• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anima dan Animus dalam Diri Mika .4.1 Anima Positif dalam Diri Mika .4.1 Anima Positif dalam Diri Mika

PERSPEKTIF CARL GUSTAV JUNG

3.4 Anima dan Animus dalam Diri Mika .4.1 Anima Positif dalam Diri Mika .4.1 Anima Positif dalam Diri Mika

Anima dalam diri Mika terlihat ketika dia memberi peringatan kepada anak-anaknya. Sebagai seorang ibu ia cukup baik mengenal sikap anak-anak-anaknya. Sehingga perhatian dan tanggung jawab terhadap anak-anaknya selalu diutamakan. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:

(95) Mika sudah hapal betul tabiat anak-anaknya, ia tidak menjadi heran, “Ayo cepat naik ke dalam rumah, sebentar gelap datang, roh jahat akan turun mengganggu anak-anak, nanti kalian sakit”. Mika lalu melerai kedua anaknya (hlm. 13).

Hal yang sama pula terlihat ketika Mika kembali memberi peringatan kepada anak-anaknya yang sedang ribut sehingga membangunkan bayinya yang sedang tidur. Terdapat dalam kutipan berikut :

(96) “Tidak bisakah kalian sedikit tenang, adik kalian sedang tidur!” Mika menegur kedua anaknya sambil menyorongkan puting susu kepada bayinya, sehingga tangisan itu berhenti sama sekali (hlm. 14).

Sebagai seorang ibu, Mika mempunyai keterikatan batin yang sangat kuat. Hal ini terlihat ketika Mika begitu gelisah saat sadar anak perempuannya tidak ada di rumah. Hal ini terdapat dalam kutipan :

(97) Mika menjadi gusar ketika menyadari Yamnen belum juga kembali kerumah (hlm. 25).

Secara Psikologis anima positif memunculkan perasaan takut. Hal ini terlihat ketika Mika mendengar ancaman-ancaman yang dilontarkan oleh Mundus terhadap dirinya. Perasaan takut yang dialami Mika merupakan peleburan dari kemampuan berpikir manusia yang terbatas pada penglihatan akan adanya ancaman yang nyata. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut :

(98) Di atas segala rasa sakit, Mika masih dapat mendengar ancaman itu. Diam-diam bulu kuduknya meremang. Ia mengerti Mundus selalu bersungguh-sungguh dengan kata-katanya (hlm. 29).

Anima positif muncul pada diri Mika ketika ia menyesal atas tindakannya terhadap Mundus. Penyesalan ini terlihat ketika Mundus tertembak panah beracun, kondisi yang sangat kritis ternyata secara psikologis memicu munculnya reaksi dari dirinya sendiri. Yakni ia ingin merawat suaminya. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut :

(99) Mika sangat menyesal telah membiarkan suaminya terbaring sakit karena panah beracun yang ditembakkan Jirimo, Mika bermaksud merawat dan membawa suaminya ke Puskesmas pembantu (hlm. 98). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anima Mika terproyeksikan kepada suami dan anak-anaknya. Keyakinannya bahwa Mika adalah sosok ibu dan istri yang baik. Alam bawah sadar Mika merupakan endapan persepsi terhadap pribadinya. Pada sisi lain hidupnya sebagai istri kepala perang.

3.4.4.2 Anima Negatif dalam Diri Mika

Mika adalah sosok wanita yang lembut dan baik, namun kadang ia bisa menjadi kasar dan keras. Hal ini disebabkan karena perbuatan suaminya maupun lingkungan disekitarnya. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut :

(100) Setelah Mundus pergi, Mika menjadi marah dan mulai berkelahi dengan Upra. Ia begitu jengkel karena keberadaan wanita itu dirumahnya (hlm. 28).

Sikap Mika yang sama pula terlihat ketika ia berhadapan dengan para wanita pencari gaharu. Ia begitu marah dan benci karena perselingkuhan antara suaminya dan para wanita tersebut. Terlalu sering Mika memberi peringatan namun sering pula ia tidak dipedulikan. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut :

(101) Peringatannya tidak dihiraukan oleh Mundus dan para wanita itu. Mika menatap Berti dengan kebencian. Wanita yang diliputi amarah itu telah menghilang dibalik daun pintu dengan hentakan yang sangat keras. Kesabaran yang selama ini ulur hingga memanjang telah sampai pada batasnya. Sudah tiba saatnya menentukan sikap. Langkah wanita itu bergerak lebih panjang dari biasanya, ia ingin segera menjauh dari tempat ini setelah segala kekesalan dan sakit hati (hlm. 98).

Suasana hati yang tidak menentu dan rasa cemburu dengan jelas ia tunjukkan pada Ero, dimata Mika, Ero berbeda dengan wanita-wanita lain. Ia ingin mengusir wanita itu, tetapi tidak berdaya karena suaminya. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut :

(102) Mika begitu cemburu ketika melihat Mundus berbicara dengan para wanita pencari gaharu. Ero berbeda sama sekali dengan yang lainnya jika berbicara dengan Mundus. Mika menggertakan rahang dengan geram. Ia tak bisa menghalau wanita-wanita itu dari tempat tinggalnya, karena Mundus mengharapkan uang pembelian dari para pencari yang membawanya (hlm. 86-87).

3.4.4.3 Animus Negatif dalam Diri Mika

Suasana hati yang tidak menentu membuat Mika bermulut tajam tanpa perasaan terhadap suaminya. Hal ini terlihat ketika berlangsungnya pembalasan dendam kaum istri pada saat penyelenggaraan pesta Patung Bis. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut :

(103) “Rasakan koe!” Mika berkacak pinggang dengan penuh kemenangan. Sementara di tanah, Mundus terkapar berlumuran darah. “Kau rasakan sekarang saya punya pembalasan, kamu orang terlalu semena-mena, terlalu anjing, cuki mai. Rasakan koe!” Setelah caci maki itu Mika meninggalkan Mundus begitu saja dalam kubangan lumpur dengan darah segar mengucur (hlm. 42).

Hal yang sama pula terlihat ketika Mika berhadapan dengan Ero. Mika begitu tenang dan diam namun kata-katanya sangat pedas jika berbicara dengan Ero.

(104) Sementara Mika masih tetap dalam “wajar” seperti semula, Ia seakan tak pernah peduli dengan kepergian itu. Satu hal yang bisa dilakukan Mika adalah diam. Semakin jauh sundal itu pergi, agaknya keadaan semakin membaik. Mika membuang ludah ke atas tanah, membekaskan warna merah pinang seakan ia tengah membuang najis ke muka Ero kemudian menghilang ke dalam hutan (hlm. 86).

3.4.4.4 Animus Positif dalam Diri Mika

Sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya, Mika menginginkan keutuhan dan keharmonisan dalam keluarganya. Ia menyadari posisinya sebagai istri seorang kepala perang. Terlihat ketika ia menolak Mundus yang ingin menikah lagi. Mika berani berargumen dan menentang suaminya. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:

(105) “Kalau perempuan itu tinggal di sini, aku akan pergi”, demikian suara Mika di sela-sela isak tangisnya.

“Kau mau pergi kemana?” Mundus membentak dengan suaranya yang berat.

“Kemana saja”, suara Mika terbata-bata.

“Aku bisa tinggal di hutan dengan anak-anak”.

“Tidak seorang pun bisa membawa anak-anak pergi tanpa melangkahi mayat saya (hlm. 21).

Hal yang sama pula ketika Mika berusaha membela diri ketika Mundus menuduhnya berselingkuh dengan Donatus sepupunya. Kejujuran Mika itu diungkapkan di hadapan Mundus dan Donatus. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:

(106) Kita tidak bermain gila Mundus, kita berdua hanya pergi menjaring. Donatus itu sepupuku untuk apa saya berbohong sama kamu (hlm. 23). Kutipan (105) dan (106) mau menunjukkan ketabahan dan kesabaran Mika dalam menghadapi suaminya. Mika mengungkapkan semua itu dengan logis dan masuk akal. Ia sadar siapa dirinya dan yang terpenting ia tidak mengalahkan siapapun atas nasibnya. Bagi Mika nasib seseorang telah ditentukan oleh Yang Maha Esa.

Hal yang sama pula terlihat ketika Mika berhadapan dengan Ero. Mika begitu tenang dan diam namun kata-katanya sangat pedas jika berbicara dengan Ero.

(107) Sementara Mika masih tetap dalam “wajar” seperti semula, Ia seakan tak pernah peduli dengan kepergian itu. Satu hal yang bisa dilakukan Mika adalah diam. Semakin jauh sundal itu pergi, agaknya keadaan semakin membaik. Mika membuang ludah ke atas tanah, membekaskan warna merah pinang seakan ia tengah membuang najis ke muka Ero kemudian menghilang ke dalam hutan (hlm. 86).