• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

3.5 Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman

3.5.1 Analisis Kebutuhan.

Analisis kebutuhan bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan setiap pemangku kepentingan yang terlibat dalam pemanfaatan kawasan permukiman. Berdasarkan kajian pustaka, dapat diidentifikasi bahwa stakeholders yang terlibat dalam pengembangan kawasan permukiman ini adalah birokrat yang mewakili kepentingan pemerintah, pengusaha yang mewakili swasta, masyarakat yang mewakili pihak penerima pelayanan, akademisi dari perguruan tinggi, ahli dan

LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang mewakili kelompok pakar, seperti tertera pada Tabel 10.

Formulasi masalah dibuat karena adanya konflik kepentingan (conflict of interest) diantara para stakeholders terhadap ketersediaan suatu sumberdaya dalam mencapai tujuan sistem (Eriyatno, 2003). Beberapa formulasi masalah yang dapat disusun dalam rangka pengembangan kawasan permukiman yang berkelanjutan tertera pada Tabel 11.

Tabel 10 Tingkat kebutuhan masing-masing pemangku kepentingan No PEMANGKU

KEPENTINGAN KEBUTUHAN 1. Pemerintah ƒ

2. Masyarakat ƒ 3. Akademisi, ahli dan LSM ƒ 4. Swasta ƒ

Tabel 11 Konflik kepentingan antara pemangku kepentingan daerah penelitian Pemangku Kepentingan Peme- rintah Masya- rakat Akademisi/

Pakar Swasta Keterangan Pemerintah x = terjadi konflik kepentingan Masyarakat Akademisi/ Pakar Swasta

3.5.2 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki Analitik adalah metode yang dikembangkan oleh Dr. Thomas Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970 yang digunakan untuk mengorganisasikan informasi dan judgment dalam memilih alternatif yang paling disukai dalam pengambilan keputusan (Saaty, 1983). Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan disusun dalam suatu kerangka berfikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya. AHP pada dasarnya didisain untuk menangkap persepsi orang yang sangat paham betul dengan permasalahan tertentu dan dianggap sebagai model multi objective multi criteria.

Hirarki merupakan basis cara berpikir otak manusia dalam menganalisis suatu realita menjadi kluster dan sub-kluster,merupakan salah satu metode klasifikasi dalam mengurutkan entitas, informasi dan pengetahuan. Hirarki adalah suatu tipe khusus dari suatu sistem, yang didasarkan atas asumsi bahwa entitas sistem yang telah diidentifikasi dapat dikelompokkan menjadi himpunan yang terpisah, dimana entitas dari satu kelompok mempengaruhi dan dipengaruhi hanya oleh satu entitas dari kelompok lain. Elemen-elemen pada setiap kelompok hirarki (disebut sebagai Level, Cluster atau Stratum) diasumsikan bersifat independent. Hirarki menggambarkan suatu sistem yang dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana perubahan prioritas pada level yang lebih tinggi mempengaruhi prioritas dari elemen dibawahnya.

Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tesebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan goal/sasaran, lalu kriteria level pertama, subkriteria dan akhirnya alternatif.

AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). AHP kemudian menentukan cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan tersebut menjadi suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif. AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Selain itu, AHP juga menguji konsistensi penilaian, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu

diperbaiki, atau hirarki harus distruktur ulang. Beberapa keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan pengambilan keputusan dengan menggunakan AHP adalah kesatuan, kompleksitas, saling ketergantungan, penyusunan hirarki, pengukuran, konsistensi, sisntesis, tawar-menawar, penilaian dan konsensus.

Dalam penyusunan konsep arahan kebijakan pengembangan permukiman yang berkelanjutan di Cisauk Provinsi Banten terdapat 3 faktor yang perlu diperhatikan, yaitu : faktor lingkungan, sosial budaya, dan ekonomi. Setiap faktor akan mempunyai beberapa faktor yang sama penting, sedikit lebih penting, jelas lebih penting, sangat jelas penting, mutlak lebih penting, dan lainnya dalam perbandingan beberapa parameter yang ada. Skema hirarki untuk analisis pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di Cisauk, provinsi Banten Tangerang dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Struktur hirarki pengambilan keputusan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di. Cisauk

Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Kec. Cisauk

LINGKUNGAN SOSIAL EKONOMI

FOKUS

FAKTOR

AKTOR PEMERINTAH PENGEMBANG PAKAR/AKADEMISI

PERLUASAN LAPANGAN PEKERJAAN KELESTARIAN LINGKUNGAN PENGEMBANGAN WILAYAH PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH TUJUAN

Optimis Moderat Pesimis

ALTERNATIF

3.5.3 Analisis Prospektif

Untuk merumuskan arahan kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan digunakan analisis prospektif. Analisis prospektif merupakan suatu upaya untuk mengeksplorasi kemungkinan di masa yang akan datang sesuai dengan pengetahuan kebutuhan dari para stakeholders yang terlibat dalam pengembangan kawasan permukiman di Cisauk. Hasil analisis prospektif adalah faktor-faktor kunci yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan pengembangan kawasan yang telah disepakati bersama stakeholders di masa mendatang. Selanjutnya faktor-faktor tersebut digunakan untuk mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan dari pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan. Penentuan faktor kunci dan tujuan pengembangan tersebut penting dan sepenuhnya merupakan pendapat dari pihak yang berkompeten sebagai pelaku dan ahli dalam bidang pengembangan kawasan permukiman yang berkelanjutan. Pendapat tersebut didapatkan dari bantuan kuesioner dan wawancara langsung di wilayah penelitian.

Tahapan dalam melakukan analisis prospektif adalah:

1. Menentukan faktor kunci untuk masa depan dari sistem yang dikaji. Pada tahap ini dilakukan identifikasi seluruh faktor penting, menganalisis pengaruh dan ketergantungan seluruh faktor dengan melihat pengaruh timbal balik dengan menggunakan matriks, dan menggambarkan pengaruh dan ketergantungan dari masing-masing faktor kedalam 4 (empat) kuadran utama (Gambar 11).

Hasil analisis berbagai faktor atau variabel di atas menunjukkan bahwa faktor-faktor atau variabel-variabel yang berada pada :

a. Kuadran I (INPUT), memuat faktor-faktor yang mempunyai pengaruh kuat dengan tingkat ketergantungan yang kurang kuat. Faktor pada kuadran ini merupakan faktor penentu atau penggerak (driving variables) yang paling kuat dalam sistem.

b. Kuadran II (STAKES), memuat faktor-faktor yang mempunyai pengaruh dan ketergantungan yang kuat (leverage variables). Faktor pada kuadran ini dianggap sebagai peubah yang kuat.

c. Kuadran III (OUTPUT), memuat faktor-faktor yang mempunyai pengaruh kecil, namun ketergantungannya tinggi.

d. Kuadran IV (UNUSED), memuat faktor-faktor yang mempunyai pengaruh dan ketergantungan rendah.

Gambar 11 Penentuan faktor pengungkit pengembangan kawasan permukiman (Bourgeous, 2004; Hardjomidjojo, 2006).

Selanjutnya pengaruh antar faktor diberikan skor oleh pakar dengan menggunakan pedoman penilaian analisis prospektif seperti pada Tabel 12.

Tabel 12 Pedoman penilaian prospektif pengembangan kawasan permukiman Skor Keterangan Skor Keterangan

0 Tidak berpengaruh 2 Berpengaruh sedang 1 Berpengaruh kecil 3 Berpengaruh sangat kuat Sumber : Hardjomidjojo (2006)

Pedoman pengisian pengaruh langsung antar faktor berdasarkan pedoman penilaian dalam analisis prospektif adalah 1) apakah faktor tersebut tidak ada pengaruhnya terhadap faktor lain, jika ya, nilainya 0; 2) jika tidak, apakah pengaruhnya sangat kuat, jika ya, nilainya 3; 3) jika tidak, apakah berpengaruh kecil = 1, atau berpengaruh sedang = 2.

Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem, yang dilakukan pada tahap pertama analisis prospektif dengan menggunakan matriks pengaruh langsung antar faktor dalam pengembangan kawasan permukiman sebagaimana disajikan dalam Tabel 13. Kemungkinan-kemungkinan masa depan yang terbaik dapat ditentukan berdasarkan hasil penentuan elemen kunci masa depan dari beberapa faktor-faktor atau elemen-elemen yang sangat berpengaruh terhadap

Faktor Penentu INPUT Faktor Penghubung STAKES Faktor Bebas UNUSED Faktor Terkait OUTPUT I II P engaruh III IV Ketergantungan

pengembangan kawasan permukiman yang menuntut untuk segera dilaksanakan tindakan.

2. Menentukan tujuan strategis dan kepentingan stakeholders utama.

3. Mendefinisikan dan mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi bagaimana elemen kunci dapat berubah dengan menentukan keadaan (state) pada setiap faktor, memeriksa perubahan mana yang dapat tejadi bersamaan, dan menggambarkan skenario dengan memasangkan perubahan yang akan terjadi dengan cara mendiskusikan skenario dan implikasinya terhadap sistem.

Tabel 13 Pengaruh antar faktor dalam pengelolaan kawasan permukiman berkelanjutan Dari Terhadap A B C D E F G A B C D E ……. n Sumber : Bourgeous (2004)

4. Menentukan keadaan (state) suatu faktor. Ketentuan-ketentuan yang harus diikuti pada tahap ini adalah (a) keadaan harus memiliki peluang yang sangat besar untuk terjadi (bukan khayalan) dalam suatu waktu dimasa mendatang, (b) keadaan bukan merupakan suatu tingkatan atau ukuran suatu faktor tetapi merupakan deskripsi tentang situasi dari sebuah faktor, (c) setiap keadaan harus diidentifikasikan dengan jelas, (d) bila keadaan dalam suatu faktor lebih dari satu maka keadaan-keadaan tersebut harus dibuat secara kontras, dan (e) mengidentifikasi keadaan yang peluangnya sangat kecil untuk terjadi atau berjalan bersamaan (mutual compatible).

5. Membangun skenario yang mungkin terjadi. Langkah-langkah dalam membangun skenario terhadap tahapan faktor-faktor yang mungkin terjadi adalah (a) skenario yang memiliki peluang besar untuk terjadi di masa depan disusun lebih dahulu, (b) skenario merupakan kombinasi dari faktor-faktor. Oleh sebab itu, sebuah skenario harus memuat seluruh faktor, tetapi untuk

setiap faktor hanya memuat satu tahapan dan tidak memasukkan pasangan keadaan yang mutual compatible, (c) setiap skenario (mulai dari alternatif paling optimis sampai alternatif paling pesimis) diberi nama, dan (d) memilih skenario yang paling mungkin terjadi.

6. Implikasi skenario. Merupakan kegiatan terakhir dalam analisis prospektif yang meliputi (a) skenario yang terpilih pada tahap sebelumnya dibahas kontribusinya terhadap tujuan studi, (b) skenario tesebut didiskusikan implikasinya, dan (c) tahap selanjutnya menyusun rekomendasi kebijakan dari implikasi yang sudah disusun (Hardjomidjojo, 2004).

Keadaan yang mungkin terjadi di masa depan dari faktor-faktor dominan pada pengelolaan kawasan permukiman seperti tertera pada Tabel 14. Selanjutnya dibangun beberapa alternatif skenario pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan yang mungkin bisa dilaksanakan. Dari wawancara dan diskusi dengan stakeholders, maka terdapat 3 (tiga) skenario yang mungkin terjadi di masa depan yaitu skenario pesimis, moderat, dan optimis. Skenario pesimis dibangun berdasarkan pada rencana tindakan yang normatif. Skenario moderat disusun berdasarkan pada kondisi penggunaan sumberdaya yang optimal yang bisa dilaksanakan oleh stakeholders. Skenario optimis dilaksanakan dengan mengerahkan penggunaan sumberdaya yang ideal.

Tabel 14 Keadaan yang mungkin terjadi pada pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Cisauk Provinsi Banten

Faktor Keadaan Faktor 1 1A 1B 1C Faktor 2 2A 2B 2C Faktor 3 3A 3B 3C Faktor n nA nB nC Sumber : Bourgeous (2004)

3.5.4 Penyusunan Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman Penyusunan arahan kebijakan pengembangan permukiman yang berkelanjutan di pinggiran kota metropolitan DKI Jakarta dilaksanakan dengan

memperhatikan berbagai masukan dari stakeholders, kondisi lapangan dan hasil analisis. Kondisi keberlanjutan saat ini merupakan salah satu pertimbangan yang sangat penting untuk diperhatikan. Hasil analisis prospektif merekomendasikan faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap kondisi masa depan keberlanjutan kawasan permukiman. Sementara hasil analisis dengan metode AHP memberikan masukan pilihan-pilihan yang merupakan prioritas dari stakeholders terkait seperti tujuan, faktor, aktor, dan alternatif skenario. Penyusunan arahan kebijakan juga memperhatikan skenario kebijakan terpilih yang diformulasikan berdasarkan faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap kebelanjutan kawasan permukiman. Secara diagramatis bagan alir metodologi penelitian seperti tertera pada Gambar 12.

Gambar 12 Metodologi Penelitian Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Cisauk

Analisis Prospektif Analisis Situasional Analisis Deskriptif AHP Analisis Prospektif MDS Analisis Prospektif

Kondisi dan Potensi kawasan Permukiman di Cisauk

Kondisi Keberlanjutan Identifikasi Kebutuhan

Stakeholders

Faktor pengungkit

Faktor kunci

Skenario Pengembangan

Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan

Identifikasi Indikator Keberlanjutan

Identifikasi Pola Dinamika dan Sistem Metropolitan

Tahap I

Tahap II

Tahap III