• Tidak ada hasil yang ditemukan

Angkatan Darat

Dalam dokumen BANGSAWAN SERDANG DALAM REVOLUSI INDONES (Halaman 100-115)

DI SUMATERA TIMUR

4.2 Bangsawan Revolusioner

4.3.1 Angkatan Darat

Dengan diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia , suatu bangsa telah ada dan bangsa itu merupakan bagian dari dunia ini. Inilah kiranya awal baru bangsa Indonesia ; bangsa yang hanya mempunyai rakyat tetapi belum menjadi suatu negara yang harus memenuhi syarat - syarat seperti adanya wilayah / daerah , pemerintahan yang berdaulat , dan alat pertahanan dan keamanan negara. Berbeda dari kebanyakan angkatan bersenjata lain di dunia ketiga ; tentara nasional Indonesia ( TNI ) terutama angkatan daratnya , merupakan salah satu dari sedikit angkatan bersenjata yang dilahirkan sebagai pasukan pembebasan nasional. Hal ini meerupakan konsekwensi dari keadaan - keadaan istimewa yang terjadi di Indonesia. Setelah lebih dari tiga abad kolonialisme Belanda ; Indonesia di jajah oleh Jepang dari Maret 1942 sampai dengan Agustus 1945 ; sebagian rakyat Indonesia mengalami penderitaan , terutama ada juga keuntungan - keuntungan yang di dapat selama terjadinya proses penjajahan tersebut.

Secara militer pihak Jepang juga sangat berperan dalam mempengaruhi arah masa depan politik dan masa depan TNI pada umumnya dan angkatan darat pada khusunya. Hal ini tercermin dari upaya - upaya Jepang dalam menciptakan berbagai organisasi di negara ini selama masa peralihan pemerintahan.

Dalam kebanyakan masyarakat Barat peran militer pada dasarnya adalah untuk mendukung aspirasi politik masyarakat di bawah kepemimpinan sipil. Ketika militer "menyimpang" dari perannya sebagai pendukung kepemimpinan sipil ia dianggap telah melakukan intervensi politik. Karena itu campur tangan militer pada dasarnya dipandang secara negatif dan militer dituduh melakukan petualangan dimana sama sekali ia tidak berhak. Kekhawatiran terhadap campur tangan militer berhubungan dengan asumsi bahwa tindakan ilegal telah dilakukan.

Asal usul TNI pada umumnya dan angkatan darat pada khususnya amat menetukan pembentukan pandangan tentang peran dan tempatnya dalam masyarakat. Angkatan darat merupakan angkatan bersenjata ciptaan kolonial Belanda dan warisan pemerintahan militer Jepang dan sejauh itu angkatan darat melihat dirinya berada diatas politik dan proses - proses politik.

Yang lebih penting ; empat perkembnagan yang mempengaruhi persepsi diri dan norma perilaku angkatan darat sebagai bagian daripada TNI ; pertama : fakta bahwa angkatan darat merupakan ciptaan dari kolonial Belanda ( KNIL ) dan warisan pemerintah militer Jepang menandakan dirinya sebagai pihak yang memiliki hak yang sama bahkan lebih besar dengan kekuatan - kekuatan lain dalam negara ini untuk ikut menentukan jalannya masyarakat. Sebagaimana telah berulang kali dinyatakan pada sebagian doktrin angkatan darat ; angkatan darat diciptakan untuk berjuang bagi kemerdekaan nasional. Asal usul itulah yang menjadi basis norma prilaku angkatan darat menganggap dirinya sebagai pengejawatahan dari

perjuangan bersenjata dari rakyat dan karena itulah merupakan tentara rakyat , tentara nasional , dan tentara pejuang kemerdekaan.

Kedua ; angkatan darat memfaktakan bahwa pemuda dan anggota angkatan darat memandang diri mereka sendiri sebagai pejuang kemerdekaan yang telah ikut memperjuangkan kemerdekaan bagi negara. Kenyataan ini khususnya pada waktu pemimpin politik siap untuk "menyerah" ; menegaskan bahwa militer dan pendekatan perjuangan bersenjata lebih kuat daripada pendekatan sipil dan diplomasi dalam memengkan kemerdekaan dan kebebasan negara. Dengan demikian muncullah perasaan berhak atas keikutsertaan angkatan darat dalam menentukan arah politik negara.

Ketiga ; dan sama pentingnya menurut angkatan darat adalah fakta bahwa para politikus sipil cendrung terpecah - pecah dan hanya mementingkan diri atau partainya sendiri sementara angkatan darat muncul sebagai kekuatan satu - satunya yang nampak mempunyai sifat - sifat "nasional".

Keempat ; menurut mereka adalah kenyataan bahwa Jenderal Sudirman melalui tindakanya dan sikap diamnya mampu menarik garis dalam hubungan sipil - militer bahkan sampai tidak mau ditundukan. Kenyataan ini juga membentuk pikiran kaum angkatan darat bahwa mereka dapat menantang kepemimpinan politik ketika kepemimpinan politik "sipil" tidak mampu atau tidak efektif dalam melindungi dan memajukan kepentingan nasional tersebut.

Setelah Jepang menyerah kepemimpinan politis negara ini dibawah Soekano dan Hatta memutuskan untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Kepemimpinan politis pada umumnya terdiri dari "generasi tua" yang telah menjadi sebagai pemimpin nasional dibawah pemerintahan Belanda. Penjajahan Jepang telah membangkitkan generasi politik baru yang disebut pemuda yang dikemudian hari mengkristal menjadi Angkatan 45. Banyak pemimpin nasionalis didik dan dilatih di Barat dan biasanya datang dari kelas bangsawan ; elit pribumi feodal tradisional. Orang Jepang menghancurkan otoritas politik dan prestise bangsawan dengan mengijinkan vakum politik yang ada untuk diisi pemuda yang banyak diantaranya merupakan anggota militer dan yang pada akhirnya menjadi kelas politik terkemuka dinegara ini selama beberapa dasawarsa berikutnya. Dampak pemuda pada politik Indonesia segera dirasakan.

Pada tanggal 14 Agustus 1945 yakni sehari sebelum Jepang menyerah ; PETA dan Heiho secara resmi dibubarkan. Ketika kaisar Jepang mengumumkan penyerahan diri Jepang dan memerintahkan untuk menghentikan permusuhan dengan sekutu hal ini segera menciptakan vakum militer di negara ini. Kekosongan ini semakin di isi oleh kelompok - kelompok bersenjata lokal yang mulai merampas senjata dari pihak Jepang yang karenanya menjadi "pengawal - pengawal pretorian" yang baru. Pada saat yang sama pengumuman penyerahan Jepang menimbulkan perbedaan pandangan tentang bagaimana proklamasi kemerdekaan harus dikeluarkan. Pemimpin - pemimpin yang lama seperti Soekarno dan Hatta , ingin meneruskan kerjasama mereka dengan Jepang dalam rangka mencegah konflik bersenjata sementara para pemimpin pemuda bertekad mengakhiri semua ikatan dengan Jepang mengenai "kemerdekaan dalam waktu dekat". Pada akhirnya kaum

muda memperoleh jalan mereka ketika pemimpin - pemimpin lama menjadi sadar bahwa pihak Jepang tidak lagi memiliki kekuasaan dan otoritas apapun sejak penyerahan diri dari pemerintah mereka di Tokyo. Jadi proklamasi kemerdekaan Indonesia dilakukan sepenuhnya bebas dari ikatan apapun dengan dengan pemerintah militer jepang.

Lebih penting lagi sejumlah pemuda dengan bantuan sejumlah perwira PETA yang dikenal sebagai kelompok Menteng 31 "menculik" Soekarno dan Hatta serta memaksa mereka untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Meskipun kepemimpinan politis mengumumkan kemerdekaan negara ini pada 17 Agustus 1945 pada faktanya tidak ada rencana untuk segera mendirikan angkatan bersenjata pada umumnya dan angkatan darat pada khususnya sekalipun ada banyak orang bersenjata yang tersedia untuk itu. Sementara pasukan Jepang masih ada di negara ini dan pasukan sekutu mengacau negeri ini ; kepemimpinan Soekarno dan Hatta melangkah secara hati - hati agar tidak memancing kekuatan sekutu yang besar. Hal ini sebagian juga disebabkan oleh dua pendekatan berbeda yang berlaku dalam kaitan dengan tercapainya kemerdekaan. Pemerintah dan para politisi sipil percaya bahwa hal ini bisa dicapai melalui diplomasi.

Karena takut kalau - kalau pihak sekutu yang sedang menang akan menyebut republik yang baru ini sebagai "buatan Jepang" atau mengambil sikap agresif ; pemimpin - pemimpin nasional Indonesia mengambil starategi diplomasi dengan maksud untuk mendapatkan pengakuan atas republik oleh kekuatan - kekuatan

Sekutu. Untuk menunjukan sikap cinta damai pemerintah Indonesia tidak segera membentuk angkatan bersenjata nasional. Yang telah terbentuk selama beberapa minggu setelah proklamasi hanyalah Badan keamanan Rakyat ( BKR ) yang bertanggung jawab atas keamanan lokal dan bahkan yang tidak memiliki markas besar. BKR dikelola oleh "komisi - komisi nasional"( lembaga perwakilan ) lokal.

BKR didirikan pada 20 Agustus 1945 dan kebanyakan anggotanya berasal dari PETA dan Heiho. Secara ketat dapat dikatakan bahwa BKR bukanlah suatu angkatan bersenjata melainkan suatu lembaga untuk memberikan perlindungan keamanan pribadi maupun harta rakyat. Polisi negara juga didirikan untuk mempertahankan hukum dan ketertiban setempat. Akan tetapi bagaimanapun banyaknya kelompok bersenjata merasa keberatan terhadap hal ini dan mulai mendirikan "organisasi - organisasi perjuangan" yang indenpenden seperti misalnya Angkatan Muda Republik Indonesia dan Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia. Banyak tentara pelajar juga dibentuk selama periode ini.

Satu setengah bulan setelah proklamasi kemerdekaan pemerintah menyadari bahwa tidak bisa berjalan tanpa angkatan bersenjata nasional. Hal ini sebagian disebabkan oleh merebaknya angkatan - angkatan bersenjata yang berdiri sendiri - sendiri diseluruh negeri , disamping hampir tibanya pasukan sekutu dibawah kepemimpinan Inggris yang dimaksudkan untuk memulihkan kolonialisme Belanda. Pada akhir September 1945 ; berbagai unit polisi diintegrasikan menjadi lembaga tunggal dengan penunjukan kepala polisi nasional. Sebagai akibat dari situasi keamanan internal dan eksternal ; pada 5 Oktober 1945 dengan otoritas dektrit

Presiden Nomor 10 - 1 - 1945 ; BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat ( TKR ). Letnan Jendral Urip Sumohardjo ; pengsiunan perwira KNIL diberi tanggung jawab untuk mempersatukan berbagai kelompok bersenjata. TKR merupakan organisasi yang jauh lebih bertingkat - tingkat dan kinerjanya agak membaik. Dalam konteks keadaan - keadaan inilah ditegaskan bahwa "TNI" merupakan angkatan bersenjata dari rakyat Indonesia didirikan berdasarkan kehendak rakyat itu sendiri. TNI diciptakan dari bawah dan sama sekali bukan merupakan lembaga dari pemerintah.

Jatuhnya kolonialisme Belanda di Indonesia yang sangat cepat dibawah serangan Jepang pembentukan kelompok - kelompok bersenjata yang disponsori oleh Jepang dan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 ; TNI pada umumnya dan angkatan darat pada khususnya menunding kelompok - kelompok bersenjata itu sebagai angkatan darat yang menciptakan situasi dimana negara Indonesia secara serempak lahir bersama angkatan darat. Dalam artian tertentu angkatan bersenjata pada umumnya dan angkatan darat pada khususnya bahkan terbentuk sebelum terbentuknya negara. Ketika para politikus memusatkan energi mereka pada perjuangan politik ; angkatan darat telah melakukan aksi - aksi sepihaknya seperti melakukan perampasan – perampasan senjata dari tentara sekutu yang secara de jure bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban di Indonesia sewaktu pasukan – pasukan Sekutu tersebut mengadakan patroli. Angkatan darat juga telah mengadakan penyerangan - penyerangan kemarkas - markas pasukan Jepang untuk memperoleh senjata dan yang lebih menyedihkan lagi ; aksi – aksi

yang dilakukan oleh oknum – oknum angkatan darat tersebut adalah mengobarkan semangat anti Cina dan melakukan pembunuhan - pembunuhan.16

Pada 1948 ; pertikaian yang terjadi dikalangan republik sebagai akibat perjanjian Renville ; kegoncangan dikalangan angkatan darat sendiri sehubungan dengan adanya rekonstruksi dan rasionalisasi serta penumpasan pemberontakan di Madiun ; perundingan - perundingan yang dilakukan dibawah pengawasan KTN selalu menemui jalan buntu yang disebabkan oleh adanya aksi – aksi sepihak yang dilakukan oleh angkatan darat dalam situasi yang gawat ini akhirnya pada 13 Desember 1948 Bung Hatta meminta kembali KTN untuk menyelesaikan perundingan dengan Belanda bahkan dengan syarat "kesediaan republik Indonesia mengakui kedaulatan Belanda selama masa peralihan".

Pada 18 Desember 1948 pukul 23.30 ; Dr. Beel memberitahukan kepada delegasi RI dan KTN behwa Belanda tidak lagi mengakui dan terikat pada persetujuan Renville. Pada 19 Desember 1948 jam 06.00 pagi ; agresi militer kedua dilancarkan oleh Belanda. Dengan pasukan lintas udara serangan langsung itu ditujukan ke ibukota RI di Yogyakarta. Lapangan terbang Maguwo dapat dikuasai oleh Belanda dan selanjutnya seluruh kota Yogyakarta. Presiden , Wakil Presiden , dan beberapa pejabat tinggi lainnya ditawan oleh Belanda. Presiden Soekarno diterbangkan ke Prapat dan Wakil Presiden Hatta ke Bangka. Dalam sidang kabinet yang sempat diadakan pada hari itu juga telah diambil keputusan untuk memberikan 16Singh. Dwifungsi ABRI : The Dual Function Of The Indonesian Armed Forces , atau

Dwifungsi ABRI : Asal – Usul , Aktualisasi dan Implikasinya Bagi Stabilitas dan Pembangunan ,

mandat melalui radiogram kepada menteri kemakmuran ; Mr. Sjafuddin Prawiranegara yang kebetulan pada waktu itu sedang berada di Sumatera agar membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ( PDRI ). Jika Mr. Sjafruddin Prawiranegara tidak berhasil membentuk PDRI ; kepada Mr. A. A Maramis ( menteri keuangan ) , L. N Palar , dan Dr. Sudarsono yang sedang berada di India diberi kekuasaan untuk membentuk pemerintahan republik Indonesia di India.17

Di Jawa ; panglima tentara dan teritorium Jawa kolonel A. H Nasution pada 22 Desember 1948 mengumumkan berdirinya pemerintahan militer untuk Jawa. Dalam pada itu dibidang militer dengan bermodalkan pengalaman yang diperoleh selama menghadapi agresi militer pertama dan perjuangan bersenjata sebelumnya telah disiapkan keonsepsi baru dibidang pertahanan. Konsepsi tersebut dituangkan dalam "perintah siasat No. 1 tahun 1948" yang isi pokok adalah sebagai berikut :

1. Tidak melakukan pertahanan linier ;

2. Memperlambat setiap majunya serbuan musuh dan pengungsian total serta bumi hangus ;

3. Membentuk kantong – kantong ditiap onderdistrik yang mempunyai kompleks di beberapa pegunungan ; dan

17Buyung. The Aspiration For Constitutional Government In Indonesia : A Socio – Legal

Study Of The Indonesian Konstituante , 1956 - 1959 , atau Aspirasi Pemerintahan Konstitusional Di Indonesia : Studi Sosio – Legal Atas Konstituante , 1956 - 1959 , terj. Sylvia Tiwon ( Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Grafiti , 1995 ) , hal. 259.

4. Pasukan - pasukan yang berasal dari daerah - daerah federal menyusup kebelakang garis musuh dan membentuk kantong - kantong ; sehingga seluruh pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.18

Segmen pemuda bersenjata yang secara potensial terkuat dan paling berdisiplin adalah tentara Republik. Kesatuan – kesatuan ditiap – tiap kabupaten mempunyai banyak persamaan dengan pasukan – pasukan yang tidak teratur : otonomi setempat mereka ( berdasarkan kompi PETA / Gyigun ) mencari sendiri suplai seragam dan senjata ; nilai tinggi yang mereka berikan pada jiwa kepahlawannan berkenaan dengan disiplin dan taktik militer yang ortodoks ; ketergantungan mereka kepada kepemimpinan karismatis : itu merupakan waktu dimana ide “bapakisme” dan “kedaulatan” masing – masing kesatuan diterima secara luas. Bapak yang pintar memimpin anak buahnya , yang segera memenuhi kebutuhan dan orientasi ideologis mereka , dengan bijaksana memenuhi keperluan material mereka , memangku jabatan – jabatan yang kuat dan ditaati seperti bapak. Biasanya mereka bertindak lebih sebagai “bapak” yang membela kepentingan “anak – anak” mereka , ketimbang sebagai komandan – komandan yang memberi perintah. Dalam keadaan seperti itu , “bapak” memegang kedudukan yang kuat didalam menghadapi atasan – atasannya. Ia tidak dapat dipindahkan… Dengan demikian pimpinan Angkatan Darat tidak dapat menguasinya…”19

18Seketariat Negara Republik Indonesia. 30 Tahun Indonesia Merdeka, (rev . ed. ; Jakarta : PT

Cipta Lamtorogung Persada , 1985 ) , I ; hal. 192 – 193.

Sebuah pernyataan beberapa waktu yang lalu memberikan indikasi yang baik mengenai status persoalan ini :

“Kebudayaan politik bangsa Indonesia sangat dipengaruhi oleh hubungan yang disebut “Bapak – Anak” atau “Bapakisme”. Konsep bapak – anak buah ini dipahami bahwa bapak pada prinsipnya menanggung pemenuhan kebutuhan sosial , material , spiritual , dan pelepasan pemenuhan kebutuhan emosional para anak – buah. Sedangkan disatu sisi para anak buah yang mendapatkan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan tersebut dengan sukarela dan penuh loyalitas mengabdikan diri serta memenuhi segala perintah bapak.Dalam pola hubungan yang demikian anak – buah tidak pernah menentang bapak , walupun diketahui si bapak telah berbuat kuat benar. Tetapi bagi anak buah menentang merupakan tindakan yang pantang apalagi dilakukan di depan umum. Dengan demikian yang ada hanyalah bentuk ketaatan , kesetiaan , serta sukarela yang penuh hormat diberikan anak – buah kepada bapak. Hubungan yang seperti ini kata Lucian Pye disebut sebagai sumber legitimasi kekuasaan ( Authority ) bagi bapak dalam kehidupan masyarakat”.20

Sementara dilain pihak , pemerintah mulai melakukan tugas yang luar biasa beratnya untuk melebur kesatuan – kesatuan seperti itu ke dalam angkatan bersenjata ; pemerintah hanya pada 5 Oktober 1945 ( yang sekarang diperingati sebagai Hari Angkatan Bersenjata ) , ketika Soekarno mengeluarkan keputusan tentang pembentukan TKR ( Tentara Keamanan Rakyat ) dari organisasi semi – militer Badan Keamanan Rakyat yang hanya terdapat pada tingkat lokal. Tiga bulan kemudian namanya diubah menjadi TRI. Perubahan – perubahan nama tersebut diterima dengan antusias ; rekrut – rekrut baru diterima dan struktur – struktur komando mulai dibentuk pada tingkat kerisidenan melalui suatu proses seleksi alami dari antara berbagai perwira PETA / Gyigun.

Suatu masalah yang lebih mendesak adalah untuk merukunkan unsur – unsur bekas PETA dan unsur – unsur pemuda dalam angkatan darat dengan dengan perwira – perwira didikan Belanda. Perwira – perwira didikan Belanda dalam waktu yang singkat berhasil menempati kedudukan – kedudukan penting di markas besar berkat pendidikan mereka yang lebih baik. Hal ini oleh dikarenakan pada masa pemerintahan Hindia Belanda , Belanda tidak berkepentingan untuk memberikan kesempatan bagi mobilitas ke atas dengan jalan membuka pintu Akademi Militer bagi anak – anak petani miskin. Kebijaksanaan yang ditempuhnya adalah untuk membatasi jumlah opsir pribumi dan orang – orang yang melamar cukup banyak untuk memenuhi jatah kadet militer yang disediakan bagi golongan indigenes ( pribumi ) untuk dapat diterima di Akademi Militer orang juga harus lancar berbahasa Belanda dan persyaratan ini juga merupakan rintangan yang efektif bagi orang – orang dari lapisan sosial rendah. Tetapi antagonisme terhadap mereka tidak sekedar disebabkan oleh rasa iri hati. Banyak dari rekan sejawat mereka masih tetap curiga mengenai loyalitasnya kepada Republik dan mengenai sikap mereka yang mementingkan perencanaan , suatu hal yang merupakan kontras yang tajam dengan perwira didikan Jepang yang lebih mementingkan semangat.

Akibat dari Perwira – perwira didikan Belanda yang dalam waktu singkat berhasil menempati kedudukan – kedudukan penting di markas besar berkat pendidikan mereka yang lebih baik ; maka pelatihan Jepang telah dibatasi pada operasi lapangan terutama pada tingkat peleton yang merupakan sebagai dasar perang gerilya. Sebab itu didalam mencari perwira – perwira staf pemerintahan memandang kepada mereka yang

berpendidikan perwira Belanda pada jaman sebelum perang , yang bagaimapun juga secara spiritual lebih dekat kepada golongan elit nasionalis ketimbang perwira – perwira didikan Jepang. Pada pertengahan Oktober seorang mantan mayor KNIL ; Urip Sumohardjo ditunjuk guna membetuk suatu staf umum angkatan darat di Yogyakarta. Ia dengan cepat menyusun diatas kertas suatu struktur komando yang terdiri dari 10 divisi di Jawa , yang dibawahi tiga “komando” sesuai dengan provinsi – provinsi yang ada. Namun kesatuan – kesatuan TKR yang efektif tetap merupakan bataliyon dan kompi serta kuasa diatas tingkat itu selalu agak kurang kuat.

Sebaliknya panglima tentara ditunjuk dari bawah suatu pertemuan komandan – komandan TKR se – Jawa pada 12 November 1945 memilih Kolonel Sudirman sebagai pemimpin mereka. Sudirman yang pada waktu itu berumur 33 tahun merupakan mantan seorang Daidancho ( komandan batalion ) yang sebelum perang bekerja sebagai guru Muhammadiyah. Ia antara lain terpilih

Korps perwira angkatan darat di Sumatera Timur yang boleh dikatakan menonjol dalam menduduki lapisan atas korps ini adalah berasal dari etnik Batak , sebuah suku yang tidak lebih dari dua atau tiga persen dari keseluruhan penduduk Indonesia. Tiga dari kedelapan panglima tentara antara 1945 – 1950 yang bertugas secara berturut – turut adalah orang – orang Batak. Korps perwira di angkatan darat itu pada dasarnya terbagi menurut garis – garis etnik dan agama , dan menurut norma – norma keterampilan yang berbeda. Keanekaragaman agama tidak menimbulkan masalah yang besar. Sebaliknya , komposisi etnik dari korps perwira – perwira itu ternyata menimbulkan masalah yang agak lebih sulit apabila perwira – perwira Jawa disebarkan

untuk menduduki posisi – posisi yang paling senior diseluruh Indonesia dan terutama di pusat : di markas besar. Hal ini terjadi sejalan dengan penyalahgunaan sebagian besar dari aparat negara oleh orang – orang Jawa yang menimbulkan rasa sakit hati yang meluas dikalangan penduduk sipil , baik di Jawa maupun luar Jawa. Sementara selama tahun – tahun yang pertama dari eksistensi angkatan darat , persoalan etnik boleh dikatakan tidak pernah pecah menjadi suatu konflik terbuka ; maka ia merupakan masalah yang besar yang membayangi kegiatan politik angkatan darat dalam tahun – tahun 1950 – an.21

Di Sumatera pola otonom malah lebih kuat oleh karena tidak ada perwira – perwira didikan Belanda. Disetiap kerisidenan divisi – divisi TKR dibentuk seluruhnya atas prakarsa mereka sendiri. Hanya pada bulan Januari 1946 Dr. A.K Gani , residen Palembang dan Wakil Menteri Pertahanan di Sumatera mengangkat seorang panglima untuk seluruh Sumatera. Namanya Suhardjo Hardjowardjodjo seorang kapten didikan Belanda di pasukan pengawal kerajaan Mangkunegara ( Surakarta ) sebelum perang. Suhardjo tidak mempunyai basis dukungan diluar Lampung , tempat ia transmigrasi pada tahun 1930 – an , dan lebih sedikit lagi kekuasaanya disbanding dengan Sudirman di Jawa atas divisi – divisi TKR / TRI yang pada pokoknya otonom. Dipegangnya portofolio pertahanan oleh Amir Sjarifuddin dalam kabinet Sjahril yang pertama segera membangkitkan ketegangan dengan TKR dan panglimanya yang baru. Mula – mula tidak ada saling pengakuan diantara kedua belah pihak. Pertemuan TKR pada 12 21Sundhaussen. Road To Power : Indonesian Military Politics , 1945 – 1967 atau Politik Militer

Indonesia : Menuju Dwifungsi ABRI, Terj. Hasan Basari (rev . ed. ; Jakarta : LP3ES , 1988 ) ; hal. 16 – 30.

Novemeber 1946 telah mengajukan calonnya sendiri sesuai dengan pola Jepang bagi jabatan Menteri Pertahanan yakni Sultan Yogyakarta ; Hamengkubuwono IX. Untung Sultan ini berminat merebut posisi tersebut. Sebaliknya pemerintah tidak mengesahkan pemilihan Sudirman sampai 18 Desember 1946 ketika semua alternatif telah ditempuh tanpa hasil.

Tentara merupakan sasaran utama bagi program “anti – fasis” pemerintah. Para mantan perwira PETA telah bersikap bermusuhan oleh karena serangan – serangan pedas Sjahrir terhadap “penghianat – penghianat” , “fasis – fasis” , dan “kakitangan – kakitangan” yang telah bekerjasama dengan Jepang. Model bagi Amir adalah Tentara Merah yang dilihatnya sebagai tentara orang – orang sipil yang setia kepada pemerintah dan diindoktrinasi dengan cita – cita sosialis. Tetapi walaupun Amir berusaha untuk mendidik tentara , ia mempunyai cara efektif untuk memaksakan kehendaknya kepada komandan – komandan kesatuan. Sudirman dan sebagian besar

Dalam dokumen BANGSAWAN SERDANG DALAM REVOLUSI INDONES (Halaman 100-115)