada waktu dan jumlah yang tepat akan memberikan hasil yang berkualitas. Sedangkan karet yang tidak dipupuk atau dipupuk dengan jumlah dan waktu yang tidak tepat akan menurunkan kualitas karet alam yang diproduksi petani. Dalam penelitian ini, dikaji hubungan antra frekuensi pemupukan dan kualitas karet yang dihasilkan.

3) Aktivitas sebelum penjualan (pemberian zat anti koagulan, penyimpanan untuk lump)

Aktivitas sebelum penjualan diduga akan memengaruhi kualitas lateks ataupun lump. Aktivitas yang memengaruhi kualitas lateks adalah pemberian anti koagulan seperti amonia (NH

(49)

21 4) Peralatan dan bahan yang digunakan dalam usahatani karet

Direktorat Penanganan Pasca Panen (2007) menyatakan bahwa Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama untuk mendapatkan hasil bokar yang baik. Penurunan mutu biasanya terjadi disebabkan oleh proses prakoagulasi. Untuk mencegah terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: (a) Alat-alat penyadapan dan pengangkutan harus senantiasa bersih dan tahan karat; (b) Lateks harus segera diangkut ke tempat pengolahan tanpa banyak goncangan; (c) Lateks tidak boleh terkena sinar matahari langsung; dan (d) Dapat menggunakan anti koagulan seperti amonia (NH

3) atau natrium sulfit (Na2SO3). Peralatan yang memengaruhi kualitras karet alam adalah alat-alat perlengkapan sadap dan pengolahan di tingkat petani. Perlengkapan sadap meliputi pisau sadap, talang (spout) lateks, mangkuk, cincin mangkuk dan tali cincin, zat anti koagulan dan ember penampung lateks. Sedangkan peralatan pengolahan di miliki oleh petani yang mengolah lateksnya menjadi lump baik dalam mangkuk ataupun kotak. Alat dan bahan tambahan yang digunakan adalah koagulan (pembeku), bak pembekuan dan tempat penyimpanan lump.

Pisau sadap, talang (spout) lateks, mangkuk, cincin mangkuk, tali cincin, ember penampung lateks, bak pembeku dan tempat penyimpan lump berpengaruh pada kualitas karet terutama terkait dengan kemurnian lateks (getah karet) atau koagulump yang diperoleh dari pohon karet. Kebersihan peralatan sadap akan menjamin tidak adanya kontaminan berupa daun, ranting tatal dan sisa lateks yang telah menggumpal dan berwarna hitam. Zat anti kogulan akan menentukan kualitas karet terutama berkaitan dengan kemurnian lateks dan menjamin agar lateks tidak menggumpal. Sedangkan koagulan berpengaruh pada kualitas lump berupa kekenyalan, kebersihan dan bau.

3.2.2.2. Upaya-Upaya Peningkatan Kualitas

(50)

upaya-22 upaya meningkatkan kualitas karet. Upaya-upaya tersebut adalah (1) pembukaan perkebunan sebelum memulai menyadap yang meliputi pengukuran lingkar batang layak sadap, penggambaran, dan pembuatan bidang sadap untuk tanaman baru, dan pengambilan lateks sisa penyadapan yang lalu yang telah menggumpal (scrap) di bidang sadap kemudian memisahkannya dengan lateks, (2) membersihkan mangkuk pengumpul sebelum menyadap, (3) membersihkan kotak pembeku (koagulasi) sebelum menggunakan, (4) menyimpan bekuan di tempat yang tinggi dan telah disemen, (5) menggunakan penyadap terlatih, (6) menggunakan amonia sebagai anti koagulan. Sebagai tambahan adalah (7) penggunaan asam semut sebagai koagulan bagi petani yang bentuk produksinya berupa lump. Hal tersebut memberikan pengertian bahwa petani yang lebih banyak menggunakan dan melakukan upaya diatas memiliki kualitas karet yang lebih baik dibandingkan petani yang melakukan upaya yang lebih sedikit.

3.3. Jenis-Jenis Bahan Olah Karet

Jenis karet alam yang diproduksi oleh petani Indonesia biasanya dijual dalam bentuk bahan olah karet. Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis. Beberapa kalangan menyebut bahan olah karet bukanlah hasil produksi perkebunan besar, namun merupakan bahan olah karet rakyat (bokar) yang biasanya diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun karet (perkebunan rakyat).

Nazaruddin dan Paimin (1992) menyatakan bahwa bahan olah karet dibagi menjadi empat macam menurut pengolahannya. Keempat macam bahan olah karet yaitu:

1) Lateks Kebun

Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan baik dengan atau tanpa bahan pencegah penggumpalan (zat antikoagulan). Sebagian petani karet menjual hasil produksi karetnya dalam bentuk lateks kebun ini.

Gambar

Gambar 1.  Perkembangan Eksor Karet Alam Thailand, Indonesia dan Malaysia Tahun 2006, 2007, 2008
Tabel 2. Produksi Karet Alam Dunia Tahun 2005-2007
Tabel 3. Ekspor Karet Alam Indonesia Berdasarkan Tipe dan Grade
Tabel 4. Luas Areal dan Produksi Karet Alam Menurut Pengusahaannya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Widianingsih, Maria Melani. A Set of English Stories for Children to Teach Vocabulary in An English Extracurricular Class. Yogyakarta: English Language Education Study Program

Selain ujian bertujuan untuk mengetahui penyerapan siswa terhadap materi ujian juga.. dilakukan untuk menjadi acuan siswa untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih

Discussion and Conclusions We have used Serendipity as a stand-alone work process modelling and enactment tool, integrated it with other MViews environments to facilitate collaborative

Behavioral economics, in behavioral economics: A new horizon , In Krishna Kishore Puranam , Ravi Kumar Jainb, The Icfai University Press: 35- 79... The sensory order; an inquiry

Tujuan dari penelitian ini adalah ingin melihat hubungan yang signifikan antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan perilaku Prokrastinasi Akademik dalam menyelesaikan skripsi

PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN DESKRIPTIF MELALUI MEDIA LAGU BAGI PEMBELAJAR BIPA.. (Studi Kasus Terhadap Pembelajar BIPA Tingkat Menengah di Balai

Satu- satunya cara pembuatan yang dapat dikerjakan adalah dengan silikon merupakan unsur yang sangat penting dalam pembuatan besi tuang.. la

sistem penjualan yang digunakan untuk mengatasi semua masalah yang ada. dalam toko MasCom tersebut dan membuat program dengan

Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti, maka ditemukan bahwa strategi pengembangan PAI pada anak usia dini di TK TAAM Adinda tidak lepas dari

Keluaran dari generator(emulated) kemudian dihubungkan dengan sensor tegangan dan sensor arus, kemudian dari sensor masuk ke buckboost converter untuk di ubah tegangan dan arusnya