• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

2. Komponen Pertumbuhan Proporsional

3.4.3.2. Analitycal Hierarchy Process (AHP)

Weakness (W) Daftar Kelemahan 1... 2... 3... Oppurtunities (O) Daftar Peluang 1... 2... 3... Strategi SO

Buat strategi disini yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.

Strategi WO

Buat strategi disini yang memanfaatkan peluang untuk mengatasi kelemahan Threats (T) Daftar Ancaman 1... 2... 3... Strategi ST

Buat strategi disini yang menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman.

Strategi WT

Buat strategi disini yang meminimalkan

kelemahan dan menghindari ancaman.

Sumber : David (2004)

Terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu : 1. Tentukan faktor-faktor peluang eksternal daerah.

2. Tentukan faktor-faktor ancaman eksternal daerah. 3. Tentukan faktor-faktor kekuatan internal daerah. 4. Tentukan faktor-faktor kelemahan internal daerah.

5. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi SO.

6. Sesuaikan kelemahan dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi WO.

7. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi ST.

8. Sesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi WT.

3.4.3.2. Analitycal Hierarchy Process (AHP)

Faktor Strategis Internal Faktor Strategis

Analitycal Hierarchy Process (AHP) merupakan metode analisis data

yang digunakan untuk mengidentifikasi strategi pembangunan kawasan Kabupaten Karimun. AHP adalah suatu metode pengambilan keputusan yang sederhana dan fleksibel, ditujukan untuk membuat model permasalahan yang tidak terstruktur dan sering digunakan untuk memecahkan masalah yang memerlukan pendapat (Saaty, 1993)

Terdapat tiga prinsip dalam metode yang digunakan dalam memecahkan permasalahan dengan analisis logika eksplisit (Saaty,1993) yaitu:

1. Prinsip Menyusun Hierarki

Dalam menyusun hierarki, organisasi atau lembaga pemerintah berusaha untuk menggambarkan dan menguraikan realitas secara hierarki. Untuk memperoleh pengetahuan secara rinci, realitas yang kompleks disusun ke dalam bagian yang menjadi elemen pokoknya dan kemudian bagian ini dimasukkan ke dalam bagiannya lagi dan seterusnya secara hierarki. Dengan kata lain persoalan yang kompleks dipecahkan menjadi unsur-unsur yang terpisah.

2. Prinsip Menetapkan Prioritas

Penetapan Prioritas yang dimaksudkan adalah peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya.

3. Prinsip Konsistensi Logis

Konsistensi logis adalah menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis.

Sedangkan kerangka kerja AHP terdiri dari delapan langkah utama (Saaty, 1993). Penjelasan dari tiap langkah adalah sebagai berikut:

15 Hal yang perlu dicermati pada langkah ini adalah penguasaan terhadap masalah yang diteliti. Karena hal ini akan memiliki penguasaan terhadap pembentukan struktur hierarki analisis. Fokus yang harus diperhatikan adalah pemilihan tujuan, kriteria dan elemen-elemen yang menyusun hierarki.

2. Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh. Penyusunan hierarki hanya ada satu elemen yaitu fokus sasaran yang sifatnya luas. Sedangkan dibawahnya dapat terdiri dari beberapa kelompok elemen homogen yang dapat dibandingkan dengan kelompok elemen yang berada pada tingkat sebelumnya. Tingkat 1 Tingkat 2 … … Tingkat 3 … … Tingkat 4 … … Tingkat 5 … …

Gambar 2. Abstraksi Sistem Hierarki Keputusan

3. Menyusun matriks banding berpasangan. G F1 A1 O1 S1 F2 A2 O2 S2 Sn On An Fn

Penyusunan matriks ini merupakan dasar untuk melakukan pembandingan berpasangan antar elemen terkait yang ada pada hierarki di bawahnya. Pembandingan pertama dilakukan pada elemen tingkat kedua pada hierarki terhadap fokus yang ada di puncak hierarki.

4. Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil perbandingan berpasangan antar elemen pada langkah ketiga.

Pertimbangan yang dilakukan disusun berdasarkan matriks berpasangan yang telah dibuat. Hal ini dilakukan dengan membandingkan tiap elemen pada kolom ke-i dengan elemen pada baris ke-j untuk mendapatkan nilai dominasi antara satu elemen terhadap elemen pada suatu tingkat di atasnya. Pengisian matriks banding berpasangan menggunakan skala banding berpasangan seperti berikut :

Tabel 4. Nilai Skala Banding Berpasangan

Intensitas Pentingnya Definisi Penjelasan 1 3 5 7 9 2,4,6,8

Kedua elemen sama pentingnya. Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya.

Elemen yang satu sangat penting daripada elemen yang lainnya. Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya. Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen yang lainnya.

Nilai-nilai antara diantara dua pertimbangan yang berdekatan.

Dua elemen menyumbang sama besar pada sifat tersebut.

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainya.

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas yang lainya.

Satu elemen dengan kuat disokong dan dominasinya telah terlihat dalam praktek.

Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan yang tertinggi yang mungkin menguatkan.

Kompromi diperlukan dua pertimbangan.

Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka (x) jika dibandingkan dengan aktivitas j, maka memiliki nilai kebalikannya (1/x).

17 5. Memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan sepanjang diagonal

utama.

Angka 1 sampai 9 digunakan bila Fi lebih mempengaruhi atau mendominasi sifat fokus puncak hierarki dibandingkan dengan Fj, maka digunakan angka kebalikan.

6. Melaksanakan langkah 3, 4 dan 5 untuk semua tingkat dan gugusan dalam hierarki tersebut. Pembandingan dilanjutkan untuk semua elemen pada setiap tingkat keputusan yang terdapat pada hierarki, berkenaan dengan kriteria elemen di atas.

7. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas. Menggunakan komposisi secara hierarki untuk membobotkan vektor-vektor prioritas dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya dan seterusnya.

Pengolahan matriks pendapat terdiri dari dua tahap, yaitu pengolahan horizontal dan pengolahan vertikal.

Pengolahan horizontal terdiri dua bagian yaitu penentuan vektor prioritas (eigen vektor), uji konsistensi dan revisi pendapat bila dibutuhkan yakni jika rasio

inkonsistensinya masih tinggi. a. Penentuan Vektor Prioritas

Langkah-langkah yang dilakukan pada penentuan vektor prioritas adalah sebagai berikut:

• Menjumlahkan setiap elemen dalam masing-masing kolom Matriks Banding Berpasangan yang terisi untuk mendapatkan vektor baris Vi.

• Matriks Banding Berpasangan yang ada dinormalisasi dengan cara membagi setiap elemen matrik pada kolom dengan elemen vekor baris Vi pada kolom yang sama, sehingga akan diperoleh matriks baru yang telah dinormalisasi Nij.

• Elemen-elemen matriks normalisasi Nij yang berada dalam satu baris dijumlahkan, lalu diperoleh kolom vektor Dj.

• Matrik masing-masing elemen pada vektor kolom ke Dj dengan jumlah baris Matrik Banding atau jumlah kolomnya untuk memperoleh eigen vektor Ei bagi setiap komponen yang dibandingkan dalam Matriks

Berpasangan tersebut.

• Pengolahan Matriks Banding Berpasangan hingga langkah ini memberikan hasil bahwa vektor bagi Ai adalah e1 hingga seterusnya An adalah en . b. Uji Konsistensi

Rasio konsistensi suatu Matriks Banding Berpasangan dapat didapatkan dengan lebih dahulu mencari nilai eigen value (λ maks) serta menentukan indeks rasio konsistensinya.

• Penentuan Eign Value VA = a xVP n j ij

=1 VB = i Ai VP V λ maks =

= n i Bi n V x 1 1

19 CI = 1 − − n n Xmaks

• Perhitungan Consistency Ratio (CR) CR =

RI CI

Consistency Ratio (CR) diperoleh dengan membagi CI dengan suatu

Indeks Random (RI) tertentu. Indeks ini menyatakan rata-rata konsistensi dari suatu matriks pembandingan acak berukuran n (n = ordo matriks) yang diperoleh dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory. Hasil eksperimen

menunjukkan bahwa semakin besar ordo matriks pembandingan maka semakin tinggi pula tingkat konsistensinya yang ditunjukkan oleh nilai RI yang semakin besar. Nilai CR yang lebih kecil atau sama dengan 0,1 merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini dikarenakan CR merupakan tolak ukur bagi konsisten atau tidaknya suatu hasil perbandingan berpasangan dalam suatu matriks pendapat (Saaty, 1993).

Tabel 5. Daftar Nilai Random Indeks

Ordo Matriks (n) Indeks Random (RI)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 0 0 0,5 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,19 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59 Sumber: Saaty (1993)

Tujuan pengolahan vertikal adalah mendapatkan suatu prioritas pengaruh setiap elemen pada level tertentu dalam suatu hierarki terhadap fokus atau tujuan utamanya. Hasil akhir pengolahan vertikal adalah mendapatkan suatu bobot prioritas setiap elemen pada level terakhir dalam suatu hierarki terhadap sasarannya. Prioritas-prioritas yang diperoleh dalam penglohan horizontal sebelumya disebut sebagai prioritas lokal, karena hanya berkenaan dengan sebuah kriteria pembanding yang merupakan elemen-elemen level atasnya. Apabila Xij didefinisikan sebagai nilai prioritas pengeruh elemen ke-j pada level ke-i dari suatu hierarki terhadap fokusnya, maka diformulasikan sebagai berikut:

Cvij =

(CHij(t,i1)xVWt(i1) Keterangan:

Cvij : nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat hierarki keputusan ke-i terhadap fokus.

Chij(t,i-1) : nilai prioritas pengaruh ke-j pada tingkat hierarki ke-i terhadap elemen ke-t pada tingkat hierarki di atasnya (i-1) yang diperoleh dari hasil pengolahan horizontal.

VWt(i-1) : nilai prioritas pengaruh ke-t pada tingkat hierarki ke-(i-1) terhadap fokus atau sasaran uatama yang didapatkan dari hasil pengolahan vertikal.

i, j, t : 1, 2, 3,..., n

8. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hierarki.

Pada pengisian judgment pada tahap MPB (Matriks Perbandingan

Berpasangan) terdapat kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam membandingkan elemen satu dengan elemen yang lainnya sehingga diperlukan uji

21 konsistensi. Dalam AHP penyimpangan yang diperbolehkan dengan toleransi CR (Rasio Konsistensi) di bawah 10 persen. Langkah ini dilakukan dengan mengalikan setiap indeks dengan prioritas-prioritas kriteria yang bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil kali ini dibagi dengan persyaratan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Untuk memperoleh hasil yang baik, rasio inkonsistensi hierarki bernilai kurang dari atau sama dengan 10 persen.

CR diperoleh setelah matriks diolah secara horizontal dengan menggunakan program komputer Expert Choice 2000. Apabila nilai CR lebih

besar dari 10 persen, maka kualitas informasi perlu ditinjau kembali dan diperbaiki.