HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Proksimat
VII. ANALISIS TERMAL DAN STATE DIAGRAM BERAS TIRUAN INSTAN
ABSTRAK
State diagram merupakan peta yang menunjukkan perubahan fase pada pangan sebagai fungsi dari kadar air, padatan dan suhu bahan pangan. State diagram
berisi kurva perbedaan fase, solubilitas dan garis transisi gelas yang dapat membantu memprediksi terjadinya perubahan kondisi fisik produk pangan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis karakteristik termal serta memetakan data tersebut dalam bentuk prediksi state diagram. Analisis karakteristik termal dan analisis state diagram beras tiruan instan OPT2 (penambahan hidrokoloid glukomanan 0,96% dan guar gum 0,04%). Pada tahap penelitian dilakukan variasi pengaruh kadar air (2% sampai dengan 90%) dan suhu (- 90°C sampai dengan 250°C) terhadap suhu transisi gelas, freezing dan melting. Analisis karakteristik termal dilakukan dengan menggunakan alat DSC dan MDSC. Analisis frezing point, transisi glass dan melting point OPT2 dilakukan dengan pendekatan model Chen, Gordon Taylor modifikasi dan Flory Huggins. State diagram dapat digunakan untuk mengidentifikasikan fase transisi gelas sebagai fase kritis terjadinya tingkat kerusakan beras tiruan instan sebagai fungsi fraksi padatan terhadap perubahan suhu.
PENDAHULUAN
Beberapa metode analisis stabilitas produk dapat dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan stabilitas produk yang dihasilkan. Analisis stabilitas pangan selama ini menggunakan metode pendekatan aktifitas air (Bell dan Labuza 2000). Salah satu untuk mengidentifikasi stabilitas pangan adalah dengan menggunakan pendekatan mobilitas molekuler sebagai akibat terjadinya perubahan fraksi padatan dan suhu. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan metode pendekatan state diagram (Rahman 2006; 2010 dan 2012). State diagram
merupakan suatu pemetaan perubahan fase pangan sebagai fungsi kadar air atau padatan serta suhu. Perubahan fraksi padatan suhu digunakan untuk pendekatan adanya mobilitas molekuler dalam produk pangan.
State diagram sangat penting untuk membantu memprediksi terjadinya perubahan kondisi fisik pangan selama proses dan penyimpanan (Rahman 2006). Ross (1995) memperkenalkan state diagram yaitu grafik yang merepresentasikan terjadinya perubahan sifat fisik pangan sebagai akibat adanya perbedaan kadar air, suhu dan padatan pada tekanan konstan. State diagram dibuat dengan menggunakan pendekatan dinamika air, yang mengalami reaktivitas dan mobilitas pada kondisi
rubbery. Terjadinya proses transisi gelas merupakan suatu indikasi zona kritis, dimana produk pangan mengalami perubahan dari zona stabil menjadi zona tidak aman, dikarenakan terjadinya mobilitas molekuler yang tinggi.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pangan, digunakan pendekatan stabilitas pangan dengan menggunakan ilmu polimer yaitu dengan melakukan analisis termal yang meliputi suhu melting (Tm), suhu freezing (Tf) dan suhu transisi gelas (Tg). Salah satu pendekatan yang dapat digunakan yaitu dengan melakukan analisis transisi gelas produk yang dihasilkan (Rahman 2006; Sablani et al. 2009). Transisi
gelas juga sangat berpengaruh terhadap mobilitas molekuler, reaksi kimia dan stabilitas produk (Slade dan Lavine 1991; Rahman 2006; 2010; 2012). Beberapa fase dapat digambarkan melalui konsep state diagram (Rahman 2006).
Beberapa penelitian mengenai penyimpanan terhadap transisi gelas dan pengaruh relaksasi adalah pati beras (Chung dan Lim, 2003a; 2003b) dan pati alami serta pati tergelatinisasi (Chung et al. 2002). Sablani et al. (2009) melakukan penelitian state diagram untuk beras yang bersumber dari padi. Namun demikian penelitian mengenai state diagram untuk beras tiruan dan beras tiruan instan belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis karakteristik termal serta memetakan data tersebut dalam bentuk prediksi state diagram.
METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Technopark IPB, Laboratorium BBIH, Laboratorium ITP, IPB dan Laboratorium Rekayasa Pangan dan Kimia Pangan, Sultan Qaboos University, Oman. Penggunaan fasilitas laboratorium tersebut disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia dan kebutuhan. Penelitian berlangsung dari Bulan September 2013- Maret 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan meliputi tepung jagung putih dari varietas Srikandi Putih, tapioka, GMS (Glycerol Monostearate), natrium alginat, glukomanan, guar gum, beras padi PNM (Purnama) dan bahan kimia untuk analisis. Peralatan yang digunakan meliputi mixer, Twin screw extruder, steamer, oven, Differential Scanning Calorimetry DSC (Q20), Modulated Differential Scanning Calorimetry
MDSC (Q1000).
Persiapan Sampel
Teknologi proses produksi pembuatan tepung jagung dilakukan dengan menggunakan metode Johnson (1991). Pada pembuatan beras tiruan instan digunakan formula 1,74 kg tepung jagung, 200 gram tapioka, 40 gram GMS, 19,2 gram glukomanan dan 0,8 gram guar gum. Pada setiap basis 2 kg bahan baku, digunakan tambahan air sebesar 1 liter. Semua bahan dicampur secara merata dengan menggunakan mixer. Kemudian dilakukan proses ekstrusi dengan menggunakan suhu 96°C dengan putaran screw 168 rpm. Butiran beras yang telah diperoleh, kemudian dilakukan pengukusan dengan menggunakan steamer selama 5 menit. Setelah pengukusan, dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven.
Analisis Karakteristik Termal Analisis Transisi Gelas
Analisis dilakukan dengan menggunakan DSC (Q20) dan Modulated DSC (Q1000) (TA instruments, New Castle, DE, USA) yang terhubung dengan sistem pendingin refrigerasi (mencapai suhu -90°C). Peralatan yang digunakan telah dikalibrasi dengan menggunakan air distilasi (melting point mp=0°C; ΔHm = 334 J/g) dan indium (mp= 156,5°C; ΔHm =28,5 J/g). Dalam penelitian ini, digunakan
pan alumina 30 µL dengan penutupnya serta digunakan gas nitrogen dengan kecepatan 50 mL/menit.
Sampel sebesar 3-5 mg diletakkan pada pan alumina, kemudian ditutup rapat. Pan diletakkan pada tempat sampel DSC, serta diatur dengan kecepatan pendinginan 5 °C/menit dari suhu isotermal 25°C sampai dengan -90°C serta dipertahankan selama 10 menit. Kemudian suhu dinaikkan dari -90°C sampai dengan 250°C dengan kecepatan 10°C/menit. Untuk metode relaksasi, digunakan kecepatan 20°C dan dibuat isotermal untuk rentang suhu -20 sampai dengan 100°C selama 30 menit. Kemudian, dibuat ploting antara suhu terhadap relaksasi termal. Ploting slop terhadap suhu merupakan suhu transisi gelas (Rahman dan Al-Saidi 2010).
Analisis dengan menggunakan alat MDSC, kalibrasi dilakukan sebagaimana pada DSC. Sampel sebanyak 3-5 gram dimasukkan kedalam pan alumina dan diatur isotermal 1 menit pada suhu 25°C. Sampel kemudian diturunkan suhunya sampai dengan -90°C dengan kecepatan 5°C dan disetimbangkan selama 10 menit. Kemudian sampel dinaikkan suhunya sampai dengan 250°C dengan kecepatan 5°C dengan modulasi amplitudo 0,5°C dan modluasi 40 detik. Transisi gelas diprediksi dengan menggunakan model Rahman (2009), dimana model tersebut merupakan persamaan Gordon Taylor dimodifikasi:
w c s c w c gs s gm X k X T X k T X T (1)
dimana Tc merupakan suhu kritis dan berhubungan dengan Tgiv sebagaimana
terdapat didalam Rahman (2009). Tgm dan Tgs merupakan suhu transisi gelas dari
campuran dan padatan. Xw daan Xs merupakan kadar air dan kadar padatan.
Sedangkan kc merupakan parameter model RGT (Modified Gordon Taylor). Nilai
Tgiv merupakan perpotongan garis transisi gelas dengan garis vertikal Xs . Sebagai
pembanding persamaan 3, dapat digunakan nilai Tc sebagaimana yang terdapat pada
Rahman dan Al-Saidi (2010).
) ' 1 ( s iv g c T X T (2)
Berdasarkan hasil koreksi, intersep dari persamaan Gordon-Taylor untuk Tgw dapat
digunakan Tc (Rahman 2009; Rahman dan Al-Saidi 2010).
Analisis Pembekuan
Analisis juga dilakukan untuk sampel dengan kadar air tinggi yaitu (Xw0: 0,20-
0,98 g/g sampel). Sampel sebanyak 3-5 gram dimasukkan kedalam pan alumina serta ditutup rapat. Sampel kemudian didinginkan dari suhu isotermal 25°C sampai dengan -90°C dengan kecepatan 5 °C/menit serta didiamkan selama 5 menit. Sampel kemudian dinaikkan suhunya sampai dengan 250°C dengan kecepatan 10 °C/menit, untuk menentukan kondisi pembekuan [(Tm)a dan (Tg)a].
Untuk menentukan kondisi annealing pada suhu maksimal pembekuan [(Tm)a
dan (Tg)a] digunakan sampel dengan kadar air 0,40 g/g sampel (atau padatan 0,60
g/g sampel) serta diturunkan suhunya sebagaimana metode diatas. Suhu kemudian dinaikkan serta annealing dilakukan pada kondisi [(Tm)a -1] selama 30 menit.
Berdasarkan metode ini, dapat digunakan untuk menentukan (Tm)n dan (Tg)n.
Kondisi annealing tersebut merupakan kondisi maksimal formasi es terbentuk sebelum siklus panas kedua terjadi. Kondisi maksimal konsentrasi pembekuan (Xs)
ditentukan dari perpotongan kurva pembekuan dengan garis horisontal (Tm)u
(merupakan hasil rata-rata dari 3 kali ulangan). Pada akhirnya, nilai Xs dapat
ditentukan dari x-axis dengan menarik garis dari garis verikal dengan perpotongan sebagaimana dijelaskan diatas.
Kondisi endotermis pembekuan dapat dikarakterisasi dari slop maksimum, puncak dan entalpi pelelehan es selama pemanasan. Inisiasi atau kesetimbangan pembekuan sebagaimana slop maksimum pada kondisi endotermis pelelehan es (Rahman 2004). Model Chen (1986) yang merupakan pengembangan persamaan Clausius-Clapeyron sebagaimana yang dilakukan oleh Rahman dan Al-Saidi (2010) digunakan untuk memprediksi pembekuan pada sampel beras tiruan instan.
o s o s o s o s o s w X BX EX BX X 1 1 ln (3)
dimana merupakan depresi freezing point, merupakan konstanta molar freezing point dari air (1860 kg K/kg mol), w merupakan berat molekul air, w merupakan
fraksi awal masa padatan sebelum pembekuan (g/g sampel dan E merupakan rasio berat molekul air dibanding padatan (w/s).
Analisis Pelelehan
Untuk melakukan analisis karakteristik pelelehan dari sampel, dilakukan analisis hasil profil DSC yang meliputi suhu onset, slop maksimum, puncak akhir dan entalpi endotermis pelelehan. Panas laten dari fusi es atau pelelehan padatan dianalisis berdasarkan luasan kurva endotermis. Melting point atau pelelehan suatu polimer dapat dimodelkan dengan menggunakan persamaan Flory-Huggins sebagaimana tertera pada Rahman (2010).
2
1 1 w w w u u s p V V R T T (4)dimana Tp dan Ts merupakan titik puncak dari suhu pelelehan polimer suatu cairan
dan polimer murni (hanya padatan kering) (K), R merupakan konstanta gas (8,314 J/g mol K), ∆Hu merupakan panas fusi polimer didalam cairan (J/g), Vw merupakan
volume molar dari cairan (m3/g mol), Vu merupakan volume molar dari unit polimer
(m3/g mol), εw merupakan fraksi volume dari cairan dan merupakan parameter
interaksi polimer-cairan Flory-Huggins. Fraksi volume dari air dihitung berdasarkan persamaan Rahman (2010). s s w w w w w (5)
dimana Xw merupakan fraksi masa dari air (basis basah, g/100 g sampel),
wmerupakan densitas dari air (kg/m3), Xs merupakan kadar padatan ( g/100 g sampel)
dan ρs merupakan densitas padatan kering ((kg/m3). Densitas tepung beras tiruan
HASIL DAN PEMBAHASAN