• Tidak ada hasil yang ditemukan

BANGSAWAN SERDANG DALAM REVOLUSI INDONES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BANGSAWAN SERDANG DALAM REVOLUSI INDONES"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di jaman kuno dimasa hidupnya Aristoteles , dia telah menyatakan bahwa dalam

suatu negara selalu terdapat mereka yang kaya sekali , mereka yang melarat , dan

mereka yang berada ditengah – tengahnya. Uraian yang dikemukakan Aristoteles itu

membuktikan bahwa dimasa itu telah dikenal sistem lapis - berlapis dalam

masyarakat , dan besar kemungkinan dijaman sebelumnya orang sudah mengenal

adanya lapisan – lapisan di dalam masyarakat yang mempunyai kedudukan bertingkat

– tingkat dari bawah keatas.1

Begitu juga kiranya bangsawan Melayu Serdang sebagai salah satu bagian dari

lapis - berlapis dari masyarakat Melayu yang ada di Serdang mempunyai kedudukan

lebih tinggi sedikit dari masyarakat Melayu di Serdang oleh karena adanya semacam

“kontrak sosial” yang dilakukan penduduk setempat dengan Tuanku Umar Johan

Pahlawan Alamsyah bergelar Kejeruan junjongan ( 1703 - 1782 ) yang tidak berhasil

merebut haknya atas tahta Deli dalam perebutan dengan saudaranya Panglima Gandar

Wahid sewaktu terjadinya perang suksesi sekitar tahun 1720. Maka ia bersama

ibundanya Tuanku Puan Sampali pindah dari Sampali dan mendirikan Kampung Besar

1MuhammadAbduh , et. al. Pengantar Sosiologi ( Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera

(2)

( Serdang ) disekitar tahun 1723.2 Kampung besar yang mereka dirikan itu dalam

perkembangan selanjutnya menjadi negara dan mendaulatkan mereka sebagai

bangsawan Serdang. Namun beberapa abad kemudian bangsawan Melayu Serdang itu

dipaksa melepaskan kekuasaannya atas warisan berkuasa yang mereka terima secara

turun – temurun dari pendahulu terdahulunya melalui suatu revolusi.

Revolusi itu bermula dari kejatuhan imprealisme Jepang kemudian disusul oleh

adanya pendeklarasian kemeredekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Deklarasi

kemeredekaan inilah yang dikenal sebagai awal dari revolusi Indonesia. Dalam

perkembangan selajutnya revolusi Indonesia di Sumatera Timur ini tidak hanya

menuntut pembentukan pemerintahan nasional tetapi juga mengarah kepada

“pemebersihan” antek – antek Belanda. Pembersihan antek – antek Belanda ini lebih

mengarah kepada bangsawan – bangsawan Melayu yang juga imabsan “pembersihan”

itu diarahkan juga kepada bangsawan Melayu Serdang. Bagian dari pembersihan ini

secara resminya lebih dikenal dengan sebagai “Maret Kelabu” atau revolusi sosial

1946 di Sumatera Timur tersebut.

Berbeda dari penulisan sejarah – sosial ekonomi di jurusan sejarah pada fakultas

Sastra USU ; penulisan sejarah revolusi kurang begitu banyak dibandingkan dengan

penulisan sejarah sosial – ekonomi tersebut. Padahal menurut keyakinan saya bahwa

pengkajian sejarah itu tidak hanya menganalisa tentang sejarah sosial – ekonomi saja ,

tetapi ada semacam yang terlupa oleh kita bahwa ilmu sejarah yang mengkhususkan

2Luckman. Sari Sejarah Serdang ( Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , 1970 ) hal.

(3)

diri ke sejarah politik dalam artian mengkaji sejarah revolusi juga sangat penting.

Walaupun kepustakaan mengenai bangsawan Melayu Serdang dalam revolusi

Indonesia di Sumatera Timur cukup luas dan banyak penulis yang mengulas akan soal

ini ; namun kiranya penulis beranggapan bahwa pengkajian revolusi itu bersifat umum.

Artinya ada menurut keyakinan saya bahwa hal – hal yang lebih khusus terabaikan dan

belum banyak yang dikaji oleh penulis lain. Untuk mencari dan mengungkapan hal –

hal khusus itu saya berusaha untuk mengungkapkanya ke dalam skripsi ini. Saya sudah

mempertimbangkan seandainya nanti kiranya dijumpai sedikit sekali kemajuan yang

dicapai oleh saya dalam mencari dan mengungkapkan hal – hal khusus tersebut , saya

siap menerima hasil ini dengan hasil yang terburuk sekalipun.

Ada suatu pernyataan yang berbunyi sebagai berikut : “politik adalah sejarah masa

kini dan sejarah adalah politik masa lalu”.3 Dari pernyataan ini kiranya dapatlah

diartikan bahwa politik sangat berhubungan dekat dengan sejarah khususnya sejarah

politik yang menganalisa revolusi Indonesia di Sumatera Timur.

Di Sumatera Timur banyak dijumpai kerajaan – kerajaan Melayu seperti

diantaranya kerajaan Serdang , kerajaan Deli , dan kerajaan Langkat. Ketiga kerajaan

Melayu ini terkena revolusi Indonesia. Revolusi Indonesia dari tahun 1945 sampai

dengan tahun 1950 merupakan suatu revolusi yang dimengerti oleh bangsa Indonesia

sebagai suatu cara untuk melepaskan diri dari belenggu kekuasaan asing atau dalam

artian sebagai cara untuk merebut kemerdekaan. Arti revolusi bagi kebanyakan rakyat

3Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah ( rev . ed. ; Jakarta : PT Gramedia

(4)

di Sumatera Timur ialah ingin melakukan perubahan kehidupan dari kehidupan susah

menjadi kehidupan senang walaupun menghalalkan segala cara. Revolusi Indonesia di

Sumatera Timur berarti melenyapkan kekuasaan kaum bangsawan atas peri kehidupan

rakyat , karena bangsawan dianggap rakyat sebagai kakitanggannya kaum penjajah.

Bertolak dari pokok pikiran terdahulu , maka penelitian ini bermaksud untuk

mempelajari bangsawan Melayu Serdang dalam revolusi Indonesia di Sumatera Timur

yang dengan batasan waktu dari tahun 1945 sampai dengan tahun 1950.

1.2 Batasan Masalah dan Pengertian

Agar penelitian dapat lebih mendalam dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan

maka kiranya saya perlu memberikan batasan jangkauan dari segi ruang lingkup

maupun daerah penelitian yang menyangkut bangsawan Melayu Serdang dalam

revolusi Indonesia. Sedangkan daerah penelitian terbatas di Sumatera Timur tetapi

bukan Sumatera Timur keseluruhan melainkan hanya terbatas di kerajaan Serdang.

Adapun yang saya maksudkan dengan pengertian bangsawan Melayu Serdang

dalam penelitian ini ialah sekelompok orang – orang Melayu yang dapat berkuasa dan

mendirikan kekuasaanya tersebut di wilayah yang mereka daulatkan sebagai kerajaan

Serdang.

Yang saya maksudkan dengan revolusi Indonesia ialah suatu gelombang besar dari

pemberontakan rakyat untuk merebut kembali kebebasaannya yang telah hilang dari

(5)

Sedangkan yang saya maksudkan dengan pengertian 1945 – 1950 dalam penelitian

ini ialah merupakan kurun waktu lahirnya gerakan rakyat untuk mencapai kebebasan

untuk mengatur dan mengurus diri dan lingkungannya terlepas dari kekuasaan –

kekuasaan manapun yang menghadangnya.

Penggunaan istilah Bangsawan Melayu Serdang Dalam Revolusi Indonesia Di

Sumatera Timur ( 1945 – 1950 ) yang saya maksudkan dalam penelitian ini yakni

berarti : Keberadaan Bangsawan Melayu Serdang di tengah – tengah gelombang besar

dari gerakaan pemberontakan rakyat untuk membebaskan diri dan lingkungannya atas

kekuasaan manapun yang menghadangnya ; memakan waktu selama lima tahun.

Jadi berdasarkan atas uraian – uraian terdahulu yang saya perbuat sebelumnya ,

maka kiranya dapatlah dirumuskan masalahnya sebagai berikut :

1. Bagaimanakah bangsawan Melayu Serdang dalam memahami revolusi

Indonesia di Sumatera Timur itu dari keanekaragaman dan pertumbuhannya

yang dinamis serta subur tersebut.

2. Seperti apa bentuk / tampilan yang digunakan bangsawan Melayu Serdang

dalam revolusi Indonesia di Sumatera Timur itu.

1.3 Tinjauan Pustaka

Bahan – bahan literatur yang kiranya relevan dengan kajian yang akan saya teliti

adalah karya dari Anthony Reid ; The Blood Of The People Revolution And The End

Of Traditional Rule In Northern Sumatra , yang diterjemahkan oleh Tim PSH ( Pustaka

(6)

mengenai kajian dari susunan daulat raja – raja Melayu ; dalam karya ini digambarkan

bagaimana keahlian khas raja – raja Melayu dalam menjalin hubungan dengan

penduduk yang suka merompak dan suku – suku lain yang lebih besar jumlahnya tanpa

mengorbankan nilai – nilai adat kebiasaan dari raja – raja Melayu tersebut. Yang lebih

penting dalam karya ini juga menggambarkan pelopor – pelopor revolusi di Sumatera

Timur tersebut. Disamping The Blood Of The People Revolution And The End Of

Traditional Rule In Northern Sumatra yang diterjemahkan ini , Revolusi Nasional

Indonesia juga menjadi kerangka analisa utama saya dalam penulisan skripsi ini

disamping karya – karya pendukung lainnya.

Karya selanjutnya yang saya pakai adalah karya dari Tengku Luckman Sinar

dalam Sari Sejarah Serdang. Pada karya ini , saya merasa terbantu untuk mengerti akan

latarbelakang dan mengenai daerah – daerah yang masuk kedalam wilayah kerajaan

Serdang tersebut. Disamping Sari Sejarah Serdang ; Jati Diri Melayu juga saya pakai

karena dengan adanya karya ini saya lebih memahami akan budaya politik Melayu

yang kiranya membantu saya dalam memahami akan bangsawan Melayu Serdang.

Selanjutnya tulisan dalam Denyut Nadi Revolusi yang menguraikan disekitar Sumatera

Timur menjelang proklamasi dan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Izharry Agusjaya Moenzir dalam Tengku Nurdin : Bara Juang Nyala Di Dada ;

karya ini menguraikan bagaimana perjalanan hidup seorang bangsawan revolusioner

dari kehidupan dalam istana hingga terjun langsung kekancah pertempuran untuk

(7)

Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah cetakan ke – 2 oleh Sartono

Kartodirdjo ; alasan saya memilih bahan literatur ini oleh karena saya untuk

memahami penulisan skripsi ini membutuhkan salah satu pegangan metodologis dalam

hal mempertanggungjawabkan secara ilmiah dari kajian yang saya teliti. Dalam karya

ini banyak hal yang dapat saya ambil untuk lebih memperkuat landasan kajian yang

saya teliti seperti untuk konsep dan perspektif sejarah ( Teori dan Metodologi Sejarah )

serta pengertian pendekatan – pendakatan yang dilakukan ilmu sejarah terhadap ilmu –

ilmu sosial lainnya.

Selain karya dari Sartono ; saya juga menggunakan bahan – bahan literatur lain

untuk metode dari penulisan sejarah. Karya yang saya anggap sangat membantu juga

adalah karya – karya sejarah yang di sunting dari beberapa makalah yang digabungkan

kedalam satu karya seperti Pemahaman Sejarah Indonesia : Sebelum dan Sesudah

Revolusi oleh William H. Frederick dan Soeri Soeroto. Dalam karya ini yang dapat

saya ambil sebagai penambah untuk mengarahkan saya kiranya menuju kearah

kesempurnaan dalam pengkajian dari permasalahan yang saya teliti ; seperti , empat

unsur dalam pemikiran sejarah yang merupakan proses untuk dapat memahami masa

lampau yang umum diakui di dunia masa kini sebagai sesuatu yang tidak dapat

dihindarkan. Selain unsur pemikiran sejarah hal – hal yang saya ambil dalam karya ini

adalah landasan utama daripada metode sejarah ; bagian ini menerangkan

bagaimanakah seorang historiograf dalam menangani bukti – bukti yang diyakini

sebagai sesuatu dari bukti sejarah kemudian setelah didapat bukti – bukti tersebut

(8)

Abdul Latiff Abu Bakar dalam Melaka dan Arus Gerak Kebangsaan Malaysia

dalam karya ini ada diungkapkan mengenai budaya politik Melayu ; untuk memahami

akan budaya Melayu maka sangat tetaptlah kiranya saya memakai tulisan Abdul Latiff

Abu Bakar ini.

Tim Pengumpulan , Penelitian , dan Penulisan Sejarah Perkembangan

Pemerintahan DATI I Sumatera Utara dalam Draf Sejarah Perkembangan

Pemerintahan propinsi Sumatera Utara , 1945 – 1950. Karya ini menguraikan

mengenai hal – hal Sumatera Utara dalam revolusi Indonesia.

Karl J. Pelzer dalam Planter And Peasant , Colonial Policy And The Agrarian

Strunggle In East Sumatera ( 1863 - 1947 ) atau Toen Keboen Dan Petani : Politik

Kolonial Dan Perjuangan Agraria Di Sumatera Timur , 1863 – 1947 yang

diterjemahkan oleh J. Rumbo. Pada karya ini secara luas meguraikan kehidupan kaum

bangsawan setelah kedatangan bangsa asing yang secara tidak langsung

memperkenalkan keberadaan Sumatera timur tersebut.

Selanjutnya tulisan dari Indera dalam Peranan Deli Spoorweg Maatchappij

Sebagai Alat Transportasi Perkebunan Di Sumatera Timur , 1883 – 1940 dalam Buletin

Historisme edisi No. 9 bulan Januari ditahun 1998. Dalam tulisan ini diuraikan

bagaimana suatu perusahaan perkebunan dapat membuka kota seperti kota Medan ,

Binjai , Tebing Tinggi , dan lain – lain. Disamping karya Peranan Deli Spoorweg

Maatchappij Sebagai Alat Transportasi Perkebunan Di Sumatera Timur , 1883 – 1940

didalam buletin yang sama di edisi No. 11 pada bulan Januari ditahun 1999 dengan

(9)

ditemukannya tanaman tembakau yang berkualitas sangat membantu Sumatera Timur

dalam pemasukan devisa ke kas dibanyak negara di Sumatera timur.

George Mc Turnan Kahin dalam Nationalism And Revolution In Indonesia , atau

Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik : Nasionalisme Dan Revolusi Di Indonesia

yang diterjemahkan oleh Nin Bakdi Soemanto. Dalam karya ini digambarkan

bagaimana awal – awal dari revolusi Indonesia sampai pengakuan kedaulatan Belanda

atas keberadaan Indonesia.

Panitia Konfrensi Internasional dalam Denyut Nadi Revolusi Indonesia. Karya ini

menguraikan bagaimana sebenarnya gerakan – gerakan revolusioner yang dilakukan

oleh rakyat dalam revolusi Indonesia yang mewabah diseluruh wilayah Indonesia.

Ben Anderson dalam Java In A Time Of Revolution Occuption And resistences ,

1944 – 1946 atau Revolusi Pemuda : Pendudukan Jepang dan Perlawanan Di Jawa ,

1944 – 1946 yang diterjemahkan oleh Jiman Rumbo. Dalam karya ini saya merasa

terbantu dalam memahami akan latarbelakang pemuda menjadi radikal. Karya ini juga

menguraikan bagaimana hubungan Tan Malaka melalui persatuan perjuangannya yang

dalam kenyataannya organisasi perjuangan ini dituduh sebagai otak dari tragedi tahun

1946 di Sumatera.

Biliver Singh dalam Dwifungsi ABRI : The Dual Function Of The Indonesian

Armed Forces , atau Dwifungsi ABRI : Asal – Usul , Aktualisasi dan Implikasinya

Bagi Stabilitas dan Pembangunan yang diterjemahkan oleh Robert Hariono Imam

(10)

dalam politik Indonesia di jaman revolusi , khsususnya kebijakan – kebijakan yang

dibuat oleh angkatan darat.

Ulf Sundhaussen dalam Road To Power : Indonesian Military Politics , 1945 –

1967 atau Politik Militer Indonesia : Menuju Dwifungsi ABRI yang diterjemahkan

oleh Hasan Basari. Dalam karya ini diuraikan bagaimana sebenarnya latarbelakang

terbentuknya militer Indonesia dan latarbelakang prajurit dan perwiranya menurut

suku , agama , dan latarbelakang didikan militer yang mereka dapatkan tersebut serta

perkembangan militer itu sendiri.

Ralf Dahrendorf dalam Class and Class Conflik In Industrial Societiey yang

diterjemahkan oleh Ali Mandan dalam Konflik dan Konflik dalam Masyarakat

Industri : Sebuah Analisa Kritik. Pada karya ini saya merasa terbantu untuk mengerti

akan doktrin – doktrin Marxian dilihat dari sudut perubahan historis dan wawasan

sosiologis ; strukstur sosial dan perubahan – perubahan sosial , perubahan sosial dan

pertentangan kelas , pertentangan kelas dan revolusi , pemilikan dan kelas sosial ;

kepentingan kelompok , kelompok – kelompok yang bertentangan , struktur wewenang

negara , peran birokrasi , wewenang politik , dan kelas penguasa.

S.N Eisenstadt dalam Revolution and The Transformation of Societies , yang

diterjemahkan oleh Chandra Johan dalam Revolusi dan Transformasi Dalam

Masyarakat. Pada karya ini saya merasa terbantu untuk mengerti akan sebab musabab

terjadinya revolusi atau perubahan yang revolusioner dengan mengemukakan kerangka

kerja studi perbandingan peradapan. Karya ini di samping memberikan pandangan

(11)

terjadinya perubahan di dalam peradapan – peradapan besar. Bertumpu pada ajakan itu

, Eisenstadt menarik kesimpulan bahwa perubahan revolusioner cendrung mengambil

tempat pada negara – negara kerajaan feodal dan feodal kerajaan.

Tan Malaka dalam Dari Penjara Ke Penjara pada Jilid 1 , menguraikan bagaimana

sebenarnya kehidupan seorang yang berasal dari bangsawan Minangkabau tertarik

akan marxisme. Disamping karya Dari Penjara Ke Penjara pada Jilid 1 , saya juga

memakai karya Tan Malaka yang lain yaitu Madilog. Dalam Madilog ini diuraikan

bagaimana sebenarnya Tan Malaka dalam memahami marxisme dan dia melihat bahwa

marxis “internasional” yang kiranya tidak cocok dengan alam Indonesia. Dalam karya

ini Tan Malaka mengatakan bahwa “komunis Indonesia sudah tumbuh dari jaman

Indonesia kuno dengan gotong – royong sebagai ciri khas utamanaya”. Dalam

pengertian perjuangan kelas Tan Malaka menguraikan sebagai berikut : “pergerakan

revolusioner Indonesia bertumpu pada kerjasama antara semua kelompok atau

golongan yang mempunyai kepentingan bersama untuk mengalahkan musuh – musuh

dari kelompok penentang”.

Notosoetardjo dalam Dokumen – Dokumen Konfrensi Meja Bundar : Sebelum ,

Sesudah dan Pembubarannya. Dalam karya ini dapat dilihat gambaran bagaimana

sebenarnya kebijakan yang diambil untuk politik nasional ditahun 1946 – 1947 baik itu

untuk muatan dalam negeri sendiri maupun untuk kebijakan luar negeri ( perjanjian

dengan Belanda ).

Adnan Buyung Nasution dalam The Aspiration For Constitutional Government In

(12)

Aspirasi Pemerintahan Konstitusional Di Indonesia : Studi Sosio – Legal Atas

Konstituante , 1956 - 1959 yang diterjemahkan oleh Sylvia Tiwon. Dalam karya ini

yang dapat saya ambil sebagai bahan pengkajian saya ialah bahwa karya ini

menguraikan mengenai latarbelakang proses ketatanegaraan Indoensia beserta pelaku –

pelaku sejarah yang sangat berperan dalam menyusun ketatanegraan ini. Dalam karya

ini juga diungkapkan bagaimana militer ( angkatan darat ) dengan mitra sipilnya

menyususun undang – undang dasar yang akan diberlakukan untuk seluruh wilayah

Indonesia ini.

Seketariat Negara Republik Indonesia dalam 30 Tahun Indonesia Merdeka , dalam

karya ini yang kiranya relevan sebagai bahan yang mendukung pengkajian saya ini

ialah mengenai campur tangan militer ( angkatan darat ) dalam kebijakan – kebijakan

dari politik nasional yang dibuat oleh mitra sipilnya.

Sudijono Sastoadmodjo dalam Perilaku Politik , dalam karya ini yang dapat saya

ambil sebagai salah satu bahan dari pengkajian ini ialah mengenai budaya politik

Indonesia menurut Lucian Pye yang dikutip dalam karya ini ; disamping itu karya ini

lebih membantu saya dalam memahami akan budaya politik para elit.

Jon Elster dalam An Introductions To Karl Marx atau Marxisme : Analisis Kritis

yang diterjemahkan oleh Sudarmaji. Pada karya ini saya merasa terbantu untuk

memahami apa sebenarnya marxisme itu. Samakah marxisme yang diterapkan oleh

dunia internasional dengan marxisme yang diterapkan oleh para revolusioner di

(13)

wacana penggerak revolusi Indonesia dan bukan sebagai ideologi yang dilaksanakan

untuk selamanya.

Fransz Magnis Suseno dalam Etika Jawa : Sebuah Analisa Filsafi Tentang

Kebijakan Hidup Jawa , dalam karya ini yang saya ambil hanya untuk sebagai studi

banding mengenai antara pemahaman kekuasaan menurut Jawa dengan pandangan

kekuasaan menurut paham Melayu dan dalam karya ini juga ada ditampilkan

pemahaman kekuasaan menurut Barat.

Karya dari Muhammad Abduh dan kawan – kawan dalam Pengantar Sosiologi.

Dalam karya ini dijelaskan bagaimana peranan sosiologi dalam menganalisa

masyarakat secara umum maupun secara khusus.

Yang terahir karya dari Gorys Keraf dalam Komposisi. Pada karya ini , penulis

merasa terbantu untuk mengerti akan cara – cara mengutip , cara membuat catatan kaki

, penerapan catatan kaki dan singkatan serta penyusunan bibliografi.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Revolusi seperti dinyatakan oleh Jalaluddin Rakhmat merupakan manifestasi

perubahan sosial yang paling spektakuler. Revolusi mengengarai fundamental dalam

sejarah , membentuk masyarakat kembali dari dalam dan merancang lagi bangsa.

Revolusi tidak membiarkan apapun seperti sebelumnya ; revolusi menutup satu jaman

dan membuka jaman baru.4 Oleh karena pengetahuan tentang revolusi sangat berguna

4Rakhmat.Rekayasa Sosial : Reformasi , Revousi atau ManusiaBesar (rev . ed. ; Bandung : PT

(14)

untuk kajian sejarah , maka tujuan saya dalam mengkaji akan peristiwa sejarah ini

ialah :

1. Untuk mengetahui bagaimanakah sebenarnya bangsawan Melayu Serdang

dalam memahami revolusi Indonesia di Sumatera Timur itu dari

keanekaragaman dan pertumbuhannya yang dinamis serta subur tersebut.

2. Ingin mengetahui seperti apa bentuk / tampilan yang digunakan bangsawan

Melayu Serdang dalam revolusi Indonesia di Sumatera Timur itu.

Oleh karena pengetahuan tentang revolusi juga merupakan sebagai suatu kajian

sejarah yang sampai dengan sekarang ini banyak diminati dan dikaji oleh para

sejarahwan baik internasional maupun serajahwan nasional itu sendiri ; maka saya

berkeyakinan bahwa kajian revolusi ini kiranya bermanfaat untuk :

1. Sebagai salah satu kajian untuk bahan evaluasi sejarah politik dalam artian

memperbanyak kajian sejarah yang berwawasan muatan lokal ;

2. Diharapkan dengan adanya tulisan ini dapat menambah pengetahuan orang –

orang Melayu akan sejarahnya.

1.5 Metodologi Penelitian

Ilmu sejarah seperti ilmu – ilmu lainnya mempunyai unsur yang merupakan alat

untuk mengorganisasi seluruh tubuh pengetahuannya serta merekontruksi pikiran ,

yaitu metode sejarah. Kalau metode berkaitan dengan masalah “bagaimana orang

(15)

“mengetahui bagaimana harus mengetahui” ( to know how to know ). Secara implisit

metodologi mengandung unsur teori.5

Dalam metode sejarah terdapat empat unsur pemikiran sejarah yang merupakan

proses untuk memahami masa lampau ; diakui umum di dunia masa kini sebagai

sesuatu yang tidak dapat dihindarkan yaitu waktu , fakta ( bisa juga kenyataan ) ,

tekanan pada sebab – musabab , dan tidak lagi membatasi wilayah penyelidikan. Ada

sebuah pernyataan yang baik memberikan indikasi dalam persoalan ini :

“Dalam metode sejarah ini terdapat empat unsur pemikiran sejarah yang merupakan proses untuk memahami masa lampau ; diakui umum di dunia masa kini sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Yang paling penting ialah pengertian waktu ( barangkali harus mengatakan waktu ) sebagai sesuatu yang langgeng dan berurutan. Para ahli sejarah kontemporer memandang waktu dan berlalunya waktu dengan kecepatan yang teratur dan yang dapat diukur , sebagai pangkal pemikiran sejarah oleh karena waktu dan ciri - ciri khasnya itu dapat diuraikan sebagai sesuatu yang mutlak dalam sejarah. Kejadian hanya terjadi satu kali dan satu atau dua kejadian hanya dapat mempunyai satu kaitan dalam waktu. Apa lagi , waktu juga merupakan suatu segi masa lampau yang dapat kita ukur secara tepat. Seorang sejarahwan moderen haruslah dapat mengerti secermat mungkin kapan kejadian itu terjadi dan apa kaitannya dengan kejadian yang lain dalam waktu yang bersamaan atau berurutan. Dalam ukuran yang lebih besar atau lebih kecil “kerangka besi” ini membentuk segala segi yang menyangkut tafsiran modern tentang masa lampau. Inilah perbedaan yang antara pandangan moderen yang pengamatan pra atau non – moderen. Unsur selanjutnya yang harus dipertimbangkan oleh sejarahwan modren ialah kesadaran akan sifat dasar fakta – fakta ; yaitu kerumitannya. Dalam bahasa umum kata fakta ( “fact” ) atau bisa juga : kenyataan , mengandung kepastian yang diterima begitu saja. Tapi ahli sejarah moderen sadar akan “kelicinan” fakta. Yang paling sederhana sekalipun merupakan “fakta” , umpamanya ;bahwa sebatang potlot dilihat dari satu sudut pandangan tanpak panjang dan tipis. Tapi bilamana kita putar potlot itu sehingga kita lihat dari ujung ke ujung ternyata bentuknya berlainan sama sekali. Kita pun bisa “tergoda” untuk mengatakan suatu pernyataan yang mencakup berbagai “fakta”. misalnya orang tua Soekarno adalah guru sekolah yang miskin dengan penghasilan hanya sekian rupiah sebulan. Fakta – fakta itu dapat digunakan untuk memperoleh kesimpulan yang menyesatkan bila kita tidak menegaskan bahwa penghasilan yang sekian rupiah itu serta status pekerjaan seorang guru sekolah , menempatkan keluarga Soekarno dalam golongan masyarakat teratas yang berjumlah 2 – 3 persen pada waktu itu. Singkatnya , fakta tidak atau jarang

(16)

sekali merupakan bahan keterangan yang abstrak dan mutlak. Fakta itu harus dilihat dari berbagai sudut sebanyak mungkin , serta diperlakukan dengan berhati – hati sekali. Segi lainnya dari fakta yang seharusnya diperhatikan oleh sejarahwan secara khusus ; bahwa yang disebut “fakta” atau “data” murni harus ditanggapi dengan penuh perhatian , sama seperti halnya dengan. Unsur ketiga yang merupakan ciri khas pemikiran sejarah moderen ialah tekanan pada sebab – musabab. Para ahli sejarah masa kini ingin mengetahui sejelas – jelasnya bukan saja kapan suatu kejadian itu terjadi , apa yang sesungguhnya telah terjadi dan bagaimana terjadinya , tetapi juga mengapa. Di sini , masalah yang dihadapi memang tidak sekongkrit masalah waktu atau fakta. Meskipun demikian pemecahannya tidak dapat dilakukan secara serampangan. Sejarah moderan mempunyai metode untuk membimbing penyelidikan dan mempertimbangkan buktinya. Penggunaan metode ini dinyatakan dengan dua pendekatan terhadap pernyataan tentang sebab – musabab dalam sejarah. Pertama : ada perbedaan antara “hubungan” dan “sebab”. Bisa saja ada hubungan ( dalam waktu ) ; tetapi tanpa bukti tambahan , maka penulis tidak dapat mengusulkan bahwa antara kedua kejadian itu ada kaitan penyebabnya. Kedua : para ahli sejarah masa kini menerima pendapat bahwa pada umumnya kejadian – kejadian mempunyai banyak penyebab ; bukan hanya satu. Penyebab – penyebab itu dapat disusun sedemikian rupa sehingga terlihat bagaimana sesungguhnya mereka saling mempengaruhi. Akhirnya ; sejarah dewasa ini , tidak lagi membatasi wilayah penyelidikannya. Pada hakekatnya , setiap topik yang dapat dibayangkan manusia dapat dilihat dari sudut sejarah. Semakin banyak ahli sejarah mengkhususkan diri dalam bidang yang mungkin kedengarannya sempit dan aneh , sebagai contoh ; kebudayaan popular – termasuk nyanyian – nyanyian rakyat dan film. Untuk selanjutnya terpulang kepada penulis untuk mewujudkan apa sebenarnya arti dari topik semacam itu”6

Sebagai permasalahan inti dari metodologi dalam ilmu sejarah dapat disebut

masalah pendekatan. Penggambaran kita mengenai suatu peristiwa sangat tergantung

pada pendekatan ; ialah dari segi mana kita memandangnya , dimensi mana yang

diperhatikan , unsur - unsur mana yang diungkapkan , dan lain sebagainya. Hasil

pelukisan akan sangat ditentukan oleh jenis pendekatan yang dipakai. Dalam

menghadapi gejala historis yang serba kompleks , setiap penggambaran atau deskripsi

menuntut adanya pendekatan yang memungkinkan penyaringan data yang diperlukan.

6Frederick , Soeri Soeroto.Pemahaman Sejarah Indonesia : Sebelum dan Sesudah Revolusi

(17)

Suatu seleksi akan dipermudah dengan adanya konsep - konsep yang berfungsi sebagai

kriteria.7

Secara sederhana untuk merekontruksi peristiwa yang saya teliti ini dilakukan

dalam beberapa langkah ; yaitu : heuristik , kritik , interprestasi , dan historiografi.

Pada tahap heruistik ; penelusuran dan pengumpulan bahan data saya lakukan

dengan melalui teknik quota sampling. Dalam teknik ini jumlah populasi tidak saya

perhitungkan , akan tetapi dilkasifikasikan dalam beberapa kelompok. Sampel diambil

dengan memberikan jatah atau quotum tertentu pada setiap kelompok yang seolah –

olah berkedudukan masing – masing sebagai sub populasi. Pengumpulan data

dilakukan langsung pada unit sampling yang saya temui. Setelah jumlahnya

diperkirakan oleh saya mencukupi , pengumpulan data dihentikan. Bahan – bahan

yang digunakan adalah bahan – bahan yang berhasil saya kumpulkan melalui sumber –

sumber tertulis ; dalam hal pengumpulan sumber – sumber tertulis ini saya

menekankan pada penggunaan studi pustaka atau library research sebagai

pengumpulan sumber utama sejarah yang saya kaji ditambah dengan hasil wawancara

dengan beberapa tokoh yang terlibat baik secara langsung maupun tokoh – tokoh yang

terlibat secara tidak langsung pada peristiwa sejarah tersebut.

Adapun tokoh – tokoh yang saya wawancarai itu adalah sebagai berikut :

1. Bapak Tengku Luckman Sinar , SH. Bapak ini merupakan salah seorang anak

dari almarhum Sultan Serdang. Sekarang bapak ini berkedudukan sebagai

(18)

Seketaris dari Dewan Kesultanan Serdang. Bapak ini berumur kira – kira 68

Tahun dan sekarang tinggal di Jalan Abdulla Lubis No. 42 / 47 Medan.

2. Bapak Tengku Syahrial. Bapak ini juga merupakan salah seorang anak dari

almarhum Sultan Serdang. Pada masa revolusi Indonesia , bapak ini

menggabungkan diri kedalam TRI dan juga sebagai Seketaris dari Jenderal

Timur Pane. Bapak ini berumur kira – kira 80 Tahun dan sekarang beralamat

di Jalan Kalimantan III No. 18 B Kompleks Perumahan Pelabuhan , km 20

Belawan.

3. Bapak Tengku Syahrul. Bapak ini merupakan salah seorang bangsawan

Melayu Langkat. Sewaktu revolusi Indonesia terjadi bapak ini masih berumur

kira – kira 5 tahun dan masih mengingat kejadian – kejadian diseputar revolusi

Indonesia di Langkat. Bapak ini berumur kira – kira 61 tahun dan sekarang

beralamat di Jalan Fatahila No.12 Selesai.

4. Bapak Tengku Muhammad Abra. Bapak ini merupakan salah seorang

bangsawan Melayu Deli. Sewaktu revolusi Indonesia terjadi bapak ini masih

berumur kira – kira 5 tahun dan masih mengingat kejadian – kejadian

diseputar revolusi Indonesia di Deli ; dimana pada waktu revolusi sosial 1946

istana Maimun diserang oleh kelompok sipil bersenjata yang anti – feodal.

Bapak ini berumur kira – kira 60 tahun dan sekarang beralamat di Jalan

Lampu Kompleks Rispa No.15 Medan.

Dari jawaban – jawaban informan atas dasar pengalaman dan pendapat mereka

(19)

bagaimanakah sebenarnya bangsawan Melayu Serdang dalam memahami revolusi

Indonesia di Sumatera Timur itu dari keanekaragaman dan pertumbuhannya yang

dinamis serta subur tersebut dan mengenai seperti apa bentuk / tampilan yang

digunakan bangsawan Melayu Serdang dalam revolusi Indonesia di Sumatera Timur

itu. Pada tahap ini saya telah melakukan penelitian terhadap bahan - bahan koleksi dari

bapak Tengku Lukcman Sinar , SH , buku – buku koleksi dari perpustakaan USU ,

buku – buku koleksi pribadi dari milik Mahardi , dan buku – buku koleksi saya

pribadi. Tindakan yang saya lakukan ini sesuai dengan tahapan kedua dari metode

sejarah yakni merekonstruksi peristiwa ini dengan mengadakan kritikan terhadap

sumber – sumber data yang telah saya kumpulkan dan yang kemudian berdasarkan

kebutuhan objek peneltian selanjutnya saya seleksi.

Setelah sumber – sumber data yang terseleksi ini ; maka tindakan selanjutnya yang

saya lakukan ialah mengadakan interprestasi terhadap sumber – sumber data tersebut

untuk menemukan struktur logis dengan kebutuhan akan sumber – sumber data yang

mendukung peristiwa ini sehingga mempunyai makna.

Akhirnya dengan kombinasi langkah – langkah yang sebelumnya saya lakukan ;

maka barulah saya ketengah tulisan ini ke khalayak pembaca melalui suatu bentuk

(20)

BAB II

GAMBARAN UMUM SUMATERA TIMUR

2.1 Sejarah Dan Latar Belakang Sumatera Timur

Dalam permulaan abad ke - 19 negara - negara yang ada diantara Tamiang dan

Barumun Panai mengakui sultan Siak sebagai raja. Tidak satupun dari negara - negara

pantai timur ini pernah menarik perhatian yang serius bagi negara - negara Eropa

sebelum tahun 1820. Penduduk pribumi Melayu dan Batak yang hidup berserak

-serakan dibelahan Sumatera Timur ini dianggap seperti tidak ada dimata kaum

kapitalis Eropa tersebut.

Inggrislah yang pertama kali menunjukan perhatian yang sungguh - sungguh

terhadap Sumatera Timur tersebut. Bagian Sumatera yang sampai saat itu tidak

diacuhkan mulai menjadi penting pada awal tahun 1800 sebagai pasar bagi barang

-barang ekspor Penang maupun impor terutama ladanya.1 Di Sumatera Timur

masyarakatnya masih tergolong “homogen” interaksi sosial yang terjadi hanya bersifat

“bilateral” antara suku Melayu dengan suku Karo yang sangat penting tersebut.

Interaksi sosial di negeri ini hanya berlangsung atas kedua kelompok tersebut dengan

berbagai variabel - variabel interaksi seperti antara golongan kaum elit dengan

golongan rakyat kebanyakan antara golongan terpelajar dengan golongan agama.

1Karl J. Pelzer. Planter And Peasant , Colonial Policy AndTheAgrarian Strunggle In East

(21)

Dalam segala kemungkinan yang ada tidaklah ada daerah tropik yang mengalami

pertumbuhan perkerbunan secepat atau mencapai kemakmuran sesubur Sumatera

Timur walaupun dalam taraf - taraf perkebunan tradisional. Sebelum kedatangan kaum

kapitalis di Sumatera Timur ; perbedaan yang terjadi antara golongan atas dengan

golongan bawah tidak begitu mencolok. Kehidupan penduduk begitu sangat sederhana.

Ciri khas pejabat yang ada di Sumatera Timur adalah bahwa ia tinggal dalam sebuah

rumah yang dalam tata bentuk maupun bahan bangunannya sangat serupa dengan

rumah - rumah rakyat biasa ; sebuah rumah yang rangka dan dindingnya berbahan

kayu dan papan beratapkan sirip - sirip nipah ; hanya sedikit lebih besar dari rumah

rakyat.

Tetapi setelah datangnya kaum kapitalis dengan tiba – tiba penguasa Sumatera

Timur mampu membangun tempat – tempat kediaman yang luas dan istana – istana

yang besar. Tidak hanya sebatas ini saja dampak kedatangan kaum kapitalis tersebut

adalah Jacobus Nienhuys yang membawa suatu kemajuan dan kelak dimasa yang akan

datang juga membawa bencana bagi Sumatera Timur ini seorang yang dikirim dari

negeri Belanda untuk mengembangkan penanaman tembakau di Jawa , mendarat di

pinggir sungai Deli tanpa menyadari bahwa tanah yang diinjaknya tersebut sangat

subur tiada duanya dan sangat cocok untuk pengembangan industri perkebunan ;

terutama untuk penanaman tembakau gulung. Begitu diketahui betapa besarnya nilai

tembakau gulung yang ditanam di tanah Deli dan wilayah Langkat yang bertentangga ;

berkerumunlah para pengusaha – pengusaha kaum kapitalis pencari untung tersebut

(22)

tanpa memperdulikan kesejahteraan rakyat mereka dengan sangat senang memberikan

konsensi – konsensi tanah kepada pendatang. Mula – mula untuk masa 90 tahun dan

kemudian untuk masa 75 tahun. Dalam suatu ekspansi yang drastis , jumlah

onderneming tembakau bertambah dari 22 dalam tahun 1872 menjadi 49 dalam tahun

1880 ; menjadi 148 dalam tahun 1888.

Berbagai keuntungan yang diperoleh dari hasil kesuburan tanah di Sumatera Timur

yang pada ab saya ad ke- 20 dikenal sebagai “tanah dolar”. Sebutan ini erat kaitannya

dengan derasnya keuntungan yang mengalir dari hasil onderneming yang melimpah

ruah. Dari hasil ini juga berbagai dampak baik positif maupun negatif yang dapat

dihasilkannya. Secara positif dengan adanya onderneming itu maka terdapat berbagai

pembangunan yang dihasilkannya ; seperti pembangunan jaringan kereta api ,

kemajuan alat transportasi serta komunikasi yang akan membuka wilayah dan

kesempatan produksi petani ke pasar dunia. Disamping itu juga munculnya kota – kota

perdagangan seperti Medan , Tebing Tinggi , Lubuk Pakam , Binjai , dan sebagainya.2

Disamping adanya dampak positif ada juga dampak negatifnya seperti diantaranya

terjadinya pengambilan tanah rakyat dengan program memajukan konsensi – konsensi

tanah yang sampai puluhan tahun ; hilangnya / pudarnya batas antara rakyat penunggu

tanah ulayat ( tanah adat ) dengan pendatang yang mendapatkan tanah melalui grant

sultan maupun grant – grant yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial yang

mengakibatkan ketidakjelasan akan hak pakai atau menjadi hak milik tanah bagi para

2Indera. “Peranan Deli Spoorweg Maatchappij Sebagai Alat Transportasi Perkebunan Di

(23)

pendatang di Sumatera Timur tersebut. Disamping itu diterapkannya poenale sanctie

sebagai peraturan pekerja yang lebih banyak bersifat menguntungkan tuan – tuan

kebun daripada para pekerja yang mengolah kebun – kebun tersebut.3 Seperti

ungkapan Tan Malaka yang menggambarkan suasana setelah masuknya kaum kapitalis

di onderneming – onderneming Sumatera Timur tersebut sebagai berikut ;

“Gouland , tanah emas , surga buat kaum kapitalis. Tetapi tanah keringat air mata mau , neraka buat kaum ploretar . . . Disana berlaku pertentangan yang tajam antara modal dan tenaga , serta antara penjajah dan terjajah”4

2.2 Keadaan Geografis

Dibatasi oleh Aceh di barat laut , Tapanuli di barat daya , Bengkalis di tenggara

dan Selat Malaka di timur laut , luas Sumatera Timur dewasa ini meliputi 31.715

kilometer persegi atau 6,7 % dari seluruh daerah Sumatera.

Sumatera Timur membentang mulai dari titik batas di puncak – puncak barisan

bukit ( yang dulu disebut Wilhelmina Gebergte ) dan juga barisan bukit Simanuk –

manuk dan dari sana berangsur – angsur menurun , menyentuh pantai timur Danau

Toba , terus kedaratan – daratan rendah dan rawa – rawa pantai sepanjang Selat

Malaka. Dua barisan bukit itu adalah bagian dari sistem Bukit Barisan yang

membentang dari Banda Aceh di utara sampai Tanjung Cina di Selat Sunda di selatan ,

membagi Sumatera dalam keseluruhan panjangnya dengan 1.650 kilometer. Dilihat

dari titik tengah yang terletak lebih dekat ke pantai barat daripada ke pantai timur

3Lihat juga , Indera. “Perkebunan Tembakau Deli , 1863 – 1891” , Buletin Historisme , 11

( Januari , 1999 ) , hal. 45.

(24)

pulau Sumatera , sistem Bukit Barisan itu mengarah dari barat laut ke tenggara ,

begitupun arah letak pulau itu secara keseluruhan. Kenyataan ini diabaikan dalam

pemakaian istilah – istilah umum utara – selatan – barat – timur terhadap pulau itu.5

2.3 Kependudukan

Peta – peta bahasa suku Sumatera memperlihatkan suatu jalur lebar tentang

penduduk yang berbahasa Melayu mulai dari Aceh sampai Asahan dengan

memisahkan Batak Karo dan Batak Simalungun dari perairan Selat Malaka. Akan

tetapi pada waktu kunjungan Anderson , daerah pemukiman Batak Karo dan Batak

Simalungun lebih mendekat ke pantai membuat jalur Melayu itu menjadi lebih sempit

daripada yang dilukiskan pada peta – peta bahasa yang moderen. Anderson

menemukan bahwa hanya kampung – kampung pada bagian sungai – sungai yang

lebih kehilir itulah yang dihuni oleh masyarakat Islam yang berbahsa Melayu.

Penduduk di situ keturunan para imigran Melayu dari Jambi , Palembang , dan

Semenanjung Malaya , dan juga beberapa keturunan Minangkabau , Bugis , dan Jawa

yang telah menetap disepanjang pantai. Tidak jauh dari garis pantai , jalaur berbahasa

Melayu ini berbatasan dengan tempat – tempat pemukiman suku Batak sehingga pada

hakekatnya sebagian penduduk Sumatera Timur terdiri dari orang Batak. Mungkin

sekali dimasa lampau suku Batak Karo menghuni pantai Langkat , Deli , dan Serdang ;

sementara orang Batak Simalungun di pantai Batu Bara. Mereka seperti juga suku

(25)

Batak Toba masih menduduki pantai antara sungai – sungai Asahan dan Barumun

tetapi berangsur – angsur terdesak atau telah berbaur dengan unsur pendatang Melayu.

Anderson melihat berlangsungnya perkawinan campuran antara orang Melayu dan

wanita Batak di Langkat dan Deli. Kepala – kepala suku Melayu Batu Bara mengawini

putri – putri kepala – kepala suku Batak Simalungun untuk memperoleh hak – hak

istimewa berdagang dan untuk menjamin keselamatan pribadi di daerah Batak.

Menurut tambo , pendiri keluarga penguasa Deli adalah seorang Islam India yang

bekerja untuk Sultan Iskandar Muda dari Aceh. Orang India ini datang ke Deli tahun

1630 ketika daerah ini dibawah kekuasaan Aceh , dan ia mengawini putri kepala suku

Karo di Sunggal. Beberapa keturunannya kawin dengan putri – putri dari keluarga –

keluarga Karo terkemuka lainnya. Sultan yang terahir sering menceritakan dengan

bangga bahwa ia adalah separuh India dan separuh Batak Karo dan menghubungkan

lengan dan tangannya yang berbulu kepada leluhurnya dari India. Bekas keluarga –

keluarga penguasa Asahan dan Langkat konon adalah keturunan Batak Toba atau

Batak Karo tetapi telah masuk Islam sejak beberapa generasi. Kampung – kampung

Islam dewasa ini yang terletak di hulu tepi – tepi sungai Deli atau Belawan di dalam

jalur Melayu , pada waktu kedatangan Anderson berada diluar jalur Melayu itu dan

termasuk daerah Karo penyembah berhala sebagaimana terbukti dengan adanya babi –

babi di desa – desa itu. Orang Batak yang beralih masuk Islam segera mulai mengikuti

(26)

dan menganggap diri mereka sebagai orang – orang Melayu ; namun mereka tidak

pernah melupakan marga Bataknya.6

Untuk mengetahui mengenai jumlah penduduk di Sumatera Timur sampai dengan

10 Maret 1943 maka kiranya dapat dilihat dari data statistik terperinci yang dilengkapi

oleh Jepang pada akhir perang dengan jelas memperlihatkan jumlah penduduk

tersebut. Adapun jumlah penduduk Sumatera Timur ini dapat dilihat dalam tabel 1

sebagai berikut ini :

Tabel 1

Pembagian Suku - Suku Di Sumatera Timur Tahun 1930

Banyak % Jumlah %

Sumber : Anthony Reid dalam The Blood of the People : Revolution and the End of Traditional Rule in Northern Sumatra ; atau Perjuangan Rakyat : Revolusi Dan Hancurnya Kerajaan Di Sumatera terjemahan Tim PSH , hal. 85.

(27)

Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa jumlah suku terbanyak di Sumatera Timur di

tahun 1930 didominasi oleh suku pendatang ( suku Jawa ) sekitar 589.836 jiwa dari

1.685.873 jiwa atau 35 % dari penduduk Sumatera Timur dan penduduk Melayu

sebagai penduduk asli hanya menempati posisi kedua setelah penduduk suku Jawa ,

yaitu sekitar 334.870 jiwa dari 1.685.873 jiwa atau 19,9 % dari jumlah keseluruhan

penduduk Sumatera Timur.

Sedangkan menurut data – data dari Jepang sampai dengan 10 Maret 1943

kepadatan penduduk di Sumatera Timur per km2 dari daerah – daerah yang berada

dalam kawasan wilayah Sumatera Timur penduduk yang terpadat terdapat di kota

Medan dengan rata – rata per km2 7.240,0 % dari rata – rata kepadatan penduduk per

(28)

Tabel 2

Sumber : Karl J. Pelzer dalam Planter and Peasant : Colonial policy and the agrarian strunggle in East Sumatera 1863 – 1947 ; atau Toean Keboen Dan Petani : Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria di Sumatera Timur 1863 – 1947 terjemahan J. Rumbo , hal. 156

Disamping jumlah kepadatan rata – rata penduduk per penduduk Sumatera Timur

berdasarkan daerah , penulis juga menampilkan jumlah penduduk berdasarkan dari

golongan suku – suku besar yang ada di Sumatera Timur. Adapun penduduk tersebut

dapat dilihat dalam tabel 3 sebagai berikut ini :

TABEL 3

PENDUDUK SUMATERA TIMUR DARI GOLONGAN – GOLONGAN SUKU BESAR

Golongan Suku 1930 1943 Persen

(29)

Berdasarkan tabel 3 dapat kiranya diketahui bahwa sebagian besar dari penduduk

yang mayoritas di Sumatera Timur ini sampai dengan tahun 1943 ditempati oleh suku

Jawa dengan 850.000 jiwa , dan menyusul suku Batak yang menempati posisi kedua

terbanyak dengan jumlah penduduk dari suku ini sebesar 470.000 jiwa ; sedangkan

suku Melayu hanya menempati posisi ke keempat ( 60.000 jiwa ) setelah penduduk

(30)

BAB III

KELAHIRAN DAN EVOLUSI

BANGSAWAN MELAYU SERDANG

3.1

Suksesi Di Kerajaan Deli Sebagai Embrio Dari Bangsawan

Serdang Tahun 1720

Berdirinya kerajaan Serdang diawali dari perang suksesi dalam perebutan tahta di

Deli disekitar tahun 1820. Perang suksesi ini merupakan sebagai embrio terbentuknya

bangsawan Melayu Serdang sekaligus telah mewujudkan kerajaan Serdang. Namun

kerajaan yang didirikan oleh permaisuri Tengku Puan Sampali bersama putranya

Tengku Umar Johan Pahlawan Alamsyah dan adiknya Tengku Tarwar serta mendapat

bantuan dari Datuk Sunggal dan Datuk Tanjung Morawa marga Saragih Dasalah itu

bukanlah merupakan tujuan semata – mata , melainkan hanyalah alat untuk mencapai

cita – cita bangsa dan tujuan negara yakni membentuk masyarakat adil dan makmur

berdasarkan raja adil raja disembah raja zalim raja disanggah.

Kerajaan Serdang merupakan perkawinan antara kerajaan Perbaungan asal

Minangkabau , Denai 7 , Lubuk Pakam , Batang Kuis , Percut Sei Tuan sampai Selatan

, sampai kebatas Sungai Ular melalui Namu Rambe dari Hulu sampai ke pantai Selat

Malaka. 8

7Wawancara dengan Bapak Tengku Luckman Sinar , SH ; dirumah : JL. Abdulla Lubis No. 42 / 47

Medan , tanggal 31 Maret 2001.

8Luckman. Sari Sejarah Serdang ( Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , 1970 )

(31)

Adapun arti daripada suksesi 1720 itu dalam garis – garis besarnya ialah :

1. Lahirnya bangsawan Melayu Serdang ;

2. Puncak perjuangan Tengku Umar Johan Perkasa Alamsyah untuk

memperebutkan tahta kerajaan Deli namun gagal ;

3. Titik tolak untuk membentuk masyarakat adil dan makmur berdasarkan raja adil

raja disembah raja jalim raja disanggah.

Semenjak suksesi 1720 itu sejarah bangsa Melayu Serdang merupakan daripada

suatu bangsa yang merdeka dan bernegara ; sejarah bangsa Melayu Serdang yang

menyusun pemerintahannya.

3.2 Bangsawan Serdang Dalam Kekuasaan Tradisional (

1723 – 1862 )

3.2.1 Raja Dalam Kerajaan

Jati diri Melayu umumnya mengajarkan kepada orang – orang Melayu akan adanya

siklus antara daulat dan derhaka. Secara simbolik jati diri ini diaktualisasikan dalam tiga

unsur mendasar yaitu Raja / Sultan , para pembesar dari berbagai hirarki , dan rakyat

yang menjadi wadah untuk menjunjung kedua unsur terdahulu. Ketiga unsur ini

bertalian erat diantara satu dengan lainnya. Bangsawan Serdang merupakan bagian dari

bangsawan Melayu. Seseorang disebut Melayu apabila ia beragama Islam , berbahasa

Melayu sehari – harinya dan beristiadat Melayu. Dalam adat Melayu terdapat satu

ungkapapan yang dipedomani. Ungkapan ini ; “adat bersendi hukum syarak , syarak

bersendikan kitabullah”. Jadi orang Melayu itu adalah etnis secara kultural ( budaya )

(32)

kekeluargaan orang Melayu menganut sistem “parental” ( kedudukan pihak ibu dan

pihak bapak sama ). Pada awalnya ketika agama Islam mulai dikembangkan oleh orang

Melayu ( pedagang ) ke seantero Nusantara ; pengertian Melayu merupakan pengertian

suatu wadah orang Islam dalam menghadapi golongan non – Islam.9

Dalam kesadaran Barat kekuasaan merupakan gejala yang khas antarmanusia.

Kekuasaan adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak pada orang lain , untuk

membuat mereka melakukan tindakan – tindakan yang kita kehendaki. Kekuasaan

pada dirinya sendiri adalah sesuatu yang abstrak yang hanya menjadi kongkret dalam

sebab – sebab dan akibatnya. Kekuasaan terdiri dalam hubungan tertentu antara

orang – orang ataupun kelompok orang dimana salah satu pihak dapat memenangkan

kehendaknya terhadap yang satunya. Kekuasaan muncul dalam bentuk yang beraneka

ragam misalnya sebagai kekuasaan orang tua , karismatik , politik , fisik , finansial ,

inteletual , dan tergantung dari dasar empirisnya.10

Dalam paham Melayu kekuasaan adalah sesuatu yang sama sekali berbeda. Sistem

kerajaan – kerajaan Melayu yang tumbuh di Sumatera Timur dan ada sejak kerajaan

Haru di Deli lenyap karena serangan Aceh pada 1539 M merupakan bersifat kerajaan

Islam Mazhab Syafii yang mengutamakan mufakat ( konsensus ) dalam pemerintahan

sehari – hari diantara Raja / Sultan yang dianggap sebagai “zilullah fi’l alam” bayang –

bayang Tuhan diatas dunia atau “kalifatullah fi’l ard” wakil Tuhan di dunia dengan

9Lihat juga , Tengku Luckman Sinar , SH. Jati Diri Melayu ( Medan : Lembaga Pembinaan dan

Pengembangan Budaya Melayu – MABMI , 1994 ) hal. 8 – 15.

10Magnis. Etika Jawa : Sebuah Analisa Filsafi Tentang Kebijakan Hidup Jawa ( rev . ed. ;

(33)

rakyat diwakili oleh para “Orang Besar” telah diciptakan ketika terjadi “kontrak

sosial” antara sang sapurba dengan demang lebar daun di Bukit Seguntang Maha Meru

seperti yang diceritakan oleh sejarah Melayu. Dalam “kontrak sosial” ini Raja / Sultan

( penguasa ) tidak boleh menghina dan memperkosa hak rakyat. Raja tidak akan

membuat keputusan tanpa mufakat dan persetujuan segenap Orang Besar. Taatnya

orang Melayu kepada Raja / Sultan yang dianggap sebagai wakil Tuhan di dunia /

kepala pemerintahan Islam / kepala adat sejak dahulu sebelumnya terungkap dalam

pepatah “ada raja adat berdiri , tiada raja adat mati”. Oleh sebab itu Raja / Sultan

mempunyai “Daulat” selaku penguasa pemerintahan , penguasa Islam dikerajaannya ;

dan selaku kepala adat Melayu. Pemberontakan terhadap Raja / Sultan dianggap

merusak keseimbangan kosmos di alam tindakan mana disebut “Durhaka” , yang

hukumnya sangat berat sampai melibatkan keluarga dan harta benda pendurhaka itu.

Oleh sebab itu dapatlah kita lihat didalam sejarah kerajaan – kerajaan Melayu sebelum

penjajahan Barat untuk melenyapkan ketidakadilan rakyat memakai tiga cara :

1. Cara pertama : Memprotes sesuai pepatah “Raja adil Raja disembah , Raja

zalim Raja disanggah”. Pepatah ini memperlihatkan bahwa hak azasi manusia

sudah lama dipraktekan pada orang Melayu dibandingkan orang diluar

Melayu ;

2. Cara kedua ; sering kita lihat dengan meracuni raja itu hingga tewas ;

3. Cara ketiga ; rakyat yang merasa ditekan lalu berangkat pindah dengan

keluarganya ke kerajaan lain sehingga daulat raja itu jadi berkurang. Dalam

(34)

ibarat disambar garuda”. Dengan banyak keluar rakayatnya maka raja yang

zalim itu hilanglah pamornya ( daulatnya ) dan turunlah derarajat kerajaannya

menjadi miskin.5

Ketiga unsur ; Raja / Sultan , para pembesar dari berbagai hirarki , dan rakyat yang

menjadi wadah untuk menjunjung kedua unsur terdahulu itu merupakan semacam

matarantai yang tidak dapat dipisahkan. Siapa dan apa yang menaikan martabat

seorang raja atau sultan tidaklah terlepas dari rakyat walaupun sekecil apapun pengikut

dan rakyat yang mendaulati beginda dari kerajaan itu. Sebaliknya tentulah tidak akan

terwujud suatu sistem , peraturan , atau organisasi sesuatu kerajaan atau kesultanan ,

masyarakat yang teratur , tata cara hidup yang bernorma dan berbudaya seandainya

ketiadaan raja atau sultan yang didaulati sebagai unsur tertinggi dalam tata cara

berkerajaan dan berpemerintahan. Sebagai pemimpin sebuah masyarakat yang besar

dalam tradisi kemepimpinan Melayu – Islam ia perlu diakui sebagai khalifah di dunia.

Apabila merujuk kepada tradisi pribumi ; rakyat suatu kerajaan atau suatu

kesultanan dianggap sebagai tanah. Hanya unsur tanah saja yang boleh menumbuhkan

pohon. Dan apabila mengambil contoh tradisi kepemimpinan Parsi , raja diibaratkan

pohon dan rakyatnya diumpamakan sebagai akarnya. Hanya apakah ada akar barulah

pohonnya boleh tumbuh dan berkembang. Tanah yang segar , akar yang kuat tentu

dapat menghasilkan pohon yang subur dan baik. Perantaraan diantara raja atau sultan

dengan rakyatnya adalah pembesar. Para pembesar dari pelbagai hirarki melaksakan

(35)

fungsi – fungsi fiskal dalam melangsungkan kewibawaan dan berkuasanya seorang

raja atau sultan terhadap seluruh rakyatnya. Tidak mungkin kesemua tanggungjawab

itu dilakukan oleh raja atau sultan. Maka memang sangat diperlukanlah hal – hal yang

bersifat kompleks itu dibagi – bagikan ( pembagian kekuasaan ) kepada para pembesar

tersebut.

Seorang raja atau sultan mempunyai tugas pertama – tama ia harus mengangkat

bendahara , kedua ia juga mengangkat tumenggung , tugas yang ketiga seorang raja

atau sultan yang bijaksana juga harus melakukan pengangkatan terhadap syahbandar.

Demikianlah , betapa raja atau sultan dan pembesar saling perlu memerlukan ibarat api

dengan kayu tidak akan mungkin menyala api apabila tanpa adanya kayu. Maka

wajarlah apabila raja atau sultan , pembesar , dan rakyat menjadi dasar dalam

pandangan hidup perpolitikan Melayu dalam membentuk sebuah kerajaan dengan

berbagai keragaman institusinya. Selanjutnya apabila dikaitkan seorang raja atau sultan

yang berwibawa serta yang pemegang kekuasaan tertinggi dalam institusi kerajaan

yang memakai gelar sultan tersebut maka wujud dari kerajaan itu berwujud kesultanan.

Instutusi inilah yang menjadi tonggak dari penggagasan , penumbuhan ,

perkembangan , dan kelangsungan daripada suatu kerajaan dan warisan – warisan

Melayu berikutnya. Begitu penting institusi ini dalam menyumbang untuk

mewujudkan sebuah kerajaan sehingga diungkapkan secara falsafah dalam budaya

politik Melayu “…negeri ( kerajaan ) kalah , apabila rajanya mati”.6

6Latiff.Melaka dan Arus Gerak Kebangsaan Malaysia ( Kuala Lumpur : Universiti Malaya ,

(36)

Dari ungkapan ini dapat diyakini bahwa raja atau sultan dalam paham Melayu

memiliki kosmis. Kosmis ialah suatu kekuatan yang dimiliki oleh seorang raja

(penguasa ) berdasarkan keseimbangan dalam berpedomankan akan kestabilan kosmos

( alam semesta ). Artinya seorang raja atau sultan dapat berkuasa apabila jumlah total

kekuasaan dalam alam semesta tetap sama saja. Individu - individu yang berkuasa

dianggap penuh kekuatan batin dalam arti baik atau buruk. Pada prinsipnya kekuatan

adi dunia itu ada dimana - mana tetapi ada tempat , benda , dan manusia dengan

pemusatan yang lebih tinggi. Raja atau sultan yang dipenuhi oleh kekuatan ini tidak

bisa dikalahkan dan tak dapat dilukai dengan kata lain raja atau sultan itu sakti

kekuatan yang membuat sakti disebut kesaktian. Kekuasaan politik adalah ungkapan

kesaktian maka tidak merupakan sesuatu yang abstrak suatu nama belakang bagi

hubungan antara dua unsur yang kongkret yaitu manusia atau kelompok manusia.

Kekuasaan mempunyai substansi pada dirinya sendiri ( kehendak dari raja atau sultan

yang bersangkutan ) berinteraksi pada dirinya sendiri dan tidak tergantung dari dan

mendahului terhadap segala pembawaan empiris. Dalam kenyataannya kekuasaan

hakekat realitas sendiri , dasar ilahinya dilihat dari segi kekuatan yang menagalir pada

dirinya sendiri itu merupakan sesuatu yang abstrak yang hanya menjadi kongret dalam

sebab - sebab dan akibat - akibatnya. Kekuasaan terdiri dari hubungan tertentu antara

orang - orang atau kelompok orang tertentu dimana salah satu pihak dapat

memenangkan kehendaknya terhadap satunya. Kekuasaan muncul dalam bentuk yang

beraneka ragam ; misalnya sebagai kekuasaan orang tua yang kharismatik , politik ,

(37)

kekuasaaan itu raja atau sultan dapat dimengerti sebagai orang yang memusatkan

suatu takaran kekuatan kosmis yang besar dalam dirinya sendiri sebagai orang yang

sakti sesaktinya. Kita bisa membayangkan sebagai pintu air yang menampung seluruh

air sungai dan bagi tanah yang lebih rendah merupakan satu - satunya sumber air dan

kesuburan , atau sebagai lensa pembakar yang memusatkan cahaya matahari dan

mengarahkannya kebawah. Kesaktian sang raja atau sultan diukur pada besar kecilnya

monopoli kekuasaan yang dipegangnya. Kekuasaan semakin besar semakin luas

wilayah kekuasaan yang dipegangnya. Dari seorang raja atau sultan akan mengalirlah

ketenangan dan kesejahteraan kedaerah sekelingnya. Tidak ada musuh dari luar atau

kekacauan didalam yang menggangu petani pada pekerjaannya di sawah karena

kekuasaaan yang berpusat dalam raja atau sultan sedemikian besar sehingga semua

faktor yang bisa mengganggu kekuatanya seakan - akan dikeringkan daya pengacau

dari pihak - pihak yang dianggap berbahaya seakan - akan dihisap kedalam raja atau

sultan. Dalam wilayah kekuasaanya akan dapat ketentraman dan keadilan serta setiap

pihak dapat menjalankan usaha - usahanya tanpa perlu takut dan kaget. Kekuasaan dari

raja atau sultan juga nampak dari kesuburan tanah dan apabila tidak terjadi bencana

-bencana alam seperti banjir , letusan gunung berapi , dan gempa bumi karena semua

peristiwa alam dari kekuatan kosmis yang sama dan dipusatkan dalam diri raja atau

sultan , maka apabila kekuasaannya raja atau sultan itu menyeluruh maka akan terlepas

dari apa yang dikatakan dengan tidak adanya kekuatan - kekuatan selain kekuatan

pusat ( basis kekuasaan ) termasuk kekuatan - kekuatan alam masih bisa bergerak.

(38)

kesuburan alam serta masyarakat. Jadi apabila semuanya tentram , bila tanah memberi

panen yang berlimpah - limpah , bila setiap penduduk dapat makan dan berpakaian

secukupnya dan semua orang merasa puas inilah yang dikatakan bahwa raja atau sultan

masih memiliki kosmis yang direalisasikan sebagai keadaan yang “…negeri

( kerajaan ) apabila rajanya mati”. Apabila kosmis itu tidak dimiliki lagi oleh raja atau

sultan tersebut maka akan terjadinya kekacauan , kritikan - kritikan , dan

perlawanan – perlawanan. Apabila tidak ada lagi terdapat pusat - pusat kekuasaan yang

belum tergantung daripadanya atau memberontak terhadap pemerintahan pusat dan

apabila terjadi segala macam ganguan terhadap ketentraman serta keselarasan dalam

wilayah kekuasaanya tersebut.7

Dengan demikian , faktor – faktor berikut akan menjadi landasan utama secara

umum dalam menegaskan dan meneruskan kelangsungan institusi kerajaan – kerajaan

Melayu sebagai berikut : Hardinya seorang raja atau sultan yang didaulati. Baginda

harus beragama Islam. Dalam melaksanakan hukum – hukum dan perundang –

undangan kerajaan maka syariat Islam diterapkan bersama – sama peraturan –

peraturan dari adat – istiadat setempat. Landasan kepada penegakan daulat ialah adil.

Baginda menjadi pelindung kepada kesejahteraan rakyat dan kerajaan. “Memangsai

rakyat tanpa dosanya ( melalaikan dosa menderhaka kepada raja ) , alamat kerajaan

akan binasa”. Ukuran dari tingginya daulat yang dimiliki oleh raja atau sultan dapat

(39)

ditaidai dengan taat dan setianya rakyat serta kemakmuran seluruh kerajaan.

Perdagangan maju dan banyaknya alim ulama yang masuk ke negeri ini.

Pembesar dan para menteri yang menjalankan tugasnya dan menjunjung tinggi

perintah raja / sultan dengan setianya. Filsuf mengungkapkan “bahwa kerja / titah raja

dijunjung , kerja sendiri terabaikan , ini adalah idealismenya.

Orang kebanyakan baik yang berada di tanah Melayu sendiri ataupun kawasan –

kawasan yang menjadi taklukan Melayu menjadi rakyat kebawah Duli Yang Maha

Mulia. Secara idealnya mereka melindungi sebaliknya mereka adalah penegak daulat

raja. Interaksi mereka dengan raja adalah renggang tetapi untuk menyeimbangi

kereanggangan tersebut dibarengi dengan kepercayaan dan pendukungan terhadap

daulat secara spiritual , peranan , dan fungsi pembesar ke atas mereka.

Hadirnya kerjasama , saling topang – menopang , dan dukung – mendukung secara

langsung maupun secara tidak langsung diantara ketiga unsur ( raja / sultan ,

pembesar , dan rakayat ) ini. Dengan fenomena ini akan terbentuk suatu konsensus

masyarakat yang diaktualisasikan kepada pegangan dan kepatuahan kepada wadah

( kontrak sosial ) “sang spurba taram seri tri buana ( pihak yang diperintah )” dengan

“demang selebar daun ( pihak yang diperintah )”. Ini merupakan suatu tradisi turun –

temurun dalam politik Melayu.

Secara historis dalam budaya berpolitik Melayu menjurus kearah terbinanya

sebuah kerajaan , apabila tonggak bernegara ialah institusi kerajaan atau kesultanan

maka unsur yang sangat mendasari akan kedua aspek ini ialah pemegang dan penguasa

(40)

muncul dari dukungan dan pengakuan dari kalangan – kalangan seperti pembesar ,

menteri , dan rakyat tetapi harus didukung juga oleh adanya penguatan dengan mitos –

mitos dan kepercayaan diwariskan oleh pendahulu – pendahulu terdahulu secara

turun – temurun mengenai asal usul dari raja / sultan tersebut.8

3.2.2 Orang Besar Kerajaan : Gelar dan Fungsinya

Dalam bidang pemerintahan kerajaan Melayu pada umumnya , dan di kerajaan

Serdang pada khususnya selalu memakai Orang Besar dalam jumlah astrologi

( mendapat pengaruh dari Hindu ) yaitu : 4 , 8 , 16 , dan kadang – kadang sampai 32

orang. Struktur pemerintahan di Serdang dan negeri – negeri Melayu lainnya di

Sumatera Timur berdasarkan asal struktur perkembangan dari pemerinatahnnya mula –

mula sangat sederhana sekali. Kita dapat membuat hipotesa bahwa perkampungan –

perkampungan kecil disepanjang Selat Malaka yang hampir – hampir tidak

berpengaruh itu mempunyai kepala – kepala kaum dimana penghuni – penghuni

kampung menganggap dirinya sebagai raja mereka yang kadang – kadang

pemerintahannya bersifat despotis dan otokratis , yang kadang – kadang juga dengan

atau tanpa mufakat bersama – sama mengambil saja sesuatu gelar untuk dirinya dan

juga memberikan gelar – gelar kepada kaum – kaum lainnya yang dengan sukarela

menetap didaerahnya ataupun dapat dilakukannya dengan peperangan. Untuk

memperkuat kekuasaannya ia mengangkat pula anggota – anggota keluarganya atau

orang – orang kepercayaannya untuk memegang fungsi – fungsi tertentu seperti :

(41)

panglima perang , syahbandar , dan lain – lain. Pemberian gelar – gelar itu mempunyai

arti apa – apa dan pemberian gelar itu hanyalah sebagai mutan politik untuk mengikat

persahabatan guna menjaga stabilitas negerinya. Penghasilan yang diperoleh dari raja –

raja tersebut umumnya dari peradilan , bea – cuaki , hasil – hasil muara sungai ,

persembahan – persembahan yang diterima , barang larangan , pancong alas , bea

masuk orang asing yang memasuki wilayahnya ; dan bersamaan dengan daerah –

daerah kediaman orang – orang Batak keuntungan biasanya didapatkan dari monopoli

garam , candu , dan sering juga dari ekspor budak – budak ( biasanya orang – orang

kafir ) yang dijual oleh pedagang Cina ke Malaya didaerah pertambangan timah dan

perak di Perak dan Selangor. Didaerah – daerah yang ditaklukkannya raja – raja itu

pada umumnya tidak pernah meninggalkan pasukan tetap tetapi mengambil salah

seorang anak raja yang dikalahkannya atau pengganti raja untuk dididik di istananya.

Sering pula raja penakluk itu menunggu datangnya utusan – utusan pemberian upeti

( Bunga Emas ) dan menerima pendapatan hasil cukai dari raja – raja taklukkan.

Intervensi di daerah – daerah jajahan dalam bidang pemerintahan hampir tidak ada.

Mengenai biaya untuk pemerintahan ditanggung bersama – sama oleh kepala daerah –

daerah taklukkan , dan biaya – biaya untuk peperangan biasanya ditanggung sebagian

oleh mereka.

Orang Besar kerajaan atau Rijsgroten adalah dimaksudkan sebagai para

fungsionaris yang menjadi kepala – kepala daerah di daerah – daerah yang menjadi

bagian dari daerah suatu kerajaan tersebut atau juga mereka berfungsi sebagai kepala

(42)

kerajaan Serdang umumnya hampir sama dengan negeri Melayu lainnya yang ada di

Sumatera Timur yang didapat dari pengaruh kerajaan Melayu Melaka dan Johor –

Riau serta Siak.

Adapun Menteri yang utama ( Perdana Menteri atau Patih di Jawa ) ialah yang

bertindak sebagai Mangkubumi adalah Datuk Paduka Setia Maharaja yang

mendampingi Raja Muda. Sedangkan Raja Muda itu mempunyai fungsi sebagai

berikut : mengambil keputusan – keputusan atas nama Raja / Sultan mengenai semua

hal tentang Batak Dusun sepanjang wakil Raja / Sultan di Batak Timur atau Kejuruan

Senembah tidak dapat menyelesaikannya ; Kepala kantor dan Kepala polisi raja – raja ;

pejabat Ketua Kerapatan ; hakim tunggal mengenai perkara – perkara yang dianggap

tidak penting ; kepala peradilan mengenai keturunan – keturunan raja atau orang –

orang besar ; dan kepala peradilan mengenai penghuni – penghuni istana atau keraton.

Dialah Menteri Tunggal yang sangat berkuasa dan merupakan kepala pemerintahan

sehari – hari. Dibawhnya ada Tumenggung yang berfungsi sebagai jaksa merangkap

kepala kepolisian. Selanjutnya Laksamana yang berfungsi sebagai panglima angkatan

laut dan merngkap panglima angkatan perang. Hulubalang merupakan panglima

perang yang ditugaskan sebagai panglima perang angkatan darat. Syahbandar

fungsinya sebagai mengurus cukai dipelabuhan , mengurus imigrasi , dan untuk urusan

perdagangan. Betara kanan adalah merupakan ajudan Raja / Sultan. Betara Kiri

merupakan sebagai penghulu istana dan penghulu bangsawan ( Kepala rumah tangga

Gambar

Tabel 1
Tabel 2PENDUDUK  SUMATERA  TIMUR  MENURUT  SENSUS  1930  DAN  DATA

Referensi

Dokumen terkait

Continuous Function on Intervals.. SEC

Untuk itu, backlink yang diberikan harus menggunakan anchor text sesuai dengan URL blog tersebut yaitu Tutorial Ngeblog, bukan Ide blog, Cara blog, Belajar blog,

PENGARUH PENGGUNAAN METODE FONETIK DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN

Selain itu, dengan penggunaan wayang sebagai media pembelajaran kita juga dapat melestarikan kebudayaan bangsa yang kini semakin banyak ditinggalkan karena perkembangan

intelektual dalam indikator kemampuan akuntan memecahkan masalah menunjukkan para akuntan dapat menemukan solusi dari masalah yang dihadapi adalah baik sehingga

Demikian berita acara penjelasan pekerjaan ( aanwijzing ) pengadaan penyedia barang/jasa konstruksi pembangunan selasar dan pagar (lelang ulang) Pada Badan

Penyedia jasa dapat digugurkan apabila tidak hadir pada saat pembuktian kualifikasi (untuk memperlihatkan dokumen asli kualifikasinya) sesuai waktu yang telah

Berdasarkan penetapan pemenang pelelangan Pengadaan Jasa Konstruksi Pembangunan Gedung Kantor di Lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai nomor :