• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Value for Money

Dalam dokumen prefs guidelines juni2017 rev1 (Halaman 68-73)

Untuk mengevaluasi skema KPBU yang diusulkan terkait kriteria value for money, maka PJPK perlu melakukan analisis apakah proyek akan menghasilkan manfaat yang lebih besar apabila dilaksanakan dengan skema KPBU dibanding apabila dilaksanakan dengan skema proyek konvensional oleh Pemerintah. Ada dua cara pendekatan untuk mengevaluasi aspek value for money ini.

E.1. Komparator Sektor Publik

Pendekatan komparator sektor publik akan menilai apakah opsi KPBU menghasilkan manfaat yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara investasi publik yang konvensional. Langkah-langkah dasarnya adalah untuk:

§ Menetapkan skema KPBU dan Sektor Publik dalam melaksanakan proyek;

§ Membuat model untuk kedua skema tersebut ;

§ Membandingkan manfaat ekonomi yang dihasilkan dari dua skema pelaksanaan proyek sebagaimana dimaksud di atas, lalu melihat mana yang memberikan manfaat terbesar.

E.1.1. Menetapkan dua skema pelaksanaan: Komparator Pasar dan Komparator Sektor Publik

PJPK akan menguraikan cara dari masing-masing skema proyek tersebut akan dilaksanakan:

§ Komparator Pasar (MC)—bagaimana proyek akan dilaksanakan dengan menggunakan struktur KPBU yang diusulkan

§ Komparator Sektor Publik (PSC)—bagaimana proyek akan dilaksanakan apabila dikerjakan sebagai proyek publik yang konvensional. PJPK perlu memperkirakan, mengembangkan dan menjelaskan bagaimana proyek akan dilaksanakan melalui prosedur pengadaan dan pembiayaan publik yang konvensional yang realistis, dapat dilaksanakan dan dirancang dengan baik.

Dalam membandingkan keduanya, karakteristik dasar proyek dalam hal fasilitas yang ditawarkan, serta kualitas dan kuantitas dari hasil/keluaran adalah sama untuk masing-masing opsi yang dimaksud. Yang membedakan adalah bagaimana karakteristik dasar proyek tersebut akan diimplementasikan oleh setiap opsi– dari segi pengadaan dan manfaat yang akan dihasilkan bagi masyarakat.

E.1.2. Membuat model untuk kedua skema yang dimaksud

Setelah kedua skema tersebut telah ditetapkan dan dijabarkan secara tertulis, maka PJPK diharapkan menyusun suatu model Excel untuk masing-masing opsi sebagai perbandingan. Tujuan dari pembuatan model dimaksud adalah untuk menelusuri dan mengidentifikasi secara sistematis perbedaan-perbedaan terkait besaran biaya, waktu penyelesaian, penerimaan/revenue, kuantitas dan kualitas jasa dari kedua skema tersebut apabila dilaksanaan. Dari perbandingan antar kedua skema tersebut akan terlihat manfaat umum dalam nilai nominal yang diperkirakan dari masing-masing opsi Analisis komparasi ini pada dasarnya merupakan cara untuk mengetahui bagaimana kedua opsi tersebut berbeda di dalam pelaksanaannya. Pendekatan umumnya adalah mengidentifikasi setiap fungsi dan aspek utama dalam proyek, serta mempertimbangkan, berdasarkan logika dan bukti empiris yang terjadi di Indonesia dan luar negeri, apakah terdapat perbedaan antara kedua skema pelaksanaan tersebut. Beberapa topik dan pertanyaan yang dapat digunakan dalam melakukan analisis ini mencakup hal-hal sebagai berikut:

§ Belanja modal—apakah belanja modal yang terjadi akan berbeda di antara kedua opsi tersebut? Beberapa contoh kasus pada beberapa proyek-proyek di luar negeri seperti di Australia dan Inggris menunjukkan bahwa ‘cost overruns’ (kenaikan biaya-biaya) pada proyek-proyek KPBU cenderung lebih kecil dibandingkan dengan proyek-proyek yang dilaksanakan secara konvensional2. Pengalaman di Indonesia tentang cost overruns pada proyek-proyek sejenis di sektor publik juga harus dipertimbangkan. Perlu dikaji apakah ada alasan mendasar untuk meyakini bahwa skema KPBU kecil kemungkinannya atau lebih besar kemungkinannya untuk mengalami over budget?

§ Waktu Pelaksanaan—pengalaman di negara lain, seperti Australia dan Inggris menunjukkan bahwa proyek-proyek KPBU dapat diselesaikan secara lebih cepat, dengan time overruns yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan pelaksanaan secara konvensional. PJPK sedapat mungkin

untuk bisa me-review pengalaman terkait waktu penyelesaian proyek-proyek di Indonesia serta di luar negeri berdasarkan kedua jenis skema pelaksanaan yang dimaksud.

§ Biaya Operasional—Perlu ditulusuri apakah ada alasan untuk menganggap bahwa biaya operasional akan menjadi lebih besar atau lebih kecil jika menggunakan skema Publik atau skema Swasta? PJPK harus mempertimbangkan bukti-bukti terkait tingkat efisiensi biaya tenaga kerja antara skema publik dan skema swasta, besaran gaji serta informasi terkait biaya-biaya lainnya. Apakah perusahaan swasta akan mau melakukan inovasi sedemikian rupa sehingga mampu menekan biaya operasional?

§ Biaya pemeliharaan dan kondisi aset—Apakah ada alasan untuk beranggapan bahwa besaran biaya pemeliharaan akan berbeda di antara kedua skema tersebut? Dan lebih penting lagi, pada skema yang manakah biaya maintenance akan lebih efektif dan kondisi aset lebih bisa dijaga?

§ Kualitas Hasil—Apakah ada alasan yang beranggapan bahwa baik skema publik maupun skema swasta keduanya sama-sama dapat memberikan produk jasa yang lebih baik atau lebih rendah kualitasnya dibandingkan dengan yang digambarkan pada rencana proyek dan spesifikasinya?

§ Beban Pembiayaan—apa bedanya dari segi beban pembiayaan di antara kedua skema tersebut di atas? Laba seperti apakah yang diinginkan oleh pihak swasta (yang dihitung sebagai rata-rata tertimbang dari nilai pengembalian atas ekuitas, atau RoE, yang diminta dan suku bunga atas utang)? Berapa besaran biaya atas dana yang harus ditanggung pemerintah? Nilai lebih apa yang harus ditambahkan pada biaya atas dana tersebut sehingga mencerminkan beban tanggungan risiko pemerintah dalam proyek ini?

§ Pajak—pajak-pajak apa sajakah yang harus dibayar terkait dengan proyek berdasarkan kedua skema dimaksud?

§ Ketersediaan fasilitas pembiayaan—apakah fasilitas pembiayaan akan tersedia pada kedua opsi tersebut? Jika untuk suatu mode tertentu tidak akan tersedia fasilitas pembiayaan atau terjadi keterlambatan penyediaan pembiayaan, apakah hal tersebut akan menyebabkan proyek mustahil untuk dilaksanakan atau apakah akan menyebabkan mundurnya waktu penyelesaian, dibandingkan dengan menggunakan mode satunya di mana akan tersedia fasilitas pembiayaannya?

Perbedaan di antara kedua skema pelaksanaan tersebut harus dimasukkan ke dalam model-model keuangan untuk proyek dimaksud untuk masing-masing cara pendekatan. Model-model keuangan tersebut harus dapat memberikan besaran estimasi tentang beban keuangan, penerimaan dan, dengan demikian, kinerja investasi, berdasarkan kedua jenis skema dimaksud.

E.1.3. Menetapkan apakah Komparator Pasar atau Komparator Sektor Publik yang akan memberikan nilai nominal manfaat ekonomi yang lebih besar

Dalam beberapa kasus, biaya dan manfaat ekonomi adalah sama dengan biaya dan manfaat keuangan. Jika dianggap demikian, maka skema yang menawarkan NPV (nilai kini netto) yang lebih besar lah yang akan memberikan value for money yang lebih besar.

Kekurangan dari analisis VFM yang menggunakan PSC (komparator sektor publik) adalah bahwa metode ini hanya efektif apabila data untuk mengembangkan komparator sektor publik tersedia. Tanpa adanya proyek yang bisa dijadikan sebagai referensi untuk sektor publik, maka hipotesisnya tidak akan tepat. Cara pendekatan lainnya untuk mengevaluasi value for money adalah dengan mengukur alokasi risiko dan insentif untuk melaksanakan proyek.

E.2. Penilaian VfM Cara Cepat (Rapid VfM Appraisal)

KPBU baru akan menunjukkan VfM apabila pihak swasta diberikan alokasi dan insentif untuk mengelola risiko- risiko utama proyek yang mampu menghasilkan nilai ekonomis yang lebih baik dibandingkan dengan sektor publik. Oleh karena itu, apabila ini terjadi PJPK harus bersedia untuk berpaling dari model komparator sektor publik dan memfokuskan diri pada pemahaman bahwa sektor swasta memiliki insentif yang lebih untuk dapat melaksanakan proyek secara lebih baik dibandingkan dengan sektor publik. Ada lima tahapan dalam analisis ini, sebagaimana diuraikan dalam Gambar E.1 di bawah ini.

Gambar E.1.: Penilaian VfM Cara Cepat

E.2.1 Hasil Ekonomi (Economic Outcomes) Yang Diharapkan

Di dalam konsep VfM, pihak swasta memiliki kemampuan untuk mengontrol komponen biaya dan manfaat pokok (key costsand benefits) yang dapat menghasilkan nilai ekonomi yang diinginkan pada suau proyek KPBU. Suatu proyek bisa saja akan menghasilkan berbagai macam manfaat serta menimbulkan berbagai macam biaya ekonomi, namun kelayakan dari proyek itu secara umum ditentukan oleh beberapa hal pokok saja. Biaya dan manfaat pokok dimaksud harus dapat diidentifikasi pada bagian economic appraisal.

Biaya pokok adalah biaya-biaya yang paling signifikan selama masa hidup proyek. Biaya-biaya tersebut cukup mudah untuk diidentifikasi, dan dalam beberapa kasus bahkan akan nampak jelas tanpa kita harus melihat model ekonominya. Misalnya, pembuatan terowongan sudah pasti menjadi satu komponen biaya pokok dalam proyek jalur kereta api perkotaan, dan biaya operasi sudah pasti akan menjadi satu komponen biaya pokok untuk proyek rumah sakit KPBU. Meskipun jika komponen biaya pokok ini tidak nampak jelas pada saat dimulainya appraisal, pengaruh dari biaya pokok ini akan dengan mudah teridentifikasi dengan cara membandingkan NPV dari semua kategori biaya ekonomi, dan kemudian mencari komponen mana yang paling signifikan.

Manfaat pokok adalah manfaat-manfaat yang secara langsung mengarah kepada pencapaian tujuan dari pengadaan proyek. Misalnya, jika suatu proyek transportasi publik bertujuan untuk mengurangi kemacetan lalin, maka para komuter akan dapat secara langsung merasakan manfaatnya berupa waktu perjalanan yang lebih cepat. Manfaat sekunder yang mengikuti manfaat pokok tidak perlu untuk dipertimbangkan. Misalnya, kecuali jika waktu perjalanan bisa dipercepat, maka tidak cukup berguna untuk membahas manfaat non pokok seperti berkurangnya polusi dan kumpulan dari manfaat-manfaat seperti itu tidak akan bisa diperoleh.

E.2.2 Risiko-risiko Utama

Ada serangkaian risiko-risiko yang dapat berpengaruh kepada proyek, namun hanya beberapa saja yang akan memberikan dampak yang signifikan terhadap biaya dan manfaat pokok. Oleh karena itu, langkah berikutnya dalam apraisal adalah mengidentifikasi risiko-risiko pokok yang akan berdampak langsung pada hasil keluaran ekonomi yang dapat menyebabkan bertambahnya biaya dan/atau berkurangnya manfaat proyek.

Suatu cara pendekatan tiga-langkah sederhana yang dapat diaplikasikan dalam melaksanakan analisis ini adalah sebagai berikut:

§ Membuat daftar biaya dan manfaat pokok yang telah diidentifikasi pada langkah sebelumnya.

§ Mengidentifikasi kejadian-kejadian risiko yang akan berdampak kepada biaya dan manfaat pokok. Langkah awal yang bisa dilakukan adalah pembuatan matriks alokasi risiko. Namun

menjadikannya rentan terhadap risiko-risiko tertentu yang berbeda dengan skema KPBU tradisional.

§ Memahami dampak ekonomi dari terjadinya suatu risiko. Apakah ada kemungkinan yang sangat besar bahwa proyek ini tidak akan berhasil mencapai tujuannya? Atau apakah proyek hanya akan membawa ke munculnya biaya-biaya tambahan atau diperolehnya manfaat yang lebih kecil dari harapan?

E.2.3 Alokasi Risiko

Suatu proyek hanya akan menghasilkan VfM yang efektif di mana pihak swasta memiliki tanggung jawab atas dan memiliki kemampuan untuk menekan dampak dari risiko-risiko utama proyek. Oleh karena itu, PJPK di dalam kajian prastudi kelayakan perlu mengidentifikasi risiko-risiko yang nantinya harus ditanggung oleh swasta. Apakah pihak swasta akan mampu untuk mengelola risiko-risiko yang mempunyai senstivitas perubahan atas biaya-biaya dan atau manfaat pokok proyek?

Untuk menyelesaikan analisis ini, PJPK harus memulai dengan menganalisis risiko-risiko yang dialokasikan kepada swasta dalam matriks alokasi risiko pada kajian prastudi kelayakan. Setelah itu perlu dipikirkan secara kritis tentang risiko-risiko manakah yang betul-betul akan ditransfer. Ada kasus-kasus di mana proyek dengan disain yang buruk menghasilkan transfer risiko yang tidak efektif, misalnya:

§ Risiko-risiko berbasis volume tidak akan dapat ditransfer secara efektif kecuali apabila hasil keluaran (output) telah ditetapkan secara jelas dan diukur, dan kontribusi dari kuesioner bisa didapatkan.

§ Risiko-risiko yang berbasis biaya operasional tidak akan dapat ditransfer secara efektif kecuali apabila telah ada pembagian jawab yang jelas tentang tanggung jawab antara pemilik proyek infrastruktur yang baru dan pemilik proyek dari kontrak eksisting.

E.2.4 Insentif terhadap Penglolaan Risiko

Hanya karena suatu risiko tertentu telah dialokasikan ke swasta, bukan menjadi jaminan bahwa risiko tersebut akan dapat dikelola secara efektif, kecuali jika ada insentif yang sangat kuat untuk melakukannya. Jika pihak swasta tidak diberikan insentif yang memadai, maka profil risiko proyek secara umum justru malah akan bertambah. Oleh karena itu, hanya dengan adanya insentif untuk pihak swasta akan terelealisasinya tata kelola risiko yang lebih baik dari pihak pemerintah. Untuk memahami apakah penting bagi pihak swasta untuk mengelola risiko, maka kita perlu memperhatikan sisi upside and downside dari suatu manajemen risiko.

§ Keuntungan apa yang bisa dihasilkan dengan mengelola risiko? Ada berbagai macam opsi remunerasi yang dapat memancing pelaksanaan jasa-jasa yang pada dasarnya adalah komponen

upside dari manajemen risiko yang efektif. Contoh-contohnya termasuk pembayaran

farebox/tariff, pembayaran untuk ketersediaan, pembayaran untuk output, dana dukungan kelayakan (VGF) dan pembayaran atas kinerja. Masing-masing contoh tersebut secara khas memancing pihak swasta untuk berusaha agar proyek mencapai hasil keluaran yang diinginkan.

§ Apa konsekuensinya apabila risiko tidak dikelola, dan bagaimana perbandingannya dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengelola risiko tersebut? Pihak swasta kemungkinan tidak akan mau mengelola kejadian-kejadian risiko kecuali dampak risiko akan mempengaruhi tingkat keuntungannya. Oleh karena itu, pihak swasta hanya akan mau mengelola risiko apabila biaya untuk mengelola risiko lebih kecil dari biaya yang muncul saat kejadian risiko.

Meskipun jika pihak swasta telah diberikan insentif untuk mengelola risiko, namun penting juga untuk menentukan apakah pihak swasta mampu mengelola risiko secara lebih baik dibandingkan pemerintah. Untuk mengetahui hal ini, perlu dipertimbangkan apakah sektor publik memiliki akses untuk mendapatkan insentif yang serupa atau lebih baik.

E.2.5 Biaya PSC

PJPK perlu me-review asumsi-asumsi yang digunakan untuk mengembangkan PSC untuk melihat apakah ia konsisten dengan analisis yang telah dilakukan pada tahapan sebelumnya. Nilai yang muncul dari risiko yang dapat ditransfer menjadi unsur penting dalam analisis ini, karena sering kali digunakan untuk membuktikan aspek ‘value for money’ sebuah proyek. Nilai dari transfer risiko seperti dimaksud sulit untuk diukur atau divalidasi. Oleh karena itu, setiap asumsi yang melatarbelakangi model-model VfM yang diajukan perlu untuk ditelaah secara kritis dalam konteks analisis risiko sebagaimana dimaksud di atas.

Misalnya, beberapa manfaat transfer risiko yang paling sering disebut mencakup perbaikan- perbaikan dalam tingkat efisiensi operasional serta terhindarnya kenaikan biaya konstruksi:

§ Efesiensi operasional dapat meningkat dengan skema KPBU, namun hanya apabila pihak swasta/pemegang konsesi diberikan insentif untuk mengendalikan biaya-biaya operasional mereka, dan/atau untuk memberikan jasa yang lebih besar dibandingkan PSC.

§ Risiko kenaikan biaya konstruksi tidak bisa dikendalikan dengan KPBU. Dalam proses pengadaan sektor publik yang konvensional, kenaikan-kenaikan biaya konstruksi akan bisa dikendalikan dengan kontrak EPC (teknik, pengadaan dan konstruksi) yang kompetitif.

E.2.6 Kesimpulan

Jika pihak swasta diberikan alokasi risiko-risiko proyek pokok dan jika mereka dberikan insentif untuk mengelola risiko-risiko dimaksud secara lebih baik dari sektor publik, maka proyek wajar akan dapat menghasilkan ‘value for money (VfM)’. Sebaliknya, proyek mungkin harus direstrukturisasi atas dasar prinsip-prinsip VfM. Apabila setelah direstrukturisasi ternyata KPBU tetap gagal menghasilkan VfM, maka dianggap wajar untuk berasumsi bahwa pelaksanaan proyek dengan skema KPBU tidak cocok diterapkan pada proyek yang dimaksud.

Lampiran F

Dalam dokumen prefs guidelines juni2017 rev1 (Halaman 68-73)

Dokumen terkait