• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV MENGUAK TABIR MENYONGSONG ASA DI BENJINA

4.3. Antara Patron dan Klien

KP (60 tahun), laki-laki yang berasal dari Jawa Timur dan pemilik warung makan di Benjina, juga memiliki kedekatan secara khusus dengan WPS. Kedekatan dalam hal ini bukan berarti dia memiliki hubungan asmara atau semacamnya. Kedekatan yang dimaksud adalah kedekatan dalam hal bisnis yang saling menguntungkan. Konsumen utama warung makan Bapak KP adalah WPS yang tinggal sangat dekat dengan warung makan yang ia miliki. Rumah sekaligus warung makan yang ia miliki berdiri begitu dekat dengan 3 rumah karaoke, bahkan 2 diantaranya memiliki jendela yang saling berhadapan dengan jendela warung makan milik KP.

Penghuni rumah karaoke dapat memesan makanan dan minuman secara langsung dari jendela tersebut dan dihantar melalui jendela itu juga. Makanan, minuman, serta bahan makanan mentah yang dijual di warung makan KP sebagian besar dibeli oleh penghuni

rumah karaoke dan tamu-tamu mereka. Pemasukan warung makan yang paling besar menurut KP tentu saja berasal dari penghuni rumah karaoke dan ABK asing.

Ketika akhirnya kasus PBR menemui titik terparah dan hampir seluruh ABK asing dipulangkan ke negaranya masing-masing, kerugian sudah mulai dirasakan oleh KP.

“Ya pemasukan pakdhe yang paling besar memang dari pramuria dan orang perusahaan yang dari Thailand dan lain-lainnya itu. Kalau orang Thailand pulang kan otomatis pramurianya juga sepi kan, padahal yang makan di sini ya orang Thailand sama pramuria-pramuria itu”

Menilik segala cerita dari beberapa orang di atas yang bergantung secara ekonomi terhadap adanya bisnis pelacuran, dan yang bersuka cita karena hasrat ragawinya terpenuhi, timbul rasa ingin tahu dari hati peneliti. Apakah hanya sebatas itu saja masyarakat memaknai adanya bisnis pelacuran?

Sekitar pukul 20.00 WIT pada tanggal 26 Mei 2015, peneliti melihat LR sedang asyik bercengkerama di kamar bersama beberapa laki-laki yang usianya tampak lebih tua darinya. LR masih berusia 14 tahun. Bocah laki-laki berdarah Madura itu sedang mengobrol di kamar seorang pramuria di sebuah rumah karaoke di Benjina. Tangan kanannya memegang sebatang rokok, dan ia tersenyum lebar saat melihat peneliti memergokinya sedang berada di tempat prostitusi. Di ruang depan tampak beberapa orang pramuria sedang merokok dan menemani tamu berkebangsaan Thailand.

Dua hari kemudian, ibu LR yang bernama NI (32 tahun) dan suaminya menghajar LR di rumah kos mereka karena LR kembali terpegok datang kembali ke rumah karaoke. LR dipukul sampai ia menangis dan memohon ampun. Ketika NI mencurahkan keluh kesahnya kepada peneliti, NI berkata jika ia hanya takut jika LR akan memilih jalan yang salah, dan kelak LR akan mengetahui jika ibunya

adalah mantan pramuria di rumah karaoke yang LR datangi malam sebelumnya.Peneliti pernah bertanya kepada LR, apa pendapatnya tentang para pramuria yang dia kenal di lokalisasi. LR menjawab “mbak mbaknya baik-baik semua kok mbak”. Kemudian peneliti bertanya mengapa dia datang ke rumah karaoke walaupun sudah dilarang. Dia menjawab “penasaran saja”. Tampaknya rasa penasaran itu juga yang membuat LR juga tertangkap basah meminum bir dan merokok di sekitar rumah karaoke.

Peneliti merasa gamang. Merasa miris sekaligus terusik akan apa yang peneliti lihat dan dengar. LR bukan satu-satunya remaja laki-laki yang pernah peneliti lihat berada di dalam atau di sekitar rumah karaoke di Benjina. Mereka sering kali terlihat bekerja untuk membantu bos rumah karaoke mengangkut sejumlah kardus berisi bir dari ketinting yang bersandar di dermaga, atau mengambilkan air dari sumur untuk mandi para WPS. Mereka bisa dengan bebas keluar dan masuk rumah karaoke untuk alasan-alasan tersebut. Mereka akrab dengan suasana penuh asap rokok, aroma tajam bir, penampilan WPS yang berpakaian terbuka, dan laki-laki yang datang untuk menikmati semua hal tersebut.

Kala itu Benjina semakin sepi. Kasus yang membelit PBR yang berimbas kepada pemulangan ABK asing yang diduga diperbudak oleh perusahaan, membuat kondisi Benjina berubah drastis. Tidak hanya sepi, perekonomian Benjina juga dapat dikatakan melemah. Pukulan tidak hanya dirasakan oleh germo dan WPS, sektor lain yang sebenarnya pun bergantung kepada bisnis prostitusi dan keberadaan ABK asing di Benjina pun merasakan pukulan yang sama. Pemilik rumah makan, warung makan, pedagang pasar, pelaku barter kapal, supir ojek air, buruh angkut barang, pemilik kos-kosan, bahkan pembuat sopi pun terancam gulung tikar.

Mereka was-was, mereka ketakutan orang-orang asing tersebut akan pulang ke negaranya dan tidak kembali lagi ke Benjina. Jika PBR akan tutup, mungkin suatu saat perusahaan penggantinya akan

datang. Tetapi siapa yang bisa menjamin jika perusahaan tersebut juga akan mempekerjakan tenaga kerja asing, yang berbelanja dan memakai jasa seks WPS dengan harga mahal? Mereka percaya, orang Indonesia tidak akan mungkinmembayar sama mahalnya dengan orang-orang asing tsb. Hal yang dapat mereka lakukan adalah berharap PBR tidak akan ditutup.

ABK asing yang berasal dari Thailand, Myanmar, dan Kamboja dipulangkan ke negaranya masing-masing secara bergelombang. Para ABK asing tersebut adalah tamu utama dan favorit para WPS di Benjina, terutama yang berasal dari Thailand. Alasan utama adalah karena para ABK asing tersebut mampu membayar jasa WPS jauh lebih mahal dibandingkan masyarakat lokal pada umumnya. Jika masyarakat lokal hanya mampu membayar 200 ribu sampai dengan 300 ribu untuk sekali kencan tanpa menginap, maka ABK asing tersebut mampu membayar 500 ribu bahkan sampai jutaan rupiah. Bukan hanya membayar jasa WPS dengan harga yang lebih mahal, ABK asing pun mampu membayar segala rupa barang atau sembako yang dibelinya di kios atau pasar dengan harga yang juga lebih mahal. Tarif ojek air yang standarnya adalah Rp. 10.000,- untuk masyarakat umum, menjadi Rp. 20.000,- untuk ABK asing setiap kali jalan.

Harga yang lebih mahal juga berlaku untuk WPS, karena mereka dianggap memiliki penghasilan yang besar dibandingkan dengan profesi atau pelaku usaha lain di Benjina. Hubungan ABK asing, WPS, dengan masyarakat pelaku usaha di Benjina seperti hubungan timbal balik yang menguntungkan, seperti patron-klien. ABK asing memiliki posisi tertinggi di dalam rantai hubungan patron-klien tersebut karena mereka menjadi konsumen dengan kemampuan belanja dan mampu membayar dengan harga tertinggi. WPS menempati posisi kedua dalam rantai hubungan patron-klien tersebut. Uang yang diterima dari pelanggan (terutama ABK asing) dengan nilai relatif besar membuat mereka dianggap pantas dan mampu untuk membayar harga sandang,

pangan, dan papan yang lebih tinggi daripada golongan masyarakat lain di Benjina.

Masyarakat Benjina terutama yang berkecimpung dalam perniagaan atau jual beli, adalah bagian yang menempati posisi terbawah di dalam rantai patron-klien tersebut. Mereka bergantung kepada kemampuan rantai pertama (ABK asing) dan rantai kedua (WPS) dalam membelanjakan uang mereka. Hal tersebut tentu saja karena kedua rantai tersebut adalah konsumen terbesar para pelaku bisnis/pasar di Benjina. Ketika PBR kolaps dan para ABK asing tersebut harus angkat kaki dari Benjina, maka hampir semua sendi perekonomian di rantai pertama, kedua, dan ketiga pun goyah.

Bukan hanya perekonomian yang akan goyah. Kepergian PBR dan orang-orang asing tersebut juga dapat menggoyahkan jalinan kasih. IS (35 tahun) hidup bersama dengan IT (30 tahun) yang merupakan warga negara Birma dan memiliki seorang anak berusia 10 bulan. IS

Gambar 4.0.1. Seorang ABK Asing Asal Thailand Menumpang Speedboat Dari PBR Menuju Desa Benjina

dan IT mengontrak rumah dan tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan. IT berhenti menjadi WPS setelah mengetahui dirinya hamil hasil hubungannya bersama IT.IT kemudian membayar sejumlah uang kepada germo pemilik rumah karaoke mengeluarkan IS dari rumah karaoke. Di tempat yang berbeda, ada seorang WPS bernama LA (19 tahun) yang melakukan kawin kontrak dengan seorang tekong warga negara Thailand yang berusia sekitar 60 tahun. LA mendapatkan uang nafkah dari tekong tersebut sebesar 20 juta per bulan. Walaupun begitu LA masih tinggal di rumah karaoke bersama suami kontraknya, dan beristirahat melayani tamu.

Mereka berdua hanya sebagian kecil dari WPS yang hidup bersama tanpa ikatan pernikahan dan melakukan kawin kontrak dengan ABK asing. IS teramat terpukul ketika IT pulang ke Birma karena dia tidak sanggup menanggung kebutuhan anaknya sendirian, dan ia pun tidak mungkin membawa anak tersebut ke kampung halamannya di Banyuwangi tanpa bekal uang yang cukup. LA dan pramuria lain yang melakukan kawin kontrak tentu akan kehilangan pemasukan yang besar jika para suami kontrak akhirnya dipulangkan ke negara asal.Banyak pramuria yang akhirnya memilih pindah ke daerah lain, pulang ke kampung halaman mereka, beralih profesi untuk sementara, atau berhenti menjadi pramuria.

Bude MN (50 tahun) banyak memiliki teman WPS, walaupun sering mencibir di belakang para WPS namun dia tetap berusaha bersikap sopan dan baik kepada pelanggan warung makannya tersebut. Tetapi ketika anak laki-lakinya yang seorang nelayan pencari ikan menghabiskan uang sebesar 30 juta rupiah untuk seorang WPS yang berniat dinikahinya, Bude MN naik pitam.

“Itulah dek kenapa budhe nggak suka sama perempuan kayak mereka (WPS), maunya tuh uang laki-laki saja. Sekarang kalau misal si laki-laki nggak ada uang pasti mereka juga nggak mau kan?! Itu kalau ada uang mereka sayang!! Kalau tidak ada uang

jangan harap! Dia mau sama anak budhe karena kemaren anak budhe kasih uang dia 30 juta!Katanya buat kirim orangtuanya! Lha ngirim orangtuanya kok malah anak budhe yang dimintai duit! Makanya budhe marah sekali sama anak budhe itu. Cari uang susah-susah, di laut puluhan hari malah habis buat pramuria tok! Pokoknya budhe sampai kapan juga nggak setuju dek!”

Budhe MN mengungkapkan alasan dibalik penolakannya terhadap perempuan pilihan anak laki-lakinya. Selain karena dianggap hanya mengincar uang laki-laki, WPS dianggap bukan perempuan baik-baik, tidak setia, dan memungkinkan menularkan penyakit. Budhe MN paham resiko tersebut,

“di sini banyak pramuria yang mati karena kena AIDS dek, kita kan nggak tahu itu perempuan kena atau nggak to lha kerjanya saja kayak begitu to dek. Budhe bilang ke anak budhe, “piye lee lee yen

mengko awakmu ketularan penyakit koyo ngono lee..”22

Ketakutan Budhe MN memang beralasan karena Benjina dianggap sebagai desa dengan penderita HIV/AIDS yang tinggi di Kecamatan Aru Tengah, bahkan di Kabupaten Kepulauan Aru. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kab. Kepulauan Aru, terungkap jika pada tahun 2014 jumlah ODHA di Kab. Kepulauan Aru berjumlah 28 orang, dan 6 orang diantaranya berada di Benjina. Berikut data yang telah terangkum dalam tabel.

Tabel 4.3

HASIL CAPAIAN KEGIATAN VCT TAHUN 2014 MENURUT JENIS KELAMIN

NO BULAN JUMLAH YANG

DIPERIKSA JUMLAH YANG POSITIF L P 1 JANUARI 227 7 4 3 2 FEBRUARI 42 1 1 0 3 MARET 134 4 2 2 22

4 APRIL 61 7 5 2 5 MEI 201 0 0 0 6 JUNI 122 2 0 2 7 JULI 0 0 0 0 8 AGUSTUS 0 0 0 0 9 SEPTEMBER 330 1 0 1 10 OKTOBER 12 4 2 2 11 NOVEMBER 128 0 0 0 12 DESEMBER 345 2 1 1 JUMLAH 1602 28 15 13

Enam ODHA yang ada di Benjina disinyalir adalah WPS yang sampel darahnya telah diambil dan mengalami uji laboratorium oleh Dinas Kesehatan. Sampel darah tersebut diambil oleh petugas di seluruh rumah karaoke yang beroperasi di Benjina. Sayangnya pengambilan sampel darah tersebut belum mampu menjangkau WPS yang berada di luar rumah karaoke dan para ABK asing yang juga berpotensi telah terjangkit virus atau justru sebagai penyebar virus.

Tidak ada yang benar-benar tahu siapa saja yang sebenarnya yang telah terjangkit HIV/AIDS, termasuk di kalangan WPS dan germo. Namun anehnya, banyak yang mengaku dapat membedakan mana orang yang sudah terjangkit dan mana yang tidak terjangkit dari ciri-ciri fisiknya. Peneliti bertanya kepada 3 orang muda mudi, yaitu NN (21 tahun) seorang pemuda Benjina berdarah Makassar, ON (17 tahun) seorang remaja Benjina berdarah Jawa, dan seorang remaja perempuan Benjina berdarah Jawa AN (15 tahun) tentang apa yang mereka ketahui tentang HIV/AIDS. NN secara lugas menjawab jika HIV/AIDS adalah penyakit perempuan, walaupun dia mengetahui dengan pasti jika orang yang terjangkit juga bisa dari kaum laki-laki.

Dalam benak NN, penyebab utama timbulnya HIV/AIDS adalah perempuan yang ‘nakal’, dalam hal ini yang dia maksud adalah WPS. Jadi jika dia berhubungan seks dengan WPS, dia dapat tertular

HIV/AIDS. Maka dari itu, meskipun dia sering meluangkan waktu untuk minum bir di rumah karaoke bersama WPS, dia tidak pernah tidur dengan salah satu dari mereka karena takut tertular HIV/AIDS. Namun rasa takut itu tidak dia rasakan ketika dia berhubungan seksual dengan pacarnya, walaupun tidak pernah sekalipun memakai kondom. Hubungan seksual pertamanya dimulai ketika usianya 14 tahun, dan ketika usianya menginjak 17 tahun dia pernah menghamili pacarnya yang terdahulu. Janin tersebut kemudian digugurkan oleh orangtua si perempuan.

NN pernah mendapatkan penyuluhan tentang penyakit menular seksual yang dilakukan oleh Puksesmas ketika dia masih duduk di bangku SMU. Tetapi dia tidak pernah benar-benar mendengarkan. Hal yang dia tahu adalah bagaimana melihat ciri-ciri orang yang telah terjangkit HIV/AIDS.

“kalau orang yang sudah kena AIDS itu dia punya mata warna kuning-kuning begitu. Badan habis (kurus), lalu dia punya kulit juga macam ada bintik-bintik begitu. Kalau ada orang mata kuning, badan habis (kurus), kulit ada bintik-bintik..itu sudah. Itu AIDS”

Tidak hanya NN, ON dan AN juga memiliki pendapat yang sama tentang ciri-ciri orang yang telah terjangkit HIV/AIDS, yang mereka cirikan dengan warna mata yang kuning, badan yang sangat kurus, dan muncul bintik-bintik di permukaan kulit. Walaupun mereka yakin jika pernah bertemu dengan WPS dengan ciri-ciri tersebut, mereka tidak pernah berusaha untuk mengkonfirmasi secara langsung kepada WPS yang bersangkutan karena mereka yakin hal tersebut pasti akan percuma, “ya mereka pasti tidak mau mengaku to mbak” kata NN.

IN, SM, YM, yang merupakan seorang WPS pernah berkata jika pada sekitar awal bulan Mei 2015 pernah ada satu WPS yang meninggal dunia dan mereka yakin jika itu dikarenakan AIDS. IN, SM, dan YM yakin jika WPS tersebut meninggal karena AIDS setelah muncul ciri-ciri mata kuning, badan kurus, dan muncul bintik-bintik di

sekujur. WPS bernama U tersebut meninggal di kampung halamannya setelah sebelumnya mengalami sakit menahun dan kondisinya semakin lemah di salah satu rumah karaoke di Benjina. Peneliti kemudian bertemu dengan 2 orang germo yang pernah menjadi bos dari U. TM adalah germo perempuan terakhir yang menjadi bos dan memulangkan U ke Pulau Jawa.

“akhirnya saya suruh pulang saja anak itu mbak. Anaknya cantik kok. Tapi kan kondisi macam begitu kan. Badannya sudah habis, matanya sudah kuning-kuning begitu lah pokoknya. Saya jujur saja mbak, sumpah demi Allah demi Rasululah saya tidak tahu kalau dia itu kena AIDS. Kalau saya tau saya sudah suruh dia pulang dari awal mbak. Kalau saya suruh pulang dia itu bilang mau nunggu pacarnya yang Thailand itu pulang duluan ke negaranya mbak. Dia itu pindahan dari atas itu lho mbak, bukan dari sini. Lha wong saya ini yang namanya sama anak buah, saya pasti suruh untuk jaga kesehatan, rajin periksa, rajin suntik. Kalau ada yang nggak mau, saya marah mbak. Saya begitu orangnya mbak”

Rumah karaoke yang sebelumnya dihuni oleh U memang tidak hanya rumah karaoke milik TM. Sebelum bekerja di rumah karaoke tersebut, U pernah bekerja di rumah karaoke milik HM selama sekitar 1 tahun. HM bercerita jika sebelum pindah ke rumah karaoke milik TM, U memang WPS yang bandel dan tidak pernah mau melakukan tes darah gratis jika Dinkes berkunjung.

“itu dia kalau saya suruh tes darah itu setengah mati mbak. Alasannya ya ada aja lah pokoknya. Nah dia itu akhirnya mau tapi tetep nggak mau ambil hasilnya di Dobo. Karena dia nggak ambil lama sekali, akhirnya saya yang dipanggil ke Dobo mbak. Nah di klinik itu saya dikasih tau sama dokternya kalau ternyata dia positif. Nah mungkin dia sudah tau mbak makanya dia nggak mau ambil hasil tes darahnya itu”

Mengetahui U ternyata telah positif terjangkit virus mematikan tersebut, HM merasa bingung dan ketakutan. Dia sudah bersumpah tidak membocorkan informasi tersebut kepada siapapun, termasuk kepada WPS serta pelanggan U. dia merasa tertekan karena dia khawatir jika U akan menularkan penyakitnya kepada orang lain.

“duh saya bingung mbak. Saya mau bilang tapi nggak boleh, tapi kalau nggak bilang sama yang lain itu saya kan merasabersalah juga mbak. Terus akhirnya kalau dia misal minum segelas sama anak buah saya yang lain ya mbak, saya bilang ke anak-anak jangan pernah mau minum atau makan segelas atau sepiring sama U. Terus jangan mau tidur sama tamu yang udah pernah tidur sama U mbak, kan lama-lama mereka mikir kok saya bisa bilang kayak gitu kan mbak, nah akhirnya anak buah saya yang lain paham sendiri mbak. Apa lagi pas dia itu sariawan kok nggak sembuh-sembuh, terus kulitnya ada bintik-bintik itu lho mbak. Tiap kali saya tanya U jawabnya pasti alergi”

Setelah akhirnya U pindah ke rumah karaoke TM, HM membakar kasur dan semua peralatan yang pernah U pakai dan membuangnya ke laut. Tindakan HM tersebut membuat suaminya juga mengetahui jika U terkena AIDS. HM mengkritik keras adanya kebijakan untuk merahasiakan identitas WPS yang telah positif terjangkit HIV/AIDS. Di satu sisi hal tersebut melindungi WPS tersebut, namun di sisi yang lain banyak pihak akan terancam hidupnya.

“ya sama saja itu menyelamatkan 1 nyawa, tapi mengancam banyak nyawa yang lain gitu lho mbak. Kalau bisa kan dikasih tau dari awal, siapa-siapa yang kena, nanti disuruh pulang atau bagaimana begitu kan mbak. Kalau begini kan jadinyamain tebak saja to mbak, nanti kalau tanya ke yang bersangkutan dikira nuduh kan”

Pelacuran, prostitusi, jual diri, atau apapun istilahnya sebenarnya adalah masalah klasik yang belum ditemukan bagaimana cara mumpuni untuk menghilangkannya. Peneliti sendiri merasa yakin bahwa selama manusia masih membutuhkan seks, dan manusia masih membutuhkan pelepasan dari keterikatannya terhadap kebosanan norma atau nilai (nilai kesetiaan dalam berumahtangga misalnya), maka praktek tersebut tetap akan ada.

Dokumen terkait