• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arahan Aksesibilitas dan Sirkulasi

BAB VI ARAHAN DAN KONSEP PENGEMBANGAN

B. Arahan Aksesibilitas dan Sirkulasi

Arahan perencanaan ini dilakukan agar dapat memudahkan akses dari wisatawan yang berkunjung di kawasan Danau Tempe.

a. Arahan Rencana Pengembangan Zona Kegiatan Wisata

Perencanaan daya tarik wisata dikembangkan berdasarkan distribusi peruntukan kawasan konservasi, zona kawasan ekowisata rekreasi alam dan zona tour budaya dan desa tradisional. Selain itu kawasan ekowisata Danau Tempe berbasis kearifan lokal, rencana pengembangan potensi daya tarik ekowisata yang dikembangkan memuat arahan pengembangan atraksi, dan fasilitas.

b. Arahan Rencana Pengembangan Sarana dan Prasarana Penunjang Wisata.

Rencana pengembangan ini berfungsi untuk menunjang kegiatan ekowisata di kawasan Danau Tempe yang didukung oleh aspek kearifan lokal.

58.

59.

Tabel 3.3 Variabel Perencanaan

No Tujuan Variabel Sub Variabel Jenis Data Teknik Analisis Keluaran

1

Mengetahui kearifan lokal kawasan Danau Tempe dalam arahan

pengembangan kawasan

ekowisata Danau Tempe.

Kondisi fisik dan Kondisi non fisik kawasan (sosial budaya)

a. Fungsi kawasan.

b. Aksesibilitas

c. Sarana dan prasarana

a. Kab Wajo dalam angka.

b. Kuisioner c. Kondisi prasarana

jalan

d. Moda menuju kawasan wisata e. Kuisioner

a. Spasial

b. Analisis atraksi c. Analisis sarana dan prasarana d. Analisis

aksesibilitas e. Analisis ODTW

Karakteristik kawasan Danau Tempe untuk pengembangan kawasan ekowisata berbasis kearifan lokal

a. Sosial budaya (Kearifan lokal)

b. Potensi dan masalah kawasan

a. Kab Wajo dalam angka.

b. Profil Desa Assorajang dan Kelurahan Mattirotappareng c. FGD

a. Analisis kearifan lokal

b. Analisis ekowisata

berbasis kearifan local

c. Analisis foto mapping

Arahan kawasan ekowisata berbasis kearifan lokal

2 Mengetahui arahan pengembangan zonasi kawasan ekowisata Danau Tempe berbasis kearifan lokal

Arahan Pengembangan kawasan ekowisata Danau Tempe berbasis kearifan lokal meliputi:

c. Arahan pengembangan kawasan ekowisata berbasis kearifan lokal d. Arahan aksesibilitas dan sirkulasi

e. Arahan pembagian ruang (zonasi)

f. Arahan pengembangan sarana dan prasarana penunjang kawasan ekowisata

a. Analisis AHP b. Analisis SWOT

Arahan

pengembangan zonasi kawasan ekowisata berbasis kearifan lokal

Sumber: Penulis, 2017

 Kearifan lokal kawasan Danau Tempe mulai terancam punah karena adanya perkembangan zaman.

 Perda Kab Wajo No.12 Tahun 2012 disebutkan sebagai kawasan pariwisata alam dan KSK merupakan kawasan yang memiliki niai strategis dari sudut kepentingan sosial budaya.

Dibutuhkan konsep ekowisata yang tidak menimbulkan banyak dampak negatif baik terhadap lingkungan maupun sosial

budaya

Pengembangan Kawasan Ekowisata Danau Tempe Berbasis Kearifan Lokal

Tinjauan pustaka mengenai kearifan lokal, ekowisata, ekosistem danau, dan

objek daya tarik wisata

Kesimpulan kajian literatur

Konsep dasar dari elemen ekowisata dan objek daya tarik wisata

Metode perencanaan, sampel dan populasi, kerangka perencanaan

Pengumpulan data primer & sekunder, observasi lapangan, FGD, kuisioner &

telaah literatur

Penentuan variabel perencanaan dan teknik analisis yang digunakan

Gambaran umum lokasi perencanaan Identifikasi kondisi eksisting kawasan perencanaan

Kondisi eksisting penggunaan lahan, sarana dan prasarana kawasan

perencanaan

61.

BAB IV

GAMBARAN UMUM

A. Kabupaten Wajo 1. Letak Geografis

Kabupaten wajo dengan ibu kotanya Sengkang, terletak dibagian tengah Provinsi Sulawesi Selatan dengan jarak kurang lebih 250 km dari Makassar Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, memanjang pada arah laut Tenggara dan terakhir merupakan selat, dengan posisi geografis antara 3º 39º - 4º 16º LS dan 119º 53º-120º 27 BT. Batas wilayah Kabupaten Wajo sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Kabupaten Luwu dan Kabupaten Sidrap b. Sebelah Selatan : Kabupaten Bone dan Soppeng,

c. Sebelah Timur : Teluk Bone

d. Sebelah Barat : Kabupaten Soppeng dan Sidrap

2. Administrasi dan Luas Wilayah

Luas wilayahnya adalah 2.506,19 Km² atau 4,01% dari luas Provinsi Sulawesi Selatan dengan rincian Penggunaan lahan terdiri dari lahan sawah 86.297 Ha (34,43%) dan lahan kering 164.322 Ha (65,57%).

Pada tahun 2007, Kabupaten Wajo terbagi menjadi empat belas wilayah kecamatan. Selanjutnya dari keempat belas wilayah kecamatan terbentuk wilayah-wilayah yang lebih kecil, yaitu seratus tiga puluh dua wilayah yang berstatus kelurahan/desa. Berikut rincian kecamatan di Kabupaten Wajo:

Kecamatan Keera merupakan kecamatan terluas yakni lima belas persen dari luas wilayah Kabupaten Wajo, Kecamatan Bola dan Kecamatan Majauleng sebesar sembilan persen, Kecamatan Pitumpanua sebesar delapan persen, Kecamatan Takkalalla, Kecamatan Sojoanging, Kecamatan Belawa, dan Kecamatan Maniangpajo sebesar tujuh persen, Kecamatan Pammana, Kecamatan Penrang, Kecamatan Tanasitolo, dan Kecamatan Gilireng sebesar enam persen, Kecamatan Sabbangparu sebesar lima persen, dan Kecamatan

62.

Sumber: Wajo Dalam Angka 2016

Gambar 4.1 Luas Wilayah Perkecamatan di Kabupaten Wajo Sumber: Wajo Dalam Angka 2016

Tempe sebesar dua persen. Berikut diagram luas wilayah perkecamatan di Kabupaten Wajo:

Tabel 4.1 Luas daerah Kabupaten Wajo menurut Kecamatan

No Kecamatan Luas (Km2) % Terhadap Luas Kabupaten

1 Sabbangparu 132.75 5.30

2 Tempe 38.27 1.53

3 Pammana 162.1 66.47

4 Bola 220.13 8.78

5 Takkalalla 179.76 7.17

6 Sajoanging 167.01 6.66

7 Penrang 154.9 6.18

8 Majauleng 225.92 9.01

9 Tanasitolo 154.6 6.17

10 Belawa 172.3 6.88

11 Maniangpajo 175.96 7.02

12 Gilireng 147 5.87

13 Keera 368.36 14.7

14 Pitumpanua 207.13 8.26

Kabupaten Wajo 2.506.19 100 5% 2%

6%

9%

7%

7%

6%

6% 9%

7%

7%

6%

15%

8%

Sabbangparu Tempe Pammana Bola Takkalalla Sojoanging Penrang Majauleng Tanasitolo Belawa Maniangpajo

Gambar 4.2 Peta Administrasi Kabupaten Wajo 63.

Sumber: Arcgis, diolah kembali oleh penulis, 2017

64.

3. Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Wajo tahun 2015 berdasarkan registrasi penduduk sebanyak 404.538 jiwa yang terdiri atas 192.387 jiwa penduduk laki-laki dan 212.151 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk tahun 2014, penduduk Kabupaten Wajo mengalami pertumbuhan sebesar 1,32 persen. Sementara itu besarnya anga rasio jenis kelamin tahun 2015 penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan sebesar 90,69.

Kepadatan penduduk di Kabupaten Wajo tahun 2015 mencapai 161 jiwa/km2 dengan rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga 4 orang.

Kepadatan penduduk di 14 kecamatan cukup beragam dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di Kecamatan Tempe dengan kepadatan sebesar 1.649 jiwa/km2 dan terendah di Kecamatan Keera sebesar 64 jiwa/km2.

Pada umumnya, jumlah penduduk laki-laki di seluruh kecamatan di Kabupaten Wajo lebih rendah daripada jumlah penduduk wanita. Kecamatan yang memiliki sex ratio paling rendah di Kabupaten Wajo adalah Kecamatan Tanasitolo, dengan jumlah penduduk pria 18.638 jiwa, jumlah penduduk perempuan 22.376 jiwa.

Sebagian besar penduduk (98% ) Kabupaten Wajo adalah beragama lslam. Hanya sebagian kecil dari total jumlah penduduk yang memeluk agama Protestan, Katolik, Hindu, dan Budha.

Kecamatan

Jumlah Penduduk (ribu)

Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun

(%)

2010 2014 2015 2010-2015 2014-2015 Sabbangparu

Tempe Pammana Bola Takkalalla Sajoanging

25.834 61.121 31.276 19.384 20.640 18.807

26.492 61.964 32.047 20.074 21.569 19.252

26.613 63.114 32.191 20.288 21.819 19.609

3.02 3.26 2.93 4.66 5.71 4.26

0.46 1.86 0.45 1.07 1.16 1.85 Penrang

Majauleng Tanasitolo Belawa

15.705 31.329 39.271 31.985

16.369 32.764 40.678 32.709

16.479 33.215 41.014 33.202

4.93 6.02 4.44 3.80

0.67 1.38 0.83 1.52 Tabel 4.2 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan

di Kabupaten Wajo 2010, 2014 dan 2015

65.

Sumber: BPS, Kabupaten Wajo Dalam Angka, 2016 Kecamatan

Jumlah Penduduk (ribu)

Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun

(%)

2010 2014 2015 2010-2015 2014-2015 Maniangpajo

Gilireng Keera Pitumpanua

15.966 11.043 21.734 41.978

16.557 11.652 23.198 43.962

16.804 11.785 23.672 44.733

5.25 6.72 8.92 6.56

1.49 1.14 2.04 1.75 Jumlah 386.073 399.287 404.538 4.78 1.32 Sumber: Badan Pusat Statistik, Kabupaten Wajo Dalam Angka 2016

Berdasarkan pada tabel 4.2 jumlah penduduk yang paling tertinggi terdapat di ibukota kabupaten yaitu kecamatan Tempe dengan jumlah penduduk 63.114 jiwa pada tahun 2015 dengan laju pertumbuhan penduduknya yaitu 1,86% pada tahun 2014-2015. Kemudian jumlah penduduk tertinggi kedua adalah Kecamatan Pitumpanua dengan jumlah penduduk pada tahun 2015 yaitu 44.733 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2014-2015 yaitu 1,75%. Sedangkan jumlah penduduk terendah yaitu 11.785 jiwa pada tahun 2015 dengan laju pertumbuhannya 1.14% pada tahun 2014-2015 yaitu terdapat di Kecamatan Gilireng

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin

Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Rasio

Sabbangparu 12.294 14.319 26.613 85.86

Tempe 30.113 33.001 63.114 91.25

Pammana 15.263 16.928 32.191 90.16

Bola 9.656 10.632 20.288 90.82

Takkalalla 10.377 11.442 21.819 90.69

Sajoanging 9.529 10.080 19.609 94.53

Penrang 7.638 8.841 16.479 86.39

Majauleng 15.505 17.710 33.215 87.55

Tanasitolo 18.638 22.376 41.014 83.29

Belawa 15.755 17.447 33.202 90.30

Maniangpajo 8.120 8.684 16.804 93.51

Gilireng 5.717 6.068 11.785 94.22

Keera 11.713 11.959 23.672 97.94

Pitumpanua 22.069 22.664 44.733 97.37

Jumlah 192.387 212.151 404.538 90.68

66.

Jumlah penduduk Kabupaten Wajo tahun 2015 mencapai 404,5 ribu jiwa yang terdiri dari 192.387 laki-laki dan 212.152 perempuan. Angka jumlah penduduk ini mengalami pertumbuhan sekitar 1,32 persen di banding tahun 2014. Berikut tabel indikator kependudukan Kabupaten Wajo 2014 – 2015.

Tabel 4.4 Indikator Kependudukan Kabupaten Wajo 2014 - 2015

Uraian 2014 2015

Jumlah Penduduk (jiwa) Laki-laki Perempuan

399.287 189.816 209.471

404.538 192.387 212.151 Laju pertumbuhan

Penduduk (% pertahun) 0,84 1,32

Kepadatan Penduduk

(jiwa/km) 159 161

Sex Ratio (L/P) 91 91

Rata-rata ART (jiwa/ruta) 4 4

Sumber: Wajo Dalam Angka 2016

4. Topografi

Topografi di Kabupaten Wajo mempunyai kemiringan lahan cukup bervariasi mulai dari datar, bergelombang hingga berbukit. Sebagian besar wilayahnya tergolong datar dengan kemiringan lahan/lereng 0 – 2 %, luasnya mencapai 212,341 Ha atau sekitar 84 %, sedangkan lahan datar hingga bergelombang dengan kemiringan/lereng 3 – 15 % luas 21,116 Ha (8,43%), lahan yang berbukit dengan kemiringan/lereng diatas 16 – 40 % luas 13,752 Ha (5,50 %) dan kemiringan lahan diatas 40 % (bergunung) hanya memiliki luas 3,316 Ha (1,32%).

Secara morfologi, Kabupaten Wajo mempunyai ketinggian lahan di atas permukaan laut (dpl) dengan perincian sebagai berikut:

a. 0 – 7 meter, luas 57,263 Ha atau sekitar 22,85 % b. 8 – 25 meter, luas 94,539 Ha atau sekitar 37,72 % c. 26 – 100 meter, luas 87,419 Ha atau sekitar 34,90 %

d. 101 – 500 meter, luas 11,231 Ha atau sekitar 4,50 % dan ketinggian di atas 500 meter luasnya hanya 167 Ha atau sekitar 0,66 %.

67.

Tabel 4.5 Guna Lahan pada lokasi pengembangan

Sumber: Arcgis, diolah kembali oleh penulis,2017 5. Iklim

Kabupaten Wajo sebagaimana daerah lainnya di Indonesia, yaitu beriklim tropis dengan suhu kurang lebih 27oC – 30oC yang tandai dengan adanya bulan kering/musim hujan dan bulan basah/musim kemarau. Musim hujan setiap tahunnya berlangsung agak pendek yaitu rata-rata 3 bulan utamanya pada bulan April sampai dengan bulan Juni, kecuali di bagian Utara yaitu di Kecamatan Pitumpanua terdapat musim hujan yang mirip dengan Kabupaten Luwu serta bulan-bulan selanjutnya adalah lembab.

Sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober. Curah hujan untuk 3 tahun terakhir mencapai rata-rata 1.510mm dan 128 hari hujan.

6. Guna Lahan

Guna Lahan yang ada pada lokasi penelitian terdiri dari lahan terbangun dan tidak terbangun. Penjelasan pada tabel 4.4.

No. Guna Lahan Luas (Ha) Presentase (%)

1. Perkebunan 90,6 26,4

2. Sawah 184,32 53,7

3. Permukiman 68,43 19,9

4. Taman 0,137 0,04

Total 343,487 100%

Guna lahan terluas pada lokasi penelitian yakni sawah dengan luas 184,32 Ha dan presentase 53,7%. Selanjutnya guna lahan perkebunan dengan luas 90,6 Ha dan presentase 26,4%, guna lahan permukiman dengan luas 68,43 Ha dan 19,9%. Sedangkan guna lahan dengan presentase terkecil yaitu taman dengan luas 343,397 Ha dan presentase 0,04%.

68.

Gambar 4.3 Guna lahan lokasi penelitian Sumber: Arcgis, diolah kembali oleh penulis, 2017

69.

7. Pengembangan Pariwisata Kabupaten Wajo

Kabupaten Wajo memiliki potensi yang besar dalam hal pariwisata.

Dari kondisi geografis, Kabupaten Wajo memiliki letak yang cukup strategis dengan kondisi alam yang bervariatif mulai dari daerah pesisir pantai, daratan tinggi, danau dan lainnya. Selain itu Kabupaten Wajo memiliki kebudayaan yang sangat menarik untuk dijadikan potensi pengembangan pariwisata.

Dalam rangka mengembangkan potensi pariwisata, pemerintah melakukan berbagai upaya pembangunan dan revitalisasi objek wisata yang ada. Kabupaten Wajo memiliki potensi wisata yang cukup banyak meskipun belum terkelola dengan baik. Namun sarana penunjang kegiatan pariwisata telah tersedia berupa fasilitas akomodasi seperti Hotel, penginapan dan wisma serta fasilitas hiburan seperti karaoke, cafe dan sejumlah rumah makan maupun restoran. Obyek wisata yang ada di daerah ini berupa wisata alam, wisata bahari dan peninggalan sejarah.

1) Wisata Alam a) Danau Tempe b) Air Terjun Awo

c) Air Terjun Minangatellue (Wae Jompi) 2) Wisata Bahari

a) Pantai Pasir Putih b) Pantai Bangsala’e c) Pantai Lawara 3) Wisata Budaya

a) Perumahan Adat Attakae b) Kawasan Agro Wisata Sutera c) Goa Nippon

d) Rumah Adat Maniangpajo e) Situs Tosara

f) Situs Lagosi

g) Situs Makam Pung Masora h) Situs Istana Datunna Cina

Kelurahan Mattirotappareng merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo. Kota Sengkang yang merupakan Ibukota Kabupaten Wajo terletak pada kecamatan ini. Hal ini berarti, Kelurahan Mattirotappareng yang terdapat di Kecamatan Tempe erat kaitannya dengan ibukota kabupaten yaitu sebagai kawasan perkotaan.

Luas Wilayah Kelurahan Mattirotappareng yaitu 2,17 km² atau 5,67 persen dari total luas Kecamatan Tempe. Kelurahan Mattirotappareng adalah salah satu Kelurahan dari 16 Desa/Kecamatan Tempe, yang berbatasan dengan:

a. Sebelah Utara : Desa Assorajang dan Danau Tempe b. Sebelah Selatan : Kelurahan Tempe

c. Sebelah Timur : Kelurahan Tempe d. Sebelah Barat : Danau Tempe

Kelurahan mattirotappareng adalah salah salah satu kelurahan yang berstatus perkotaan dari total 15 kelurahan yang berstatus perkotaan, sedangkan terdapat satu kelurahan yang berstatus perdesaan yaitu Kelurahan Cempalagi.

Kelurahan Mattirotapareng merupakan salah satu kelurahan yang berbatasan langsung dengan Danau Tempe di Kabupaten Wajo. Terdapat tiga kelurahan lainnya yang berbatasan dengan Danau Tempe, yaitu Kelurahan Tempe, Kelurahan Laelo, Kelurahan Salomenlareng,. Berdasarkan data BPS Kabupaten Wajo 2016, empat kelurahan tersebut sangat dekat jaraknya dengan ibu kota Kecamatan Tempe. Hal ini membuktikan bahwa empat kelurahan yang sangat dekat dengan Danau Tempe ini kental dengan hiruk pikuk perkotaan.

Tabel 4.6 Jarak dari Kelurahan ke Ibu Kota Kecamatan Tempe (km)

Desa/Kelurahan <1 1-2 3-4

Laelo

Watallipue

Tempe

Mattirotapareng

Sumber; BPS Kab. Wajo 2016

71.

2. Kependudukan

Kelurahan Mattirotappareng merupakan kelurahan dengan jumlah penduduk 3.521 jiwa dari 63.114 jiwa dari jumlah total penduduk Kecamatan Tempe. Sedangkan kepadatan penduduk Kelurahan Mattirotappareng yakni 1.623 jiwa per km² dengan jumlah total kepadatan penduduk Kecamatan Tempe yakni 1.649 per km².

Gambar 4.4 Peta Kelurahan Mattirotappareng 72.

Sumber: Arcgis, diolah kembali oleh penulis, 2017

73.

C. Desa Assorajang

Gambar 4.5 Peta Desa Assorajang 74.

Sumber: Arcgis, diolah kembali oleh penulis, 2017

Kawasan Danau Tempe terletak pada koordinat 119°53’ - 120°04’ BT dan 4°03’ - 4°09’ LS. Elevasi permukaan air danau bervariasi antara 3 meter pada musim kemarau sampai 10 meter dpl pada saat banjir. Danau Tempe termasuk tipe Danau Eutropis, yaitu tipe danau yang berbentuk cawan yang datar dengan karakteristik tersedianya lahan pasang surut yang luas disekitar danau. Danau ini terletak di dataran rendah yang merupakan tempat menampung air sungai Bila, Sungai Walanae dan sungai-sungai kecil disekitarnya.

Luas wilayah kawasan danau Tempe 13.750 ha terdiri dari 11.45 ha dalam wilayah Kabupaten Wajo, 1.547 ha dalam wilayah Kabupaten Soppeng dan 750 ha dalam Wilayah Kabupaten Sidrap (Dinas Pengairan Wajo).

Sedangkan luas wilayah Danau Tempe adalah 286,43 km2 yang terdiri dari 7 wilayah kecamatan yaitu 4 kecamatan pada Kabupaten Wajo, 1 kecamatan Kabupaten Sidrap dan dua kecamatan pada Kabupaten Soppeng serta keseluruhannya mencakup 21 desa (Pemda Kabupaten Wajo).

2. Iklim

Wilayah Danau Tempe relative kering, rata-rata hanya menerima curah hujan kurang dari 100 mm selama 5 bulan setiap tahun. Ada dua segmen musim kemarau yaitu segmen Januari – Februari dan segmen Agustus – Oktober. Curah hujan rata-rata tahunan pada catchment area berkisar antara 1 400-4 000 mm. Distribusi curah hujan di bagian selatan Danau Tempe berbeda dengan bagian lain curah hujan lebih tinggi pada periode November – Juli.

Pada bagian atas Sungai Walanae memiliki pola curah hujan sendiri, demikian pula pada bagian atas Sungai Bila. Temperatur berkisar 27-28°C dengan sedikit variasi. Temperatur tertinggi 30°C pada Oktober/November dan Februari/Maret dan Februari/Maret. Temperatur terendah sekitar 24°C pada bulan September. Kelembaban relative udara cukup tinggi bervariasi antara 76-83% dengan rata-rata tahunan 80%. Kelembaban tertinggi pada bulan April dan terendah pada bulan September. Prosentase sinar matahari

rata-76.

rata tahunan bervariasi antara 4.6-7.2 jam/hari. Rata-rata bulanan pada musim hujan 4.0 jam/hari, musim panas 8.5 jam/hari maksimum pada bulan September dan Oktober. Aliran angin pada umumnya rendah pada kisaran 0.9-1.3 m/det dengan rata-rata bulanan 0.5 m/det. Aliran angin minimum pada musim penghujan, maksimum musim kemarau. Evaporasi tahunan bervariasi antara 1 300-2 400 mm dengan rata-rata tahunan kurang lebih 1 930 mm.

3. Topografi

Kawasan Danau Tempe merupakan lembah yang dikelilingi pegunungan dengan ketinggian 1 500-3 000 mdpl. Pada musim hujan level permukaan air dapat mencapai elevasi 9.0 mdpl dengan luas 43 000 ha. Pada musim kemarau panjang dapat mencapai level terendah dengan elevasi sekitar 3.5 mdpl dengan luas hanya 1 000 ha. Pada musim kering normal mencapai level 4.5 mdpl dengan luas 10 000 ha. Kedalaman air danau pada level air terendah adalah 0.5 m. Tanah tepian Danau Tempe seluruhnya berupa tanah liat memiliki sejumlah kecil tumpukan pasir. Tanah liat dasar danau kaya dengan kandungan organik sedangkan pada bagian yang selalu basah (lembab) berorganik kaya sulfur-besi.

77.

Gambar 4.6 Peta Lokasi Danau Tempe Sumber: Arcgis, diolah kembali oleh penulis, 2017

78.

Tabel 5.1 Analisis Objek dan Daya Tarik Wisata BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Objek dan Daya Tarik Wisata

Objek dan daya tarik wisata merupakan dasar bagi kepariwisataan dan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan dan wisata. Dalam pengembangan ekowisata, diperlukan sebuah dukungan khusus dalam pengadaan sebuah produk wisata, yang dapat menjadi bahan pertimbangan wisatawan. Objek dan daya tarik kawasan Danau Tempe itu sendiri serta lingkungan alami yang mendukungnya. Danau Tempe menjadi daya tarik wisata yang sepatutnya dikembangankan dan dijaga kelestariannya.

Analisis potensi objek wisata akan dilihat dari analisis atraksi (daya tarik wisata), sarana dan prasarana, dan aksesibilitas sebagai komponen wisata yang terdapat pada kawasan Danau Tempe.

1. Analisis Atraksi

Daya tarik kawasan Danau Tempe yang dapat dijadikan sebagai objek kegiatan ekowisata yaitu terbagi atas tiga objek wisata yaitu pertama wisata alam yang telah ada di Danau Tempe yaitu berupa atraksi berperahu mengelilingi Danau Tempe, dan adanya rumah apung di tengah Danau Tempe membuat banyak wisatawan yang ingin berkunjung ke sana. Setelah itu wisata yang ditawarkan di Kawasan Danau Tempe yaitu berupa wisata sosial budaya atau kearifan lokal yang masih kental dengan cara memperkenalkan budaya masyarakat lokal Danau Tempe kepada wisatawan dan yang terakhir objek wisata minat khusus, wisata ini lebih diutamakan pada wisatawan yang memiliki minat khusus seperti yang ingin belajar menenun. Namun fasilitas untuk mendukung kegiatan wisata tersebut belum optimal sehingga perlu dilakukannya pengembangan fasilitas penunjang kegiatan ekowisata yang telah ada.

No Wisata Objek Wisata

Atraksi

Wisata Penilaian Solusi

1. Alam Danau, flora dan

fauna

Berperahu a. Kapasitas jumlah penumpang yang terbatas maksimal 5 orang.

a. menyediakan

pelampung bagi wisatawan.

79.

No Wisata Objek Wisata

Atraksi

Wisata Penilaian Solusi

b. Keamanan penumpang kurang.

c. Tidak tersedianya dermaga .

b. Menyediakan fasilitas dermaga.

Danau dan Rumah

Apung

Bersantai dan Memancing

a. Kondisi rumah apung pada saat ini sudah tidak layak

b. Dipesisir sungai dan pesisir Danau Tempe dimanfaatkan sebagai tempat memancing dan bersantai dengan menikmati alam sekitar namun hanya terdapat satu gazebo yang ada dipesisir lokasi pengembangan

a. Memperbaiki atau menata kembali rumah apung.

b. Menyediakan fasilitas gazebo untuk wisatawan yang ingin beristirahat, bersantai, ataupun memancing.

2. Sosial Budaya

Rumah panggung tradisional

Menyusuri kawasan

Danau Tempe dengan cara memperken

alkan kearifan

lokal kawasan

Danau Tempe

a. Terdapat rumah panggung tradisional dengan memanfaatkan awa bola (kolong rumah) sebagai tempat aktivitas menenun

b. Tradisi maccera tappareng dan mappalari lopi yang sudah mulai ditinggalkan.

c. Tradisi dari forum Attudang-tudangeng yang sudah mulai ditinggalkan

Mempertahankan tradisi dari adat-istiadat di Danau Tempe agar kearifan lokal yang ada disana tetap selalu terjaga.

3 Minat Khusus

Tenun Sutera

Belajar cara menenun

Wisatawan yang memiliki minat khusus menenun dapat belajar pada masyarakat sekitar.

Memanfaatkan ciri khas Kabupaten Wajo seperti tenun sutera untuk dijadikan cenderamata serta menambah atraksi wisata dengan memperkenalkan wisata kuliner khas Danau Tempe.

Sumber: Hasil analisis, 2017

Berdasarkan tabel 5.1 dengan melihat potensi yang ada berdasarkan hasil analisis maka objek dan atraksi wisata yang dapat diterapkan dalam pengembangan ekowisata Danau Tempe berbasis kearifan lokal terdiri dari 3 jenis wisata yaitu:

Kawasan Danau Tempe Wajo merupakan kawasan pengembangan yang direncanakan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan pada keberadaan kawasan pariwisata sebagai nilai tambah.

Sarana dan prasarana wisata di Danau Tempe dikaji melalui survei langsung yang dilakukan. Sebagaimana pengembangan kawasan kondisi sarana

81.

prasarana penunjang sangat diperlukan untuk pengembangan kawasan Danau Tempe sebagai kawasan ekowisata. Dengan keberadaaan sarana dan prasana yang memadai tentunya akan memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pengunjung kawasan pengembangan. Sarana prasarana di kawasan Danau Tempe belum memadai untuk menunjang kegiatan wisatawan. Pada kawasan ini belum terdapat sarana prasarana pendukung objek wisata dan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup masyarakat setempat.

a. Sarana Akomodasi

Sebuah kawasan ekowisata baiknya memiliki komponen-komponen berupa fasilitas akomodasi guna mendukung kegiatan ekowisata dan juga dapat meningkatkan daya tarik, sehingga kenyamanan dan kepuasan wisatawan dapat terpenuhi. Berdasarkan hasil pengamatan pada lokasi pengembangan belum terdapat penginapan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. Rumah panggung tradisional masyarakat dapat digunakan sebagai penginapan untuk wisatawan dengan menata kembali beberapa rumah masyarakat serta menambah jumlah kamar yang dijadikan sebagai penginapan agar layak untuk ditempati dan wisatawan dapat berbaur secara langsung dengan masyarakat lokal.

Gambar 5.1 Rumah panggung tradisional di kawasan Danau Tempe Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017

b. Sarana peribadatan

Banyaknya jumlah masjid di kawasan Danau Tempe merupakan keutungan bagi masyarakat dan wisatawan dimana jarak menuju masjid tidak jauh dari kawasan pengembangan. Sarana peribadatan masjid di kawasan Danau Tempe kondisinya masih bagus, Hanya diperlukan pemeliharaan masjid yakni berupa melengkapi alat shalat di masjid.

82.

c. Tempat Belanja

Tempat belanja cinderamata dari tempat wisata merupakan pendukung untuk kegiatan ekowisata. Terdapat tempat belanja ciri khas dari Kabupaten Wajo yaitu tenun sutera yang dapat dibeli langsung oleh wisatawan di Kampung Sutera. Lokasi kampung sutera di Desa Assorajang dapat di tempuh dengan waktu kurang lebih 6 menit dengan jarak 2,5 km dari Danau Tempe. Selain itu masyarakat yang melakukan aktivitas menenun di awa bola kawasan Danau Tempe dapat langsung menawarkan hasil kerajinannya agar memudahkan wisatawan membeli cinderamata tersebut dan dapat menambah kerajinan-kerajinan lainnya yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat setempat d. Jalan.

Secara umum, prasarana transportasi darat di sekitar Kawasan Danau Tempe, khususnya sistem jaringan jalan sudah baik untuk menghubungkan dari dan ke daerah lain seperti Watampone, Watansoppeng, Barru dan Sidrap. Hal ini dikarenakan Kawasan Danau Tempe dekat dengan jaringan jalan Nasional sehingga memudahkan untuk akses para wisatawan yang berkunjung.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor:

34/PERMEN/2006 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Keterpaduan Prasarana, Sarana dan Utilitas Kawasan Permukiman salah satu prasarana penting yang harus disediakan secara baik dan terpadu adalah prasarana jalan dengan klasifikasi jalan yakni jalan lokal dan jalan lingkungan.

Berdasarkan SNI No. 03-1733-2004 untuk jalan lingkungan I memiliki lebar 1,5m hingga 2m dan jalan lingkungan II memiliki lebar 1,2 m dengan peruntukan jalan khusus pejalan kaki. Jalan lingkungan di lokasi penelitian

Gambar 5.2 Masjid di kawasan Danau Tempe Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017

Dokumen terkait