• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DANAU TEMPE BERBASIS KEARIFAN LOKAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DANAU TEMPE BERBASIS KEARIFAN LOKAL"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DANAU TEMPE BERBASIS KEARIFAN LOKAL

(Studi Kasus: Desa Assorajang dan Kelurahan Mattirotappareng Kabupaten Wajo)

SKRIPSI

Tugas Akhir – 465D5206 PERIODE I

TAHUN 2017/2018

Sebagai Persyaratan Untuk Ujian Sarjana Teknik

Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota

Oleh:

WIRANDA M.Z DAIPAHA D521 13 025

PROGRAM STUDI S1 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017

(2)

ii.

(3)

iii.

PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DANAU TEMPE BERBASIS KEARIFAN LOKAL

(Studi Kasus: Desa Assorajang dan Kelurahan Mattirotappareng Kabupaten Wajo)

Wiranda MZ. Daipaha1), Mukti Ali2), Sri Aliah Ekawati3) E-mail: wmzdaipaha@gmail.com

ABSTRAK

Untuk menjamin agar kearifan lokal dapat terus berkembang secara baik dan berkelanjutan serta mendatangkan manfaat bagi manusia dan meminimalisir dampak negatif yang mungkin timbul maka dibutuhkan perencanaan dengan konsep ekowisata di kawasan Danau Tempe. Karakter khas dari Danau Tempe lambat laun mulai terancam punah karena adanya faktor perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang cepat menyebabkan kebudayaan berubah dengan cepat pula. Danau Tempe yang terletak di Kabupaten Wajo merupakan kawasan yang berpotensi dikembangkan sebagai kawasan pariwisata alam dan kawasan strategis kepentingan sosial budaya (Perda Kabupaten Wajo No.12 Tahun 2012). Tujuan perencanaan ini untuk mengidentifikasi kearifan lokal kawasan Danau Tempe dan menyusun arahan pengembangan ekowisata berbasis kearifan lokal yang dapat diterapkan di kawasan Danau Tempe. Perencanaan ini diawali dengan suatu penelitian menggunakan metode focus group discussion untuk mengetahui potensi kearifan lokal yang ada pada kawasan. Adapun teknik analisis yang dilakukan menggunakan metode analisis ODTW untuk mengetahui objek daya tarik wisata yang paling diminati. Selanjutnya metode yang digunakan adalah metode analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk penentuan bobot faktor- faktor dengan menggunakan software Expert Choice yang kemudian ditentukan strategi dari analisis SWOT. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa kearifan lokal masyarakat pesisir Danau Tempe dapat diketahui berdasarkan komunitasnya yaitu:

komunitas Pakkaja, Pattenung dan Paggalung. Penentuan konsep ekowisata berbasis kearifan lokal diawali dengan mempertimbangkan karakteristik kawasan berdasarkan perhitungan kuisioner ODTW. Hasil kuisioner tersebut dapat diketahui bahwa daya tarik wisata budaya dan alam paling diminati sehingga diimplementasikan dalam sebuah arahan pengembangan berupa zonasi dengan menggunakan strategi Aggressive Maintenance Strategy yaitu perbaikan faktor- faktor yang menyebabkan kelemahan untuk memaksimalkan pemanfaatan peluang.

Kata Kunci: Kearifan Lokal, Ekowisata, Danau Tempe, komunitas Pakkaja, Pattenung dan Paggalung.

1Mahasiswa Program Studi S1 Perencanaan Wilayah dan Kota Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

2Dosen Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

(4)

iv.

DEVELOPMENT OF LAKE TEMPE ECOTOURISM ARE BASED ON LOCAL WISDOM

(Case Study: Assorajang Village dan Mattirotappareng Sub-district of Wajo Regency)

Wiranda MZ. Daipaha1), Mukti Ali2), Sri Aliah Ekawati3) E-mail: wmzdaipaha@gmail.com

ABSTRACT

To ensure that local wisdom can continue to develop properly and sustainably and bring benefits to humans and minimize the negative impact that may arise, it is necessary to plan with the concept of ecotourism in the area of Lake Tempe. Characters from Lake Tempe gradually began to endangered because of the factors of rapid technological and scientific development led to the rapidly changing culture as well. Lake Tempe located in Wajo Regency and a potential area to developed as a natural tourism area and strategic area of socio-cultural interest (Perda Kabupaten Wajo No.12 tahun 2012). The purpose of this plan is to identify local wisdom of Lake Tempe area and develop direction of eco-tourism development based on local wisdom that can be applied in Tempe Lake area. This planning begins with a study using the method of focus group discussion to determine the potential of local wisdom in the region. The analysis technique using ODTW analysis to find the object of the most popular tourist attraction.

Furthermore, used Analytical Hierarchy Process (AHP) to determine the weight of factors by using Expert Choice software for arrange the strategy of SWOT analysis.

After all the methods that have been done get the result local wisdom of lake Tempe based of community they are Pakkaja, Pattenung and Paggalung. The determination of eco-tourism concept based on local wisdom from ODTW calculate, get the result tourist attraction of culture and nature is the most popular so implemented in a development direction like zonation by using Aggressive Maintenance Strategy that improvement the weaknesses factors to maximize the utilization of opportunities.

Keyword: Local Wisdom, Ecotourism, Tempe Lake, community Pakkaja, Pattenung and Paggalung.

1Mahasiswa Program Studi S1 Perencanaan Wilayah dan Kota Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

2Dosen Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Hasanuddi

(5)

v.

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat dan rahmat-Nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Salawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad Sallalahu’Alaihi Wasallam beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang senantiasa di jalan-Nya hingga akhir zaman.

Penyusunan tugas akhir ini sebagai syarat akademis dalam mencapai gelar Sarjana Teknik (ST) pada departemen perencanaan wilayah dan kota. Dalam penyusunan tugas akhir dengan judul “Pengembangan Kawasan Ekowisata Danau Tempe Berbasis Kearifan Lokal”, penulis mendapatkan kendala ketika menulis namun juga mendapatkan bimbingan dan arahan yang sangat besar dari para pembimbing:

a. Mukti Ali ST.MT.Ph.D b. Sri Aliah Ekawati, ST., MT

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca sangat diharapkan guna kesempurnaan tugas akhir.

Wassalamu’alaikum

Gowa, Agustus 2017

Wiranda M.Z Daipaha

(6)

vi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat-Nya yang tiada terhingga. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang senantiasa istiqamah di jalan-Nya. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis ungkapkan kepada orang-orang yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini, antara lain:

1. Keluarga Penulis

a. Ayahanda Moh. Zulkarnain Daipaha.SE dan Ibu Sri Wahyuni Uloli S.SOS.,MM atas segala kasih sayang, doa dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama ini terutama dalam menempuh pendidikan S1.

b. Saudara penulis Mahmud Rizal Daipaha S.STP dan kedua adik penulis Wiranti M.Z Daipaha S.STP dan Alfathir M.Z Daipaha atas segala kasih sayang dan semangat yang diberikan kepada penulis.

c. Keluarga penulis, My best cousin ever Devita Morita A Daipaha atas segala kasih sayang, semangatnya, motivasi dan telah menjadi teman curhat penulis dalam segala hal.

2. Dosen pembimbing tugas akhir, Kepada Bapak Mukti Ali ST.MT.Ph.D selaku pembimbing pertama dan Ibu Sri Aliah Ekawaty ST.,MT selaku pembimbing kedua. Terima kasih atas segala bimbingan, arahan, waktu, dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

3. Dosen penguji tugas akhir, Bapak Prof. Dr. Ir. Slamet Trisutomo, MS., Ibu Wiwik Wahidah Osman,ST,MT dan Bapak Ir.H.Baharuddin Koddeng, MSA terima kasih atas segala nasehat, arahan, masukan, dan motivasi untuk penyempurnaan tugas akhir ini.

4. Bapak Mukti Ali, ST., MT., Ph.D selaku Kepala Studi Akhir PWK, terima kasih untuk bimbingan dan motivasinya selama masa Studio Periode I 2017/2018.

(7)

vii.

5. Ibu Dr. Ir. Hj. Mimi Arifin, M.Si selaku Ketua Program Studi PWK, terima kasih atas nasehat, dukungan, dan bantuan kepada penulis selama masa perkuliahan.

6. Dosen Penasehat Akademik, Bapak Ir. H. M. Fathien Azmy, M.Si yang telah memberikan bimbingan dan motivasi selama menjalani masa perkuliahan.

7. Seluruh Dosen Departemen PWK yang telah memberikan banyak ilmu dan nasehat yang sangat berharga bagi penulis.

8. Staf kepegawaian dan administrasi Departemen PWK, Pak Haerul, Pak Hafid, Pak John, Pak Syawali, Pak Budi dan Ibu Bongko yang banyak membantu dalam bidang administrasi.

9. Teman-teman seperjuangan Studio Akhir Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota Periode I bersatu 2017/2018, Nosa ST, Dimas ST, Widy ST, Alim ST, Mita cST, Fathien cST, Arlyn cST, Kak Ilfan ST, Kak Ardi ST, Kak Kezia ST, Kak Fahrul cST, Kak Tian ST, Kak Anca cST, Kak Yudi cST terima kasih kebersamaan dan perjuangannya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

10. Saudara seperjuangan PWK 2013, pemilik NIM D521 13. Mereka adalah Zaky cST, Gio ST, Nosa ST, Wawan cST, Gandy ST, Yuniza ST, Erwin cST, Mita cST, Ani ST, Fani ST, Arman cST, Rudi cST, Adi cST, Aulia ST, Hendra cST, Amieq ST, Berkah ST, Putri cST, Adim cST, Wisna ST, Jihan cST, Yusman cST, Dimas ST, Andin cST, Buyung cST, Yayu ST, Gita cST, Ansar cST, Widy ST, Arlyn cST, Ikke ST, Evi ST, Itha cST, Artur cST, Ical cST, Candra cST, Yuni ST, Mahda ST, Yoga cST, Aldi cST, Intan cST, Fredy cST, Novy cST, Tata ST, Buyu cST, Ibnu cST, Galang cST, Galih cST, Cume ST, Adam cST, Imam cST, Irsam cST, Madi cST, Alim cST, Indah cST, Ijal cST, dan Fatin cST (Sa’adah, Ivon, Fadli, Citra meskipun hanya sampai semester dua), terima kasih atas pengalaman dan persaudaraan yang telah terjalin selama penulis berada di kampus.

11. Saudara seperjuangan POZTUR 2013, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih untuk kerja sama, canda tawa dan kebersamaan selama ini.

12. Teman-teman pengurus Himpunan Mahasiswa Pengembangan Wilayah dan Kota Periode 2016/2017. Terima kasih atas kerjasamanya selama

(8)

viii.

kepengurusan, dan pengalaman yang telah diberikan selama menjadi pengurus himpunan.

13. Sahabat yang sudah menjadi keluarga selama di kampus Andi Risdayanti, dan Masyita Amani Damayanto terima kasih atas segala perhatian, dukungan, motivasi, dan bantuannya selama ini.

14. Teman penulis Andi Arlyn Avilla beserta kedua orangtuanya yang sangat membantu dalam hal akomodasi selama penulis melakukan survey di Kabupaten Wajo, Gaziah Ghandy ST, Khairul Ikhsan Hajir tanpa kalian tugas akhir ini tidak akan lengkap. Buat Imam Nur Alam yang sangat membantu dalam hal software selama menempuh perkuliahan.

15. Teman seperjuangan di saat susah dan senang Muttazaki Mohammad terima kasih atas segala perhatiannya, waktu, tenaga, motivasi, dan bantuannya selama melakukan pengumpulan data.

16. Teman penulis dari jaman SMP hingga sekarang AMIGOS terkhusus untuk Iin, Ekhy, Lany, Putri, Ella, Akbar, Amat, Afwan dan Dwi. Terimakasi atas kebersamaan dan canda tawa selama ini.

17. Sahabat terbaik penulis, Aulia Faradiba Tilameo dan Clarissa Nadilla Katili terima kasih atas persahabatan kita yang penuh canda tawa, tangis, dan senyum serta motivasi untuk menggapai impian masing-masing.

18. Teman-teman seperjuangan KKN Gelombang 93 di Kecamatan Bissapu, Kabupaten Bantaeng terutama teman posko Kak Andi, Kak Habibi S.S , Kak Urya, Mey S.H , Hilda, Mufidah, Inta dan Dini yang menjadi keluarga selama sebulan lebih di Desa Bonto Loe. Terima kasih atas pengalaman yang luar biasa bersama kalian.

19. Special Thanks To Mujaddid yang telah menemani penulis dalam suka maupun duka dan terima kasih atas segala perhatian motivasinya. Semoga Allah SWT memberikan keselamatan dan keridhoanNya baik di dunia maupun di akhirat.

Amin.

20. Pemerintah, wisatawan, dan masyarakat Kabupaten Wajo yang telah membantu dan berkontribusi dalam penyusunan tugas akhir ini.

(9)

ix.

21. Seluruh pihak yang telah berkontribusi, mendukung, serta membantu selama proses perkuliahan hingga penyusunan tugas akhir ini yang tidak dapat dituliskan satu per satu.

Akhir kata, dengan teriring doa yang tulus, ungkapan terima kasih yang tak terhingga dan permohonan maaf apabila terjadi kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi kita semua. Besar harapan penulis semoga karya ini dapat bermanfaat dan dapat memperluas wawasan kita semua.

Gowa, Agustus 2017 Penulis

Wiranda M.Z Daipaha

(10)

x.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ...iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ...vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR GLOSARIUM ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Perencanaan ... 3

D. Sasaran ... 3

E. Manfaat Perencanaan ... 3

F. Lingkup Perencanaan ... 3

G. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kearifan Lokal ... 6

B. Teori Ekowisata ... 10

C. Ekosistem Danau ... 18

D. Obyek dan Daya Tarik Wisata ... 24

E. Metode Pembobotan AHP (Analytical Hyrarchy Process) ... 27

F. Studi Banding ... 34

(11)

xi.

G. Kesimpulan Tinjauan Pustaka ... 40

H. Kerangka Pikir ... 42

BAB III METODE PERENCANAAN A. Jenis Perencanaan ... 43

B. Lokasi Perencanaan ... 43

C. Populasi Dan Sampel ... 45

D. Teknik Pengumpulan Data ... 46

E. Metode Analisis Data ... 48

F. Teknik Analisis Perencanaan ... 48

G. Variabel Perencanaan ... 58

H. Kerangka Perencanaan ... 60

BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kabupaten Wajo ... 61

B. Kelurahan Mattirotappareng ... 70

C. Desa Assorajang ... 73

D. Kawasan Danau Tempe ... 75

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Objek dan Daya Tarik Wisata ... 78

1. Analisis Atraksi ... 78

2. Sarana dan Prasarana ... 80

3. Aksesibilitas ... 88

B. Analisis Kearifan Lokal ... 92

1. Kearifan Lokal Komunitas Pakkaja ... 92

2. Kearifan Lokal Komunitas Pattenung ... 95

3. Kearifan Lokal Komunitas Paggalung ... 98

C. Analisis Ekowisata Berbasis Kearifan Lokal ... 103

1. Edukasi ... 103

2. Pembardayaan Mayarakat dan Peningkatan Ekonomi ... 108

3. Konservasi ... 109

D. Analisis Potensi Kawasan Pengembangan ... 110

(12)

xii.

E. Analisis Keunikan Kawasan Pengembangan ... 116

F. Penentuan Bobot ... 116

1. Kekuatan (Strength) ... 117

2. Kelemahan (Weakness) ... 118

3. Peluang (Opportunities) ... 118

4. Ancaman (Threat) ... 119

G. Analisis SWOT ... 120

BAB VI ARAHAN DAN KONSEP PENGEMBANGAN A. Arahan Pengembangan Kawasan Ekowisata Berbasis Kearifan Lokal ... 127

1. Edukasi ... 127

2. Pemberdayaan Masyarakat dan Peningkatan Ekonomi ... 128

3. Konservasi ... 129

B. Arahan Aksesibilitas dan Sirkulasi ... 132

C. Arahan Pembagian Ruang (Zonasi) ... 134

1. Zona 1 Kawasan Ekowisata Rekreasi Alam ... 135

2. Zona 2 Tour Budaya Desa Tradisional ... 137

D. Arahan Pengembangan Sarana Penunjang Ekowisata ... 146

E. Arahan Pengembangan Prasarana Penunjang Ekowisata ... 148

BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan ... 151

B. Saran ... 152

DAFTAR PUSTAKA

(13)

xiii.

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Posisi Kawasan Danau Tempe dalam KPPN ... 20

Tabel 2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan ... 31

Tabel 2.3 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan ... 31

Tabel 2.4 Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan ... 32

Tabel 2.5 Nilai Random Indeks (RI) ... 34

Tabel 2.6 Studi Banding ... 38

Tabel 3.1 Model Analisis Faktor Strategi Internal/Eksternal (IFAS/EFAS) ... 53

Tabel 3.2 Matriks Analisis SWOT ... 56

Tabel 3.3 Variabel Perencanaan ... 57

Tabel 4.1 Luas daerah Kabupaten Wajo menurut Kecamatan ... 62

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Wajo 2010, 2014 dan 2015 ... 64

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin ... 65

Tabel 4.4 Indikator Kependudukan Kabupaten Wajo 2014 – 2015 ... 66

Tabel 4.5 Guna Lahan pada lokasi pengembangan ... 67

Tabel 4.6 Jarak dari Kelurahan ke Ibu Kota Kecamatan Tempe (km) ... 70

Tabel 5.1 Analisis Objek dan Daya Tarik Wisata ... 78

Tabel 5.2 Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara di Kawasan Danau Tempe Tahun 2016 ... 88

Tabel 5.3 Analisis Tingkat Aksesibilitas ... 89

Tabel 5.4 Tanggapan Masyarakat Terhadap Objek dan Daya Tarik ... 91

Tabel 5.5 Matriks kearifan lokal berdasarkan komunitas ... 101

Tabel 5.6 Jenis-jenis Ikan Endemik di Danau Tempe ... 105

Tabel 5.7 Jenis-jenis Ikan Endemik di Danau Tempe ... 105

Tabel 5.8 Jenis-Jenis Burung di Kawasan Danau Tempe ... 107

Tabel 5.9 Keterkaitan Ekowisata dan Kearifan Lokal di Kawasan Danau Tempe ... 110

Tabel 5.10 Potensi Pengembangan Ekowisata Danau Tempe ... 111

Tabel 5.11 Masalah Pengembangan Ekowisata Danau Tempe ... 113

Tabel 5.12 Keunikan Kawasan Pengembangan ... 116

(14)

xiv.

Tabel 5.13 Matriks Analisis SWOT ... 120

Tabel 5.14 Analisis IFAS (Internal Strategic Factors Analysis) ... 123

Tabel 5.15 Analisis EFAS (External Strategic Factors Analysis) ... 104

Tabel 6.1 Jenis Atraksi Wisata di Kawasan Danau Tempe ... 140

(15)

xv.

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Destinasi Pariwisata Makassar-Takabonerate dan Sekitarnya .. 22

Gambar 2.2 Struktur Hierarki AHP ... 29

Gambar 2.3 Danau Toba Perapat ... 36

Gambar 2.4 Pulau Karampuang Sulawesi Barat ... 34

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian ... 44

Gambar 3.2 Kuadran Analisis SWOT ... 52

Gambar 4.1 Luas Wilayah Perkecamatan di Kabupaten Wajo ... 62

Gambar 4.2 Peta Administrasi Kabupaten Wajo ... 63

Gambar 4.3 Peta Guna Lahan Lokasi Perencanaan ... 68

Gambar 4.4 Peta Kelurahan Mattirotappareng ... 72

Gambar 4.5 Peta Desa Assorajang ... 74

Gambar 4.6 Peta Lokasi Danau Tempe ... 77

Gambar 5.1 Rumah panggung tradisional di kawasan Danau Tempe ... 81

Gambar 5.2 Masjid di kawasan Danau Tempe ... 82

Gambar 5.3 Peta Prasarana Jalan ... 84

Gambar 5.4 Bak yang digunakan untuk menampung air ... 85

Gambar 5.5 Kondisi sampah di kawasan pengembangan ... 86

Gambar 5.6 Peta Sebaran Sarana dan Prasarana ... 87

Gambar 5.7 Peta Aksesibilitas Kota Makassar – Kabupaten Wajo ... 90

Gambar 5.8 Metode Focus Group Discussion di Kawasan Danau Tempe ... 92

Gambar 5.9 Rumah Terapung di Danau Tempe ... 93

Gambar 5.10 Proses Menenun Sutera ... 97

Gambar 5.11 Peta Sebaran Kearifan Lokal Berdasarkan di Kawasan Danau Tempe ... 102

Gambar 5.12 Burung Yang Berhabitat di Kawasan Danau Tempe ... 106

Gambar 5.13 Peta Analisis Potensi dan Masalah Kawasan Pengembangan ... 115

Gambar 5.14 Struktur Hierarki Penentuan Bobot AHP ... 117

Gambar 5.15 Gambar Nilai Bobot Kriteria Faktor Strategi Kekuatan ... 118

Gambar 5.16 Gambar Nilai Bobot Kriteria Faktor Strategi Kelemahan ... 118

Gambar 5.17 Gambar Nilai Bobot Kriteria Faktor Strategi Peluang ... 119

(16)

xvi.

Gambar 5.18 Gambar Nilai Bobot Kriteria Faktor Strategi Ancaman ... 119

Gambar 5.19 Posisi pengembangan pada kuadran SWOT ... 125

Gambar 6.1 Peta Arahan Kawasan Konservasi ... 131

Gambar 6.2 Alur Sirkulasi Kawasan Danau Tempe ... 132

Gambar 6.3 Peta Sirkulasi Kawasan Danau Tempe ... 133

Gambar 6.4 Rumah Apung Danau Tempe ... 135

Gambar 6.5 Ilustrasi Wisata Mancing ... 136

Gambar 6.6 Ilustrasi Ruang Terbuka ... 136

Gambar 6.7 Ilustrasi Festival Maccera Tappareng ... 137

Gambar 6.8 Ilustrasi Rumah Tradisional/homestay ... 138

Gambar 6.9 Ilustrasi Toko Oleh-Oleh ... 139

Gambar 6.10 Ilustrasi Rumah Makan ... 139

Gambar 6.11 Makanan Khas Kawasan Danau Tempe ... 140

Gambar 6.12 Peta Pembagian Zonasi Kawasan Pengembangan ... 142

Gambar 6.13 Peta Arahan Perencanaan Atraksi Wisata Zona 1 ... 143

Gambar 6.14 Peta Arahan Perencanaan Alur Wisata Berperahu ... 144

Gambar 6.15 Peta Arahan Perencanaan Atraksi Wisata Zona 2 ... 145

Gambar 6.16 Ilustrasi Pusat Informasi Wisata ... 146

Gambar 6.17 Ilustrasi Toilet Umum ... 147

Gambar 6.18 Ilustrasi Jembatan ... 147

Gambar 6.19 Ilustrasi Dermaga ... 147

Gambar 6.20 Ilustrasi Gazebo ... 148

Gambar 6.21 Ilustrasi Tong Sampah Pemilihan ... 148

Gambar 6.22 Peta Arahan Perencanaan Sarana di Kawasan Danau Tempe ... 150

(17)

xvii.

DAFTAR GLOSARIUM

Komunitas Pakkaja : Komunitas nelayan tradisional

Komunitas Pattenung : Komunitas penenun sutera tradisional Komunitas Paggalung : Komunitas petani tradisional

Arung ennengnge : Pengawas pemanfaatan sumber daya alam Macoa tappareng : Pimpinan adat

Maccera tappareng : Upacara adat apabila melanggar aturan Ada assitureng : Larangan menangkap ikan

Kalampang : Rumah terapung

Falo-falo : Penutup kepala

Konsep idosa : Dikenakan denda jika melakukan pelanggaran Walli atau funnawei : Makhluk yang tidak terlihat.

Awa bola : Tempat aktivitas menenun, menyimpan perahu dan bisa dimanfaatkan sebagai tempat menyimpan hasil panen dan peralatan pertanian.

Lipa sabbe : Sarung

Waju ponco : Baju

Walida : Alat tenun

Apparasi : Tahap awal menenun

Punggawa : Pengusaha penenun

Ana guru’ : Pengrajin/pekerja tenun Datu ase (sangiang serri) : Dewi padi/pertanian Sanro wanua : Ketua adat

Lontara palaong nruma : Naskah pertanian bugis

Attudang-tudangeng : Upacara adat pertanian tradisional

Ma’dakkala : Membajak sawah

Mappamula : Upacara panen pertama

Mappadendang : Pesta panen

(18)

1.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebudayaan yang sudah melekat dalam masyarakat dan sudah turun temurun sejak dulu, akan semakin terkonsep dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadi sebuah kepercayaan terhadap hal - hal yang berhubungan dengan sebuah keyakinan yang sulit untuk dihilangkan yang biasanya dipertahankan melalui sifat - sifat lokal yang dimilikinya. Dimana sifat lokal tersebut pada akhirnya menjadi suatu kearifan yang selalu dipegang teguh oleh masyarakatnya (Naing et al. 2009 dalam Happy Ratna 2009). Kepercayaan - kepercayaan yang masih berkembang dalam kehidupan suatu masyarakat, biasanya dipertahankan melalui sifat-sifat lokal yang dimilikinya.

Kearifan lokal berkaitan dengan nilai - nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari (Undang-Undang No. 32 Tahun 2009). Pengelolaan lingkungan hidup pada dasarnya membutuhkan moralitas yang berarti kemampuan manusia untuk dapat hidup bersama dengan makhluk hidup yang lain dalam tataran yang saling membutuhkan, ketergantungan, berelasi dan saling membangun sehingga terjadi keutuhan dalam keberlangsungan hidup yang harmonis.

Kearifan lokal Danau Tempe dilihat dari segi tangible berupa masyarakat yang bermukim di rumah apung dan mata pencaharian masyarakat setempat sebagai nelayan tradisional dengan sistem pengelolaan sumber daya alam dan teknik pemanfaatan secara tradisional, sedangkan dari segi intangible berkaitan dengan cara pandang yang membentuk sistem kepercayaan atau keyakinan dan membentuk interpretasi terhadap lingkungan seperti nilai, etika, norma, aturan dan keterampilan dalam kehidupan sehari – hari masyarakat setempat.

Karakter khas dari Danau Tempe lambat laun mulai terancam punah karena adanya degradasi lingkungan salah satunya yaitu sedimentasi, faktor perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang cepat menyebabkan kebudayaan berubah dengan cepat pula salah satu contohnya kebiasaan bermukim di rumah terapung yang mulai jarang diterapkan dalam kebiasaan komunitas nelayan tradisional. Serta belum optimalnya atau belum adanya penanganan serius

(19)

2.

untuk menjadikan kawasan strategis ini menjadi kawasan wisata danau. Jika hal tersebut terus dibiarkan akan menimbulkan berbagai permasalahan yang menyulitkan atau bahkan merugikan masyarakat, seperti hilangnya aspek fisik lingkungan maupun budaya yang ada pada kawasan tersebut.

Danau Tempe yang terletak di Kabupaten Wajo merupakan kawasan yang berpotensi dikembangkan sebagai tujuan maupun obyek wisata meliputi rencana pengembangan taman wisata alam (TWA) berskala Provinsi meliputi taman wisata alam Danau Tempe Kabupaten Wajo (Perda Provinsi Sulawesi Selatan no 9 tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2009-2029). Bahkan dalam Perda Kabupaten Wajo No.12 Tahun 2012 tentang RTRW Kab. Wajo Tahun 2012- 2032 disebutkan sebagai kawasan pariwisata alam dan kawasan strategis kepentingan (KSK) merupakan kawasan yang memiliki niai strategis dari sudut kepentingan sosial budaya, salah satunya adalah kawasan strategis pengembangan wisata Danau Tempe, selain itu masyarakat sekitar Danau Tempe juga sangat bergantung pada keberadaan sumberdaya alam yang dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, antara lain untuk memenuhi kebutuhan pangan dan sumber penghasilan keluarga. Untuk menjamin agar kearifan lokal dapat terus berkembang secara baik dan berkelanjutan serta mendatangkan manfaat bagi manusia dan meminimalisasi dampak negatif yang mungkin timbul maka dibutuhkan perencanaan dengan konsep ekowisata di kawasan Danau Tempe. Ekowisata dalam era pembangunan berwawasan lingkungan merupakan suatu misi pengembangan wisata alternatif yang tidak menimbulkan banyak dampak negatif, baik terhadap lingkungan maupun terhadap kondisi sosial budaya. (Damanik dkk 2006 dalam Armanhollic 2009)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang, rumusan masalah dalam perencanaan ini adalah:

1. Bagaimana kearifan lokal kawasan Danau Tempe dalam kawasan ekowisata ?

2. Bagaimana arahan pengembangan ekowisata berbasis kearifan lokal yang dapat diterapkan di kawasan Danau Tempe ?

(20)

3.

C. Tujuan Perencanaan

1. Untuk mengidentifikasi kearifan lokal kawasan Danau Tempe dalam kawasan ekowisata.

2. Untuk menyusun arahan pengembangan ekowisata berbasis kearifan lokal yang dapat diterapkan di kawasan Danau Tempe.

D. Sasaran

Adapun sasaran perencanaan ini adalah:

1. Hasil arahan pengembangan ini diharapkan sebagai bahan acuan bagi pemerintah dan kalangan praktis sebagai masukan terutama dalam pengembangan kawasan ekowisata Danau Tempe berbasis kearifan lokal.

2. Arahan pengembangan ini diharapkan memberikan manfaat dalam menambah tulisan ilmiah atau referensi dalam rangka pengembangan konsep-konsep, teori-teori terutama dalam arahan pengembangan kawasan ekowisata danau berbasis kearifan lokal.

E. Manfaat Perencanaan

1. Dalam arahan pengembangan ini, diharapkan menjadi salah satu bahan referensi bagi para mahasiswa yang berminat melakukan penelitian ilmiah dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Arahan pengembangan ini dapat menjadi masukan kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Wajo dalam arahan pengembangan kawasan ekowisata Danau Tempe berbasis kearifan lokal.

3. Bagi masyarakat kawasan Danau Tempe arahan pengembangan ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan kawasan ekowisata berbasis kearifan lokal untuk meningkatkan potensi yang ada pada kawasan.

F. Lingkup Perencanaan

Ruang lingkup perencanaan dibedakan menjadi dua bagian, yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup substansi.

(21)

4.

1. Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah yang menjadi kawasan pengembangan yaitu kawasan Danau Tempe Kabupaten Wajo, Kelurahan Mattirotappareng dan Desa Assorajang.

2. Ruang Lingkup Substansi

Ruang lingkup substansi dalam Pengembangan Kawasan Ekowisata Danau Tempe Berbasis Kearifan Lokal , meliputi kondisi fisik dan non fisik kawasan Danau Tempe ditinjau dari potensi arahan pengembangan sebagai kawasan wisata ditinjau dari aspek zonasi, fasilitas, atraksi dan aksesibilitas.

G. Sistematika penulisan

Adapun sistematika penulisan dari laporan Pengembangan Kawasan Ekowista Danau Tempe Berbasis Kearifan Lokal sebagai berikut:

1. Bab Pendahuluan

Menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, ruang lingkup, serta sistematika penulisan.

2. Bab Tinjauan Pustaka

Menguraikan tentang kajian teori atau studi literatur yang berkaitan dengan judul.

3. Bab Metodologi

Berisi metode-metode yang digunakan dalam melakukan teknik analisis data serta defenisi operasional.

4. Bab Gambaran Umum Wilayah Studi

Menjelaskan gambaran umum wilayah perencanaan terkait dengan lokasi arahan pengembangan kawasan ekowisata Danau tempe berbasis kearifan lokal, yaitu Danau Tempe secara umum, Kabupaten Wajo secara khusus.

5. Bab Hasil dan Analisis

Berisi analisis dan pembahasan serta teknik analisis yang akan menjawab pertanyaan pada rumusan masalah dengan menggunakan metode analisis data yang terdapat pada metode pengembangan.

6. Bab Arahan dan Konsep Pengembangan

Berisi Arahan Pengembangan Kawasan Ekowista Danau Tempe Berbasis Kearifan Lokal yang disusun berdasarkan hasil dari analisis.

(22)

5.

7. Bab Penutup

Berisi kesimpulan dan saran terhadap hasil analisis dan arahan perencanaan yang telah dilakukan.

(23)

6.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kearifan Lokal

1. Pengertian Kearifan Lokal

Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Selain itu pengertian tentang kearifan lokal, yaitu nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari, dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009.

Kearifan lokal adalah warisan masa lalu yang berasal dari leluhur, yang tidak hanya terdapat dalam sastra tradisional (sastra lisan atau sastra tulis) sebagai refleksi masyarakat, tetapi terdapat dalam berbagai bidang kehidupan nyata, seperti filosofi dan pandangan hidup, kesehatan, dan arsitektur. Dalam dialektika hidup- mati sesuatu yang hidup akan mati, tanpa pelestarian dan revitalisasi, kearifan lokal pun suatu saat akan mati. Bisa jadi, nasib kearifan lokal mirip pusaka warisan leluhur, yang setelah sekian generasi akan lapuk dimakan rayap. Sekarang pun tanda pelapukan kearifan lokal makin kuat terbaca. Kearifan lokal acap kali terkalahkan oleh sikap masyarakat yang makin pragmatis, yang akhirnya lebih berpihak pada tekanan dan kebutuhan ekonomi. Keraf (2002) dalam Suhartini (2009). Jim Ife (2002) dalam Hotibin (2013) menjelaskan bahwa pengetahuan lokal tradisional merupakan refleksi kebudayaan masyarakat setempat, di dalamnya terkandung tata nilai, etika, norma, aturan dan keterampilan dalam memenuhi tantangan hidupnya. Tipe kearifan lokal dapat dibedakan menjadi:

a. Tangible yaitu suatu bentuk budaya yang bersifat benda atau dengan kata lain merupakan hasil budaya fisik.

b. Intangible yaitu suatu bentuk budaya yang bersifat tak benda atau nilai budaya dari masa lalu.

c. Abstract yaitu suatu produk budaya yang bersifat keyakinan dan norma yang mengatur tatanan kehidupan suatu masyarakat dan dijalani serta ditaati secara mendalam sebagai pedoman hidup.

(24)

7.

Kearifan lokal hanya akan abadi kalau kearifan lokal terimplementasikan dalam kehidupan konkret sehari-hari sehingga mampu merespon dan menjawab arus zaman yang telah berubah. Kearifan lokal juga harus terimplementasikan dalam kebijakan negara, misalnya dengan menerapkan kebijakan ekonomi yang berasaskan gotong-royong dan kekeluargaan sebagai salah satu wujud kearifan lokal kita.

2. Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Masyarakat setempat yang menerapkan cara hidup tradisional di daerah pedesaan, yang nyaris tak tersentuh teknologi umumnya dikenal sebagai masyarakat suku, komunitas asli atau masyarakat hukum adat, penduduk asli atau masyarakat tradisional (Suhartini, 2009). Masyarakat setempat seringkali menganggap diri mereka sebagai penghuni asli kawasan terkait, dan mereka biasanya berhimpun dalam tingkat komunitas atau desa. Kondisi demikian dapat menyebabkan perbedaan rasa kepemilikan antara masyarakat asli/pribumi dengan penghuni baru yang berasal dari luar, sehingga masyarakat setempat seringkali menjadi rekan yang tepat dalam konservasi. Di sebagian besar penjuru dunia, semakin banyak masyarakat setempat telah berinteraksi dengan kehidupan modern, sehingga sistem nilai mereka telah terpengaruh, dan diikuti penggunaan barang dari luar. Pergeseran nilai akan beresiko melemahnya kedekatan masyarakat asli dengan alam sekitar, serta melunturkan etika konservasi setempat. Masyarakat tradisional pada umumnya sangat mengenal dengan baik lingkungan di sekitarnya. Mereka hidup dalam berbagai ekosistem alami yang ada di Indonesia, dan telah lama hidup berdampingan dengan alam secara harmonis, sehingga mengenal berbagai cara memanfaatkan sumberdaya alam secara berkelanjutan.

Prospek kearifan lokal di masa depan sangat dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan langsung dengan pengelolaan sumberdaya alam, dimana masyarakat setempat tinggal dan kemauan masyarakat untuk tetap menjaga keseimbangan dengan lingkungan meskipun menghadapi berbagai tantangan. Maka dari itu penting untuk melibatkan masyarakat lokal dalam melakukan tindakan di lingkungan dimana mereka tinggal guna menghindari konflik - konflik sosial.

(25)

8.

3. Tantangan - Tantangan Terhadap Kearifan Lokal

Adapun tantangan terhadap pemberdayaan pengelolaan terhadap kearifan lokal sebagai berikut Soerjani dkk, (1997) dalam dalam Su Ritohardoyo, (2006):

a. Jumlah Penduduk.

Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan mempengaruhi kebutuhan pangan dan berbagai produksi lainnya untuk mencukupi kebutuhan manusia. Penduduk yang banyak merupakan penyebab kemiskinan, hal ini terjadi karena laju pertumbuhan penduduk yang mengikuti deret ukur tidak akan pernah terkejar oleh pertambahan makanan dan pakaian yang hanya mengikuti deret hitung (Soerjani dkk, 1997).

b. Teknologi Modern dan Budaya.

Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang cepat menyebabkan kebudayaan berubah dengan cepat pula. Perubahan yang terjadi pada masyarakat yang kebudayaannya sudah maju atau kompleks, biasanya terwujud dalam proses penemuan, penciptaan baru, dan melalui proses difusi (persebaran unsur-unsur kebudayaan). Perkembangan yang terwujud karena adanya inovasi dan difusi mempercepat proses teknologi, industrialisasi dan urbanisasi. Ketiga komponen tersebut secara bersama menghasilkan proses modernisasi dalam suatu masyarakat yang bersangkutan. Teknologi modern secara disadari atau tidak oleh masyarakat, sebenarnya menciptakan keinginan dan harapan - harapan baru dan memberikan cara yang memungkinkan adanya peningkatan kesejahteraan manusia. Melihat kenyataan tersebut maka mudah dipahami mengapa cita-cita tentang teknologi lokal cenderung diabaikan, karena kebanyakan orang beranggapan bahwa teknologi modern selalu memiliki tingkat percepatan yang jauh lebih dinamis. Teknologi lokal sebagai penguatan kehidupan manusia sesungguhnya memiliki percepatan yang cukup dinamis, misalnya dalam menciptakan lapangan kerja dan memenuhi kebutuhan dasar. Selain menggusur pengetahuan dan teknologi lokal teknologi modern dan seluruh sistem kelembagaannya juga mempunyai potensi perusakan seperti pembagian hasil yang timpang,

(26)

9.

pencemaran lingkungan alam dan perusakan sistem nilai sosial budaya masyarakat.

c. Modal Besar

Eksploitasi terhadap sumberdaya alam dan lingkungan sekarang ini telah sampai pada titik kritis, yang menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan masyarakat. Di samping masalah lingkungan yang terjadi di wilayah - wilayah dimana dilakukan eksploitasi sumberdaya alam, sebenarnya terdapat masalah kemanusiaan, yaitu tersingkirnya masyarakat asli yang tinggal di dalam dan sekitar wilayah eksploitasi baik eksploitasi sumberdaya hutan, sumberdaya laut, maupun hasil tambang. Mereka yang telah turun temurun tinggal dan menggantungkan kehidupannya sekarang seiring dengan masuknya modal besar baik secara legal maupun ilegal yang telah mngeksploitasi sumberdaya alam, maka kedaulatan dan akses mereka terhadap sumberdaya tersebut terampas. Fenomena tersebut tidak dapat dilepaskan dari kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya alam selama ini yang lebih menitikberatkan kepada upaya perolehan devisa negara melalui eksploitasi sumberdaya alam yang bernilai ekonomis. Besarnya keuntungan yang bisa diraih diikuti dengan meningkatnya devisa dan daya serap tenaga kerja pada sektor yang bersangkutan, semakin menguatnya legitimasi beroperasinya modal besar di sektor tersebut. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kekayaan sumberdaya alam dan hayati yang dimiliki dipandang sebagai sumberdaya yang dapat diekstraksi untuk mendapatkan surplus.

d. Kemiskinan dan Kesenjangan

Kemiskinan dan kesenjangan merupakan salah satu masalah yang paling berpengaruh terhadap timbulnya masalah sosial. Masalah sosial yang bersumber dari kemiskinan dan kesenjangan atau kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan pokok, sering kali tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan dengan faktor lain. Kemiskinan bukan saja menjadi masalah di Indonesia, tetapi juga di banyak negara berkembang. Kemiskinan juga mempengaruhi orang bertindak untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, meskipun tindakan tersebut kadang bertentangan dengan aturan atau

(27)

10.

norma-norma yang sudah ada atau pun berkaitan dengan kerusakan lingkungan. Maka dari itu kemiskinan dan lingkungan maerupakan isu strategis dan menjadi tantangan utama dalam proses pembangunan berkelanjutan.

Dalam pemberdayaan pengelolaan terhadap kearifan lokal tentunya harus bisa di minimalisir dengan melihat dari beberapa sisi tantangan yang ada seperti pertumbuhan penduduk yang tinggi, perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang cepat, eksploitasi terhadap sumberdaya alam dan lingkungan serta kemiskinan dan kesenjangan.

B. Teori Ekowisata 1. Pengertian Ekowisata

Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga menggunakan strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami. Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam dapat ditingkatkan kualitasnya karena desakan dan tuntutan dari para eco-traveler. Ekowisata lebih populer dan banyak dipergunakan dibanding dengan terjemahan yang seharusnya dari istilah ecotourism, yaitu ekoturisme. Terjemahan yang seharusnya dari ecotourism adalah wisata ekologis. Yayasan Alam Mitra Indonesia (1995) membuat terjemahan ecotourism dengan ekoturisme. Istilah ekowisata yang banyak digunakan oleh para rimbawan.

Definisi ekowisata yang pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Socie (1990) sebagai berikut: Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat.

Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk ekowisata ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan. Wisatawan ingin berkunjung ke area alami, yang dapat menciptakan kegiatan bisnis. Ekowisata

(28)

11.

kemudian didefinisikan sebagai berikut: Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggung jawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata Eplerwood (1999) dalam Armanhollic (2009). Dari kedua definisi ini dapat dimengerti bahwa ekowisata dunia telah berkembang sangat pesat.

Di beberapa wilayah berkembang suatu pemikiran baru yang terkait dengan pengertian ekowisata. Fenomena pendidikan diperlukan dalam bentuk wisata ini.

Hal ini seperti yang didefinisikan oleh Australian Department of Tourism (Black, 1999 dalam Armanhollic 2009) yang mendefinisikan ekowisata adalah wisata berbasis pada alam dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis.

Definisi ini memberi penegasan bahwa aspek yang terkait tidak hanya bisnis seperti halnya bentuk pariwisata lainnya, tetapi lebih dekat dengan pariwisata minat khusus, dengan adanya obyek dan daya tarik wisata alam.

Konsep ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumberdaya pariwisata. Berdasarkan Damanik dkk. (2006) selanjutnya disebutkan ada tiga perspektif ekowisata yaitu

a) Ekowisata sebagai produk yaitu semua atraksi yang berbasis pada sumber daya alam.

b) Ekowisata sebagai pasar yaitu perjalanan diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan.

c) Ekowisata sebagai pendekatan pengembangan yaitu metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan.

Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia (2009), ekowisata memiliki banyak definisi, yang seluruhnya berprinsip pada pariwisata yang kegiatannya mengacu pada lima elemen penting, yaitu

a) Memberikan pengalaman dan pendidikan kepada wisatawan, sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap daerah tujuan wisata yang dikunjunginya. Pendidikan diberikan melalui pemahaman tentang pentingnya pelestarian lingkungan, sedangkan pengalaman diberikan melalui kegiatan-kegiatan wisata yang kreatif disertai dengan pelayanan yang prima.

(29)

12.

b) Memperkecil dampak negatif yang bisa merusak karakteristik lingkungan dan kebudayaan pada daerah yang dikunjungi.

c) Mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan dan pelaksanaannya.

d) Memberikan keuntungan ekonomi terutama kepada masyarakat lokal. Oleh karena itu, kegiatan ekowisata harus bersifat profit (menguntungkan).

e) Dapat terus bertahan dan berkelanjutan.

Dari elemen ekowisata, terdapat beberapa cakupan ekowisata yaitu untuk edukasi, pemberdayaan masyarakat, peningkatan ekonomi, serta upaya dalam kegiatan konservasi.

1) Edukasi

Edukasi dalam kegiatan ekowisata dilakukan dengan memperkenalkan kepada wisatawan tentang pentingnya perlindungan alam dan penghargaan terhadap kebudayaan lokal. Pusat Informasi wisata menjadi hal yang penting dan dapat juga dijadikan pusat kegiatan dengan tujuan meningkatkan nilai dari pengalaman seorang turis yang bisa memperoleh informasi yang lengkap tentang lokasi atau kawasan dari segi budaya, sejarah, alam, dan menyaksikan pentas seni, kerajinan dan produk budaya lainnya.

2) Pemberdayaan Masyarakat

Permberdayaan masyarakat dalam kegiatan ekowisata adalah pola pengembangan ekowisata yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha ekowisata dan segala keuntungan yang diperoleh.

Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang memprioritaskan peran aktif masyarakat. Masyarakat setempatlah yang memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan ekowisata berarti mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. Model ini juga akan mencegah terjadinya kecemburuan sosial dan adanya kemungkinan upaya masyarakat melakukan aksi destruktif terhadap objek wisata atau sarana yang ada pada objek wisata tersebut.

(30)

13.

Dampak pengelolaan yang melibatkan masyarakat adalah menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, dan mengurangi kemiskinan, di mana penghasilan ekowisata adalah dari jasa-jasa wisata untuk pengunjung seperti ongkos transportasi, penginapan, menjual souvenir, serta biaya buat pemandu wisata.

3) Peningkatan Ekonomi

Sesuai dengan prinsip pengembangannya, konsep ekowisata tidak saja memperhatikan aspek ekologi tetapi juga ekonomi. Beberapa pengalaman pengembangan kawasan pariwisata yang menerapkan konsep ekowisata menunjukkan peningkatan perekonomian sebagai dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata. Keuntungan yang diperoleh dalam pengembangan pariwisata pada suatu wilayah sesungguhnya akan dijadikan subsidi untuk mengelola pelestarian lingkungan pada kawasan tersebut. Pada tahap ini terjadi siklus yang saling menguntungkan antara alam dan manusia. Tahap awal pengembangan ekonomi dengan konsep ekowisata adalah usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di lokasi obyek wisata yang dikembangkan dengan pemberdayaan kegiatan usaha wisata. Jadi tujuan utamanya adalah meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dan diharapkan kegiatan ini akan memberi efek multiplier terhadap sektor ekonomi lainnya akibat perkembangan sektor pariwisata.

4) Konservasi

Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi. Apabila ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa mendatang. Hal ini sesuai dengan definisi yang dibuat oleh The International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (1980), bahwa konservasi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan biosphere dengan berusaha memberikan hasil yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang.

Sementara itu destinasi yang diminati wisatawan ecotour adalah daerah alami. Kawasan konservasi sebagai obyek daya tarik wisata dapat berupa

(31)

14.

Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Wisata dan Taman Buru. Tetapi kawasan hutan yang lain seperti hutan lindung dan hutan produksi bila memiliki obyek alam sebagai daya tarik ekowisata dapat dipergunakan pula untuk pengembangan ekowisata. Area alami suatu ekosistem sungai, danau, rawa, gambut, di daerah hulu atau muara sungai dapat pula dipergunakan untuk ekowisata. Pendekatan yang harus dilaksanakan adalah tetap menjaga area tersebut tetap lestari sebagai areal alami.

Pendekatan lain bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan. Maksud dari menjamin kelestarian ini seperti halnya tujuan konservasi (UNEP,1980 dalam Chafid Fandeli) sebagai berikut:

a. Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan.

b. Melindungi keanekaragaman hayati.

c. Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya.

Di dalam pemanfaatan areal alam untuk ekowisata mempergunakan pendekatan pelestarian dan pemanfaatan sebagai konsep konservasi.

Berdasarkan cakupan ekowisata yaitu edukasi, pemberdayaan masyarakat, peningkatan ekonomi, serta upaya dalam kegiatan konservasi. Keempat cakupan dalam ekowisata tersebut yang akan digunakan sebagai dasar dalam arahan pengembangan kawasan ekowisata Danau Tempe.

2. Prinsip Ekowisata

Pengembangan ekowisata dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem pesisir dan laut. Hal ini didukung oleg keinginan para pencinta ekowisata yang memang menghendaki syarat kualitas dan kualitas ekosistem. Menurut Prof.

Tuwo Ambo dalam buku Pengelolaan Ekowisata pesisir dan laut ada beberapa prinsip pengembangan ekowisata yang harus dipenuhi, yakni:

a. Mencegah dan menaggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap bentang alam dan budaya masyarakat lokal. Pencegahan dan penanggulangan dampak harus dapat disesuaikan dengan sifat dan karakter bentang alam dan budaya masyarakat lokal.

(32)

15.

b. Mendidik atau menyadarkan wisatawan dan masyarakat lokal akan pentingnya konservasi.

c. Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan menajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan.

d. Masyarakat dilibatkan secara aktif dalam pengembangan ekowisata.

e. Keuntungan ekonomi yang diperoleh secara nyata dari kegiatan ekowisata harus dapat mendorong masyarakat untuk menjaga kelestarian kawasan pesisir dan laut.

f. Semua upaya pengembangan, termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas, harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam.

g. Pembatasan pemenuhan permintaan, karena umumnya daya dukung ekosistem alamiah lebih rendah daripada daya dukung ekosistem buatan.

h. Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanjaan wisatawan dialokasikan secara proporsional dan adil untuk pemerintah pusat daerah.

Dari delapan prinsip-prinsip ekowisata dapat memberikan banyak keuntungan seperti dapat mencegah hal-hal negatif terhadap bentang alam ataupun budaya masyarakat lokal, keperluan konservasi dengan cara mendidik wisatawan, pemberdayaan masyarakat, peningkatan ekonomi terhadap masyarakat lokal maupun pemerintah daerah, dan lain sebaginya.

3. Konsep Pengembangan Ekowisata

Dalam pengembangan ekowisata, diperlukan sebuah dukungan khusus dalam pengadaan sebuah produk wisata, yang dapat menjadi bahan pertimbangan wisatawan. Wisatawan dengan minat khusus, umumnya memiliki latar belakang intelektual yang lebih baik, pemahaman serta kepekaan yang lebih terhadap etika, moralitas, dan nilai-nilai tertentu, sehingga bentuk dari wisata ini adalah untuk mencari pengalaman baru. Secara umum, basis pengembangan ekowisata minat khusus menurut Fandeli, (2000) dalam Abdul Rajak (2008), yaitu:

a. Aspek alam seperti flora, fauna, fisik geologi, vulkanologi, hidrologi, hutan alam, pantai, danau, atau taman nasional

(33)

16.

b. Objek dan daya tarik wisata budaya yang meliputi budaya peninggalan sejarah dan budaya kehidupan masyarakat. Potensi ini selanjutnya dapat dikemas dalam bentuk wisata budaya peninggalan sejarah, wisata pedesaan dan sebagainya. Wisatawan memiliki minat untuk terlibat langsung dan berinteraksi dengan budaya masyarakat setempat, serta belajar berbagai hal dari aspek-aspek budaya yang ada.

Menurut Sastrayuda (2010) Dalam pendekatan pengembangan ekowisata, dibutuhkan beberapa pendekatan, antara lain:

a. Pendekatan Lingkungan

Pendekatan yang berkesinambungan dengan hubungan manusia dan alam mengingatkan kepada para pelaku yang terkait dalam pengembangan ekowisata untuk senantiasa mengendalikan diri (self control) dengan mempertimbangkan manfaat sebesar-besarnya untuk melestarikan alam dan lingkungannya serta keseimbangan budaya bagi masyarakat penduduk asli maupun wisatawan

b. Pendekatan Partisipasi dan Pemberdayaan

Pendekatan partisipasi masyarakat harus mampu menghasilkan model pasrtisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat setempat dilibatkan dalam penyusunan perencaan sejak awal, dimana masyarakat dapat menyampaikan gagasan-gagasan yang dapat memberikan nuansa participatory planning, dan mendorong merekan mengembangkan gagasan murni tanpa pengendalian dan pengarahan terkendali dari pihak-pihak berkepentingan. Beberapa unsur yang mampu mendorong gagasan adalah ekonomi, konservasi, sosial, politik, regulasi lingkungan, pemberdayaan dan reklamasi lingkungan yang rusak, pemberdayaan seni budaya lokal dan lain-lain

c. Pendekatan Sektor Publik

Peran sektor publik sangat penting dalam pembinaan otoritas untuk menyusun kebijakan dan pengendalian tentang manfaat sumber daya alam dan lingkungan, di dalamnya pemerintah memiliki otoritas dalam penentuan kebijakan yang memiliki mekanisme kerjasama baik secara vertical maupun horizontal dan structural, dan yang tidak kalah pentingnya adalah pemerintah

(34)

17.

memiliki akses yang cukup tinggi dengan penyandang dana, seperti bank, investor dan donator dalam negeri dan luar negeri.

d. Pendekatan Pengembangan Infrastruktur

Penyediaan infrastruktur dasar adalah merupakan kegiatan penting untuk memperkuat pengembangan ekowisata. Jalan, jembatan, air bersih, jaringan telekomunikasi, listrik dan sistem pengendaliaan dan pemeliharaan lingkungan, merupakan unsur-unsur fisik yang dibangun dengan cara menghindari perusakan lingkungan atau menghilangkan ranah keindahan pada lokasi ekowisata.

e. Pendekatan Zonasi Kawasan Ekowisata

Zoning peletakan fasilitas dibedakan dalam tiga zonasi yaitu zona inti, zona penyangga, zona pelayanan dan zona pengembangan.

1) Zona inti: dimana atraksi/daya tarik wisata utama ekowisata

2) Zona antara (buffer zone): dimana kekuatan daya tarik ekowisata dipertahankan sebagai ciri-ciri dan karakteristik ekowisata yaitu mendasarkan lingkungan sebagai yang harus dihindari dari pembangunan dan pengembangan unsur-unsur tegnologi lain yang akan merusak dan menurunkan daya lingkungan dan tidak sepadan dengan ekowisata.

3) Zona pengembangan: areal dimana berfungsi sebagai lokasi budidaya dan penelitian pengembangan ekowisata.

f. Pendekatan Perencanaan Kawasan Ekowisata

Perencanaan kawasan ekowisata dimaksudkan untuk menjawab beberapa pertanyaan terhadap unsur-unsur perencanaan yang menjadi daya dukung pengembangan dan pembinaan kawasan ekowisata

Dari tujuh pendekatan dalam pengembangan ekowisata dibutuhkan peran aktif dari beberapa pihak yang terlibat terhadap pengembangan yang terdiri dari partisipasi masyarakat dan peran dari pemerintah daerah. Dalam pendekatan pemgembangan ekowisata juga dibutukan peran aktif perencana dalam merencanakan kawasan ekowisata.

(35)

18.

C. Ekosistem Danau 1. Pengertian Danau

Danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain serta mempunyai produktivitas biologi yang tinggi.. Ekosistem danau termasuk habitat air tawar yang memiliki perairan tenang yang dicirikan oleh adanya arus yang sangat lambat sekitar 0,1-1 cm/detik atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu residence time (waktu tinggal) air bias berlangsung lebih lama. (Satari 2001 dalam Afihandarin)

Menurut Yazwar (2008) dalam Afihandarin, danau adalah salah satu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan daratan. Bagi manusia kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas daerahnya. Sedangkan menurut Bratadiredja (2010) dalam Afihandarin, danau merupakan satu contoh perairan tergenang selain rawa, situ, waduk, telaga, embung dan lainnya.

Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu : danau alami dan danau buatan (Odum 1994 dalam Buaton, Purwadio 2015).

Danau alami merupakan danau yang terbentuk sebagai akibat dari kegiatan alamiah, misalnya bencana alam, kegiatan vulkanik dan kegiatan tektonik.

Sedangkan danau buatan adalah danau yang dibentuk dengan sengaja oleh kegiatan manusia dengan tujuan tertentu dengan cara membuat bendungan pada daerah dataran rendah.

2. Pengelolaan dan Perkembangan Kawasan Danau

Dalam perumusan kritera-kriteria pengelolaan dan perkembangan kawasan wisata Danau dapat dilakukan dengan beberapa tahapan (Buaton, Purwadio, 2015) yaitu:

a. Menentukan potensi dan karakteristik objek dan daya tarik wisata kawasan wisata danau.

Untuk mengidentifiksi apa-apa saja potensi eksisting yang dimiliki setiap ODTW menggunakan analisis deskriptif kualitatif berdasarkan kondisi eksisting atau empiri. Selanjutnya digunakan scoring atau pembobotan untuk mngetahui objek yang paling berpotensi dikembangkan. Terdapat 7 variabel

(36)

19.

yang digunakan yaitu kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan dan melestarikan lingkungan, keunikan daya tarik atraksi wisata, kondisi jalan, ketersediaan moda angkutan dan sarana transportasi, kondisi alam permukaan, ketersediaan fasilitas pelayanan dan pendukung wisata dan ketersediaan utilitas.

b. Menentukan faktor-faktor penentu perkembangan kawasan danau.

Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan perkembangan kawasan wisata danau dilakukan dengan menggunakan dua tahapan yaitu metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu variabel-variabel yang didapatkan dari hasil kajian pustaka kemudian akan dikaji dengan kondisi eksisting dari masing-masing objek, dan metode analisis teknik delphi untuk menguji validasi faktor-faktor yang ditemukan.

Faktor yang didapat dari analisis deskriptif kualitatif:

1) Kesadaran masyarakat dalam menjaga dan tidak merusak lingkungan.

2) Keunikan atau kekhasan atraksi pada setiap objek yang ada di kawasan wisata danau.

3) Jalur penghubung antara objek wisata danau dan angkutan umum khusus menuju kawasan wisata.

4) Kualitas dan kuantitas sarana wisata alam dan danau yang mudah dijangkau dari semua objek wisata di kawasan wisata danau.

5) Interaksi langsung masyarakat lokal dengan pengunjung sebagai guide perjalanan wisata danau.

6) Integrasi antara aspek spasial (jalur penghubung, moda angkutan, sirkulasi) dengan aspek non spasial (jenis atraksi atau kegiatan wisata, tujuan pengunjung) yang didukung oleh pengelola kawasan wisata yang aktif.

c. Merumuskan kriteria – kriteria perkembangan kawasan.

Untuk menganalisis kriteria pengembangan kawasan wisata danau dapat dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama dilakukan untuk memperoleh kriteria pengembangan kawasan wisata danau dengan menggunakan analisis theoritycal deskriptif. Analisis tersebut digunakan untuk mengkaji kondisi eksisting potensi dan karakteristik dengan pedoman kriteria teknik Kawasan Budidaya No 41/PRT/M/2007 berdasarkan faktor penentu perkembangan. Dan

(37)

20.

Sumber: Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional tahun 2010-2025 tahap kedua dilakukan analisis triangulasi, analisis ini dilakukan untuk memperkuat kriteria pengembangan kawasan wisata danau, dan juga dengan mempertimbangkan kawasan wisata penunjang danau dan wisata pendukung danau.

Berdasarkan perumusan kritera - kriteria pengelolaan dan perkembangan kawasan wisata Danau dapat dilihat dari analisis Obyek Daya Tarik Wisata dengan menggunakan skoring atau pembobotan. Hasil analisis Delphi faktor-faktor yang menentukan perkembangan kawasan wisata berupa kesadaran masyarakat dalam kebersihan dan menjaga kelestarian lingkungan, keunikan atraksi, kualitas sarana dan utilitas wisata, peran lembaga pengelola, keterkaitan spasial dan non spasial antar objek wisata dalam kawasan dan antar kawasan. Sedangkan kriteria penting dalam pengembangan kawasan wisata Danau menggunakan analisis theoritycal deskriptif dan analisis triangulasi.

3. Arahan RTRW Kawasan Danau Tempe a. Kawasan Danau Tempe dalam KPPN

Posisi Kawasan Danau Tempe dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Berikut kedudukannya:

Tabel 2.1 Posisi Kawasan Danau Tempe dalam KPPN

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2011, Kawasan Danau Tempe dalam Peta Perwilayahan Pembangunan Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) masuk dalam KPPN Sengkang dan Sekitarnya yang berlokasi di Provinsi Sulawesi Selatan. Kawasan pariwisata

Provinsi Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN)

Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) Sulawesi

Selatan

KPPN Makassar Kota dan sekitarnya

DPN Makassar Takabonerate dan sekitarnya

KPPN Maros dan sekitarnjya KPPN Bulukumba dan sekitarnya KPPN Sinjai dan sekitarnya KPPN Selayar dan sekitarnya KPPN Takabonerate dan sekitarnya KPPN Sengkang dan sekitarnya

(38)

21.

prioritas di Sulawesi Selatan adalah Takabonerate. Jadi, dalam hal ini diharapkan Kawasan Danau Tempe dapat menjadi fungsi pendukung kawasan pariwisata yang lebih besar di provinsi Sulawesi Selatan.

(39)

22.

Gambar 2.1 Peta Destinasi Pariwisata Makassar-Takabonerate dan Sekitarnya Sumber: Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional tahun 2010-2025

(40)

23.

Berdasarkan destinasi peta destinasi pariwisata Makassar-Takabonerate dan sekitarnya, fungsi KPPN Sengkang khusunya Kawasan Pariwisata Danau Tempe diharapkan dapat menjadi fungsi pendukung bagi destinasi kawasan yang lebih tinggi, dalam hal ini yang menjadi prioritas. KPPN Sengkang semampunya dapat menyediakan akomodasi, transportasi dan lain sebagainya bagi para wisatawan. Namun, pada kenyataannya Kawasan Danau Tempe belum menyediakan apapun yang mendukung posisinya sebagai kawasan pendukung pariwisata nasional.

b. Pengaruh Pengembangan Kawasan Wisata Danau Tempe

Dengan dikembangkannya kawasan Danau Tempe dapat memberikan manfaat bagi masyarakat Kabupaten Wajo dan Hinterlandnya dengan berdasar kepada kriteria sebagai berikut:

1) Kegiatan wisata telah memperhitungkan tingkat pemanfaatan ruang dan kualitas daya dukung lingkungan kawasan tujuan melalui pelaksanaan sistem zonasi.

2) Fasilitas pendukung yang dibangun tidak merusak atau didirikan pada ekosistem yang sangat unik dan rentan Rancangan

3) Fasilitas umum sedapat mungkin sesuai tradisi lokal, dan masyarakat lokal terlibat dalam proses perencanaan dan pembangunan.

4) Terdiri atas sistem pengolahan sampah di sekitar fasilitas umum.

5) Mengembangkan paket-paket wisata yang mengedepankan budaya, seni dan tradisi lokal.

6) Kegiatan sehari-hari termasuk panen, menanam, mencari ikan, berburu dapat dimasukkan ke dalam atraksi lokal untuk memperkenalkan wisatawan pada cara hidup masyarakat dan mengajak mereka menghargai pengetahuan dan kearifan lokal.

Guna mencapai kriteria-kriteria yang dimaksudkan, maka perlu adanya Arahan Pengembangan Kawasan Ekowisata Danau Tempe Berbasis Kearifan Lokal.

(41)

24.

D. Objek dan Daya Tarik Wisata

Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan dan/atau aktivitas dan fasilitas yang berhubungan serta dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah/tempat tertentu. Daya tarik yang tidak atau belum dikembangkan semata - mata hanya merupakan sumberdaya potensial dan belum dapat disebut sebagai daya tarik wisata sampai adanya suatu jenis pengembangan tertentu (Marpaung 2002 dalam Husain 2013). Sedangkan (Hamid 1996 dalam Husain 2013) mendefenisikan obyek wisata sebagai segala sesuatu yang menarik dan telah dikunjungi wisatawan sedangkan daya tarik adalah segala sesuatu yang menarik namun belum tentu dikunjungi. Daya tarik tersebut masih memerlukan pengelolaan dan pengembangan sehingga menjadi obyek wisata yang mampu menarik kunjungan. Dalam Undang-Undang No.9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa objek dan daya tarik wisata adalah suatu yang menjadi sasaran wisata, selanjutnya dijelaskan bahwa pembangunan objek dan daya tarik wisata dilakukan dengan cara mengusahakan, mengelola, dan membuat objek- objek baru sebagai objek dan daya tarik wisata. Suwantoro (2002) menyatakan bahwa objek wisata alam adalah sumber daya alam yang berpotensi dan berdaya tarik bagi wisatawan serta ditujukan untuk pembinaan cinta alam, baik dalam kegiatan alam maupun setelah pembudidayaan. Selanjutnya juga dijelaskan bahwa daya tarik wisata yang juga disebut objek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata.

Objek dan daya tarik wisata menurut Direktorat Jenderal Pemerintah dibagi menjadi 3 macam, yaitu:

1. Objek Wisata Alam.

Objek wisata alam adalah sumber daya alam yang berpotensi serta memiliki daya tarik bagi pengunjung baik dalam keadaan alami setelah ada usaha budidaya. Potensi objek wisata alam dapat dibagi menjadi empat kawasan, yaitu:

a. Flora dan fauna.

b. Keunikan dan kekhasan ekosistem, misalnya ekosistem pantai dan ekosistem hutan bakau.

c. Gejala alam, misalnya kawah, sumber air panas, air terjun dan danau.

(42)

25.

d. Budidaya sumber daya alam, misalnya sawah, perkebunan, peternakan, usaha perikanan.

2. Objek Wisata Sosial Budaya.

Objek wisata sosial budaya dapat dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata meliputi museum, peninggalan sejarah, upacara adat, seni pertunjukan, dan kerajinan.

3. Objek Wisata Minat Khusus

Objek wisata minat khusus merupakan jenis wisata yang baru dikembangkan di Indonesia. Wisata ini lebih diutamakan pada wisatawan yang mempunyai motivasi khusus. Dengan demikian, biasanya para wisatawan harus memiliki keahlian, contohnya berburu, mendaki gunung, arung jeram, tujuan pengobatan, agrowisata, dll.

Perencanaan dan pengelolaan objek dan daya tarik wisata alam, sosial budaya, maupun objek wisata minat khusus harus berdasarkan pada kebijakan rencana pembangunan nasional maupun regional. Jika kedua kebijakan rencana tersebut belum tersusun, tim perencana pengembangan objek daya tarik wisata harus mampu mengasumsikan rencana kebijakan yang sesuai dengan area yang bersangkutan.

Perkembangan suatu kawasan wisata juga tergantung pada apa yang dimiliki kawasan tersebut untuk ditawarkan kepada wisatawan. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari peranan para pengelola kawasan wisata. Berhasilnya suatu tempat wisata hingga tercapainya industri wisata sangat tergantung pada tiga A (3A), yaitu atraksi (attraction), mudah dicapai (accessibility), dan fasilitas (amenities).

Wardiyanta (2006) dalam Husain (2013).

1. Atraksi (attraction)

Atraksi wisata yaitu sesuatu yang dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat dilihat, dinikmati dan yang termasuk dalam hal ini adalah tari-tarian, nyanyian kesenian rakyat tradisional, upacara adat, dan lain-lain.

2. Aksesibilitas (accessibility)

Aktivitas kepariwisataan banyak tergantung pada transportasi dan komunikasi karena faktor jarak dan waktu yang sangat mempengaruhi keinginan seseorang untuk melakukan perjalanan wisata. Unsur yang terpenting dalam aksesibilitis

Referensi

Dokumen terkait

Penyediaan kredit oleh pemerintah untuk masyarakat tani dimaksudkan untuk membantu mereka dalam pembiayaan pertanian (MacIntyre, 1993; Rahardjo, 2000) sehingga kegiatan

(1) Seksi Hubungan Industrial dan Syarat Kerja mempunyai tugas pokok melaksanakan penyiapan bahan kebijakan teknis dan pembinaan hubungan industrial serta

Intensitas birahi Sapi Induk Simmental Peranakan Ongole (SimPO) dengan Body Condition Score (BCS) berbeda tidak memperlihatkan pengaruh yang signifikan atau tidak

Pada proses perwujudan karya seni perhiasan tusuk konde dengan konsep metamorfosis kupu-kupu, metode penciptaan yang digunakan yaitu metode Practice Based

Namun, pada tindakan siklus I belum semua siswa aktif dalam melakukan pengamatan sesuai hasil observasi yang menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa hanya mencapai

Kesimpulan dalam penulisan artikel ini adalah untuk menyimpulkan 1) bagaimana penerapan metakognitif dalam pembelajaran. 2) bagaimana peran media pembelajaran, 3)

Oleh karena itu hasil perhitungan yang menunjukkan nilai p < 0,05 pada nyeri saat bangkit dari posisi duduk dan nyeri saat naik tangga 3 trap, artinya terdapat