• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penambahan air merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan beras tiruan. Pengaruh penambahan air adonan pada rentang 30-60% terhadap karakteristik selama dan setelah proses ekstrusi dan setelah produk dimasak disajikan pada Tabel 4.1. Penambahan air sebanyak 30% dan 40% dalam adonan menyebabkan kenaikan suhu barrel yang menyebabkan produk mengembang (puffing) yang mirip produk ekstrusi dan granula atau butiran beras tidak terbentuk seperti yang diinginkan. Butiran beras juga memiliki ukuran dan warna yang tidak seragam, rapuh dan mudah hancur saat dimasak. Penambahan air adonan sebanyak 50% menghasilkan butiran beras yang tidak mengembang dan dengan ukuran yang relatif seragam. Penambahan air adonan hingga 60% menyebabkan butiran beras tidak terbentuk dengan baik (lengket dan bergabung satu sama lain, dan beberapa menjadi mengembang).

Tabel 4.1 Pengaruh penambahan air adonan terhadap karakteristik produk beras tiruan selama dan setelah proses ekstrusi, setelah proses pemasakan Penambahan

Air Adonan (%)

Hasil pengamatan visual

30  Selama proses ekstrusi: suhu barrel menjadi naik, terjadi proses

puffing

 Setelah proses ekstrusi: Produk menyerupai produk ekstrusi, tidak terbentuk butiran beras, mengembang, bentuk tidak seragam dan berwarna putih

 Setelah pemasakan: beras hancur

40  Selama proses ekstrusi: suhu barrel menjadi naik, terjadi proses

puffing

 Setelah proses ekstrusi: butiran beras terbentuk tapi saling menempel, masih mengembang, ukuran tidak seragam, berwarna putih tidak transparan.

 Setelah pemasakan: beras hancur

50  Selama proses ekstrusi: suhu barrel stabil dan tidak terjadi proses

puffing secara berlebihan

 Setelah proses ekstrusi:beras berbentuk oval dengan ujung lancip, ukurannya relatif seragam, tidak mengembang dan berwarna putih transparan.

 Setelah pemasakan: produk berbentuk butiran seperti nasi dari padi 60  Selama proses ekstrusi: suhu barrel stabil, tidak terjadi puffing

 Setelah proses ekstrusi: butiran saling menempel, mengembang, ukuran tidak seragam, dan berwarna putih tidak transparan.

 Setelah pemasakan: produk sebagian ada yang hancur

Keterangan: Proses ekstrusi dilakukan pada suhu barrel 95oC, kecepatan ulir 168 rpm, dan konsentrasi GMS 2%

Dari hasil pengamatan secara visual tersebut, maka dapat diketahui bahwa kandungan air dalam adonan sangat berpengaruh terhadap pembentukan beras tiruan. Penggunaan jumlah air yang terlalu rendah menyebabkan produk menjadi mengembang, rapuh dan mudah hancur saat dimasak, sedangkan penambahan air yang terlalu tinggi menyebabkan butiran beras menjadi lengket dan tidak kompak. Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan oleh Riaz (2000) bahwa jumlah air yang ditambahkan sangat penting dalam proses ekstrusi.

Air berperan dalam porses gelatinisasi, yaitu membantu memecah kristal pati, merusak keteraturan bentuk amilosa dan mengakibatkan granula pati membengkak. Adanya peningkatan suhu dan jumlah air yang berlebihan mengakibatkan granula mengembang lebih lanjut dan amilosa mulai terdifusi keluar dari granula (Govindasamy et al. 1996). Linco et al. (1981) menjelaskan bahwa tingkat gelatinisasi pati selama proses ekstrusi tergantung pada bahan baku, dan kondisi proses ekstrusi dan rasio antara air dan pati bahan. Besar kecilnya rasio pengembangan produk ekstrusi ditentukan oleh banyak sedikitnya jumlah pati yang tergelatinisasi selama proses ekstrusi. Derajat gelatinisasi yang semakin tinggi juga diikuti dengan derajat pengembangan yang tinggi (Harper 1981; Linco et al. 1981).

Pengaruh Kecepatan Putaran Ulir

Hasil pengamatan secara visual dari pengaruh kecepatan putaran ulir terhadap karakteristik beras tiruan selama dan setelah proses, serta saat dimasak disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Pengaruh putaran ulir terhadap karakteristik produk beras tiruan selama dan setelah proses ekstrusi, setelah proses pemasakan

Putaran Ulir

(Rpm) Hasil pengamatan secara visual

150  Selama proses ekstrusi: suhu barrel menjadi naik, terjadi proses

puffing

 Setelah proses ekstrusi: Produk menyerupai produk ekstrusi, tidak terbentuk produk butiran, mengembang, bentuk tidak seragam dan berwarna putih

 Setelah pemasakan: beras hancur

168  Selama proses ekstrusi: suhu barrel stabil, tidak terjadi puffing

 Setelah proses ekstrusi:diperoleh butiran beras, bentuk seragam, tidak mengembang, dan berwarna putih transparan

 Setelah pemasakan: produk masih menyerupai butiran sebagaimana beras dari padi

170  Selama proses ekstrusi: suhu barrel menjadi naik, terjadi proses

puffing

 Setelah proses ekstrusi: Produk menyerupai produk ekstrusi, terbentuk produk butiran saling menempel, mengembang, bentuk tidak seragam dan berwarna putih

 Setelah pemasakan: beras hancur,saling menempel satu sama lainnya

Keterangan: Proses ekstrusi dilakukan pada suhu barrel 95oC, penamban air adonan 50%, dan konsentrasi GMS 2%.

Penggunaan kecepatan putaran ulir sebesar 150 rpm mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu barrel dari 95°C menjadi 110°C yang dapat mengakibatkan produk menjadi mengembang. Penggunaan kecepatan putaran ulir 168 rpm tidak mengakibatkan puffing, sehingga dihasilkan butiran beras tiruan yang seragam, tidak mengembang dan berwarna putih transparan. Kenaikan kecepatan putaran ulir menghasilkan produk butiran yang saling menempel satu sama lain, tidak seragam, mengembang dan berwarna putih tidak transparan.

Mutu butiran beras yang dihasilkan mempengaruhi mutu butiran saat dimasak. Butiran yang terlalu mengembang, menempel satu sama lain dan tidak seragam menghasilkan mutu nasi yang rapuh dan mudah hancur. Kecepatan putaran ulir 168 rpm menghasilkan mutu butiran yang baik dan kokoh, dan tidak mudah hancur saat dimasak. Kecepatan putaran ulir menentukan waktu retensi produk selama didalam mesin ekstruder (Riaz 2000). Kecepatan ulir dan suhu ekstruder mempengaruhi derajat gelatinisasi dari produk yang dihasilkan (Govindasamy et al. 1996). Kecepatan putaran ulir mempengaruhi secara fisik terhadap struktur pati. Meningkatnya kecepatan putaran ulir, dapat mengubah struktur fisik dari pati (Chang et al. 1998).

Pengaruh Suhu Barrel

Penggunaan suhu barrel ekstruder merupakan parameter proses lainnya yang diamati. Budijanto et al.(2011) menggunakan kondisi suhu proses 85°C. Pengaruh suhu barrel terhadap karakteristik beras tiruan yang dihasilkan dapat dilihat pada (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Pengaruh suhu pemanasan terhadap karakteristik produk beras tiruan selama dan setelah proses ekstrusi, setelah proses pemasakan produk Suhu

(°C)

Hasil pengamatan secara visual

85  Selama proses ekstrusi: suhu barrel stabil, tidak terjadi puffing

 Setelah proses ekstrusi:diperoleh butiran granula beras, bentuk seragam, tidak mengembang, dan berwarna putih tidak transparan

 Setelah pemasakan: produk rapuh dan mudah patah

95  Selama proses ekstrusi: suhu barrel stabil, tidak terjadi puffing

 Setelah proses ekstrusi: diperoleh butiran beras, bentuk seragam, tidak mengembang, dan berwarna putih transparan

 Setelah pemasakan: produk masih menyerupai butiran sebagaimana beras dari padi

100  Selama proses ekstrusi: suhu barrel stabil, mulai terjadi puffing

 Setelah proses ekstrusi:diperoleh butiran beras, bentuk tidak seragam, beberapa butir mengembang, dan berwarna putih transparan

 Setelah pemasakan: produk masih menyerupai butiran dan sebagian mulai ada yang hancur

105  Selama proses ekstrusi: suhu barrel naik, terjadi puffing

 Setelah proses ekstrusi:diperoleh butiran beras saling menempel, bentuk tidak seragam, mengembang, dan berwarna putih

 Setelah pemasakan: produk hancur

Keterangan: Proses ekstrusi dilakukan pada kecepatan putaran ulir 168 rpm, penambahan air adonan 50%, dan konsentrasi GMS 2%.

Penggunaan suhu barrel diatas 100°C menyebabkan proses puffing yang menghasilkan produk ekstrusi yang mengembang dan menempel satu sama lain. Pada penggunaan suhu 85°C menyebabkan tidak puffing, namun demikian butiran masih berwarna putih pada bagian ujungnya dan warna tidak seragam, sehingga belum terjadi proses gelatinisasi sempurna. Penggunaan suhu 95°C menghasilkan butiran beras tiruan instan yang seragam, tidak gembung dan berwarna putih transparan.

Pada saat proses pemasakan, butiran beras yang diproses pada suhu barrel

85°C bersifat rapuh dan mudah patah. Hal ini dapat disebabkan oleh proses gelatinisasi pati yang belum sempurna. Penggunaan suhu barrel 95°C menghasilkan beras dengan mutu pemasakan yang baik dan tidak hancur. Beberapa peneliti menggunakan suhu ekstruder antara 30-150°C untuk membuat beras tiruan (Scelia et al. 1986; Wenger dan Huber 1988; Koide et al. 1999, Dupart dan Huber 2003; Ichikawa dan Chiharu 2007; Steiger 2010). Lebih lanjut, Koide et al. (1999) menyatakan bahwasannya pada suhu 80°C, derajat gelatinisasi sebesar 50-60% dan pada suhu 120°C derajat gelatinisasi meningkat menjadi 90%.

Pengaturan suhu barrel diharapkan dapat memperpendek waktu pemasakan. Pengaruh suhu barrel terhadap waktu pemasakan dapat dilihat pada Gambar 4.1. Penggunaan suhu barrel 85°C menghasilkan waktu pemasakan sekitar 6,5 menit, sedangkan penggunaan suhu barrel 100°C menghasilkan waktu pemasakan 5,5 menit. Hal ini menunjukkan bahwa suhu barrel yang meningkat berkontribusi dalam mempendek waktu pemasakan. Hal ini karena peningkatan suhu barrel

meningkatkan derajat gelatinisasi (Koide et al. 1999).

Gambar 4.1 Pengaruh suhu pemanasan barrel terhadap waktu pemasakan beras tiruan (pada kecepatan putaran ulir 168 rpm, penambahan air adonan 50%, GMS 2%)

Pengaruh Konsentrasi GMS

GMS merupakan plastisizer yang berfungsi untuk menurunkan friksi yang terjadi selama proses ekstrusi serta mengontrol absorpsi air oleh butiran beras tiruan (Mishra et al. 2012). GMS juga ditambahkan untuk mengendalikan beras tiruan agar tidak terlalu lengket baik selama maupun setelah proses ekstrusi. Pengaruh penambahan GMS terhadap karakteristik beras tiruan yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Pengaruh konsentrasi GMS terhadap karakteristik produk beras tiruan selama dan setelah proses ekstrusi, setelah proses pemasakan produk Konsentrasi

GMS (%) Hasil pengamatan secara diskriptif

0  Selama proses ekstrusi: suhu barrel naik, mulai terjadi puffing

 Setelah proses ekstrusi:bentuk produk ekstrusi, bentuk tidak seragam, megembang dan berwarna putih tidak transparan

 Setelah pemasakan: produk hancur

1  Selama proses ekstrusi: suhu barrel mulai naik, mulai terjadi

puffing

 Setelah proses ekstrusi: diperoleh butiran beras, bentuk tidak seragam, beberapa butir mengembang, dan berwarna putih transparan

 Setelah pemasakan: produk menyerupai butiran dan sebagian mulai ada yang hancur

2  Selama proses ekstrusi: suhu barrel stabil, tidak terjadi puffing

 Setelah proses ekstrusi:diperoleh butiran beras, bentuk seragam, tidak mengembang, dan berwarna putih transparan

 Setelah pemasakan: produk masih menyerupai butiran beras 3  Selama proses ekstrusi: suhu barrel stabil, tidak terjadi puffing

 Setelah proses ekstrusi:diperoleh butiran beras, bentuk seragam, tidak mengembang, dan berwarna putih transparan

 Setelah pemasakan: produk masih menyerupai butiran beras

Keterangan: Proses ekstrusi dilakukan pada kecepatan putaran ulir 168 rpm, penambahan air adonan 50%, dan suhu barrel 95°C.

Beras tiruan tanpa penambahan GMS mengakibatkan suhu barrel

meningkat dari 95°C menjadi 110°C yang berakibat terjadinya proses puffing dan produk ekstrusi yang dihasilkan mengembang. Pada penambahan GMS 1%, butiran berbentuk beras terbentuk, namun ada beberapa butiran yang masih mengembang. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Smith et al. (1985) bahwa plastisizer dapat memperbaiki tekstur, menurunkan daya adhesif dan memperbaiki bentuk produk akhir. Penambahan GMS 1% menghasilkan beras tiruan yang mengembang dan tidak seragam. Pada penambahan GMS 2%, beras tiruan yang dihasilkan utuh dan kompak. Penambahan GMS 3% menghasilkan butiran beras yang utuh dan kompak yang mirip penggunaan GMS 2%. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Budijanto et al. (2011) yang menggunakan konsentrasi GMS 2% pada pembuatan beras tiruan.

Pada penelitian lebih lanjut, dilakukan analisis pengaruh penambahan konsentrasi GMS terhadap waktu pemasakan yang hasillnya disajikan pada Gambar 4.2. Beras tiruan yang ditambah GMS 1% memiliki waktu pemasakan sekitar 5,1 menit, sedangkan yang ditambah GMS 3% memiliki waktu pemasakan sekitar 5,5 menit. Hal ini menunjukkan penambahan konsentrasi GMS yang semakin tinggi menyebabkan beras memerlukan waktu pemasakan yang semakin lama. Hal ini disebabkan GMS mengandung komponen hidrofobik, yang dapat menurunkan kemampuan untuk menyerap air (Mishra et al. 2012), yang pada akhirnya dapat meningkatkan waktu pemasakan. Lebih lanjut Ahza (1996), menjelaskan bahwa GMS mengandung komponen lemak. Lemak akan menentukan proses dan kondisi matriks produk yang dihasilkan. Demikian juga

bila lemak bersatu dengan ingredien lain berupa terbentuknya ikatan lemak-pati dan atau ikatan lemak-pati-protein, maka akan mempengaruhi proses puffing, yaitu menurunkan pengembangan produk (Mercier et al. 1975). Lemak juga dapat membentuk lapisan pada bagian luar granula pati dan sekaligus menghambat penetrasi air ke dalam butiran. Akibatnya penetrasi air menjadi lebih sedikit dan menghasilkan derajat gelatinisasi yang rendah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan waktu pemasakan. Kemampuan untuk menurunkan waktu pemasakan menjadi parameter penting, namun demikian harus diikuti dengan karakterisik pembentukan butiran yang baik dan seragam.

Gambar 4.2 Pengaruh konsentrasi GMS terhadap waktu pemasakan (pada suhu

barrel ekstruder 95°C, kecepatan putaran ulir 168 rpm, penambahan air adonan 50%)

Pengaruh Waktu Pengukusan Setelah Proses Ekstrusi

Salah satu cara untuk meningkatkan derajat gelatinisasi dan menurunkan waktu pemasakan, adalah dengan proses pengukusan setelah tahap ekstrusi. Lama waktu pengukusan setelah proses ekstrusi, dapat mempengaruhi pembentukan butiran beras tiruam instan sebagaimana tertera pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Pengaruh waktu pengukusan setelah proses ekstrusi terhadap karakteristik produk beras tiruan selama dan setelah proses ekstrusi, dan setelah proses pemasakan produk

Waktu Pegukusan

(Menit)

Hasil pengamatan secara diskriptif

0  Setelah proses pengukusan :bentuk butiran beras, bentuk seragam, tidak gembung dan berwarna putih transparan

 Setelah pemasakan: produk berbentuk butiran beras

1  Setelah proses pengukusan:bentuk butiran beras, bentuk seragam, tidak gembung dan berwarna putih transparan

 Setelah pemasakan: produk berbentuk butiran beras

3  Setelah proses pengukusan:bentuk butiran beras, bentuk seragam, tidak gembung dan berwarna putih transparan

 Setelah pemasakan: produk berbentuk butiran beras

6  Setelah proses pengukusan:bentuk butiran beras, bentuk mulai tidak seragam, mulai gembung dan berwarna putih transparan

 Setelah pemasakan: produk mudah hancur

Keterangan: Proses ekstrusi dilakukan pada kecepatan putaran ulir 168 rpm, penambahan air adonan 50%,suhu barrel 95°C, dan konsentrasi GMS 2%

Proses pengukusan mempengaruhi mutu granula butiran beras yang dihasilkan. Proses pemasakan atau pengukusan dapat digunakan untuk proses pembuatan beras instan (Prasert dan Suwannaporn 2009). Menurut Sozer (2009), proses pengukusan dapat meningkatkan derajat gelatinisasi produk pasta beras yang disuplementasi dengan protein dan gum.

Proses pengukusan selama 1-3 menit menghasilkan mutu butiran yang masih menyerupai butiran beras berbentuk oval dengan bagian ujung berbentuk lancip. Proses pengukusan selama 6 menit setelah ekstrusi menghasilkan butiran yang mulai mengembang dan tidak seragam yang disebabkan oleh uap air yang masuk secara berlebihan. Bentuk butiran tersebut mempengaruhi mutu bentuk butiran setelah pemasakan, dimana pengukusan 6 menit setelah ekstrusi butiran mudah hancur. Tanpa pengukusan dan pengukusan sampai dengan 3 menit menghasilkan mutu butiran yang menyerupai nasi dari beras padi yang tidak mudah hancur.

Pengaruh waktu pengukusan terhadap waktu pemasakan dapat dilihat pada Gambar 4.3. Dengan meningkatnya waktu pengukusan, waktu pemasakan dapat diperpendek. Tanpa kombinasi pengukusan diperoleh waktu pemasakan sekitar 5,4 menit dan dengan adanya proses pengukusan diperoleh waktu pemasakan sekitar 5,1 menit. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sozer (2009), yaitu peningkatan waktu pengukusan berkorelasi dengan peningkatan derajat gelatinisasi dan pemendekan waktu pemasakan.

Gambar 4.3 Pengaruh waktu pengukusan setelah proses ekstrusi terhadap waktu pemasakan (pada suhu barrel ekstruder 95°C, kecepatan putaran ulir 168 rpm, penambahan air adonan 50%, GMS 2%)

SIMPULAN

Parameter proses kritis yang mempengaruhi karakteristik beras tiruan instan dari tepung jagung adalah jumlah air yang ditambahkan, konsentrasi GMS, suhu

barrel, kecepatan putaran ulir, dan waktu pemasakan setelah proses ekstrusi. Penambahan air terutama berpengaruh pada pembentukan butiran beras, yaitu penambahan air adonan yang terlalu sedikit menyebabkan terjadinya pengembangan yang berlebihan, sedangkan penambahan air yang terlalu banyak menyebabkan produk menjadi lengket dan mudah hancur. Kecepatan putaran ulir dan konsentrasi GMS mempengaruhi pembentukan butiran beras tiruan instan. Parameter suhu barrel dan proses pengukusan setelah ekstrusi dari beras tiruan yang dihasilkan terutama membantu dalam memperpendek waktu pemasakan,

sehingga dapat digunakan untuk parameter optimasi untuk menghasilkan kriteria beras instan.

Berdasarkan pada hasil identifikasi paramater kritis di atas, maka beras tiruan instan yang memenuhi kriteria yang diinginkan dapat dilakukan dengan penambahan air ke dalam adonan sebanyak 50%, kecepatan putaran ulir 168 rpm dan konsentrasi GMS 2%. Optimasi proses dapat dilakukan pada tahapan selanjutnya dengan menggunakan suhu barrel pada rentang 90-100°C dan waktu pengukusan setelah proses ekstrusi pada rentang 1-5 menit untuk menghasilkan beras tiruan instan yang optimal.