• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.7.5. Sistematika Penyajian

2.2.1.1. Tokoh Utama Mika

Mika dikatakan sebagai tokoh utama protagonis, menjadi pusat cerita, menjadi sentral pengisahan, menjadi sorotan pembaca dalam keseluruhan isi novel. Hal ini dapat dilihat dari awal hingga akhir cerita. Untuk melihat keterlibatan Mika dalam novel Kapak, tentu saja tidak terlepas dari kemunculan tokoh-tokoh lain.

Dalam novel Kapak ini, Mika berhadapan dengan keadaan lingkungan yang keras, terisolasi serta masih kuat kepercayaannya akan roh nenek moyang. Mika tengah berjuang melawan maut demi anak yang hendak dillahirkan. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(1) Akan tetapi di bawah pohon mangi-mangi yang amat besar telah terbentang selembar tapih. Di atas tapih tampak seorang wanita tengah mengerang kesakitan. Perutnya yang mengembung tampak bergerak-gerak. Wanita itu terus mengerang sambil menyebut-nyebut roh nenek moyang yang menjadi sumber dari segala kekuatan. (hlm. 9).

Begitu kental kepercayaan orang Asmat terhadap roh nenek moyang sehingga mereka mengharuskan setiap wanita Asmat untuk melahirkan di hutan. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(2) Orang Asmat percaya, bahwa darah yang mengalir dari bagian paling rahasia seorang wanita yang melahirkan, akan menimbulkan penyakit dan kematian. Sebab itu, seorang wanita tidak diperkenankan untuk

melahirkan di dalam rumah, darah itu akan mendatangkan bencana bagi orang yang tinggal di dalamnya. Adalah suatu keharusan, bahwa seorang wanita yang hendak melahirkan harus pergi ke tengah hutan. (hlm. 10). Secara fisiologis, Mika dilukiskan sebagai perempuan muda yang bersuamikan seorang kepala perang. Ia tidak menarik lagi di mata suaminya karena sering melahirkan, terdapat dalam kutipan berikut:

(3) Wanita itu tengah merasakan kelelahan yang luar biasa setelah berulang kali melahirkan. Wajahnya tampak sepuluh tahun lebih tua dari usia yang sebenarnya. (hlm. 12).

(4) Ia memang telah tua kini, perutnya telah menggelambir, pinggangnya tidak lagi bersisa. Tidak ada lagi yang menarik dalam dirinya. Usia dan kekerasan hidup telah merampas segala-galanya. Suaminya sudah tidak bergairah lagi jika berhubungan dengannya. (hlm. 23).

Di samping tidak menarik di mata suaminya, Mika selalu mendapat perlakuan yang kasar dari suaminya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut.

(5) Keesokan harinya terdengar suara bentakan, sumpah serapah, bunyi tamparan dan isak tangis dari mulut Mika. Hiruk-pikuk itu bukan untuk pertama kalinya, tetapi sudah berulang kali, bahkan sudah menjadi bagian dari kehidupan di rumah ini. (hlm. 21).

Di sisi lain pertengkaran memuncak. Mika menolak suaminya yang ingin menikah lagi. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut:

(6) “Kalau perempuan itu tinggal di sini, aku akan pergi”, demikian suara Mika di sela-sela isak tangisnya.

“Kau mau pergi kemana?” Mundus membentak dengan suaranya yang berat.

“Kemana saja”, suara Mika terbata-bata.

“Orang tuamu sudah mati!” Mundus kembali membentak. “Aku bisa tinggal di hutan dengan anak-anak”.

“Tidak seorang pun bisa membawa anak-anak pergi tanpa melangkahi mayat saya. Mengerti kamu!” teriak Mundus (hlm. 21).

Mika tidak berdaya ketika melihat bahwa Mundus benar-benar membuktikan pernyataannya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(7) Tidak berapa lama kemudian Mundus datang dengan seorang wanita mengekor di belakangnya (hlm. 22).

(8) Raungan Mika telah berubah menjadi rintihan ketika Mundus dan Upra memasuki rumah secara beriringan. Mika tertunduk tak bergeming. Ia tidak memandang wajah Upra. Senyum sinis di bibir tebal wanita itu telah membuat hatinya bengkak. (hlm. 23).

Mika adalah sosok wanita yang mampu mempertahankan jati diri dan harga diri dalam situasi yang seburuk apa pun. Hal ini terlukis ketika ia mengetahui suaminya menyeleweng. Ia tidak mau dimadu. Ia kemudian berusaha melawan setiap wanita yang mendekati suaminya. Sikap Mika ini terdapat dalam kutipan berikut:

(9) Hati Mika seketika terbakar api cemburu. Ia segera menjadi nyalang, ia menatap Upra dengan bara dendam yang menyala-nyala. Keduanya kemudian berguling-guling di lantai papan, saling memukul, mencakar dan mencaci-maki. (hlm. 23-24).

(10) Dengan penuh kebencian Mika membuang ludah, tepat di hadapan Ero dan Berti. Ia tidak pernah lepas memperhatikan wanita-wanita itu sambil menunggu kesempatan untuk memperdayakannya. (hlm. 87).

Hal yang sama pula terlihat ketika Mika mengetahui kalau suaminya masih suka menyeleweng. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut:

(11) “Mundus, kamu masih suka bermain dengan perempuan-perempuan itu! Kamu mengira saya tidak tahu perempuan-perempuan itu?” demikian Mika bersungut-sungut sambil terus memandangi bayang-bayang long boat itu menjauh dari lingkungan rumahnya. (hlm. 75-76).

Mika adalah sosok wanita yang setia terhadap suami. Kesetiaan ini dapat dilihat ketika Mika dengan setia merawat suaminya setelah tertembak panah beracun. Kesetiaan Mika ini ditunjukkan dalam kutipan berikut:

(12) Mika segera memberikan segelas air putih yang tersisa. Beberapa detik Mundus merasa demikian segar. (hlm. 99).

(13) Mukanya pucat melihat keadaan suaminya. Ia duduk bersimpuh di dekat Mundus dengan air mata bercucuran. Mika mencoba memijit-mijit kaki Mundus untuk mengurangi rasa sakitnya. (hlm. 100).

Sifat Mika yang lain adalah sifat yang jujur. Sifat ini ditunjukkan melalui pelukisan tokoh Mika yang tidak mau menerima tuduhan suaminya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(14) “Kita tidak bermain gila, Mundus, kita hanya pergi menjaring. Donatus itu sepupuku. Untuk apa saya berbohong sama kamu.” (hlm. 33).

Selain mempunyai harga diri, sikap setia, jujur yang dimiliki Mika, sebagai manusia biasa Mika menyimpan perasaan sakit hati. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(15) Kelak, pada pesta setan, Mika akan berkesempatan untuk membalas sakit hati, seperti halnya istri yang lain. Bahwa keadilan bagi istri-istri yang lemah pasti akan tiba. Mika menyimpan bara dendam itu rapat-rapat dalam hatinya sampai tiba saat yang tepat untuk mengobarkannya. (hlm. 23).

Sikap Mika yang keibuan juga ditunjukkan saat ia yakin bahwa apa yang dialaminya tidak akan terjadi pada kedua anak perempuannya, karena status mereka adalah anak kepala perang. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

(16) Tiba-tiba terbersit seulas senyum di bibir wanita itu. Ia teringat kepada kedua anak perempuannya, mereka adalah anak kepala perang. Kelak suami-suami mereka tidak akan dapat memperbudaknya, karena kedudukan itu. (hlm. 30).

Tokoh Bawahan atau Tokoh Tambahan

Tokoh bawahan atau tokoh tambahan adalah tokoh yang pemunculannya dalam keseluruhan cerita lebih sedikit. Ia hadir apabila ada kaitannya dengan tokoh utama baik secara langsung maupun tidak langsung. Tokoh bawahan dalam novel

Kapak adalah sebagai berikut:

2.2.1.2. Mundus

Mundus dilukiskan sebagai seorang kepala perang dan suami Mika. Mundus tumbuh dan berkembang dengan lingkungan yang membentuknya. Statusnya sebagai seorang kepala perang telah dijalaninya secara turun-temurun. Secara fisiologis, Mundus adalah pemuda yang kuat dan mempunyai perototan yang kuat. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:

(17) Badan tegap dengan perototan yang kuat, rambut ikal, kulit hitam dan sorot mata yang dalam, khas seorang kepala perang. (hlm. 23).

Mundus adalah sosok suami yang memiliki sikap yang dingin, cepat cemburu dan mudah marah. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:

(18) Laki-laki itu menerima bayinya yang baru lahir dengan seulas senyum yang amat tipis, nyaris tidak kentara. (hlm. 10-11).

(19) “Hei, bangun Mika, saya membawa kasuari”. Mundus menyepak kaki Mika kemudian menghempaskan tubuhnya yang basah kuyup ke atas tikar. (hlm. 14).

(20) Api cemburu membuat langkah kakinya bergerak cepat dari biasanya, ketika ia mendengar Mika dan sepupunya Donatus pergi ke sungai menjaring ikan. (hlm. 32).

Sikap Mundus yang lain adalah tidak setia terhadap istrinya. Hal ini ditunjukkan melalui sikap Mundus yang mengkhianati Mika. Terlihat dalam kutipan berikut:

(21) Tidak berapa lama kemudian Mundus datang dengan seorang wanita mengekor di belakangnya. Mereka berdua memasuki rumah secara beriringan. (hlm. 22).

(22) Mundus bergegas meninggalkan Ero sambil membetulkan letak celananya. Ia merasa puas dengan rasa wanita itu, semua kepuasan itu karena gaharu. (hlm. 79).

Mundus menyesal atas perbuatannya. Mundus merasa Mika terlalu baik untuk dikhianati. Ia memohon ampun kepada yang Maha Kuasa untuk mendapatkan jalan yang terang. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:

(23) Samar-samar ia melihat Mika. Sungguh kasihan wanita itu. Apa kesalahannya. Diam-diam Mundus menyesal, ia telah banyak menyengsarakan wanita itu. Rasa itulah yang mendesak Mundus pada sebuah penyesalan yang amat dalam. “Oh ... tetel manis ...” Mundus mengeluh. (hlm. 100).

Kepercayaannya kepada roh nenek moyang dan posisinya sebagai kepala perang juga tercermin pada sikap Mundus dalam menghadapi kenyataan hidup. Sikap Mundus dalam menghadapi kenyataan hidup dilukiskan sebagai orang yang kuat. Sikap ini terlihat pada saat penyakit menyerangnya, terdapat dalam kutipan berikut:

(24) “Tuan tanah telah menghukum saya ...” Mundus mengeluh. Sekali lagi Mundus cukup membuktikan kekuatannya sebagai kepala perang. (hlm. 101).

(25) Kesadarannya semakin menjauh, menembus dinding pemisah antara kehidupan di dunia kini dan sebuah alam yang lain sama sekali. Kematian telah mengakhiri segala rasa sakit dan penderitaan. Mundus kemudian membawanya dalam damai. (hlm. 102).

2.2.1.3. Upra

Secara fisiologis Upra dilukiskan sebagai seorang gadis yang masih berusia belia, dengan tubuh yang berisi dan menarik. Ia dipersunting oleh Mundus untuk menjadi istri keduanya. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:

(26) Upra adalah gadis belia, dengan bentuk pinggang yang ramping, pinggul indah mengembang dan dada yang ranum. Usianya tidak terpaut jauh dari Yomhen. Ia dan keluarganya begitu senang ketika Mundus mempersuntingnya (hlm. 22).

Sikap Upra yang sinis dan angkuh membuat orang-orang dalam rumah itu tidak menyukainya. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:

(27) Senyum sinis di bibir Upra dan kesombongannya sebagai istri kepala perang telah membuat Mika dan anak-anaknya merasa tidak nyaman, sehingga mereka menjadi gelisah manakala harus berlama-lama berdiam di rumah (hlm. 23).

Sikap Upra yang lain adalah baik, ini terlihat ketika ia dengan sabar merawat Mika karena perlakuan kasar yang dilakukan Mundus, terdapat dalam kutipan berikut:

(28) Ia tidak berdaya melihat Mika yang terkapar berlumuran darah akibat tebasan pedang Mundus. Upra segera menerobos masuk untuk memberikan pertolongan bagi Mika (hlm. 34-35).

Upra juga dilukiskan sebagai wanita yang sakit-sakitan. Mundus merasa terbeban sehingga ia segera dipulangkan ke rumah orang tuanya. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:

(29) Upra tidak tinggal lagi di rumah itu bersama Mundus. Karena istri mudanya itu sering sakit-sakitan kemudian ia dipulangkan ke rumah orang tuanya (hlm. 100).

2.2.1.4. Ero

Ero adalah seorang wanita penghibur yang datang ke Buetkuar dengan beberapa teman laki-lakinya. Kedatangan mereka ke kampung itu hanya mencari kayu gaharu. Ero dilukiskan sebagai wanita yang memiliki mata yang berkilat-kilat dan wajah yang riang. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:

(30) Selama mendengarkan penjelasan Mundus, sesekali ia mengedipkan matanya dengan nakal. Kemudian ia kembali menatap Mika yang datang membawa gaharu itu dengan mata berkilat-kilat dan wajah yang riang. (hlm. 70).

Sisi lain tokoh Ero adalah ia seorang yang licik. Sifat ini ditunjukkan melalui pelukisan tokoh Ero yang baik, namun kebaikannya hanya sekedar untuk memikat agar apa yang diinginkan dapat terwujud. Hal ini terlihat dari kebaikannya terhadap Mika yang terdapat dalam halaman 70 – 76.

2.2.2. Latar

Sebuah karya fiksi dibangun oleh unsur-unsur latar. Latar merupakan landasan bagi peristiwa yang diceritakan. Latar terdiri dari tiga bagian, yakni latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat mengarah pada lokasi peristiwa. Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa. Adanya persamaan perkembangan dan kesejalanan waktu juga dimanfaatkan untuk memberi kesan pembaca seolah-olah sungguh-sungguh terjadi. Latar sosial mengarah pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat.