• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendaratan Sekutu Dan Tindakan Kekerasan Di Sumatera Timur

Dalam dokumen BANGSAWAN SERDANG DALAM REVOLUSI INDONES (Halaman 68-74)

DI SUMATERA TIMUR

4.1 Lahirnya Revolusi Indonesia Tahun

4.1.5 Pendaratan Sekutu Dan Tindakan Kekerasan Di Sumatera Timur

Suatu brigade divisi India ke – 26 yang berkekuatan 5.000 orang dibawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D Kelly mulai diturunkan di pelabuhan Belawan pada 10 Oktober 1945. Bangunan posisi militernya baru selesai pada 5 November 1945 sesudah mereka berhasil menempatkan pasukan – pasukan kecil di Binjai dan Brastagi disamping kekuatan pokoknya di Medan. Pendaratan – pendaratan pasukan Inggris sebelumnya di Jawa telah menunjukkan adanya kesulitan dalam mempertemukan tuntutan – tuntutan Belanda dengan keterbatasan pasukan / alat perlengkapan serta tugas / tujuan tentara Inggris yang didaratkan. Ketentuan – ketentuan semula bagi pemerintahan militer Sekutu di Indonesia telah direncanakan selama tahun 1944 – 1945 untuk Sumatera saja yang sejak Juni 1945 merupakan satu – satunya daerah Indonesia yang termasuk dibawah komando Asia Tenggara ( SEAC , South – East Asia Command ) yang dipimpin oleh Laksamana Mounbatten. Rencana persetujuan ini telah diluaskan sampai meliputi seluruh Indonesia sejak 15 Agustus 1945. Persetujuan ini berisikan ketentuan – ketentuan bahwa panglima – panglima sekutu ( Inggris ) tidak akan menjalankan wewenang resmi supaya tidak merusak kedaulatan Belanda. Mereka cukup menyatakan maksud tujuannya hanyalah untuk membebaskan para tawanan perang , memulangkan Jepang kenegerinya , dan menjaga keamanan serta ketertiban

13Wawancara dengan Bapak Tengku Syahrul ; dirumah : JL. Fatahila No. 12 Selesai , tanggal

umum sampai pemerintah yang sah kembali dapat berfungsi. Namun akan ada suatu tingkat persiapan dalam pendudukan itu bahwa sementara ketertiban ditegakkan , pejabat – pejabat NICA akan sepenuhnya tunduk kepada kekuasaan militer Sekutu , dan hanya bertindak lewat kekuasaan Sekutu ini.

Perkembangan – perkembangan selama bulan September sudah cukup terang menjelaskan kepada Mounbetten dan panglimanya di Hindia Belanda , Letjen Cristison bahwa pasukan – pasukan Inggris yang ada di Jawa dan Sumatera meskipun ditambah dengan tiga brigade lagi tidak akan dapat diharapkan lebih daripada hanya menguasai kota – kota besar saja. Di luar ini Jepang dan kekuasaan Indonesia harus diandalkan untuk terpeliharanya keamanan dan ketertiban. Oleh sebab itu kebijaksanaan politik harus disesuaikan untuk mendapatkan kerjasama dari republik dan bersamaan itu menyakinkan Belanda bahwa ini tidak mengandung pengertian pengakuan terhadap republik. Reaksi kemarahan Belanda terhadap pernyataan Cristison pada 29 Septemeber 1945 itu tentu mempunyai pengaruh khusus yang peka terhadap Brigjen Kelly dalam melaksanakan rencana kerjanya.

Sementara itu dalam melaksanakan tugasnya ; Mr. Hasan tetap menjalankan kebijaksanaan politik resmi republik yaitu bekerjasama dengan Sekutu seperti yang dinyatakan dalam ketentuan – ketentuan tugas mereka meskipun Dr. Amir atau Mr. Josuf telah mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan dari hubungan – hubungannya dengan Inggris. Diantara pengumuman – pengumuman resminya yang pertama ialah perintah kepada seluruh penduduk Indonesia di Sumatera “terutama

pemuda … supaya tidak mengganggu ketentraman orang Jepang , Sekutu , Cina atau Belanda”. Terhadap Belanda pernyataan pertamanya sangat keras.

Orang Belanda salah raba jika mereka masih memikirkan bahwa keadaan sekarang masih sama dengan semangat dahulu sebelum perang. Belanda lebih baik jangan mencari akal atau mencari kaki tangan untuk menduduki Indonesia kembali karena hal ini akan mengganggu ketentraman umum sebab rakyat Indonesia umumnya dan pemuda – pemuda Indonesia pada khususnya memandang kaki tangan Belanda sebagai penghianat tanah air. Karena itu percobaan mereka sedemikian itu sangat berbahaya bagi keselamatan diri orang – orang Belanda dan kaki tangannya apalagi jika salah seorang pemimpinnya memperoleh cedera karenanya tentu kemungkinan besar sekali yang orang Belanda dan kaki tangannya itu akan disingkirkan dari masyarakat.

Meskipun ada janji – janji sementara pemuda akan bermandikan darah sebelum mengizinkan pasukan – pasukan sekutu mendarat , pada umumnya tidak ada oposisi maupun bentrokan dengan pihak Indonesia. Politik resmi republik telah diindahkan. Namun tindakan – tindakan kekerasan mulai bergelora segera setelah pendaratan – pendaratan Sekutu , sama halnya seperti di Jawa. Mungkin para pemuda Indonesia merasa inisiatif telah mulai lepas dari tangannya setelah tindakan berani pertama mereka sehingga perlu dilancarkan tindakan untuk menghindarkan rasa kalah.

Laporan – laporan Indonesia juga memberi kesan bahwa keangkuhan dan provokator Belanda segera meningkat setelah pendaratan sekutu itu. Titik apinya di Medan adalah bekas Pension Wilhelmina diseberang pasar senteral di jalan Bali yang dipakai sebagai asrama dan markas serdadu Ambon bekas KNIL yang dipimpin

Westering. Pada hari Sabtu pagi tanggal 13 Oktober 1945 serombongan orang yang marah mulai berkumpul diluar asrama itu karena kabarnya seorang pengawal dari suku Ambon telah merenggut dan menginjak – injak lambang / emblim merah putih yang sedang dipakai seorang anak Indonesia. Baku hantam segera terjadi , pisau – pisau mulai dikeluarkan dan beberapa orang luka – luka. Ditengah baku hantam itu dua orang Belanda yang berada dikendaraan yang sedang meluncur melepaskan tembakan kearah rombongan yang membikin mati seorang Indonesia. Pasukan Jepang segera tiba untuk menentramkan keadaan bersama dengan bekas barisan militer BPI dibawah pimpinan Ahmad Tahir yang pada waktu itu sedang berada dalam proses menjadi angkatan bersenjata republik. Akhirnya mereka berhasil menyabarkan khalayak ramai itu dengan janji orang Ambon akan dipindahkan dari Pension Wilhelmina itu secepat mungkin. Sementara itu serdadu – serdadu Jepang mengambil sejumlah senjata mereka dari gedung itu dan menempatkan pengawalan dipintu pagar. Khalayak ramai itu bubar pada pukul 13.30 meninggalkan dua orang Indonesia dan seorang wanita Ambon yang mati. Tetapi kurang dari dua jam kemudian sejumlah besar kekuatan pemuda kembali mendatangi dan menyerang asrama / Pension di jalan Bali itu serta menyerang setiap orang Ambon yang ditemui. Kejadian itu meninggalkan enam orang Ambon yang mati dan sekitar 100 orang Ambon dan Manado yang luka – luka. Orang Belanda yang mengurus asrama / Pension itu juga mati , demikian juga satu keluarga Swis tanpa sebab dibunuh. Gelombang kekerasan pemuda menjalar cepat ke Pematang Siantar. Suatu detasemen terdiri lima serdadunya Brondgeest telah ditempatkan menginap di hotel Siantar untuk mencegah larinya serdadu – serdadu Jepang dari pusat

pengumpulan besar di kota itu. Pada 15 Oktober 1945 pertempuran terjadi antara para pemuda dan orang – orang Belanda ini. Hotel itu dikepung dan akhirnya dibakar , sedangkan semua orang Belanda itu mati terbunuh kecuali seorang perwiranya yang bisa meloloskan diri sampai ke Medan untuk melapor. Juga mati terbunuh sekitar sepuluh orang Ambon , dua pemuda juga mati terbunuh di pihak republik , dan empat orang Swiss yang mengelola hotel itu.

Bagi orang Eropa di Sumatera Timur kedua insiden ini menunjukkan pangkal tolak dimulainya teror. Dengan berang Brondgeest menuntut Sekutu mengirim pasukan – pasukan ke Siantar. Sesudah mengadakan penyelidikan yang singkat Kelly menolak dan lebih memusatkan kekuatannya yang kecil itu di kota Medan. Orang – orang Eropa yang netral dan baru keluar dari kamp – kamp tawanan diluar kota cepat berangkat ke Medan , dimana Sekutu berangsur – angsur mulai membangun suatu “daerah perlindungan” disegitiga ; lapangan terbang , sungai Deli , dan sungai Babura. Pada 14 Oktober 1945 , Brigjen Kelly memanggil Mr. Hasan , Dr. Amir , Mr. Luat Siregar , dan lain – lain pemimpin Indonesia untuk membicarakan persoalan pemeliharaan keamanan dan ketertiban. Seperti juga di Jawa sebelumnya pertemuan yang demikian itu memerlukan terkandungnya suatu kadar pengakuan atas kekuasaan republik , betapun prinsip ini dibantah. Dalam penampilan pertamanya didepan umum sejak diangkat menjadi Menteri Negara republik pada suatu pertemuan pers tanggal 17 Oktober 1945 , Dr. Amir mengumumkan bahwa Sekutu telah mengakui Luat Siregar sebagai Walikota Medan yang bertanggung jawab terhadap keamanan dan pelayanan umum di kota itu. Segera ini diprotes Belanda malah Brondgeest bermaksud

menangkap Hasan , Amir , dan lain – lainnya. Brigjen Kelly terpaksa harus menyangkal setiap kesimpulan bahwa pembicaraan – pembicaraannya dengan Mr. Luat merupakan pengakuan terhadap republik.

Hasan menjajikan kerjasama untuk melaksanakan tugas tujuan terbatas dari Sekutu seperti yang telah dirumuskan dan keesokan harinya mengeluarkan peringatan keras yang begitu tidak berguna kepada para pemuda atas serangan – serangan dan penyitaan – penyitaan yang tidak dibenarkan. Politik Kelly semula ialah meletakkan tanggungjawab insiden – insiden di kota itu kepada republik dan polisinya , dan mencoba mencoba mempergunakan pengaruh mereka untuk melucuti senjata pemuda. Pada 18 Oktober 1945 dia mengeluarkan pengumuman supaya semua senjata apakah senjata api , tombak atau senjata tajam diserahkan kepada tentara Inggris di Medan dan pengumuman ini segera disusul serangkaian dengan pengrebekan. Sudah berkonsultasi dengan Jenderal Chambers di Padang , Kelly juga membubarkan dan melucuti pasukan – pasukan Ambonya Brondgeest dan Westering pada 25 Oktober 1945. Dengan ini pengawasan atas Medan menjadi tanggungjawab Inggris meskipun pembesar – pembesar republik juga sering diminta pendapatnya. Orang – orang Belanda tawanan yang masih berada di kamp – kamp diluar Medan kembali dikawal lebih ketat oleh tentara Jepang daripada orang – orangnya Brondgeest ; dalam hal keadaan seperti ini Belanda bukan main marahnya. Kelompok komando pertama Belanda yang diterjunkan di Sumatera Timur sebagai bagian dari “seksi urusan wilayah Inggris – Belanda” Sekutu segera ditarik ke Jakarta dan mereka mengeluh tidak dapat berbuat apa – apa lagi. Hanya Westering yang tinggal atas permintaan

Brigjen Kelly yang ingin menggunakan taktik – taktik terornya untuk kepentingan Inggris.14

Dalam dokumen BANGSAWAN SERDANG DALAM REVOLUSI INDONES (Halaman 68-74)