• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANIMA-TOON SPACE DENGAN KARAKTER EKSPRESIONISME 1. Tinjauan Ekspresionisme8

commit to user b. pemilihan bahan

II.2. ANIMA-TOON SPACE DENGAN KARAKTER EKSPRESIONISME 1. Tinjauan Ekspresionisme8

a. Ekspresionisme Periode I

Gerakan-gerakan ekspresionis dan futuris terjadi pada dasawarsa kedua abad kedua puluh. Namun demikian, kritikus ternama, Siegfried Giedion, membuat pernyataan bernada mencemooh atas periode ini. Ia mengatakan bahwa pengaruh ekspresionis tidak dapat menambah apapun bagi arsitektur. Pengabaian oleh para kritikus yang bias semisal Giedion mengenai arsitektur Ekspresionis mulai menghilang pada tahun 1960-an. Beberapa studi atas gerakan ini, khususnya yang dilakukan oleh para kritikus Sharp dan Pehnt, telah membawa titik terang bahwa gerakan Fungsionalis (menekankan pada

       8

Van de Ven, Cornelis. 1995. Ruang dalam Arsitektur. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Gambar II.21.

fungsi ruang) sebenarnya secara alami berkembang dari cita rasa-cita rasa ekspresionis.

Pertama-tama, ekspresionis merupakan suatu gerakan yang melekat pada cita rasa irrasional dalam diri manusia. Salah satu karakteristik lain dari ekspresionis ilah anthropomorphic sympathy

atau proyeksi dari symbol-simbol manusiawi ke dalam massa arsitektural. Selain itu, karakteristik lain dari ekspresionis ialah tendensi utopian-nya. Hal ini banyak menghasilkan banyak usulan monumental bagi masyarakat yang lebih baik supaya dapat menjawab keadaan keputusasaan di Eropa yang mengalami urbanisasi di sekitar Perang Dunia I.

Ekspresionis periode I dapat ditarik kesimpulan bahwa; gerakan ini bergulat untuk mencapai campuran antara cita-cita yang kompleks yang dicirikan sebagai irasional, mesianik, emosional, antropomorfik, kristalin, utopian, dan romantik.

b. Ekspresionisme Periode II

Salah satu arsitek ekspresionis yang paling berhasil adalah Eric Mendelsohn. Dalam tulisan-tulisan awalnya, selama Perang Dunia I, ia mendefinisikan arsitektur sebagai ekspresi ruang yang paling konkret;

‘Arsitektur merupakan satu-satunya ekspresi ruang yang mampu diraba oleh jiwa manusia. Arsitektur mengenai ruang, mencakup ruang, dan ruang itu sendiri. Dari ketidakterbatasan tiga dimensional dari ruang universal –yang berbeda di luar jangkauan konsepsi manusia- dengan delimitasi spasialnya, arsitektur membawa kita menuju konsep room atau bagiannya ang terbesar.’

Erich Mendelsohn sangat menyadari dualitas hakiki dalam arsitektur, yakni karena menjadi diskrepansi antara dinding dalam dan luar. Secara keluar, suatu bangunan bertindak sebagai suatu wadaq

yang kompak dan fisik, yang berkaitan dengan ruang universal. Dinding dalam membatasi ruang yang terlingkupi dan menentukan pusat beratnya. Apa pun halnya yang menyangkut massa fisik, bagi Mendelsohn, ide ruang tetap menjadi subjek final dari ekspresi arsitektur.

Dalam salah satu ceramah awalnya, Mendelsohn menyimpulkan bahwa gerakan ekspresionisme II dipimpin oleh tiga macam arsitek. Pertama, para arsitek dunia kaca, kaum simbolis kristalin yang menempatkan pengalaman simbolik, ideal, di atas pengalaman spasial yang nyata. Kedua, para analis ruang, yakni mereka yang menyadari arsitektur sebagai manifestasi intelektual dari ruang abstrak. Ketiga, mereka yang mencari bentuk, yang berangkat dari persyaratan-persyaratan material dan konstruktif. Kategori arsitek yang terakhir ini menganggap material elastic yang baru, dari bahan baja dan beton sebagai ibu dari bentuk-bentuk organik yang baru.

Pada tahun 1923, ketika gerakan ekspresionis secara praktis sudah mati, Mendelsohn terpaksa mendrop kelompok pertama tadi. Dalam pidatonya yang berjudul ‘Dynamik und Funktion’ ia membawakan kedua kekuatan yang masih tersisa itu secara bersama-sama sebagai polaritas dari materi dan ruang. Dengan function, Mendelsohn memaksudkan ketergantungan bentuk spasial atas persyaratan-persyaratan yang berguna, dan hubungan yang tepat antara tampak dan denah, dimana yang terakhir ini merupakan hasil dari analisis-analisis yang dapat deprogram dengan pasti. Fungsi sebagai suatu ekspresi spasial merupakan sebuah karya dari cendkiawan tersebut.

Bagi Mendelsohn, Dynamik berarti ekspresi logis dari gerakan kekuatan-kekuatan yang terdapat dalam materi. Ini bukan gerakan mekanis yang nyata, melainkan ekspresi dari gerakan itu. Semua wujud mengekspresikan energi; dalam kenyataan, massa sebanding

dengan energy. Secara keluar, arsitek harus membuat garis alur bagi gerakan orang-orang di sekitarnya maupun yang memasukinya.

Simpulan Studi Literatur Ekspresionisme

Berdasarkan studi literatur tersebut, didapatkan beberapa poin penting pendukung karakter Ekspresionis, yakni:

• Cita rasa irrasional dalam diri manusia

Anthropomorphic Sympathy (simbol manusiawi pada masa arsitekturalnya)

• Utopian (menggambarkan bangunan masa depan yang berada di Solo)

• Ekspresif (Representasi dari fungsi bangunan yang diwadahi) • Monumental (bangunan tersebut tinggi atau memiliki dominasi

masa yang besar)

• Romantik (mengingatkan masyarakat akan sesuatu)

II.2.2. Preseden Bangunan Ekspresionis

Preseden bangunan-bangunan Ekspresionisme dibutuhkan dalam perencanaan dan perancangan Anima-toon Space hanya pada aspek visual saja, yakni meliputi tampilan fasade dan interior bangunan. Namun tidak menutup kemungkinan pada desain olahan akhir desain interior yang ekspresif dapat mempengaruhi mood pengguna bangunan. Oleh sebab itu diperlukan preseden bangunan ekspresif yang dapat berpengaruh positif terhadap pengguna bangunan.

Berikut merupakan preseden bangunan yang dikelompokkan ke dalam karakter Ekspresionis, baik dari segi desain tampilan maupun dari filosofis bangunan.

a. Einstein Tower (1920) - Germany by Erich Mendelsohn

Erich Mendelsohn merupakan arsitek yang disebut-sebut sebagai arsitek pemrakarsa munculnya langgam ekspresionisme.

Dalam tulisan-tulisan awalnya selama Perang Dunia Pertama, Mendelsohn mendefinisikan arsitektur sebagai ekspresi ruang yang paling konkret.

Salah satu karakteristik utama dari bangunan ekspresionisme ialah anthropomorphic sympathy, yakni proyeksi dari simbol-simbol manusiawi ke dalam masa arsitektural. Pada bangunan Einstein Tower karya Erich Mendelsohn ini, simbol-simbol manusiawi ini direpresentasikan secara harafiah, yakni bersifat seksual seperti falus. Bentukan ini terlihat nyata pada masa Einstein Tower ini yang terlihat menjulang dan sedikit sekali terdapat sisi-sisi yang bersudut.

b. Guggenheim Museum (1997) – Bilbao by Frank O. Gehry

Frank Gehry, selaku arsitek dari Guggenheim Museum ini, dapat dengan leluasa memilih bentukan ekpresif seperti ini dan diletakkan di Kota Bilbao, Spanyol, tidak lain karena kota tersebut telah kehilangan jati diri kotanya. Bangunan ini hanya dikontekskan

Gambar II.22

Einstein Tower, Postdam, Germany

Gambar II.23

pada elemen air yang berada di sekitarnya. Bentukan seperti ini didapatkan dari gubahan masa seekor ikan yang sedang melompat dari sebuah danau, tetapi konteks lingkungan lainnya yang menyangkut sejarah kota dan masyarakatnya kurang direspon dalam desain Frank Gehry ini.

Tetapi akan berbeda halnya apabila bangunan tersebut dibangun di Kota Solo yang masih sarat akan euforia Budaya Jawa. Bangunan dengan bentukan seperti ini akan ditolak untuk dibangun oleh pemerintah Kota Solo karena jelas-jelas tidak memiliki link antara bangunan dengan lingkungan sekitar (kota dan masyarakatnya).

Selain itu, alasan Guggenheim dibangun ialah karena Frank Gehry ingin menambah nilai jual wisata Kota Bilbao yang memang sebelum dibangunnya museum ini kurang mendapat kunjungan dari wisatawan. Jadi, walaupun Frank Gehry membuat bangunan yang kurang kontekstual dengan lingkungan masyarakat sekitar, hal itu menjadi sah-sah saja apabila konteksnya dikaitkan dengan sesuatu yang dapat memberi nilai tambah Kota Bilbao.

Simpulan Studi Preseden Ekspresionisme

Kedua studi preseden di atas memang secara garis besar hanya menjelaskan mengenai studi visual fasade saja. Akan tetapi, studi visual pun tetap menjadi penting tatkala dikaitkan dengan latar filosofi dan sejarah bangunan tersebut dibangun. Berdasarkan kedua preseden bangunan ekspresionis di atas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa bangunan ekpresionis memiliki pakem-pakem sendiri dalam desain arsitekturalnya dan memiliki filosofi serta alasan tersendiri mengapa para arsiteknya memutuskan untuk membangun suatu bentukan yang lain, unik, dan ekspresif. Hal ini terlihat dari filosofi bangunan Einstein Tower yang berbentuk seperti falus, yang merupakan salah satu dari karakteristik ekspresionis, yakni anthropomorphic sympathy.

Sedangkan pada Guggenheim Museum, bangunan tersebut didesain karena memang Kota Bilbao kurang diminati oleh para wisatawan. Dengan adanya museum ini, diharapkan kunjungan setiap tahunnya meningkat. Maka memang dibutuhkan bangunan yang memiliki gubahan masa yang unik dan terlihat kontras dengan bangunan sekitarnya.

Kemudian, apabila diterapkan pada bangunan Anima-toon Space

yang sedang direncanakan ini, maka konteks kesinambungan dengan lingkungan Kota Solo harus diperhatikan dengan seksama, baik dari segi sejarah kota, masyarakat, maupun bangunan di sekitar site binaan. Oleh sebab itu, diperlukan data-data lain mengenai kriteria Ekspresonis sehingga dapat dijadikan alat ukur keberhasilan desain yang mengangkat karakter ekspresionis sebuah bangunan yang berada di Solo.

II.3. PERWADAHAN ANIMATOON SPACE DENGAN CIRI