• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARET PERKEBUANAN RAKYAT 84 6.1 Tabulasi Faktor

2.1. Penilaian Kualitas Produk

Neilson et al. (2006) mendefinisikan kualitas setelah melakukan penelitian mengenai alasan penurunan harga teh sebagai apapun yang dipersepsikan oleh konsumen. Definisi ini memberikan pengertian bahwa suatu produk dengan kondisi yang sama dapat berubah kualitasnya jika konsumen memersepsikan dengan berbeda. Produsen mungkin mencoba untuk merespon persepsi konsumen ini, sehingga jika produsen sukses dalam menetapkan kualitas berdasarkan karakteristik produk yang penting bagi konsumen, produsen dapat bertahan di pasar. Respon yang diberikan produsen atau pengolah adalah dengan memroduksi produk sesuai dengan keinginan konsumen terutama aspek-aspek penting di dalam produk tersebut. Aspek-aspek penting ini akan menentukan kualitas suatu produk. Aspek-aspek penilaian kualitas dapat berbeda antara satu produk dengan produk lainnya. Neilson et al. (2006) sendiri dalam penelitiannya menilai kondisi teh yang baik adalah teh yang terdiri dua daun dalam satu pucuk teh.

Leonel dan Philippe (2007) telah melakukan penelitian mengenai kualitas kopi dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Dalam penilitian tersebut, kualitas kopi dinilai dengan menggunakan tiga aspek penilaian yaitu karakteristik fisik, komposisi biokimia, dan organolepik. Karakteristik fisik kopi atau kualitas fisik terdiri dari ukuran, persentase kerusakan, dan bobot dari 100 biji kopi. Komposisi biokimia yang diukur adalah kandungan asam chlorogenic, trigoelline, lemak, kafein, dan gula. Sedangkan aspek organoleptik yang inilah adalah aroma, rasa (flavor), keasaman, bentuk, kepahitan, dan peferensi umum. Aspek organoleptik di ukur dengan skala 1 hingga 10, dimana 1= dapat diabaikan atau tidak dapat diterima sedangkan 10 = sangat kuat atau baik sekali (excellent).

Anggur ‘Niagara’ memiliki aspek penilaian kualitas yang berbeda dengan aspek kualitas kopi. Morris (1985) dalam penelitiannya menggunakan aspek persentase padatan terlarut, pH, dan tingkat keasaman untuk menilai kualitas anggur ‘Niagara’. Berbeda lagi dengan penilaian kualitas produk peternakan. Penelitian mengenai susu sapi di China, sebagaimana ditulis oleh Chen (2008) pemasalahan-permasalahan kualitas susu segar sekarang ini meliputi: (1) berbagai tingkat protein variabel terkait dengan pengaruh perbedaan cara pemberian pakan;

8 (2) tingginya jumlah bakteri; (3) tingginya tingkat zat antibiotik terkait dengan kurangnya pengetahuan peternak. Hal ini memberikan pengertian bahwa aspek penilaian kualitas susu dapat terkait dengan masalah yang ada adalah tingkat protein, jumlah bakteri dan tingkat zat anti biotik di dalam susu.

Khusus untuk komoditas karet, menurut Waluyono (1981) yang diacu dalam Erwan (1994) standardisasi dalam penentuan kualitas bahan olah karet meliputi beberapa spesifikasi antara lain kadar karet kering, kadar kotoran, kadar air, kadar abu, nilai PRI (Plastysity Ratention Index), sifat-sifat fisika lain, berat, tebal, dan ukuran lainnya serta pengemasan. Sawardin et al. (1995) juga telah melakukan penelitian kualitas bahan olah karet khususnya spesifikasi karet remah (SIR). Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa parameter terpenting mengenai karakteristik mutunya adalah kadar kotoran, kadar abu, kadar bahan menguap, dan indeks katahanan plastisitas (PRI).

Sedangkan analisis kualitas yang telah dilakukan oleh Haris et al. (1995) dengan menggunakan parameter kadar karet kering, plastisitas awal (P0), indeks katahanan plastisitas (PRI), kadar kotoran, viskositas mooney (VR) memperlihatkan bahwa untuk semua jenis bahan olah karet yang sama (dalam hal ini bekuan atau koagulan) hasil produksi KUD (village cooperatif) memiliki kualitas yang lebih baik dari pedagang dan petani (farmer). Keunggulan kualitas hasil produksi KUD ini meliputi semua parameter penelitian.

Hasil penelitian-penelitian diatas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan aspek penilaian kualitas berdasarkan produk yang diuji. Secara umum, aspek penilaian kualitas produk pertanian dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu karakteristik fisik, kimia dan biologi. Khusus untuk karet alam, aspek yang dapat dilihat adalah karakteristik fisik dan kimia. Karakteristik kimia karet hanya dapat diteliti di dalam laboratorium, sehingga untuk tingkat petani karakteristik kualitas yang dipakai hanyalah karakteristik fisik. Karakteristik fisik yang dapat digunakan adalah kadar kotoran, kadar air, dan kekenyalan yang dilihat secara visual saja. 2.2. Manfaat Peningkatan Kualitas

Kualitas sangatlah penting dalam proses produksi termasuk bagi usahatani. Ada beberapa hal yang menjadi alasan pentingnya kualitas bagi suatu proses produksi. Ariani (2002) telah mencatat bahwa Russel (1996) mengidentifikasi

9 enam peran penting kualitas bagi perusahaan, yaitu: (1) meningkatkan reputasi perusahaan, (2) menurunkan biaya, (3) meningkatkan pangsa pasar, (4) dampak internasional (5) adanya pertanggungjawaban produk, (6) mewujudkan kualitas yang dirasakan penting. Usahatani atau suatu sentra produk agribisnis yang mampu menghasilkan produk yang berkualitas akan mendapatkan predikat sebagai usahatani yang mengutamakan kualitas. Predikat ini akan berpengaruh terhadap reputasi negara tempat produk tersebut dihasilkan. Demikian pula sebaliknya, jika suatu proses produksi hanya mampu menghasilkan produk dengan kualitas buruk. Selain reputasi yang baik, peningkatan kualitas juga dapat menurunkan biaya. Menurut Ariani (2002) penurunan biaya ini disebabkan perusahaan berorientasi pada customer satisfaction, yaitu dengan mendasarkan jenis, tipe waktu, dan jumlah produk yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Dengan demikian tidak ada pemborosan yang harus dibayar mahal. Peningkatan kualitas juga akan meningkatkan pangsa pasar sebagai dampak dari penurunan biaya. Bahkan, bila mampu menawarkan produk yang yang berkualitas, produk tersebut akan dikenal dan diterima di pasar internasional.

Jika dikaitkan dengan adanya diferensiasi harga, Tomek dan Robinson (1972) menyatakan bahwa banyak produk pertanian tertentu berbeda dalam hal atribut seperti ukuran, warna, tingkat kelembaban, kadar protein, dan proporsi kerusakan atau kotoran, sehingga harga seringkali berbeda tergantung grade, kelas dan varietas. Diferensiasi harga berdasarkan kualitas terkadang dibedakan dengan harga premi (lebih tinggi) atau diskon (lebih rendah). Peningkatan kualitas diharapkan mampu memberikan tambahan pendapatan bagi produsen akibat adanya kenaikan harga. Namun sebaliknya, ketidamampuan mempertahankan, meningkatkan kualitas atau memenuhi persyaratan kualitas perbedaan harga berdasarkan kualitas memberi dampak penurunan pendapatan karena perolehan harga yang lebih rendah, terlebih lagi bagi produk yang diproduksi untuk ekspor.

Neilson et al. (2006) menyatakan bahwa kualitas dan kemampuan memenuhi persyaratan menjadi hambatan untuk mengekspor produk-produk pertanian. Pernyataan ini dibuktikan dengan penelitiannya tentang penurunan harga teh terkait dengan perubahan permintaan global untuk kualitas produksi teh di India Selatan. Hasil penelitiannya juga menunjukkan pemrosesan teh yang tidak

10 benar yang menyebabkan penurunan kualitas produksi di lapang dapat merusak harga dan kekokohan harga diskon dipasar. Pernyataan Neilson et al. (2006) ini di dukung oleh pernyataan Leonel dan Philippe (2007) mengenai kualitas untuk produk kopi. Ia menyatakan bahwa kualitas kopi merupakan karakteristik yang paling dihargai di dalam perdagangan kopi internasional.

Peningkatan kualitas memerlukan suatu proses yang terus menerus dan menyeluruh baik produk maupun prosesnya. Hal ini berlaku untuk semua produk termasuk bahan olah karet. Karena itu Haris et al. (1995) menyatakan bahwa perbaikan kualitas bahan olah karet seharusnya dimulai dari tingkat paling awal yaitu pada tingkat petani. Perbaikan kualitas baru akan berhasil apabila petani dapat merasakan dampak positif berupa keuntungan tambahan dengan meningkatnya kualitas bahan olah karet. Selain manfaat-manfaat di atas, peningkatan kualitas juga akan meningkatkan dayasaing produk. Suwardin et al. (1995) mengungkapkan bahwa untuk meningkatkan dayasaing diperlukan penerapan pengendalian jaminan kualitas terpadu, yaitu suatu sistem dimana kualitas produk dan jasa yang dihasilkan secara ekonomis memenuhi persyaratan pembeli berdasarkan good manufacturing practice. Hal ini berbeda dengan masa lalu dimana peningkatan kualitas produk lebih banyak ditekankan pada produk akhir. Jaminan kualitas harus dilakukan secara penuh dengan cara membentuk keterkaitan antara petani karet dengan pabrik ban, yaitu sejak lateks keluar dari pohon sampai menjadi ban atau from tree to tyre.

Penjelasan di atas memberikan gambaran mengenai manfaat peningkatan kualitas karet bagi petani. Manfaat yang dapat diraih dengan adanya peningkatan kualitas anata lain peningkatan harga jual atau mempertahankan harga produk tetap tinggi sehingga pendapatan petani dapat lebih tinggi, dan mempertahankan dayasaing produk petani sehingga petani dapat berthaan di pasar produk karet. 2.3. Faktor yang Memengaruhi Kualitas Berbagai Macam Produk

Kualitas bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Kualitas merupakan bagian dari semua fungsi usaha yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, pemasaran, keuangan dan lain-lain. Fungsi-fungsi ini diistilahkan sebagai faktor- faktor yang memengaruhi kualitas produk.

11 Neilson et al. (2006) menyatakan bahwa dalam kebanyakan standar kualitas industri, kualitas di pengaruhi oleh sejumlah variabel termasuk agro ekologi, iklim, susunan gen tanaman (varietas), praktek agronomi (teknik budidaya), dan metrode pemrosesan dalam pabrik. Lebih khusus lagi dalam penelitiannya tentang teh, ia menyebutkan bahwa yang terpenting adalah pemetikan daun teh yang hanya dilakukan dengan tangan. Sedangkan mengenai faktor penyebab buruknya kualitas teh ia menyatakan bahwa akar dari masalah kualitas adalah ketidakmampuan memisahkan teh yangbagus dan yang buruk, dan tidak adanya penghargaan terhadap produsen penghasil teh bermutu bagus.

Untuk komoditas kopi, Leonel dan Philippe (2007) menyatakan bahwa dalam hasil penelitiannya ketinggian lahan memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap ketiga aspek kualitas kopi yaitu karakteristik fisik, komposisi biokimia, dan organolepik. Besarnya naungan berpengruh sigifikan pada aspek karakteristik fisik dan komposisi biokimia dari biji kopi. Besarnya naungan hanya memengaruhi kulitas (organoleptik) pada ketinggian tanah tertentu (950-1255 meter). Pupuk dan banyaknya panen (produktivitas) memengaruhi kualitas secara positif dalam aspek karakteristik fisik dan komposisi biokimia. Aspek organoleptik hanya dipengaruhi oleh pemupukan tetapi tidak pada jumlah panen. Komposisi biokimia menunjukkan hubungan yang kuat dengan karakteristik organoleptik.

Faktor yang memengaruhi kualitas komoditas pertanian lainnya seperti anggur, penelitian yang dilakukan Morris (1985) menunjukkan bahwa pemangkasan tangkai, jumlah tangkai, sistem budidaya, dan penempatan angjang- anjang (penyangga tanaman yang merambat) memengaruhi kualitas anggur. Penilian ini dilakukan dengan menerapkan perlakukan yang berbeda untuk masing-masing faktor.

Neilson et.al (2005) berhasil mengidentifikasi tiga faktor yang dipertimbangkan memiliki kontribusi utama dalam krisis kualitas dalam kakao Sulawesi sekarang ini:

a) kurangnya pengetahuan umum petani mengenai penyelenggaraan usahatani yang baik, termasuk penggunaan pupuk dan pertisida, dan perlakukan yang tidak layak setelah pasca panen.

12 b) ketidakmampuan petugas yang relevan di Indonesia untuk menjalankan

stardar-standar ekspor yang berarti bahwa kakao bermutu rendah akan masuk ke pasar global danakan memengaruhi reputasi internasional dari kakao Sulawesi.

c) meskipun beroperasi secara relatif efisien, struktur rantai tataniaga sekarang ini tidak memberikan petunjuk harga yang jelas bagi petani untuk meroduksi kakao dengan kualitas yang lebih baik. Tidak ada perbedaan harga yang baik antara kakao berkualitas bagus dan kakao berkualitas buruk yang ada ditingkat petani.

Faktor lembaga informsi juga dapat memengaruhi peningkatan kualitas. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Shigetomi (1995) mengenai penyaluran informasi dalam kaitanya dengan peningkatan kualitas karet di Thailand. Penelitian ini telah memperlihatkan bahwa sebuah sistem untuk menyalurkan informasi mengenai kualitas menyatu dengan lembaga transaksi untuk produk (karet) primer, dan ketika dilakukan penilaian terhadap lembaga transaksi , akurasi penyaluran informasi kualitas juga menjadi ukuran yang penting.

Lebih khusus tentang karet alam, Team Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (1965) menjelaskan bahwa kuantitas dan kualitas produksi serta pendapatan petani karet rakyat dipengaruhi oleh faktor-faktor (1) kultur teknik, (2) pengolahan, (3) sosial ekonomi, dan (4) kebijakan dan campur tangan pemerintah. Faktor kultur teknik meliputi keadaan kebun, dan luas areal. Sedangkan dari hasil penelitian tentang pengolahan, didapatkan bahwa alat-alat yang digunakan petani produsen masih sederhana sekali. Alat-alat itu dibuat dari bahan yang murah dan mudah didapat. Meskipun sulit menghitung pengaruh penggunaan alat-alat ini terhadap kualitas dan kuantitas karet, namun secara kualitatif dapat ditetapkan bahwa ia berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produksi. Faktor sosial ekonomi yang dikemukakan dari hasil penelitian ini adalah tenaga kerja, hubungan antarpetani, dan tataniaga karet rakyat.

Berbeda dengan Team Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor , Pusat Penelitian Perkebunan Sungei Putih (1992) melaporkan bahwa kualitas bahan olahan karet sangat berkaitan dengan jenis bahan olah, karena perbedaan

13 perlakuan yang diberikan. Konsistensi kualitas bahan olah karet (seperti sheet angin) dipengaruhi oleh cara pengolahannya (kesesuaian terhadap standar) terutama menyangkut bahan penggumpal (koagulan), ketebalan, cara pengeringan dan kadar karet kering.

Sebagian besar penelitian mengenai kualitas karet, terfokus pada aspek teknis dan parameter kualitas. Parameter kualitas yang dipakai hanya dapat diketahui dengan menggunakan teknik yang rumit yang pada umumnya dilakukan di laboratorium. Di tingkat petani, parameter kualitas ini sulit diidentifikasi. Kualitas di tingkat petani diidentifikasi hanya melalui teknik visual yang meliputi warna, bau, dan kotoran yang terdapat di dalam bahan olah karet.

Berbagai macam faktor yang memengaruhi kualitas karet maupun produk lain, dapat dirangkum menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok teknis yang terdiri dari jenis tanaman (varietas atau klon), teknik budidaya, kondisi lingkungan, pemupukan dan metode penanganan pascapanen. Sedangkan kelompk kedua adalah kelompok sosial ekonomi petani yang terdiri dari pengetahuan petani, petugas penyuluhan, struktur tataniaga, tenaga kerja peta ni dan organisasi desa.

14 III KERANGKA PEMIKIRAN